Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem reproduksi pria terdiri dari struktur luar dan struktur dalam. Struktur luar
terdiri dari penis, skrotum dan testis. Sedangkan struktur dalam terdiri dari vas
deferens, uretra, kelenjar prostat dan vesika seminalis.
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak
konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin
dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital.
Khusunya pada bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya
meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu pertama kehidupannya.
Malformasi kongenital merupakan kausa penting terjadinya keguguran, lahir mati, dan
kematian neonatal.
Kanker atau keganasan adalah suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
dan penyebaran jaringan secara abnormal. Kanker menyebabkan terjadinya perubahan
genetik yang dapat berupa mutasi, kelainan jumlah atau struktur.

1.2 Tujuan Pembahasan


Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna
bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi
menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah
wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat,
dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana
pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu
menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus
tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
1

Melengkapi tugas small group discussion skenario enam modul dua belas
dengan judul skenario Khitanan Massal.
Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.
Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam
menghadapi ujian akhir modul.
Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat
diharapkan dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh
tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.

1.3

Metode dan Teknik


Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering

digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, dimana kami


menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari
sumber data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga
diperoleh informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi
yang

didapatkan

dari

berbagai

sumber tersebut

disimpulan

sesuai

dengan

pembahasan yang akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan
tujuan pembuatan makalah ini.

BAB II
2

PEMBAHASAN
2.1 Skenario
SEMESTER IV MODUL 6 (SALURAN KEMIH)
SKENARIO 6
KHITANAN MASSAL
Pada suatu kegiatan khitanan massal di FK UISU, si X dan teman-temannya
mendapatkan dua kasus yang membutuhkan analisis. Kasus pertama mengenai
kesulitan mereka melakukan sirkumsisi pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun,
karena adanya perlengketan dinding dalam preputium dengan glans penis dan lubang
bagian ujungnya menyempit. Kasus kedua mengenai seorang anak laki-laki berusia 11
tahun, karena ada kelainan pada letak orificium uretra externa (OUE) dibawah penis
yang menurut orang tuanya sudah ada sejak lahir. Kedua kasus tersebut tidak dapat
ditangani oleh si X dan teman-temannya karena membutuhkan pemeriksaan khusus,
bahkan kasus terakhir harus dirujuk ke ahli bedah urologi.
Step 1:
1. Sirkumsisi

: tindakan dimana membuang sebagian preputium sehingga glans

penis terbuka
2. Preputium

: kulit yang menutupi atau melindung bagian glans penis

Step 2:
Kasus I:
-

Kesulitan sirkumsisi pad anak usia 12 tahun karena adanya perlengketan dinding
dalam preputium dengan glans penis dan lubang bagian ujungnya menyempit

Kasus II:
-

Anak 11 tahun terdapat kelainan pada letak OUE di bawah penis yang sudah
ada sejak lahir

Kedua kasus tersebut tidak dapat ditangani karena memerlukan pemeriksaan khusus,
dan kasus kedua dirujuk ke ahli bedah urologi.
3

Step 3:
1. Apa yang menyebabkan pada anak 12 tahun terjadi perlengketan dinding dalam
preputium dengan glans penis?
2. Apa yang menyebabkan kelainan OUE di bawah penis? Dan apa jenis kelainan
tersebut?
3. Apa indikasi dan kontra indikasi dari sirkumsisi?
4. Apa analisa yang didapat pada kedua kasus?
Jawab:
1. Karena lubang bagian ujungnya menyempit sehingga preputium tidak dapat
ditarik ke dalam
2. Kelainan klinis: - hipospadia: letak OUE berada di ventral penis
- epispadia: letak OUE berada di dorsal penis
- fimosis: perlengketan dinding dalam preputium dengan
glans penis
Tanpa klinis: hiperplasia, hipoplasia
3. Indikasi: agama, fimosis dan parafimosis
Kontraindikasi: hemofilia, alergi
4. Kasus I: mengalami kelainan bawaan dengan tanda klinis fimosis
Kasus II: mengalami kelainan bawaan dengan tanda klinis epispadia
Kedua kasus harus dirujuk ke ahli bedah urologi

2.2 Keganasan Genital Eksterna Pria


2.2.1 Tumor Penis
Tumor ganas yang terdapat pada penis terdiri atas: (1) karsinoma sel basal, (2)
melanoma, (3) tumor mesenkim, dan yang paling banyak dijumpai adalah (3) karsinoma
sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa ini berasal dari kulit preputium, glans, atau
batang penis.

Etiologi dan faktor risiko


Dari berbagai penelitian ditemukan adanya hubungan antara kejadian karsinoma
penis dengan higiene penis yang kurang bersih. Hal ini diduga karena iritasi smegma
mengakibatkan inflamasi kronis sehingga merangsang timbulnya keganasan penis.
Sirkumsisi yang dilakukan pada masa anak atau bayi akan memperkecil kejadian
karsinoma penis di kemudian hari. Kejadian karsinoma ini meningkat pada pria atau
suku bangsa yang tidak menjalani sirkumsisi, antara lain India, Cina, dan Afrika.
Pria yang tidak disirkumsisi saat lahir memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker
penis. Sirkumsisi adalah operasi dengan membuang preputium penis sehingga glans
penis selalu terbuka dan tidak ditutupi lagi oleh preputium. Pada pria yang tidak
disirkumsisi, kotoran (smegma) yang menempel pada glans penis (kepala penis) akan
sulit dibersihkan karena kulit yang masih ketat. Jika menumpuk, kotoran tersebut dapat
memicu radang atau inflamasi yang dapat menjadi pencetus kanker penis. Sirkumsisi
dapat membantu mencegah infeksi virus HIV. Sebuah survei internasional dalam New
England Journal of Medicine menyimpulkan bahwa sirkumsisi pada laki-laki
berhubungan dengan penurunan risiko infeksi Human Papillomavirus atau HPV. HPV
dapat ditularkan dari pasangan saat berhubungan seksual. Bergonta-ganti pasangan
seksual juga menjadi sebuah faktor resiko.
Epidemiologi
Kanker penis merupakan keganasan yang jarang terjadi. Kanker penis lebih sering
terjadi pada beberapa bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, mencapai hingga 10%
dari kanker pada pria, dibandingkan di Amerika Serikat (American Society of Clinical
Oncology, 2012). Berdasarkan data statistik dari American cancer society, diperkirakan
1.570 orang di Amerika Serikat akan didiagnosa kanker penis. Angka kematian
diperkirakan mencapai 310 orang akibat kanker ini.
Kanker penis terhitung sekitar 0,4- 0,6 % dari seluruh keganasan di Amerika
Serikat dan Eropa (Lucky et al, 2009). Lebih dari 95% kanker penis adalah jenis
karsinoma sel skuamosa (Doraiswamy et al, 2010). Di negara-negara dimana sunat
pada bayi adalah umum, seperti Israel dan Amerika Serikat, kejadian karsinoma
5

skuamosa penis rendah. Di perkotaan India, kejadian kanker penis berkisar 0,7-2,3
kasus per 100.000 pria. Di pedesaan India, tingkat kejadiannya adalah 3 kasus per
100.000 pria . Menurut data dari The National Cancer Institutes Surveillance,
Epidemiology, and End Results (SEER), ditemukan bahwa kejadian kanker penis telah
menurun selama 3 dekade terakhir.
Perjalanan penyakit
Karsinoma penis pada stadium awal berupa bentukan tumor papiler, lesi eksofitik,
lesi datar, atau lesi ulseratif. Tumor kemudian membesar dan merusak jaringan
sekitarnya kemudian mengadakan invasi limfogen ke kelenjar limfe inguinal dan
selanjutnya menyebar ke kelenjar limfe di daerah pelvis hingga subklavia. Fasia Buck
berfungsi sebagai barier (penghambat) dalam penyebaran sel-sel kanker penis;
sehingga jika fasia ini telah terinfiltrasi oleh tumor, sel kanker menjadi lebih mudah
mengadakan invasi hematogen.
Stadium
Jackson (1966) membagi stadium karsinoma penis sebagai berikut:
I.

Tumor terbatas pada glans penis atau prepusium

II.

Tumor sudah mengenai batang penis

III.

Tumor terbatas pada batang penis tetapi sudah didapatkan metastasis


pada kelenjar limfe inguinal

IV.

Tumor sudah melampaui batang penis dan kelenjar limfe inguinal sudah tak
dapat dioperasi atau telah terjadi metastasis jauh

Diagnosis
Dalam kebanyakan kasus, tanda pertama dari kanker penis adalah perubahan
kulit penis. Kulit bisa berubah warna menjadi lebih tebal. Adanya suatu ulkus (luka) atau
benjolan di penis juga dapat ditemukan pada penderita. Gejala lainnya adalah luka
pada penis, luka terbuka pada penis dan nyeri penis serta perdarahan pada penis
(pada stadium lanjut).

Kanker ini paling sering pertama kali bermetastase ke kelenjar getah bening di
selangkangan. Hal ini menyebabkan kelenjar getah bening menjadi bengkak.
Benjolannya mudah dirasakan di bawah kulit. Tanda- tanda dan gejala tersebut tidak
selalu berarti kanker penis. Bisa disebabkan juga oleh adanya infeksi. Diagnosa awal
pada kanker penis dapat dilakukan melalui anamnesa yang lengkap dengan pasien
untuk mengetahui gejala klinis serta faktor- faktor resiko yang mungkin dimiliki pasien.
Pemeriksaan fisik pada alat genital juga dapat dilakukan. Jika dari hasil anamnesa dan
pemeriksaan klinis didapatkan tanda- tanda dari kanker penis, dapat dilakukan
pemeriksaan lanjutan seperti X-Ray, CT-Scan ataupun Ultrasound, lalu aspirasi biopsi
dan biopsi. Biopsi dilakukan untuk membantu diagnosa dokter secara akurat.
Terapi
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah menghilangkan lesi primer secara
paripurna, mencegah kekambuhan, dan jika mungkin mempertahankan penis agar
pasien dapat miksi dengan berdiri atau dapat melakukan senggama. Tindakan-tindakan
yang dapat dilakukan adalah:
a. Sirkumsisi
Sirkumsisi ditujukan untuk tumor-tumor yang masih terbatas pada prepusium
penis
b. Penektomi parsial
Penektomi parsial adalah mengangkat tumor beserta jaringan sehat sepanjang
2 cm dari batas proksimal tumor. Tindakan ini ditujukan untuk tumor-tumor
yang terbatas pada glans penis atau terletak pada batang penis sebelah distal
c. Penektomi total dan uretrostomi perineal
Penektomi total ditujukan untuk tumor-tumor yang terletak di sebelah proksimal
batang penis atau jika pada tindakan penektoi parsial, ternyata sisa penis tidak
cukup untuk dapat dipakai miksi dengan berdiri dan melakukan penetrasi ke
dalam vagian. Setelah itu dibuatkan uretrostomi perineal atau perineostomi
sehingga pasien miksi dengan duduk
d. Terapi laser dengan Nd:YAG
Beberapa klinik melakukan eksisi tumor dengan bantuan sinar laser
7

e. Terapi topikal dengan kemoterapi


Memakai krim 5 fluoro urasil 5% ditujukan untuk tumor-tumor karsinoma in situ
atau eritroplasia Queyart
f. Radiasi
Meskipun hasilnya tidak begitu memuaskan, dapat dicoba dengan radiasi
eksterna
2.2.2 Tumor Testis
Definisi dan Epidemiologi
Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan
hormonal. Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon
androgen terutama testosteron. Kanker

testis adalah pertumbuhan sel-sel

ganas di dalam testis yang bisa menyebabkan testis membesar atau


menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum .
Kanker testikuler, yang menempati peringkat pertama dalam kematian
akibat kanker diantara pria dalam kelompok umur 20 sampai 35 tahun,
adalah kanker yang paling umum pada pria yang berusia 15 tahun hingga 35
tahun dan merupakan malignansi yang paling umum kedua pada kelompok
usia 35 tahun hingga 39 tahun. Kanker yang demikian diklasifikasikan
sebagai germinal atau nongerminal. Tumor germinal timbul dari sel-sel
germinal testis (seminoma, terakokarsinoma, dan karsinoma embrional);
tumor germinal timbul dari epithelium.
Kanker testis meskipun kasus yang relatif jarang, merupakan keganasan
tersering pada pria kelompok usia 15 35 tahun. Setiap tahun kira-kira
ditemukan

2-3

kasus

baru

dari

100.000

pria

di

Amerika

Serikat.

Perkembangan yang pesat dalam hal teknik diagnosis, perkembangan


pemeriksaan penanda tumor, pengobatan dengan regimen kemoterapi dan
modifikasi tehnik operasi, berakibat pada penurunan angka mortalitas
penderita kanker testis dari 50% pada 1970 menjadi kurang dari 5% pada
8

1997. Dengan mulai berkembangnya pengobatan yang efektif bahkan untuk


pasien-pasien dengan keadaan lanjut, perhatian pada tumor testis telah
beralih pada penurunan morbiditas dengan menentukan protokol pengobatan
selektif pada setiap pasien.
Klasifikasi
Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO:
I.

Tumor sel bening:


a) Tumor dengan satu pola histologik:
1. Seminoma
2. Seminoma spermatositik
3. Karsinoma embrional
4. Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe infantile)
5. Teratoma:
a. Matur
b. Imatur
c. Dengan transformasi maligna
b) Tumor dengan lebih dari satu pola histologi:
1. Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
2. Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-tipenya)
3. Kombinasi lain (perinci)

II.

Tumor stromal-tali kelamin:


A. Bentuk berdiferensiasi baik:
1. Tumor sel leydig
2. Tumor sel sertoli
3. Tumor sel granulose
B. Bentuk campuran (perinci)
C. Bentuk berdiferensiasi tidak lengkap

Sebagian besar neoplasma adalah germinal, dengan sekitar 40% adalah


seminoma. Seminoma cenderung untuk tetap setempat, sementara tumor
nonseminomas tumbuh cepat. Penyebab tumor testikuler tidak diketahui,
tetapi kriptokhidisme, infeksi, dan faktor-faktor genetik dan endokrin tampak
berperan dalam terjadinya tumor tersebut. Risiko kanker testikuler adalah 35
kali lebih tinggi pada pria dengan segala tipe testis ya-ng tidak turun ke
dalam skrotum dibanding dengan populasi umum. Tumor testis biasanya
malig-nan dan cenderung untuk bermetastasis lebih dini, menyebar dari
testis ke dalam nodus limfe da-lam retroperineum dan ke paru-paru.
Etiologi
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun.
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
menunjang terjadinya kanker testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal.
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai
dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran
payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil).
4. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis
tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia
tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di dalam keluarga ada riwayat
kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari semua kanker
pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker
yang paling sering ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun .

Patofisiologi
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya
mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete
10

testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum.


Tunika albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor
testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi
tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis.
Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe
menuju ke kele-njar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun
pertama, kemudian menuju ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula,
sedangkan kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan
otak.
Gambaran klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali
tidak nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung
skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang
pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%)
karena pembesaran kelenjar pada aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan
5% pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi
dari beredarnya kadar beta HCG di dalam sirkulasi sitemik yang banyak
terdapat pada koriokarsinoma.

Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri
pada palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan
adanya

infiltrasi

tumor

pada

funikulus

atau

epididimis.

Perlu

dicari

kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler,


ataupun ginekomasti.
Penatalaksanaan

11

Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit.


Setelah

kanker

ditemukan,

langkah

pertama

yang

dilakukan

adalah

menentukan jenis sel kankernya, selanjutnya ditentukan stadiumnya:


1. Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis
2. Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
3. Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening,
bisa sampai ke hati atau paru-paru.
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:
1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi) dan pengangkatan kelenjar
getah bening (limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi
lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor nonseminoma.

Juga

digunakan

sebagai

pengobatan

utama

pada

seminoma, terutama pada stadium awal.


3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan
etoposid)

untuk

membunuh

sel-sel

kanker.

Kemoterapi

telah

meningkatkan angka harapan hidup penderita tumor non-seminoma.


4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan
kerusakan pada sumsum tulang penderita.
Tumor seminoma
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening
perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan
kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.

Tumor non-seminoma:
12

1. Stadium

diobati

dengan

orkiektomi

dan

kemungkinan

dilakukan

limfadenektomi perut.
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan
diikuti dengan kemoterapi.
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya,
diberikan kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau
vinblastin). Kanker testikuler adalah salah satu tumor padat yang dapat
disembuhkan.
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan
mencapai penyembuhan. Pemilihan pengobatan tergantung pada tipe sel dan
keluasan anatomi penyakit. Testis diangkat dengan orkhioektomi melalui
suatu insisi inguinal dengan ligasi tinggi korda spermatikus. Prosthesis yang
terisi dengan jel dapat ditanamkan untuk mengisi testis yang hilang. setelah
orkhioektomi unilateral untuk kanker testis, sebagian besar pasien tidak
mengalami fungsi endokrin. Namun demikian, pasien lainnya mengalami
penurunan kadar hormonal, yang menandakan bahwa testis yang sehat tidak
berfungsi pada tingkat yang normal. Diseksi nodus limfe retroperineal
(RPLND) untuk mencegah penyebaran kanker melalui jalur limfatik mungkin
dilakukan setelah orkhioektomi. Meskipun libido dan orgasme normal tidak
mengalami gangguan setelah RPLND, pasien mungkin dapat mengalami
disfungsi ejakulasi dengan akibat infertilitas. Menyimpan sperma di bank
sperma sebelum operasi mungkin menjadi pertimbangan.
Iradiasi nodus limfe pascaoperasi dari diagfragma sampai region iliaka
digunakan untuk mengatasi seminoma dan hanya diberikan pada tempat
tumor saja. Testis lainnya dilindungi dari radiasi untuk menyelamatkan
fertilitas. Radiasi juga digunakan untuk pasien yang tidak menunjukkan

13

respon terhadap kemoterapi atau bagi mereka yang tidak direkomendasikan


untuk dilakukan pembedahan nodus limfe.
Karsinoma

testis

sangat

Kemoterapi

multiple

dengan

vinblastin,

bleomisin,

responsive
sisplantin

daktinomisin,

terhadap

dan
dan

terapi

preparat

medikasi.

lainnya

siklofosfamid

seperti

memberikan

persentase remisi yang tinggi. Hasil yang baik dapat dicapai dengan
mengkombinasi tipe pengobatan yang berbeda, termasuk pembedahan,
terapi

radiasi,

dan

kemoterapi.

Bahkan

kanker

testikuler

diseminata

sekalipun, prognosisnya masih baik, dan penyakit kemungkinan dapat


disembuhkan karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan.

2.3 Kelainan Kongenital Genital Eksterna Pria


2.3.1 Fimosis
Definisi dan Epidemiologi
Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepu sium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami
oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah antara
prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma)
mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium
dari glans penis. Berdasarkan data epidemiologi, fimosis banyak terjadi pada
bayi

atau

anak-anak

hingga

mencapai

usia

atau

tahun. Sedangkansekitar 1-5% kasus terjadi sampai pada usia 16 tahun.


Etiologi
Fimosis

dapat timbul

kemudian

setelah

lahir.

Hal

ini

berkaitan

dengan tingkat higienitas alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans
penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan
kulit preputium (forceful retraction). Pada fimosis kongenital umumya terjadi
akibat terbentuknya jaringan parut di prepusium yang biasanya muncul
14

karena sebelumnya terdapat balanopostitis. Apapun penyebabnya, sebagian


besar fimosis disertai tanda-tanda peradangan penis distal.
Sedangkan fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi
karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.
Kondisi ini menyebabkan prepusium menjadi melekat pada glans penis,
sehingga sulit ditarik ke arah proximal. Apabila stenosis atau retraksi
tersebut ditarik dengan paksa melewati glans penis, sirkulasi glans dapat
terganggu hingga menyebabkan kongesti, pembengkakan, dan nyeri distal
penis atau biasa disebut parafimosis.
Manifestasi Klinis
Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit kencing,
pancaran urine mengecil, menggelumbungnya ujung prepusium penis pada
saat miksi, dan menimbulkan retensi urine. Higiene lokal yang kurang bersih
menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans
penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopositis).
Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada
benjolan lunak di ujung penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu
timbunan smegma di dalam sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari selsel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh
bakteri yang ada di dalamnya.
Penatalaksanaan
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks
pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai
balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone
0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6
minggu, prepusium dapat retraksi spontan.
15

Bila

fimosis

tidak

menimbulkan

ketidaknyamanan

dapat

diberikan

penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid


topikal yaitu betamethasone selama 4-6 minggu pada daerah glans penis.
Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung
prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis
merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau
postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi.
Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat
obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan
sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna
setelah radang mereda. Hati- hati komplikasi operasi pada sirkumsisi yaitu
perdarahan. Pasca bedah penderita dapat langsung rawat jalan, diobservasi
kemungkinan

komplikasi

yang

membahayakan

jiwa

penderita

seperti

perdarahan. Pemberian antibiotik dan analgetik.


Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat fimosis, yaitu:

Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih

Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian


terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.

Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.

Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan


rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.

Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.

Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.

Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.


2.3.2 Parafimosis
16

Definisi
Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai disulkus
koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan
pada penis dibelakang sulkus koronarius.
Patogenesis
Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat
bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter. Jika prepusium
tidak secepatnya dikembalikan ke tempat semula, dapat menyebabkan
gangguan aliran vena superfisial sedangkan aliran arteri tetap berjalan
normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri. Jika
dibiarkan bagian penis di sebelah distal jeratan makin membengkak yang
akhirnya bisa mengalami nekrosis glans penis.
Penatalaksanaan
Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik
memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara
perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak
berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepusium dapat
dikembalikan

pada

tempatnya.

menghilang,

pasien

dianjurkan

Setelah
untuk

edema
menjalani

dan

proses

sirkumsisi.

inflamasi
Walaupun

demikian, setelah parafimosis diatasi secara darurat, selanjutnya diperlukan


tindakan sirkumsisi secara berencana oleh karena kondisi parafimosis
tersebut dapat berulang atau kambuh kembali.

17

2.3.3 Hipospadia
Definisi dan Epidemiologi
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra
eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal
dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). Hipospadia terjadi kurang
lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki di Amerika Serikat. Pada
beberapa negara insidensi hipospadia semakin meningkat. Laporan saat ini,
terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir
premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi dengan berat badan rendah.
Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit hitam daripada kulit putih, dan pada
keturunan Yahudi dan Italia.

18

Etiologi
Pembesaran tuberkulum kelamin dan perkembangan selanjutnya dari
penis dan uretra tergantung pada tingkat testosteron selama embriogenesis.
Jika testis gagal untuk menghasilkan jumlah yang cukup dari testosteron atau
jika sel-sel struktur genital kekurangan reseptor androgen yang memadai
yaitu

enzim

hipospadia.

konversi
Genetik

androgen-5
dan

faktor

alpha-reductase
nongenetik

dapat

terlibat

menyebabkan

dalam

penyebab

hipospadia dimana angka kejadian keluarga dari hipospadia ditemukan pada


sekitar 28% pasien.
Mekanisme genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian
lain adalah turunan autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap.
Kelainan

kromosom

ditemukan

secara

sporadis

pada

pasien

dengan

hipospadia. Faktor nongenetik utama yang terkait dengan hipospadia adalah


pemberian hormon seks. Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara
bayi

yang

lahir

dari

ibu

dengan

terapi

estrogen

selama

kehamilan.

Prematuritas juga lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.


Klasifikasi
Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Browne
(1936) membagi hipospadia dalam tiga bagian besar, yaitu (1) hipospadi
anterior terdiri atas tipe granular, subkoronal, dan penis distal (2) hipospadi
medius terdiri dari: midshaft, dan penis proksimal, dan (3) hipospadi
posterior terdiri atas: penoskrotal, skrotal, dan perineal.
Penatalaksanaan
Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi baik
bentuk penis yang bengkok karena pengaruh adanya chordae maupun letak
osteum uretra eksterna. Sehingga dua hal pokok dalam repair hipospadia
yaitu:

19

1. Chordectomi, melepaskan chordae sehingga penis bisa lurus kedepan


saat ereksi.
2. Urethroplasty, membuat osteum uretra eksterna diujung glans penis
sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan
Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu
operasi yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda
disebut dua tahap. Hal yang harus diperhatikan dalam operasi hipospadia
yaitu usia, tipe hipospadia, besarnya penis dan ada tidaknya cordae. Pada
semua teknik operasi tersebut tahap pertama adalah dilakukannya eksisi
chordae. Penutupan luka operasi dilakukan dengan menggunakan prepusium
bagian dorsal dari kulit penis. Tahap pertama ini dilakukan pada usia 1,5
tahun 2 tahun bila ukuran penis sesuai untuk usianya. Setelah eksisi
cordae maka penis akan menjadi lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Pada tahap kedua dilakukan uretroplasti yang dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama.
Komplikasi
Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan
operasi,

ketelitian

teknik

operasi,

serta

perawatan

pasca

repair

hipospadia

adalah

fistula,

hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi, yaitu:

Perdarahan

Infeksi

Fistel urethrokutan

Striktur uretra, stenosis uretra

Divertikel uretra
Komplikasi

paling

sering

dari

reparasi

divertikulum, penyempitan uretral, dan stenosis meatus. Penyebab paling


sering

dari

fistula

adalah

nekrosis

20

dari

flap

yang

disebabkan

oleh

terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan
dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu kateter harus
dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepitepinya akan menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi
lebih lama dari dua minggu.
Penyempitan uretra adalah suatu masalah. Bila penyempitan ini padat,
maka dilatasi uretra akan efektif. Pada penyempitan yang hebat, operasi
sekunder diperlukan. Urethrotomy internal akan memadai untuk penyempitan
yang pendek. Sedang untuk penyempitan yang panjang uretra harus dibuka
disepanjang daerah penyempitan dan ketebalan penug dari graft kulit yang
dipakaiuntuk menyusun kembali ukuran uretra. Suatu kateter dapat dipakai
untuk mendukung skin graft.
2.3.4 Epispadia
Definisi dan Epidemiologi
Epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak
pada permukaan dorsal penis. Berdasarkan beberapa pengertian epispadia
menurut beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa epispadia adalah suatu
anomali kongenital yaitu kelainan letak lubang uretra ke sisi dorsal penis,
tidak meluas ke ujung penis karena tidak adanya dinding dorsal uretra.
Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki dan 1
dari 450.000 perempuan. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi
juga disertai

anomali

saluran

kemih. Inkontinensia

urine

timbul pada

epispadia penopubis (95%) dan penis (75%) karena perkembangan yang


salah dari spingter urinarius.
Etiologi
Penyebab dari epispadia, antara lain:
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
21

Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang


mengatur organogenesis kelamin (pria) atau dapat juga karena reseptor
hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup
akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Selain itu, enzim yang
berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan
berdampak sama.
2. Genetik atau idiopatik terjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode
sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak
terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan
dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Klasfikasi
Tergantung pada posisi meatus kemih dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga bentuk :
1. Balanica atau epispadias kelenjar
Adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada
permukaan, alur dari meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis
epispadias kurang sering dan lebih mudah diperbaiki.
2. Epispadias penis
Derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra terletak di
titik variabel antara kelenjar dan simfisis pubis.
3. Penopubica epispadias

22

Varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang
perpanjangan seluruh hingga leher kandung kemih yang lebar dan
pendek.
Patofisiologi
Pada anak laki-laki yang terkena, penis biasanya luas, dipersingkat dan
melengkung ke arah perut (chordee dorsal). Biasanya, meatus terletak di
ujung penis, namun anak laki-laki dengan epispadias, terletak di atas penis.
Dari posisi yang abnormal ke ujung, penis dibagi dan dibuka, membentuk
selokan. Seolah-olah pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit dilucuti di
bagian atas penis. Klasifikasi epispadias didasarkan pada lokasi meatus
pada penis. Hal ini dapat diposisikan pada kepala penis (glanular), di
sepanjang batang penis (penis) atau dekat tulang kemaluan (penopubic).
Posisi meatus penting dalam hal itu memprediksi sejauh mana kandung
kemih dapat menyimpan urin (kontinensia). Semakin dekat meatus adalah
dasar atas penis, semakin besar kemungkinan kandung kemih tidak akan
menahan kencing.
Dalam kebanyakan kasus epispadias penopubic, tulang panggul tidak
datang bersama-sama di depan. Dalam situasi ini, leher kandung kemih tidak
dapat menutup sepenuhnya dan hasilnya adalah kebocoran urin. Kebanyakan
anak laki-laki dengan epispadias penopubic dan sekitar dua pertiga dari
mereka dengan epispadias penis memiliki kebocoran urin stres (misalnya,
batuk dan usaha yang berat). Pada akhirnya, mereka mungkin membutuhkan
bedah rekonstruksi pada leher kandung kemih. Hampir semua anak laki-laki
dengan epispadias glanular memiliki leher kandung kemih yang baik. Mereka
dapat menahan kencing dan melatih bak normal. Namun, kelainan penis
(membungkuk ke atas dan pembukaan abnormal) masih memerlukan operasi
perbaikan.

23

Penatalaksanaan
Berbeda dengan hipospadia di mana ada sejumlah besar teknik bedah
yang menawarkan pilihan terapi yang berbeda, karena koreksi epispadia
termasuk alternatif bedah dan hasil dari sudut pandang fungsional sering
tidak memuaskan. Ketika epispadias tidak terkait dengan inkontinensia urin
perawatan bedah terbatas pada rekonstruksi kepala penis dan uretra
menggunakan plat uretra.
Ketika

epispadia

dikaitkan

dengan

inkontinensia

urin

pengobatan

menjadi lebih kompleks. Dalam rangka meminimalkan dampak psikologis,


usia yang paling cocok untuk perbaikan bertepatan dengan tahun pertama
atau kedua kehidupan.
Yang penting untuk perbaikan epispadia sukses meliputi:
1.

Pemanjangan penis

2.

Urethroplasty

3.

Cakupan cacat kulit dorsal penis

2.3.5 Kriptorkismus
Definisi
Kriptorkismus adalah suatu keadaan di mana setelah usia satu tahun,
satu atau kedua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada
di salah satu tempat sepanjang jalur desensus yang normal. Kriptorkismus
berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan orchis yang
dalam

bahasa

latin

adalah undescended

disebut
testis,

testis.

tetapi

Nama

mesti

lain

dari

dijelaskan

lagi

kriptorkismus
apakah

yang

dimaksud sebagai kriptorkismus murni, testis ektopik ataupun pseudo


kriptorkismus. Testis yang berlokasi di luar jalur desensus yang normal
disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis yang terletak tidak di dalam
skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila
dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis retraktil.
24

Epidemiologi
Insidens undescended testis pada bayi baru lahir adalah 36%25; 1,8%
pada usia satu bulandan 1,5% pada usia 3 bulan28; serta 0,50,8% pada
anak usia satu tahun. Pada bayi cukup bulan, 3% di antaranya menderita
kriptorkismus dan pada bayi kurang bulan insidensnya lebih tinggi sekitar
33%. Pada bayi berat lahir rendah insidennya juga tinggi. Kriptorkismus
unilateral insidensnya lebih banyak daripada yang bilateral dan lokasinya
sebagian besar di kiri (52,1% kiri dan 47,9% kanan).
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab kriptorkismus mungkin berbeda antara satu kasus dengan
yang lainnya. Namun, sebagian besar tidak diketahui penyebabnya. Ada
beberapa hal yang berhubungan dengannya, yaitu:
1. Disgenesis gonadal
Banyak kasus kriptorkismus yang secara histologis normal saat lahir,
tetapi testisnya menjadi atrofi/disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan
jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.
2. Mekanis/kelainan anatomis lokal
Testis yang kriptorkismus sering disertai dengan arteri spermatika yang
pendek, terganggunya aliran darah, hernia, kurang panjangnya vas
deferens, abnormalnya ukuran kanalis inguinalis atau cincin inguinal
superfisial, kurangnya tekanan abdominal dan tarikan gubernakulum
untuk mendorong testis ke cincin inguinal, serta adanya kelainan
epididimis.
3. Endokrin/hormonal
Meliputi

kelainan

aksis

hipotalamus-hipofise

testis

atau

kurang

sensitifnya androgen. Dilaporkan desensus testis tidak terjadi pada


mamalia yang hipofisenya telah diangkat. Diduga terjadinya defisiensi
androgen prenatal merupakan faktor yang utama bagi terjadinya
kriptorkismus.

Tingginya

insidens undescended testis


25

pada

bayi

prematur, diduga terjadi karena tidak adekuatnya HCG menstimulasi


pelepasan testosteron pada masa fetus akibat imaturnya sel leydig dan
aksis hipotalamus-hifofise testis. Ada laporan bahwa tidak aktifnya
hormon Insulin-Like Factor 3 (Insl3) sangat mempengaruhi desensus
testis

pada

tikus. Insulin-Like

Factor

3 (Insl3)

diperlukan

untuk

diferensiasi dan proliferasi gubernakulum.


4. Genetik/herediter
Kriptorkismus termasuk di antara

gejala-gejala

berbagai

sindrom

malformasi yang berhubungan dengan atau tanpa kelainan kromosom


yang bersifat herediter. Dilaporkan adanya tiga anak bersaudara
dengan kriptorkismus yang disertai dengan defisiensi gonadotropin dan
kongenital adrenal hipoplasia. Corbus dan OConor (1922) melaporkan
beberapa generasi dalam satu keluarga yang menderita kriptorkismus.
Perrett dan ORourke (1969) menemukan delapan kasus kriptorkismus
unilateral kanan pada empat generasi dalam satu keluarga.
5. Nervus genitofemoralis
Berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus
genitofemoralis.
Mekanisme

yang

berperan

dalam

proses

turunnya

testis

belum

seluruhnya dapat dimengerti. Adanya bukti bahwa untuk turunnya testis ke


dalam

skrotum,

memerlukan

aksi

androgen

yang

memerlukan

aksis

hipotalamus-hipofise-testis yang normal. Mekanisme aksi androgen untuk


merangsang

desensus

testis tidak

diketahui,

tetapi

diduga

membantu

pembentukan, pembesaran, dan proses degenerasi prosessus vaginalis.


Diduga, organ sasaran androgen kemungkinan adalah gubernakulum, suatu
pita fibro muskular yang terkait pada testis-epididimis dan pada bagian
bawah dinding skrotum, yang pada minggu-minggu terakhir kehamilan
berkontraksi dan menarik testis ke dalam skrotum.

26

Klasifikasi
Kriptorkismus dapat diklasifikasi berdasarkan etiopatogenesis dan
lokasi.
Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis:
1. Mekanik/anatomik (perlekatan-perlekatan, kelainan kanalis inguinalis,
dan lain-lain)
2. Endokrin/hormonal (kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis)
3. Disgenetik (kelainan interseks multiple)
4. Herediter/genetik
Klasifikasi berdasarkan lokasi:
1. Skrotal tinggi (supra skrotal) : 40%
2. Intra kanalikular (inguinal) : 20%
3. Intra abdominal (abdominal) : 10%
4. Terobstruksi : 30%
Manifestasi Klinis
Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak
menjumpai testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh
karena infertilitas yaitu belum mempunyai anak setelah kawin beberapa
tahun. Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang
disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau
berubah menjadi tumor testis.
Penatalaksanaan
a. Terapi non bedah
Berupa terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral
palpabel inguinal. Tidak diberikan pada UDT unilateral letak tinggi atau
intraabdomen.

Efek

terapi

berupa

peningkatan

rugositas

skrotum,

ukuran testis, vas deferens, memperbaiki suplay darah, dan diduga


meningkatkan ukuran dan panjang vasa funikulus spermatikus, serta
27

menimbulkan efek kontraksi otot polos gubernakulum untuk membantu


turunnya testis. Dianjurkan sebelum anak usia 2 tahun, sebaiknya bulan
10 24.
b. Terapi bedah
1. Orchydopexy Standar
Prinsip

dari

orchidopexy

meliputi

tahap funikulolisis,

yaitu

pelepasan funikulus spermatikus dari musculus kremester dan


memungkinkan

dapat

memperpanjang

ukurannya.

Vasa

testicularis di bebaskan sejauh mungkin ke retroperitoneal dan


dimobilisasi

lebih

ke

medial

yang

akan

meluruskan

dan

memperpanjang vasa. Terdapat kesulitan ketika memobilisasi


vasa diatas vasa iliaca komunis
2. Pemindahan testis ke dalam skrotum (transposisi)
Bagian skrotum yang akan ditempati testis telah kosong dan
menjadi lebih kecil dibanding ukuran normal. Regangkan dinding
skrotum dengan diseksi jari-jari sehingga menciptakan suatu
ruangan. Traksi ditempatkan pada gubernakulum Testis yang
telah

bebas

dan

funikulus

spermatikusnya

cukup

panjang,

ditempatkan pada skrotum, bukan ditarik ke skrotum.


3. Fiksasi testis dalam skrotum
Adalah hal prinsip bahwa testis berada di skrotum bukan karena
tarikan dan testis tetap berada di habitat barunya, sehingga
menjadi kurang tepat bila keberadaan testis di skrotum itu karena
tarikan dan fiksasi testis.

28

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam makalah ini, kami membahas mengenai kelainan kongenital genital
eksterna pria dan keganasan genital eksterna pria.
Kelainan kongenital genital eksterna pria yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Fimosis
Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami
oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah antara
prepusium dengan glans penis.
2. Parafimosis
Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai disulkus
koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan
pada penis dibelakang sulkus koronarius.
3. Hipospadia
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna
berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yang normal (ujung glanss penis)
4. Epispadia
Epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu kelainan letak lubang uretra
ke sisi dorsal penis, tidak meluas ke ujung penis karena tidak adanya dinding
dorsal uretra.
5. Kriptorkismus
Kriptorkismus adalah suatu keadaan di mana setelah usia satu tahun, satu
atau kedua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di
salah satu tempat sepanjang jalur desensus yang normal.

29

Keganasan genital eksterna pria yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Tumor Penis
Tumor ganas yang terdapat pada penis terdiri atas: (1) karsinoma sel basal, (2)
melanoma, (3) tumor mesenkim, dan yang paling banyak dijumpai adalah (3)
karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa ini berasal dari kulit
preputium, glans, atau batang penis.
2. Tumor testis
Kanker testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis yang bisa
menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam
skrotum.

3.2 Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca
dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :

Kombinasikan metode pembuatan makalah berikut

Pembahasan yang lebih mendalam

Pembahasan secara tepat dan benar


Beberapa poin di atas merupakan saran kami berikan, apabila ada yang ingin
melanjutkan penelitian terhadap makalah ini .
Demikianlah makalah ini disusun serta besar harapan nanti makalah ini dapat
berguna bagi pembaca khususnya bagi mahasisiwa fakultas kedokteran UISU dalam
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Kami
kesempurnaan makalah kami.

30

terima kritik dan saran demi

DAFTAR PUSTAKA
-

De Jong Wim, Samsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit Buku

Kedokteran ECG. Jakarta.


Rudolph. Abraham M. Kelainan Urogenital. A. Samik Wahab, Sugiarto. Buku Ajar

Pediatri Rudolph Volume 2. Ed.20. Jakarta : EGC. 2006 . Hal: 1544


Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia; dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC
Siregar, Harris, dkk. Sistem Urogenitalia Fisiologi Ginjal, Edisi ketiga. Makassar:
Bagian Ilmu Fisiologi Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin. 2006.

31

Anda mungkin juga menyukai