Anda di halaman 1dari 19

PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM CUKA MAKAN

TANGGAL PRAKTIKUM: 7 APRIL 2015


TANGGAL MEMASUKKAN LAPORAN: 14 APRIL 2015

KETUA

: ANASTASIA VIRGINIA

1401010030

ANGGOTA : EVLYN LAURENTHIA

1401010024

NATALIA SANTOSO

1401010037

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


UNIVERSITAS SURYA
TANGERANG
2015

ABSTRAK
ANASTASIA VIRGINIA (1401010030)

EVLYN LAURENTHIA (1401010024)


NATALIA SANTOSO (1401010037)
PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM CUKA MAKAN
(17; 2 tabel; 1 gambar; 3 lampiran)
Praktikum bertujuan untuk memahami teknik titrasi dan prinsip analisa volumetri, serta
menentukan kadar asam asetat di dalam cuka komersil. Prosedur praktikum dibagi menjadi
dua tahap dan masing-masing tahap dilakukan secara duplo. Tahap pertama adalah
standarisasi NaOH sebagai standar sekunder menggunakan KC8H5O4 sebagai standar primer
untuk mengetahui konsentrasi tepat dari NaOH. Tahap kedua adalah titrasi cuka
menggunakan NaOH sebagai titran. Kedua proses titrasi itu digunakan fenolftalein sebagai
indikator pH yang akan mengalami perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah
muda pada titik akhir titrasi. Dari standarisasi NaOH didapatkan bahwa konsentrasi NaOH
sebesar 0,1097 M. Hasil perhitungan kadar asam asetat hasil titrasi cuka dengan larutan
NaOH standar sebesar 0.0292 M atau 33,43% yang memiliki selisih yang cukup signifikan
terhadap kadar cuka komersil dikarenakan beberapa galat yang terjadi selama praktikum.
Referensi: 10 (1986-2015)
Kata Kunci: titrasi asam basa, analisa volumetri, standarisasi, standar primer, standar
sekunder, fenolftalein

I.

TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan praktikum ini adalah untuk memahami prinsip analisa volumetri dan titrasi
serta menentukan kadar asam asetat di dalam cuka komersil.

II.

TEORI / HIPOTESIS
Asam asetat (CH3COOH) adalah satu diantara asam lemah. Asam asetat dapat

dibuat dari senyawa C2H5OH (etanol)

atau dari buah-buahan yang mengandung

senyawa tersebut melalui proses oksidasi biologis menggunakan mikroorganisme.


Etanol teroksidasi menjadi asetaldehid dan air. Asetaldehid dihidrasi kemudian
dioksidasi menjadi asam asetat dan air. Bentuk asam ini sangat korosif dan berbahaya
jika terkena kulit. Selain itu, baunya juga kuat dan tajam (Anonim A, 2015;
Ardhiansyah, 2015).
Terdapat beberapa cara dalam pembuatan asam asetat (Anonim A, 2015):
a. Oksidasi alkohol oleh pengaruh bakteri
Asam asetat dengan oksidasi alkohol dibuat dengan pengaruh bakteri yaitu
bakeri acetobacter dan dibuat dengan bantuan udara pada suhu 35oC. Pada proses
fermentasi alkohol, asam asetat didapat dari bahan yang banyak mengandung gula
seperti: anggur, apel, malt, dan gula.
b. Destilasi kayu kering
Pembuatannya dilakukan dengan cara kayu dipanaskan secara kering dalam
ruangan tertutup maka akan terjadi gas dan cairan yang mengandung aseton, metanol,
dan asetat. Cairan itu ditambahkan dengan kalsium hidroksida dan akan menjadi
kalsium asetat. Lalu, cairan itu didestilasi dan diperoleh destilat berupa metanol,
aseton, dan air. Yang tersisa adalah kalsium asetat dimana jika ditambahkan asam
sulfat akan menghasilkan asam asetat.
Untuk membuat cuka, metode oksidasi adalah yang sering digunakan. Cuka
adalah campuran yang mengandung asam asetat sekitar 5%. Biasanya, asam asetat
diproduksi secara biologis ketika akan digunakan untuk keperluan makanan. Asam
asetat digunakan dalam berbagai bidang. Di bidang kedokteran, asam asetat
digunakan untuk perawatan medis pengobatan sengatan ubur-ubur. Di bidang kimia,
digunakan untuk bahan penyusun cat, pernis, glasir, pelarut, reagen, pestisida, dan
katalis. Selain sebagai cuka, dalam industri makanan asam asetat juga bisa digunakan
untuk pengawet dan penyedap makanan.
Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada reaksi kimia seperti

aA + tT produk
dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul pereaksi, T. Pereaksi T
yang disebut titran dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui ditambahkan
secara kontinu dan biasanya diteteskan dari sebuah buret. Larutan ini disebut larutan
standar dan konsentrasinya ditentukan melalui proses standarisasi. Istilah titrasi
mengacu pada proses pengukuran volume dari titran yang dibutuhkan untuk mencapai
titik ekuivalen (Day, 1986).
Larutan standar dapat berupa asam atau basa yang telah diketahui
konsentrasinya dengan teliti. Larutan standar asam diperlukan untuk menetapkan
konsentrasi basa dan larutan standar basa diperlukan untuk menetapkan konsentrasi
asam. Keadaan dengan jumlah ekuivalen asam sama dengan basa disebut titik
ekuivalen. pH larutan mengalami perubahan selama titrasi dan titrasi diakhiri pada
saat pH titik ekuivalen telah tercapai (Supardi, 2006).
Fenolftalein digunakan sebagai indikator pH karena dalam titrasi ini
merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat yang memiliki titik ekuivalen diatas 7.
Indikator fenolftalein tidak berwarna dalam suasana asam dan berwarna merah muda
dalam suasana basa. Letak trayek fenolftalein di antara 8,0-9,6 sehingga pada pH di
bawah 8,0 larutan tidak berwarna dan di atas 9,6 warna merah muda, tidak berubah
intensitasnya (Day, 1986).

Sumber: Day, 1986

Gambar 2.1 Disosiasi Indikator Fenolftalein

NaOH bersifat higroskopis, Jika NaOH berkontak dengan udara, maka NaOH
akan menyerap uap air yang terkandung dalam udara. Selain itu, NaOH akan bereaksi
dengan CO2 dari udara sehingga membentuk natrium karbonat dan air (Anonim B,
2015).
2NaOH (aq) + CO2 (g) Na2CO3 (s) + H2O (l)
-

Hal ini tentu mengurangi konsentrasi ion OH dalam larutan. Cara terbaik
untuk mengatasi masalah ini adalah menggunakan standar primer, dimana massa
padatan asam dapat ditimbang. Standar primer yang baik adalah senyawa yang tidak
dapat menyerap apapun dari udara dan memiliki massa molekul yang tinggi sehingga
tidak memerlukan jumlah mol yang besar untuk melakukan titrasi yang baik. Kalium
hidrogen ftalat memiliki rumus molekul KC8H5O4 tepat digunakan sebagai standar
primer karena senyawa ini adalah padatan asam monoprotik yang memproduksi satu
hidrogen yang terionisasi (Anonim B, 2015 ; Anonim C, 2015). KC 8H5O4 atau KHP
adalah zat berwarna putih yang dapat larut dan secara komersial tersedia dalam
keadaan sangat murni. Reaksi antara KHP dan natrium hidroksida adalah:

Hipotesis dalam praktikum ini adalah besar kadar cuka yang didapatkan dari
titrasi cuka dengan larutan NaOH standar memiliki besar sama dengan besar kadar
cuka yang tertera pada kemasan cuka makan yakni 25%.

III.

PROSEDUR KERJA
Langkah-langkah dalam praktikum sudah mengikuti panduan yang terdapat di

Modul Praktikum Kimia Analitik. Namun untuk mempersingkat waktu dilakukan


pembagian tugas dalam pembuatan larutan dan persiapan alat-alat titrasi. Kelompok 1
bertugas dalam membuat larutan standar NaOH 1 L dengan konsentrasi 0,1 M yang
mengalami pengenceran 10x. Berdasarkan perhitungan, diperlukan 100 mL larutan
NaOH 1 M untuk diencerkan dalam labu ukur 1 L dengan akuades sampai tanda
batas. Pengenceran larutan cuka sebanyak 20x dari volume awal 2,5 mL dan 5 mL
masing-masing menjadi volume 50 mL dan 100 mL dilakukan oleh kelompok 2 dan
kelompok 3. Perakitan alat-alat titrasi seperti statif dan buret dilakukan oleh kelompok
4 dan kelompok 5. Indikator fenolftalein dibuat dari 0,05 gram dalam 50 mL etanol
96%. Untuk standarisasi NaOH dibutuhkan larutan KC8H5O4 yang dibuat dengan
melarutkan 4 gram KC8H5O4 dengan 100 mL akuades. Proses standarisasi NaOH
dengan larutan standar KC8H5O4 dan titrasi cuka dengan larutan standar NaOH
dilakukan dengan mencatat volume NaOH dan mengulangi titrasi sebanyak 5 kali.

IV.

HASIL DAN DISKUSI


Reaksi asam-basa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan

asam atau larutan basa. Cara yang digunakan adalah dengan meneteskan larutan basa
yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam larutan asam yang ada di dalam
erlenmeyer yang ingin dicari konsentrasinya. Penetesan dilakukan hingga asam dan
basa tepat habis bereaksi.

Pengukuran kadar asam asetat dalam praktikum ini dilakukan dalam dua
tahap. Tahap pertama adalah standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan standar
KC8H5O4. Tahap kedua adalah titrasi cuka dengan larutan NaOH standar.
NaOH adalah jenis larutan yang dapat bereaksi dengan gas karbon dioksida
(CO2) yang terdapat di udara. Sifat NaOH higroskopis yang mudah mengikat air dan
mudah bereaksi dengan CO2 di udara akan mempengaruhi konsentrasi larutan NaOH
yang dibuat meskipun reaksi berlangsung lambat. Oleh karena itu, sebelum
melakukan proses titrasi, larutan NaOH perlu distandarisasi terlebih dahulu dengan
KC8H5O4. Hal ini dilakukan agar hasil konsentrasi asam asetat dalam cuka yang
didapat akurat.
Standarisasi ini dilakukan sebanyak 2 kali agar didapat konsentrasi NaOH
yang lebih akurat. Volume NaOH yang terpakai untuk mencapai titik akhir titrasi
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Hasil Standarisasi NaOH dengan KC8H5O4

Percobaan ke-n

Volume NaOH (mL)

17,9 mL

17,8 mL

Rata-rata

17,85 mL

Konsentrasi KC8H5O4 dapat dihitung sebagai berikut.

Perhitungan konsentrasi NaOH dapat dilakukan dengan data konsentrasi


KC8H5O4, volume KC8H5O4, dan volume rata-rata NaOH.

Titrasi cuka dengan larutan standar NaOH dilakukan sebanyak dua kali untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk
mencapai titik ekuivalen pada titrasi cuka adalah sebagai berikut.
Tabel 4.2 Hasil Titrasi Cuka dengan Larutan NaOH

Percobaan ke-n

Volume NaOH (mL)

28,5 mL

24,8 mL

Rata-rata

26,65 mL

Selisih volume NaOH yang diperlukan pada percobaan ke-1 dan ke-2 berbeda
cukup signifikan yakni 3,7 mL. Faktor yang menyebabkan galat ini dapat terjadi
adalah karena saat praktikum, larutan KC8H5O4 percobaan pertama yang telah ditetesi
2 tetes indikator fenolftalein tidak segera dititrasi dengan larutan NaOH. Pada
indikator fenolftalein, terdapat senyawa fenol (C 6H6O) yang memiliki karakteristik
volatil atau mudah menguap (US National Library of Medicine, 2015). Jika larutan
yang telah ditetesi indikator fenolftalein tidak segera direaksikan, maka fenol dalam
indikator fenolftalein akan menguap sehingga jumlah indikator fenolftalein dalam

larutan

KC8H5O4 akan

berkurang.

Indikator

fenolftalein

yang

seharusnya

menunjukkan titik akhir titrasi, akibat pengurangan jumlah indikator fenolftalein ini
menyebabkan titik akhir titrasi yang ditunjukkan akan melewati titik akhir titrasi yang
sebenarnya sehingga volume titran yang diperlukan akan lebih banyak.
Konsentrasi asam cuka dapat dihitung dengan menggunakan data volume
NaOH, konsentrasi NaOH setelah distandarisasi, dan volume asam asetat pada cuka.

Molaritas cuka yang telah diencerkan yaitu sebesar 0,292 M, maka konsentrasi
cuka sebelum diencerkan dapat dihitung sebagai berikut.

Kadar asam asetat dalam cuka makan dalam % volume yang didapat dari
perhitungan sebagai berikut.

Kadar yang tertera pada kemasan cuka makan sebesar 25%, sedangkan dari
praktikum ini didapatkan kadar cuka sebesar 33,43%. Hipotesis awal adalah besar
kadar asam asetat yang didapatkan dari praktikum ini sama dengan besar kadar asam
asetat pada cuka komersil. Ternyata hipotesis ini tidak tepat karena kadar yang

didapatkan pada praktikum ini memiliki selisih yang cukup signifikan terhadap kadar
cuka komersil. Perbedaan ini mungkin terjadi karena hasil dari beberapa galat.
1. Kesalahan dalam pembacaan volume larutan NaOH dalam
buret
Karena larutan di dalam buret adalah larutan standar NaOH yang berwarna
bening maka pembacaan volumenya berdasarkan meniskus bawah sedangkan
larutan yang memiliki warna dibaca berdasarkan meniskus atas. Pengamat
yang berbeda dan ketidak-konsisten-an untuk membaca meniskus bawah
menyebabkan ketidak-tepatan data yang diperoleh. Mata pengamat saat
membaca volume larutan NaOH harus sejajar dengan meniskus bawah buret.
2.

Titrat yakni: larutan KC8H5O4 dan CH3COOH yang digunakan masing-masing


tidak tepat 10 mL
Volume titrat yang lebih ataupun kurang dari 10 mL tentu menghasilkan data
yang berbeda jika volume titrat yang digunakan tepat 10 mL. Ke-akurat-an
data menjadi berkurang.

3.

Pengamatan perubahan warna indikator yang kurang baik sehingga titik akhir
titrasi melebihi titik ekuivalen
Pengamat yang berbeda tentu memiliki pengamatan yang berbeda sehingga
untuk mendapatkan data yang akurat, pengamat yang mengamati setiap
percobaan harus tetap atau konsisten.

4.

Labu erlenmeyer digoyangkan tidak konstan, kecepatan pengadukan yang


terlalu cepat
Menggoyang larutan dalam labu erlenmeyer berguna untuk membantu larutanlarutan agar tercampur dengan baik tetapi pengadukan terlalu cepat juga dapat
mengakibatkan sedikit larutan terciprat keluar dari dalam labu erlenmeyer.

5.

Pencucian labu erlenmeyer yang kurang bersih


Dalam labu erlenmeyer yang tidak tercuci bersih tentu masih terdapat sisa
larutan lain sehingga mengakibatkan ketidak-akuratan data hasil praktikum.

V.

KESIMPULAN

Praktikum ini berhasil dilakukan dengan analisa volumetri sebagai metode


untuk titrasi asam basa. Fenolftalein digunakan sebagai indikator dalam praktikum ini.
Proses titrasi berakhir ketika larutan sudah berubah warna menjadi merah muda.
Konsentrasi larutan NaOH yang didapat setelah distandarisasi dengan larutan
KC8H5O4 adalah 0,1097 M. Dari tahap titrasi cuka dengan larutan standar NaOH
didapatkan konsentrasi asam asetat dari cuka sebelum diencerkan sebesar 5,84 M atau
33,43%. Kadar yang didapat dari hasil praktikum ini memiliki selisih yang cukup
signifikan dengan kadar yang tertera pada cuka makan komersil yang sebesar 25%.
Perbedaan angka ini mungkin disebabkan oleh beberapa galat seperti: pengukuran
volume yang kurang teliti, pembacaan meniskus bawah pada buret serta penentuan
titik ekuivalen, dan titik akhir titrasi yang terlewat.

VI.

REFERENSI

Anonim A. 2015. Apa itu Asam Asetat? Ketahui Cara Pembuatan & Manfaatnya.
http://www.amazine.co/25619/apa-itu-asam-asetat-ketahui-cara-pembuatanmanfaatnya/ [12 April 2015].
Anonim B. 2015. Sodium Hydroxide (NaOH).
http://www.monashscientific.com.au/NaOH.htm [12 April 2015].
Anonim C. 2015. Sodium Hydroxide (NaOH).
http://www.digipac.ca/chemical/mtom/contents/chapter4/titrationstd.htm [12
April 2015].
Ardhiansyah, H. 2015. Asam Asetat.
http://www.academia.edu/7687384/Asam_Asetat/ [12 April 2015].
Chang, Raymond. ____. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga.
Day Jr., R.A., dan A.L. Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif (edisi ke-5).
Translated by Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph.D. Jakarta: Erlangga.
Iswaldi, I., Tjahjono, M., Nurkhoeriyati, T. 2014. Penentuan Kadar Asam Asetat
dalam Cuka Makan. Tangerang: Modul Praktikum Kimia Analitik.

Permata, T. 2012. Analisa Cuka Metode Alkalimetri.


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-paramithad-5313-2bab2.pdf/ [12 April 2015].
Supardi, K.I. dan Luhbandjono, G. 2006. Kimia Dasar II. Semarang: UPT UNNES
Press.
US National Library of Medicine. 2015. Phenolphthalein.
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/4764#section=Top. [11 April
2015].
US National Library of Medicine. 2015. Phenol.
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/996#section=Top. [11 April
2015].

VII.
A.

APPENDIX

TUGAS AWAL PRAKTIKUM


1.
2.
3.
4.

Apa perbedaan antara titik ekuivalen dan titik akhir titrasi?


Perubahan warna apa yang akan Anda amati dalam percobaan ini?
Gambarkan struktur molekul indikator Phenolftalein.
Mengapa larutan NaOH perlu distandarisasi dengan larutan kalium hidrogen

ftalat?
5. a) Suatu larutan yang mengandung 25 mg KHP digunakan untuk
menstandarisasi larutan NaOH. Bila dalam titrasi ini dibutuhkan 11,7 mL larutan
NaOH untuk mencapai titil ekuivalen, hitung berapakah konsentrasi larutan standar
NaOH.
b) Sebanyak 2 mL larutan asam cuka diencerkan hingga menjadi 100 mL. 10 mL dari
larutan ini kemudian dititrasi dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi pada
pertanyaan a) di atas. Rata-rata volume titran yang dibutuhkan adalah 20 mL.
Hitunglah konsentrasi larutan asam cuka mula-mula sebelum diencerkan dalam satuan
% w/v.
Jawaban:
1. Titik ekuivalen adalah keadaan yang secara stoikiometri titran dan titrat tepat
habis bereaksi sehingga jumlah mol ekuivalen basa yang ditambahkan sama dengan

jumlah mol ekuivalen asam yang dinetralkan. Titik akhir adalah titik saat titrasi harus
dihentikan ditandai dengan perubahan warna yang terjadi pada larutan titrat. Agar
terjadi perubahan warna sebagai penanda berakhirnya titrasi, indikator asam basa
diberikan pada larutan titrat.
2. Indikator asam basa yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah
phenolftalein dengan trayek pH antara 8,0 - 9,6 dan perubahan warna dari tidak
berwana menjadi merah muda. Pada percobaan pertama akan distandarisasi larutan
NaOH 0,1 M (yang bersifat basa kuat) dengan larutan standar KC 8H5O4 (yang bersifat
asam lemah, pH = 5,4) dan pada percobaan kedua akan dilakukan titrasi cuka (yang
bersifat asam lemah) dengan larutan standar NaOH 0,1 M (yang bersifat basa kuat).
Karena sifat basa yang lebih dominan maka hasil titrasi cenderung bersifat basa maka
perubahan warna yang akan diamati pada larutan titrat adalah merah muda.

3.
Sumber: http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/
Gambar 7.1 Struktur Molekul Indikator Fenolftalein

4. Sebab larutan NaOH dapat bereaksi dengan gas karbon dioksida (CO 2) yang
ada di udara sehingga mempengaruhi konsentrasi larutan NaOH tersebut menjadi
tidak stabil dan dapat berubah setiap saat.

5. (a)
(b)

B.

TUGAS AKHIR PRAKTIKUM


1. Hitunglah dengan tepat konsentrasi larutan standar NaOH anda.

2. Hitunglah konsentrasi asam asetat pada cuka dalam satuan


molar dan persen volume. Sebagai informasi, massa jenis asam asetat murni
adalah 1,049 gram/mL, dan massa molarnya adalah 60,05 gram/mol. Apakah
konsentrasi yang Anda dapatkan sesuai dengan konsentrasi yang tertera pada
botol kemasan cuka Anda?
3. Jelaskan sumber-sumber galat yang mungkin terjadi dalam
percobaan ini. Jelaskan pula apakah galat tersebut akan menyebabkan
konsentrasi asam cuka yang terukur menjadi lebih kecil atau lebih besar.

Jawaban:
1.

2.

Konsentrasi cuka yang didapat dari percobaan belum sesuai dengan


konsentrasi yang tertera pada cuka makan komersil.
3.

Berdasarkan

praktikum

yang

telah

dilakukan,

galat

yang

terjadi

mengakibatkan konsentrasi cuka semakin besar dari konsentrasi cuka yang


semestinya. Terdapat beberapa sumber galat yang menyebabkan perbedaan
konsentrasi cuka dari percobaan dengan yang tertera pada cuka makan yakni
(keterangan setiap galat terdapat di bagian Hasil dan Diskusi):
-

Kesalahan dalam pembacaan volume larutan NaOH dalam buret

Titrat yakni: larutan KC8H5O4 dan CH3COOH yang digunakan


masing-masing tidak tepat 10 mL

Pengamatan perubahan warna yang kurang baik sehingga titik akhir


titrasi melebihi titik ekuivalen

Labu erlenmeyer digoyangkan tidak konstan, pengadukannya yang


terlalu cepat

Pencucian labu erlenmeyer yang kurang bersih

C.

DOKUMENTASI

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(g)

(f)

(h)

(i)

(k)

(j)

(l)

Keterangan:
(a)
Pengenceran 25 mL larutan NaOH 1 M menjadi 250 mL larutan NaOH 0,1 M
(b)
Perakitan buret
(c)
Pengambilan 10 mL larutan KC8H5O4
(d)
Pemberian 2 tetes indikator phenolftalein ke dalam 10 mL larutan KC8H5O4
(e)
Pemasukkan larutan NaOH 0,1 M ke dalam buret
(f)
Titrasi untuk menstandarisasi larutan NaOH 0,1 M dengan larutan standar
KC8H5O4
(g)
Hasil titrasi standarisasi KC8H5O4 trial 1
(h)
Hasil titrasi standarisasi KC8H5O4 trial 2
(i)
Pemasukkan 10 mL larutan cuka (dari 5 mL larutan cuka yang diencerkan
20x) ke dalam erlenmeyer
(j)
Pemberian 2 tetes indikator phenolftalein ke dalam 10 mL larutan cuka
(k)
Hasil titrasi cuka dengan larutan NaOH standar trial 1
(l)
Hasil titrasi cuka dengan larutan NaOH standar trial 2

Anda mungkin juga menyukai