Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan berbagai
gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.Fungsi kognitif yang dapat
dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, belajar, memori, bahasa,
memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan,
dan kemampuan sosial.Kepribadian pasien juga terpengaruhi.Jika pasien
mempunyai suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi
kriteria diagnostik untuk delirium.
Di samping itu, suatu diagnosis demensia menurut Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM-IV) mengatakan
bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan
merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.
Butir klinis penting dari demensia adalah indentifikasi gejala dan pemeriksaan
klinis tentang penyebabnya.Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen
atau reversibel.Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan, walaupun pada kasus
yang

jarang

adalah

tidak

mungkin

untuk

menentukan

penyebab

spesifik.Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia adalah berhubungan


dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif.
Diperkirakan 15 persen orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit
yang reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum
terjadi kerusakan yang ireversibel.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
LUPA
Tuan H berusia 67 tahun datang diantar oleh istrinya ke praktik dokter
untuk berkonsultasi tentang masalah yang sedang di alami oleh Tuan H
belakangan ini. Tuan H adalah seorang pensiun PNS sejak 6 tahun yang lalu.
Menurut cerita dari istrinya Tuan H belakangan ini sering mengulang
perbuatannya seperti makan dan mandi, karena tiba tiba lupa sudah makan atau
mandi sebelumny. Keadaan ini dialamu oleh Tuan H sejak 5 tahun yang lalu,
namu belakangan ini menjadi semakin parah. Tuan H belakangan ini juga sering
murung dan suka marah serta lebih sering menyendiri di dalam kamarnya dan jika
berbicara cenderung menggunakan kata kata yang sulit dimengerti oleh
keluarganya. Tidak terdapat riwayat serupa di keluarganya , dan tidak ada riwayat
stroke maupun riwayat penurunan kesadaran lainnya. Si istri bertanya kepada
dokter, apakah sebenarnya penyakit tuan H dan apa yang harus dilakukan
kepadanya.
2.2 Permasalahan
1) Hubungan usia dan dan keluhan sering lupa.
2) Kenapa tuan H suka murung, marah dan menmyendiri.
3) Penyebab keluhan tuan H.
4) Tujuan dokter menanyakan riwayat stroke dan penurunan kesadaran.
2.3 Mild Cognitive Impairment (MCI)
2.3.1 Definisi
Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan stadium gangguan
kognitif yang melebihi perubahan normal yang terkait dengan
penambahan usia, akan tetapi aktivitas fungsional masih normal dan
belum memenuhi kriteria demensia. Istilah MCI secara luas dapat
diartikan sebagai stadium/tahapan intermediet penurunan kognitif,
terutama yang mengenai gangguan fungsi memori, yang diduga
merupakan prediktif demensia, terutama demensia Alzheimer. Fenomena
MCI terutama dipergunakan sebagai peringatan bahwa penyandangnya

mempunyai resiko tinggi untuk mengidap demensia Alzheimer dan


merupakan fase transisi antara gangguan memori fisiologis dan patologis.
Terdapat beberapa subtipe dari MCI. Salah satu klasifikasi yang
umum membedakan MCI menjadi bentuk amnestik dan non-amnestik.
Bentuk amnestik, dimana gangguan memori dominan, sering menjadi
prekursor penyakit Alzheimer. Berbagai jenis gangguan kognitif dapat
terjadi dalam MCI bentuk non-amnestik, dimana fungsi luhur yang
paling

sering

terganggu.

Bentuk

non-amnestik

tersebut

dapat

dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler atau mungkin menjadi


prekursor dari demensia frontotemporal.

2.3.2 Epidemiologi
Menurut WHO, Organisasi Kesehatan Dunia (2009), jumlah orang
yang berusia 60 tahun ke atas akan meningkat dua kali lipat menjadi 1,2
miliar orang pada tahun 2025. Penemuan ini memiliki implikasi penting
sebagai prevalensi gangguan kognitif yang positif berkaitan dengan usia
lanjut (Ritchie, 2010).
Penelitian MCI belum banyak dilakukan karena masalah ini
memang baru. Berbagai acuan menunjukkan prevalensi yang bervariasi.
Menurut Finland 6,5% pada umur 60-70 tahun, 18-35% pada umur lebih

dari 60 tahun (Bullock), Prevalensi MCI di Amerika Serikat sekitar 3-4


% dalam dekade ke-8 pada populasi umum dan 19,2 % untuk usia 65-74
tahun; 27,6 % untuk usia 75-84 tahun, dan 38 % untuk usia 85 tahun.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa resiko penyakit Alzheimer
secara signifikan lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki, dan
karena itu diduga kemungkinan MCI berkembang lebih besar pada
wanita dibanding pada pria.
Prevalensi MCI meningkat seiring dengan peningkatan usia, yaitu 10%
pada usia 70-79 tahun dan 25% pada usia 80-89 tahun.
2.3.3 Etiologi
Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang dapat
menyebabkan penurunan kognitif, antara lain:
1. Diet
Dalam suatu studi prospektif, + 500 pasien demensia tanpa
gejala klinis berusia > 55 tahun dievaluasi. Diet mereka dinilai
pada awal penelitian dan peserta di-skrining terhadap gejala
demensia dalam 2 tahun berikutnya. Setelah menyesuaikan dengan
faktor-faktor lain, subyek dengan diet lemak total tertinggi
memiliki resiko relatif terhadap timbulnya demensia. Peningkatan
resiko demensia juga berhubungan dengan diet tinggi lemak jenuh
dan kolesterol. Di sisi lain, diet tinggi ikan memiliki resiko rendah
terhadap timbulnya demensia.
2. Inflamasi
Berbagai studi telah meneliti hubungan antara inflamasi dan
MCI, dan menemukan bukti yang kuat. Sebagai contoh, sebuah
penelitian dari 2632 peserta (usia rata-rata 74 tahun) menemukan
bahwa orang yang menderita sindrom metabolik dan tingkat
inflamasi tinggi secara bersamaan, akan mengalami kerusakan
kognitif lebih besar daripada yang tidak menderita keduanya.
Sindrom metabolik merupakan sekelompok kelainan meliputi
hipertensi, kadar insulin tinggi, obesitas, dan kadar lemak

abnormal. Hal ini berkaitan erat dengan peningkatan resiko


serangan jantung dan stroke.
3. Radikal bebas
Radikal bebas merupakan molekul yang sangat stabil yang
bereaksi dengan molekul lain dalam proses oksidasi. Area tubuh
dengan output energi tinggi, seperti otak, sangat rentan terhadap
radikal bebas. Tubuh memerlukan antioksidan untuk menangkal
radikal bebas, yaitu superoxide dismutase, glutation peroksidase,
vitamin C dan E. Penelitian yang dilakukan pada hewan
menunjukkan bahwa diet tinggi antioksidan akan menunda
gangguan memori pada usia lanjut.
4. Penyakit vaskuler
Aterosklerosis pada pembuluh darah otak dapat menurunkan
aliran darah otak dan meningkatkan resiko stroke. Aliran darah
yang berkurang dapat menyebabkan sel saraf di otak akan hilang
sebelum waktunya, sehingga terjadi penurunan fungsi mental.
Suatu studi yang dilakukan pada 400 laki-laki (40-80 tahun),
menunjukkan bahwa faktor resiko vaskuler, seperti konsumsi
alkohol yang berlebihan dan kadar homosistein yang tinggi,
dikaitkan dengan penurunan kapasitas dan kecepatan pemrosesan
informasi.
5. Stres
Penelitian telah menunjukkan bahwa laki-laki yang lebih tua
dengan peningkatan kadar epinefrin lebih mungkin untuk
menderita gangguan kognitif ringan. Hal ini juga membuktikan
bahwa peristiwa stres besar dapat memberikan suatu efek
kumulatif selama seumur hidup yang memperparah penurunan
kognitif.
6. Defisiensi Dehidroepiandosteron
Kadar Dehidroepiandosteron (DHEA) menurun seiring dengan
bertambahnya usia. Sejumlah penelitian telah menghubungkan

kadar DHEA yang rendah terhadap gangguan memori dan


penurunan fungsi kognitif.
7. Hormon Tiroid
Hipotiroidisme dihubungkan dengan gangguan berkonsentrasi,
gangguan memori, dan depresi. Hipotiroidisme juga dihubungkan
dengan gangguan fungsi kognitif.
2.3.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari MCI adalah multifaktorial. Sebagian besar kasus
bentuk MCI amnestik merupakan hasil dari perubahan patologis penyakit
Alzheimer yang belum cukup parah untuk menyebabkan demensia klinis.
Setidaknya dalam penelitian terhadap populasi khusus, otopsi yang
dilakukan pada penderita MCI amnestik mendapati neuropatologi yang
khas untuk menjadi penyakit Alzheimer. Serta beberapa penelitian yang
dilakukan dengan pemeriksaan post mortem terhadap subyek yang
diduga MCI didapatkan berbagai derajat senile plaque dan kelainan
vaskuler yang kesemuanya ini menempati kisaran antara keadaan normal
dan Demensia Alzheimer, dan di studi yang lebih spesifik menjelaskan
bahwa pasien dengan pada otak pasien dengan MCI dan Demensia
Alzheimer fase awal dalam keduanya didapatkan NFT patologi.
Kedua hasil ini mendukung gagasan bahwa MCI merupakan fase
transisi antara penuaan normal dengan kondisi terminal yakni AD.
Berikut dijelaskan patofisiologi dari demensia Alzheimer itu sendiri.
Hipotesa Amyloid Cascade
Pada hipotesa ini, intinya adalah kerusakan sel neural yang
disebabkan oleh senile plaque. Senile plaque adalah kumpulan protein
yang sebagian besarnya terdiri dari protein amyloid- (A) yang
merupakan hasil dari pemecahan protein, yakni amyloid precursor
protein (APP) oleh protease -secretase. Dalam beberapa penelitian
disebutkan bahwa mutasi dari beberapa gen APP, presenilin-1 dan
presenilin-2 berhubungan langsung dengan produksi A yang sampai saat
ini masih belum diketahui bagaimana mekanismenya. Baik Presenilin-1
dan presenilin-2 keduanya mengandung sejumlah enzim -secretase,
yakni enzim proteolitik yang membebaskan A dari APP. Setelah

beberapa fragmen peptida A dibbebaskan dari APP, dengan segera


mereka akan berkumpul membentuk dimer, trimer, atau oligomer.
Beberapa kajian studi menyebutkan bahwa A oligomer akan berikatan
dengan reseptor NMDA yang hasil akhirnya dapat meningkatkan
produksi ROS (reactive oxygen species) yang dapat berakibat pada
kematian sel neural atau penurunan fungsi neuronal.
Selain senile plaque, temuan patologis lainnya adalah NFTs
(neurofibrillary tangles). NFTs adalah polimer abnormal dari MAPT
(microtubule associate protein tau) yang mana MAPT normalnya
berfungsi untuk menstabilkan microtubule dengan cara berikatan dengan
tubulin dan berada di axon. Namun pada AD, protein tau (MAPT)
terhyperphosporilasi, tidak berikatan dengan tubullin, melainkan
berikatan dengan NFT dan berada di somatodendritik. Protein tau yang
pathogen ini (yang terhyperphosporilasi) dapat memodifikasi NMDA
reseptor menjadi lebih rentan berikatan dengan A yang bersifat
synaptotoxic sehingga menyebabkan neurodegeneration dan disfungsi
neural karena stress oksidatif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Proliferasi dari microglia (primary glial immune cells dari sistem
saraf pusat) dan astrocytes (glial supportive cells dari sistem saraf pusat)
yang berhubungan dengan pembentukan senile plaque ditemukan dalam
beberapa penelitian. Baik microglia dan astrocytes dapat mendeteksi A
dengan adanya TLR (toll like receptor) pada permukaannya, seperti
TLR2, TLR4 dan TLR9. Beberapa ahli berpendapat bahwa aktivasi
microglial ketika mendeteksi adanya A dapat berfungsi sebagai
neuroprotection melalui pembersihan senile plaque, sementara beberapa
pendapat lainnya, aktivasi ini menginduksi respon immune-inflammatory
yang dapat merusak sel neuron melalui aktivitas beberapa faktor
proinflamasi seperti prostaglandin dan nitric oksid.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori atau hipotesis amyloid
cascade ini terjadi deposisi A sebagai hasil dari mutasi genetic dari
APP, presenilin-1 dan presenilin-2 yang menyebabkan produksi A
meningkat sehingga menyebabkan dysfungsi synaptic yang diikuti oleh

pembentukan plaque lebih lanjut; inflamasi karena aktivasi dari


astrocytic dan microglial terhadap A; dysregulasi sinyal cascade yang
menyebabkan

stress

oksidatif,

perubahan

reseptor

post-sinaps,

hyperphosporilasi MAPT yang diikuti dengan pembentukan NFT; yang


hasil akhirnya adalah kematian sel neuronal karena proses-proses diatas
terjadi secara terus-menerus.
2.3.5 Gejala Klinis
Gangguan memori adalah gejala yang paling sering timbul namun
kadang tidak disadari pada pasien MCI. Ini mencakup anterograde
amnesia (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru) dan
retrograde amnesia (ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang
telah

dipelajari

sebelumnya).

Gejala-gejala

terkait

mencakup

confabulations, perubahan personalitas (apatis, kurangnya inisiatif,


impulsivity) dan gejala-gejala neurologis yang lain.
Sangat sulit untuk mendiagnosa MCI karena kadang kala gejala
tidak khas dan keterbatasan waktu dari pertemuan pasien dengan dokter.
Gejala yang biasa terjadi adalah depresi, apatis, gelisah, dan lekas marah.
Pasien MCI yang diikuti dengan fitur-fitur perilaku tersebut lebih rentan
untuk berkembang menjadi Alzheimer Disease (AD) daripada pasien
tanpa fitur tersebut (Ghetu et al, 2010).
Tahap awal MCI dalam individu muncul sebagai perubahan halus
yang mungkin tidak selalu terlihat, kecuali diamati oleh seorang
profesional yang terlatih, atau dengan anggota keluarga atau teman yang
dekat dengan penderita. Individu pada tahap awal MCI mengkompensasi
nya dengan membuat daftar dan catatan untuk mendukung kegiatan
sehari-hari.
Tanda-tanda yang mungkin menjadi sinyal awal dari MCI adalah:

Memori, contohnya seperti: lupa dengan apa yang telah dilakukan


kemarin.

Bahasa, mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, seperti:


ketidakmampuan untuk mengingat dan mengintegrasikan katakata dalam sebuah percakapan, atau untuk mengikuti suatu
percakapan.

Kemampuan visuospatial ialah kemampuan terkait dengan


mengambil perkiraan jarak, volume , dan posisi yang tepat. Pada
dasarnya ini menyiratkan akurasi dalam estimasi.

Fungsi

eksekutif,

seperti:

kesulitan

dengan

pengambilan

keputusan, perencanaan dan pengorganisasian.


2.4 Delirium
2.4.1 Definisi
Delirium adalah gangguan kognitif dan kesadaran dengan onset
akut. Kata delirium berasal dari bahasa Latin de lira yang berarti keluar
dari parit atau keluar dari jalurnya. Dalam karyanya, Engel dan Romano
menyebut delirium sebagai suatu sindrom insufisiensi serebral.
Keduanya menganggap delirium bsebagai sindrom terkait dengan
insufisiensi organ lain : Ginjal, jantung, hepar dan paru-paru. Sebagai
perbandingan, Lipowsky dalam Delirium : Acute Brain Failure In Man,
mengemukakan bahwa berkurangnya kewaspadaan terhadap lingkungan
dapat diasosiasikan dengan gangguan memori, disorientasi, gangguan
bahasa dan gangguan kognitif tipe lainnya. Beragam pasien mempunyai
pengalaman disorientasi yang berbeda seperti salah identifikasi, ilusi,
halusinasi, dan waham. Dengan onset yang mendadak dan durasi yang
pendek, delirium terjadi dari jam sampai hari dan berfluktiatif. Kebiasaan
pasien menunjukkan variasi dengan adanya agitasi yang menonjol pada
beberapa individu, dan hipoaktif pada pasien lainnya, dan pada individu
yang sama pun akan menunjukkan variasi berbeda dari waktu ke waktu.
Delirium harus dibedakan dari demensia, kondisi kronis kemerosotan
fungsi kognitif yang merupakan faktor risiko terjadinya delirium.

Diagnostic Statisitical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)


mendefinisikan delirium sebagai gangguan kesadaran dan perubahan
kognitif yang terjai secara cepat dalam waktu yang singkat (APA, 1994).
Gejala awal delirium biasanya muncul tiba-tiba dan durasinya singkat
(misal 1 minggu, jarang lebih dari 1 bulan). Gangguan ini hilang sama
sekali jika pasien pulih dari determinan penyebab. Bila kondisi yang
menyebabkan delirium menetap, delirium berubah perlahan menjadi
sindrom demensia atau berkembang menjadi koma. Kemudian individu
penderita mengalami pemulihan, menjadi vegetative kronis, atau
meninggal.
2.4.2 Klasifikasi
1) Delirum akibat masalah medis umum
Masalah medis tertentu, seperti infeksi sistemik, gangguan
metabolic, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, penyakit hati atau
ginjal, ensefalopati, dan trauma kepala dapat menyebabkan gejala
delirium.
2) Delirium akibat zat
Gejala delirium dapat disebabkan pajanan terhadap toksin atau
ingesti obat, seperti anti konvulsan, neuroleptik, ansiolitik, anti
depresan, obat kardiovaskular, anti neoplastik, dan hormone.
3) Delirium akibat intoksikasi zat
Gejala delirium dapat terjadi sebagai respons terhadap konsumsi
kanabis,kokain, halusinogen, alcohol, ansiolitik atau narkotik dalam
dosis tinggi.
4) Delirium akibat putus zat
Pengurangan atau penghentian penggunaan zat jangka panjang dan
dosis tiggi zat tertentu, seperti alcohol, sedative, hipnotik, atau
ansiolitik, dapat menyebabkan delirium akibat putus zat.
5) Delirium akibat etiologi multiple
Gejala delirium dapat berhubungan dengan lebih dari satu masalah
medis umum atau pengaruh kombinasi masalah medis umum dan
penggunaan zat.
Selain klasifikasi di atas, delirium juga dapat dibagi menjadi sub
tipe hiperaktif dan hipoaktif, tergantung dari aktivitas psikomotornya.
Keduanya dapat terjadi bersamaan pada satu individu.

10

Delirium hiperaktif
Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling

sering terjadi. Pada pasien terjadi agitasi, psikosis, labilitas


mood, penolakan untuk terapi medis, dan tindakan
dispruptif lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena
pasien mungkin mencabut selang infus atau kathether, atau
mencoba pergi dari tempat tidur. Pasien delirium karena
intoksikasi, obat antikolinergik, dan alkohol withdrawal
biasanya

menunjukkan

perilaku

tersebut.

Delirium

hiperaktif juga didapatkan pada pasien dengan gejala putus


substansi antara lain; alkohol, amfetamin, lysergic acid
diethylamideatau LSD.
Delirium hipoaktif
Adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit
dikenali oleh para klinisi. Pasien tampak bingung, lethargia,
dan malas. Hal itu mungkin sulit dibedakan dengan
keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan dengan
mudah dibangunkan dan dalam berada dalam tingkat
kesadaran yang normal. Rangsang yang kuat diperlukan
untuk membangunkan , biasanya bangun tidak komplet dan
transient. Penyakit yang mendasari adalah metabolit dan
enchepalopati.
2.4.3 Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Penyebabnya
bisa berasal dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik,
intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat toksik. Penyebab delirium
terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati.
Secara lengkap dan lebih terperinci penyebab delirium dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 1. Penyebab Delirium

11

12

2.4.4 Patofisiologi
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara
seutuhnya. Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan
structural dan fisiologik. Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada
pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan putus
alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang
reversibel dan abnormalitas dari multipel neurotransmiter.
Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium
adalah asetilkolin dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio
retikularis. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor
yang menginduksi delirium diatas menyebabkan penurunan aktivitas

13

asetilkolin di otak. Mekanisme patofisiologi lain khususnya berkenaan


dengan putus zat/alkohol adalah hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron
non adrenergiknya. Neurotransmiter lain yang juga berperan adalah
serotonin dan glutamat.
1) Obat dan Delirium
Lansia lebih sensitif terhadap efek obat atau dosis rendah dan
secara khusus beresiko delirium pada saat lebih besardari obat yang
digunakan. Obat-obatan yang melewati sawar darah otak menyebabkan
delirium. Delirium karena toksisitas obat juga disebabkan oleh obatobatan dengan 'indeks terapi sempit', meskipun beberapa obat seperti
digoxin dilaporkan menyebabkan delirium pada keadaan normal.
Pasien dengan intoksikasi alkohol dapat menyebabkan delirium selama
perawatan

meskipun withdrawal alkohol dapat menyebabkan

delirium 1-3 hari setelah dirawat, seperti withdrawal ( reaksi putus


obat) hipnotik dan sedatif.
Obat paling sering menyebabkan delirium adalah sedatif dan
hipnotik, antikolinergik dan narkotik. Penggunaan preparat ini
sebaiknya berhati-hati pada lansia, khususnya pada gangguan kognitif
sebelumnya. Jika obat ini harus dipakai sebaiknya dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan. Obat hipoglikemi, khususnya kerja sedang
dapat menyebabkan hipoglikemi yang juga bermanifestasi konfusio.

Asetilkolin
Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin

adalah salah satu dari neurotransmiter yang penting dari


pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung
teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai
penyebab keadaan bingung. pada pasien dengan transmisi
kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada
pasien post operatif, delirium serum antikolinergik juga
meningkat.

Dopamine

14

Pada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik


dan dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih
dari dopaminergik. Pengobatan simptomatis muncul pada
pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan
obat penghambat dopamine.
2) Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan
encephalopati hepatikum. GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada
pasien dengan hepatic encephalopati, peningkatan inhibitor GABA
juga ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien
hepatic encephalopati, yang menyebabkan peningkatan pada asam
amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino inimerupakan
precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat
juga ditemukan pada

pasien yang

mengalami

gejala putus

benzodiazepine dan alkohol.


3) Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1
dan interleukin-6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah
terjadinya infeksi yang luas dan paparan toksik, bahan pirogen
endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala
dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium, terdapat
hubungan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan
interleukin 6.
4) Mekanisme reaksi stress
Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya
delirium.
5) Mekanisme struktural
Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung
hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih
penting daripada anatomi yang lainnya. Formatio reticularis dan
jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur
tegmentum

dorsal

diproyeksikan

dari

formation

retikularis

15

mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat


pada delirium.
Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan
delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neurotoksik
dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.
2.4.5 Gejala Klinis
A. Gejala-gejala utama
1. Kesadaran berkabut
2. Hipersensitivitas terhadap cahaya dan suara
3. Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian
4. Disorientasi
5. Ilusi
6. Halusinasi
7. Perubahan kesadaran yang berfluktuasi
B. Gejala neurologis
1. Disfasia
2. Disartria
3. Tremor
4. Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia
5. Kelainan motorik
2.5 Demensia
2.5.1 Definisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat
yang disebabkan oleh penyakit otak (organik), yang tidak berhubugan
dengan gangguan tingkat kesadaran.Demensia merujuk pada gejala klinis
yang mempunyai bermacam penyebab.Pasien dengan demensia harus
mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti
berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial.
Penurunan yang terjadi harus cukup berat sehingga memengaruhi aktivitas
kerja dan sosial secara bermakna.
Demensia mungkin disebabkan oleh penyakit metabolik tertentu,
intoksikasi obat, atau cedera, di mana kasusnya sering reversibel setelah
penyebab yang mendasari diobati. Namun, jika disebabkan oleh suatu
penyakit seperti penyakit Alzheimer, cedera otak, atau degenerasi karena
penuaan (pikun), perubahan yang terjadi adalah ireversibel.

16

Walaupun sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan


yang progresif dan tidak dapat pulih (reversibel), namun bila merujuk
pada definisi diatas maka demensia dapat pula terjadi mendadak
(misalnya pasca stroke, atau cedera kepala), dan beberapa penyebab
demensia dapat sepenuhnya pulih (misalnya hematoma subdural,
toksisitas obat, depresi) bila dapat diatasi dengan cepat dan tepat.
Demensia dapat muncul pada usia berapapun meskipun umumnya muncul
setelah usia 65 tahun.
Penting pula membedakan demensia dengan delirium.Delirium
merupakan keadaan confusion(kebingungan), biasanya timbul mendadak,
ditandai dengan gangguan memori dan orientasi (sering dengan
konfabulasi) dan biasanya disertai gerakan abnormal, halusinasi, ilusi, dan
perubahan afek.Untuk membedakan dari demensia, pada delirium terdapat
penurunan tingkat kesadaran.Delirium hanya berfluktuasi intensitasnya
dan dapat menjadi demensia bila kelainan yang mendasari tidak teratasi.
Penyebab paling sering delirium meliputi ensefalopati akibat penyakit
infeksi, toksik dan faktor nutrisi, atau penyakit sistemik.
2.5.2 Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya
usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap
kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia
sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia
diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen
diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu
demensia tipe Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe
Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang
berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen
pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen.
Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50
persen perawatan rumah (nursing home bed).

17

Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah


demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit
serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang
untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30
persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering
ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih
sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien
menderita kedua jenis demensia tersebut.
Penyebab demensia paling sering

lainnya,

masing-masing

mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia


yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang
berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington
dan penyakit Parkinson.
Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan
mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis
dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan
penyebab demensia pada pasien tertentu.
2.5.3 Klasifikasi
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
a

Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini


meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi,
kompleks demensia AIDS, dan sebagainya.

Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi:


Kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder,
dan proses demielinasi lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob;
tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan meningeal; dan
sejenisnya.

Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau


tanda yang mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick
adalah termasuk dalam kategori ini.

18

Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal


dan demensia subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit
dibedakan antara demensia yang reversibel dan irreversibel (tabel).
Tabel 1. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal
Ciri
Penampilan
Aktivitas
Sikap
Cara berjalan

Demensia Kortikal
Siaga, sehat
Normal
Lurus, tegak
Normal

Demensia Subkortikal
Abnormal, lemah
Lamban
Bongkok, distonik
Ataksia, festinasi, seolah

Gerakan
Output verbal

Normal
Normal

berdansa
Tremor, khorea, diskinesia
Disatria, hipofonik, volum

Berbahasa
Kognisi

Abnormal, parafasia, anomia


Abnormal (tidak mampu

suara lemah
Normal
Tak terpelihara (dilapidated)

Memori
Kemampuan visuo-spasial

memanipulasi pengetahuan)
Abnormal (gangguan belajar)
Abnormal (gangguan

Pelupa (gangguan retrieval)


Tidak cekatan (gangguan

Keadaan emosi

konstruksi)
Abnormal (tak memperdulikan,

gerakan)
Abnormal (kurang dorongan

Contoh

tak menyadari)
Penyakit Alzheimer, Pick

drive)
Progressive Supranuclear
Palsy, Parkinson, Penyakit
Wilson, Huntington.

Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/
irreversibel.
Primer degenerative
- Penyakit Alzheimer
-

Penyakit Pick

Penyakit Huntington

Penyakit Parkinson

Degenerasi olivopontocerebellar

Progressive Supranuclear Palsy

Degenerasi cortical-basal ganglionic

19

Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
-

Sub-acute sclerosing panencephalitis

- Progressive multifocal leukoencephalopathy


Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
-

Penyakit Kuf

Gangliosidoses
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston,
1994, 67.
Tabel 3. Beberapa penyebab demensia yang dapat diobati/ reversibel.
Obat-obatan

anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-konvulsan


(mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi (Clonidine,
Methyldopa, Propanolol); psikotropik (Haloperidol,

Metabolik-gangguan sistemik

Phenothiazine); dll (mis. Quinidine, Bromide, Disulfiram).


gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-hiperglikemia; anemia
berat; polisitemia vera; hiperlipidemia; gagal hepar; uremia;
insufisiensi pulmonal; hypopituitarism; disfungsi tiroid, adrenal,

Gangguan intrakranial

atau paratiroid; disfungsi kardiak; degenerasi hepatolenticular.


insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau encephalitis
chronic, neurosyphilis, epilepsy, tumor, abscess, hematoma

Keadaan defisiensi
Gangguan collagen-vascular

subdural, multiple sclerosis, normal pressure hydrocephalus.


vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).
systemic lupus erythematosus, temporal arteritis, sarcoidosis,

Intoksikasi eksogen

syndrome Behcet.
alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,
trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury, arsenic,
thallium, manganese, nitrobenzene, anilines, bromide,

hydrocarbons.
Dikutip dari Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992, 195.
2.5.4 Etiologi
Demensia mempunyai banyak penyebab tetapi demensia tipe
Alzheimer dan demensia vaskular secara bersama-sama berjumlah
sebanyak 75 persen dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya yang

20

disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutz-feldtJakob,

penyakit

Huntington,

penyakit

Parkinson,

human

immunodeficiency virus (HIV), dan trauma kepala.


1) Demensia Tipe Alzeimer
Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan
neuropatologi otak, namun demnikian, demensia tipe Alzheimer
biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab
demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnosis.
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak
diketahui, telah terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari
deposit

amiloid

yang

merupakan

tanda

utama

neuropatologi

gangguan.Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa sebanyak 40


persen pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe
Alzheimer, jadi faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam
perkembangan

gangguan

dalam

sekurangnya

beberapa

kasus.

Dukungan tambahan lain adalah bahwa angka persesuaian untuk


kembar monozigot adalah lebih tinggi dari angka untuk kembar
dizigot. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat baik gangguan telah
ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan,
walaupun transmisi tersebut adalah jarang.
2) Demensia Vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit
vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala
demensia.Gangguan dulu disebut sebagai demensia multi-infark dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disordersedisi ketiga
yang di revisi (DSM-III-R).Demensia vaskular paling sering pada lakilaki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada
sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya.Gangguan
terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan

21

sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel


yang menyebar pada daerah otak yang luas.Penyebab infark mungkin
termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup
jantung). Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis,
kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.
3) Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang
jarang, yang disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan
dapat ditransmisikan (yaitu, agen infektif), paling mungkin suatu
prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung
DNA atau RNA.Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan
prion adalah scrapie (penyakit pada domba), kuru (suatu gangguan
degeneratif sistem saraf pusat yang fatal pada suku di dataran tinggi
Guinea dimana prion ditransmisikan melalui kanibalisme ritual), dan
sindroma Gesrtman-Straussler (suatu demensia progresif, familial, dan
sangat jarang). Semua gangguan yang yang berhubungan dengan prion
menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang
ditandai dengan tidak adanya respon imun inflamasi.
Bukti-bukti

menunjukkan

bahwa

pada

manusia

penyakit

Creutzfeldt-Jakob dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui


transplantasi kornea atau instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi,
sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai individual
dalam usia 50-an. Terdapat bukti bahwa periode inkubasi mungkin
relatif singkat (satu sampai dua tahun) atau relatif lama (delapan
sampai 16 tahun). Onset penyakit ditandai oleh perkembangan tremor,
ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan demensia. Penyakit biasanya
secara cepat progresif menyebabkan demensia yang berat dan
kematian dalam 6 sampai 12 tahun.Pemeriksaan cairan serebrospinal
biasanya tidak mengungkapkan kelainan, dan pemeriksaan tomografi
komputer dan MRI mungkin normal sampai perjalanan gangguan yang

22

lanjut. Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG)


yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan
tegangan tinggi.
4) Penyakit Pick
Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit
Alzheimer, penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam
daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan
neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal yang merupakan
massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa
spesimen

postmortem

tetapi

tidak

diperlukan

untuk

diagnosis.Penyebab penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick


berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang
irreversibel. Penyakit ini paling sering terjadi pada laki-laki,
khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama
dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia
tipe Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering
ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi
kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindroma Kluver-Bucy
(sebagai contohnya, hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas) adalah
jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit
Alzheimer.

5) Penyakit Huntington
Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan
demensia.Demensia yang terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe
demensia subkortikal, yang ditandai oleh kelainan motorik yang lebih
banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe
demensia kortikal.Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh

23

perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang


kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada
stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit
berkembang, demensia menjadi lengkap dan ciri yang membedakan
penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi
depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid
yang klasik.
6) Demensia yang berhubungan dengan Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan suatu sekuela dari trauma kepala,
demikian juga berbagai sindroma neuropsikiatrik.
7) Penyakit Parkinson
Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit
pada ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi.
Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson
menderita demensia, dan tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai
gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang
lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson adalah disertai dengan
berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri
yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia).1
8) Demensia yang berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) seringkali
menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya.Pasien yang
terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka tahunan
kira-kira 14 persen.Diperkirakan 75 persen pasien dengan sindroma
immunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf
pusat saat otopsi. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi
HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada
pemeriksaan MRI.
2.5.5 Patofisiologi

24

Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan


(onset) yang dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang
bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian.
Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis
demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia harapan
hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun,
dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa
penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga
menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang
lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit
Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali
demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan
neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia
potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan
telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi.
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa
tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri
maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang
bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan
dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati,
tumor otak, dan gangguan metabolisme.Sebaliknya, awitan pada demensia
akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis
dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal
tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan
keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat.
Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan
benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat
memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium
terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong
dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren,
amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi.

25

Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh


karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada
demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga
berkurang sedikit.Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang
reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan
normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi.Perjalanan penyakit pada
demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada
demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan (biasanya
terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti
terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).
Begitu banyak faktor penyebab terjadinya demensia pada berbagai
penyakit yang telah disebut di atas. Apapun sebabnya, semuanya
menyebabkan perubahan psiko neurokimiawi di otak.
Secara ringkas bahwa proses demensia adalah terjadinya perubahan
neuro kimiawi yang tersebut dibawah ini :

pengurangan neurotransmitter klasik : asetilkolin, noradrenalin

dan metabolitnya, dopamine, 5 HT


pengurangan amino acid neurotransmitter : Glu., Gly., GABA
pengurangan enzim enzim : AchE, DOPA decarboksilase,

GAD., CAT
pengurangan neuro peptide : somatostatin, dll.
2.5.6 Gejala Klinis
Gejala dini dari demensia seringkali berupa kesulitan mempelajari
informasi baru dan mudah lupa terhadap kejadian yang baru dialami. Pada
keadaan lebih lanjut muncul gangguan fungsi kognitif kompleks disertai
gangguan perilaku, yaitu;
a
b
c
d
e
f
g

Disorientasi waktu dan tempat


Kesulitan melakukan pekerjaan sehari hari
Tidak mampu membuat keputusan
Kesulitan berbahasa
Kehilangan motivasi dan inisiatif
Gangguan pengendalian emosi
Daya nilai sosial terganggu

26

Dan berbagai perubahan perilaku dan psikologis lainnya


(agresif-impulsif, halusinasi, waham)

Gejala-gejala klinis di atas pada demensia Alzheimer berkembang


perlahan-lahan, semakin lama semakin parah, sampai pada tahap lanjut
penderita menjadi tergantung penuh pada keluarga yang merawatnya.
Sedang pada demensia vaskular gejala muncul akut, gambaran klinis
sesuai kerusakan vaskuler di otak, kemunduran fungsi kognitif berjenjang
sejalan dengan serangan kerusakan vaskular berikutnya.
Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang halhal baru, atau lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan
atau dipelajari. Sebagian penderita demensia mengalami kedua
jenis gangguan memori tadi.Penderita seringkali kehilangan
dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap
tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori
menjadi sedemikian berat sehingga penderita lupa akan pekerjaan,
sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan terhadap
namanya sendiri.
Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap
orang, tempat, dan waktu.Orientasi dapat terganggu secara
progresif

selama

perjalanan

penyakit

demensia.Sebagai

contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana


kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak
masalah

bagaimana

beratnya

disorientasi,

pasien

tidak

menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.


Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau
benda. Penderita afasia berbicara secara samar-samar atau terkesan
hampa,

dengan

ungkapan

kata-kata

yang

panjang,

dan

27

menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya anu,


itu, apa itu. Bahasa lisan dan tertulis dapat pula terganggu.
Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau mengalami
gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa
yang dia dengar) atau palilalia yang berarti mengulang suara atau
kata terus-menerus.
Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun
kemampuan motorik, fungsi sensorik dan pengertian yang
diperlukan tetap baik.Penderita dapat mengalami kesulitan dalam
menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan
gerakan yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat
mengganggu

keterampilan

memasak,

mengenakan

pakaian,

menggambar.
Agnosia
Adalah

ketidakmampuan

untuk

mengenali

atau

mengidentifikasi benda maupun fungsi sensoriknya utuh. Sebagai


contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun
visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota
keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada
cermin.Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita
tak mampu mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau
yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.
Gangguan fungsi eksekutif
Yaitu

merupakan

gejala

yang

sering

dijumpai

pada

demensia.Gangguan ini mempunyai kaitan dengan gangguan di


lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal yang berhubungan
dengan lobus frontalis.Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan
berpikir abstrak, merencanakan, mengambil inisiatif, membuat
urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang kompleks.
Gangguan dalam berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan

28

dalam menguasai tugas/ide baru serta menghindari situasi yang


memerlukan pengolahan informasi baru atau kompleks.
Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran
yang paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena.Sifat
kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat selama perkembangan
demensia. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi
introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang
mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan
terhadap anggota keluarga dan pengasuhnya.Pasien dengan
gangguan

frontal

dan

temporal

kemungkinan

mengalami

perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan


meledak-ledak.
Gangguan Lain
Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian,
depresi dan kecemasan adalah gejala utama pada kira-kira 40
sampai 50 persen pasien demensia, walaupun sindroma gangguan
depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10
sampai 20 persen pasien demensia. Pasien dengan demensia juga
menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi
yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.
Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia
dan agnosia adalah sering, dan keberadaannya dimasukkan sebagai
kriteria diagnostik potensial dalam DSM-IV. Tanda neurologis lain
yang dapat berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang
terlihat pada kira-kira 10 persen pasien dengan demensia tipe
Alzheimer dan 20 persen pasien dengan demensia vaskular, dan
presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus
parietalis

nondominan.

Refleks

primitif-seperti

refleks

menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan palmomental-

29

mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks


mioklonik ditemukan pada lima sampai sepuluh persen pasien.
Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala
neurologis tambahan-seperti nyeri kepala, pusing, pingsan,
kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur-mungkin
menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi serebrobulbar,
disartria, dan disfagia juga lebih sering pada demensia vaskular
dibandingkan demensia lain.
Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan
penurunan kemampuan untuk menerapkan apa yang disebut oleh
Kurt Goldstein sebagai perilaku abstrak. Pasien mempunyai
kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh tunggal, dalam
membentuk konsep, dan dalam mengambil perbedaan dan
persamaan di antara konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan
untuk memecahkan masalah, untuk memberikan alasan secara
logis, dan untuk membuat pertimbangan yang sehat adalah
terganggu.

Goldstein

juga

menggambarkan

suatu

reaksi

katastropik, yang ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran


subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah keadaan yang
menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi
defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk menghindari
terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual, seperti mengubah
subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan
cara lain. Tidak adanya pertimbangan atau control impuls yang
buruk sering ditemukan, khususnya pada demensia yang terutama
mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut
adalah bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian
penampilan dan higiene pribadi, dan mengabaikan aturan
konvensional tingkah laku sosial.
Sindroma Sundowner. Sindroma ini ditandai oleh mengantuk,
konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini

30

terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami sedasi berat dan
pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan
terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindroma juga terjadi pada
pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti cahaya dan isyarat
yang menyatakan interpersonal, adalah menghilang.
Pemeriksaan neurologis dasar tidak menemukan sesuatu yang
abnormal. Hasil dari semua pemeriksaan laboratorium adalah
normal, termasuk B12, folat, T4 dan serologi; tetapi pemeriksaan
tomografi komputer menunjukkan atrofi kortikal yang nyata.
2.5.7 Diagnosis
a) Anamnesis
- Riwayat kesehatan
Ditanyakan faktor resiko demensia. Misalnya untuk demensia
vaskular ditanyakan riwayat seperti hipertensi, diabetes
melitusdan hiperlipidemia. Juga riwayat stroke atau adanya
-

infeksi SSP.
Riwayat obat-obatan dan alkohol
Adakah penderita peminum alkohol yang kronik atau
pengkonsumsi obat-obatanyang dapat menurunkan fungsi

kognitif seperti obat tidur dan antidepresangolongan trisiklik.


Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat
penyakitserebrovaskular

b) Pemeriksaan Fisik
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal
ikut terlibat secara difus maka hemiparesis atau monoparesis dan
diplegia dapat melengkapkan sindromdemensia. Apabila manifestasi
gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tandatanda lesi organik yang mencerminkan gangguan pada korteks
premotorik atau prefrontal dapat membangkitkan refleks-refleks.
Refleks tersebut merupakan petanda keadaan regresi atau kemunduran
kualitas fungsi.

31

c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan

laboratorium

hanya

dilakukan

begitu

diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian


etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun
50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,
elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormon tiroid,
kadar asam folat.7
Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam
pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.7
Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran
spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada
Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan
difus dan kompleks periodik.
Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut
lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3,
dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.
Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia
Alzheimer tipe awitan lambat menyebabkan pemakaian genotif
APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan

status

mentalmini

atau

Mini-Mental

State

Examination (MMSE).Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui


kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan

32

bahasadan berhitung.Defisit lokal ditemukan pada demensia


vaskular sedangkan defisit global pada penyakit Alzheimer.
d) Kriteria Diagnostik
Menurut PPDGJ III
Demensia
Pedoman Diagnostik
-

Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya


pikir yang sampai mengganggu kehidupan seharian
seseorang seperti: mandi, berpakaian, makan, kebersihan

diri, buang air besar dan air kecil.


Tidak ada gangguan kesadaran
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6
bulan.

F00 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER


Pedoman diagnostik
-

Terdapatnya gejala demensia


Onset bertahap dengan deteriorasi lambat.
Onset biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis
tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan
tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapayt terjadi

suatu taraf yang stabil secar nyata.


Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan
khusus yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat
disebabkan ooleh penyakit otak atau penyakiat sistemik
lainnya yang dapat menimbulkan demensia (misalnya
hipotiroidisma, hiperkalsemia, defesiensi vitamin B12,
defesiensai niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan

normal, atau hematoma subdural)


Tidak adanya serangan apoplektik yang mendadak atau
gejala

neurologic

kerusakan

otak

fokal

seperti

hemiparesis, hilangnya hendaya sensoroik, defek lapang


pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa
dini dari gangguan itu.

33

F00.0 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER ONSET


DINI
-

Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun


Perkembangan gejala cepat dan progresif
Adanya riwayat keluarga yang berpenyakait Alzhiemer
merupakan faktor yang meneyokong diagnosisi tetepi

tidak harus dipenuhi


F00.1 DEMENSIA PADA PENAYKIT ALZHEIMER ONSET
LAMBAT
- Sama tersebut diatas, hanya onset sesudah usia 6 tahun
dan perjalanan penyakit yang lamban dan biasanya

gangguandaya ingat sebagai gambaran utamanya


F00.2 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER TIPE TAK
KHAS ATAU TIPE CAMPURAN
- Yang tidak cocok dengan pedoman untuk F00.0 dan
F00.1, tipe campuran adalah demensia Alzheimer dan

vaskuler
F00.9DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER YTT
F01 DEMENSIA VASKULAR
Pedoman diagnostik
-

Terdapat gejala demensia


Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin
terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir,
gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan

daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.


Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang
bertahap

disertai

meningkatkan

adanya

kemungkinan

gejala

neurologis

diagnosis

fokal

demmensia

vascular. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat


dilakukan

dengan

pemeriksaan

CT-scan

atau

pemerikasaan neuropatologis
F01 DEMENSIA VASKULAR ONSET AKUT
- Biasanya terjadi secara cepat setelah terjadi serangkaian
stroke akibat thrombosis sereb vascular, embolisme, dan

34

perdarahan. Pada kasus-kasus yang jarang suatu infark

yang besar dapat menjdai penyebabnya.


F01.1 DEMENSIA MULTI-INFARK
- Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian
episode iskemik minor yang menimbulkan akumulasi

dari infark pada parenkim otak.


F01.2 DEMENSIA VASKULAR SUBKORTIKAL
- Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di
hemisfer serebral yang dapat diduga secara klinis dan
dibuktikan dengan CT-scan. Kortrks serebri biasanya
tetap baik walaupun demikian gambaran klinis masih

mirip dengan demensia pada penyakit Alzheimer.


F01.3 DEMENSIA VASKULAR CAMPURAN KORTIKAL DAN
SUBKORTIKAL
- Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat
diduga

berasal

dari

gambaran

klinis,

hasil

pemeriksaan(termasuk autopsy) atau keduanya.


F01.8 DEMENSIA VASKULAR LAINNYA
F01.9 DEMENSIA VASKULAR YTT
Menurut DSM-IV
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan
dengan baik
1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk
mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi
yang telah dipelajari sebelumnya)
2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut;
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas motorik walaupun fungsi motorik utuh)
c) Agnosia
(kegagalan
untuk
mengenali

atau

mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik utuh


d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)

35

B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing


menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial
atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan
penurunan kognitif yang terus menerus
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah
satu berikut ;
1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit
progresif dalam daya ingat kognisi misalnya penyakit
serebrovaskuler, penyakit Parkinson, penyakit Huntington,
hematoma subdural, hidrosefalus tekanan normal, tumor
otak
2) Kondisi sistemik yang diketahui menyebabkan demensia
misalnya, hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam
folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi
HIV
3) Kondisi yang berhubungan dengan zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis
lainnya (misalnya, gangguan depresif berat,Skizofrenia)
2.5.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk
demensia biasanya tidak mungkin,dengan penatalaksanaan yang
optimal

dapat

dicapai

perbaikan

hidup

sehari-hari

dari

penderita(dan juga dari keluarga dan/atau yang merawat). Selama


ini pengobatan Dementia terutama jenisAlzheimer hanya ditujukan
pada berbagai perubahan prilaku.Pengobatan saat ini, tidak ada
obat yang secara klinis terbukti pencegahan atau penyembuhan
dari demensia.Meskipun beberapa obat yang disetujui untuk
digunakan dalam pengobatan demensia, ini mengobati gejala

36

perilaku dan kognitif demensia, tetapi tidak berpengaruh pada


patofisiologi yang mendasarinya.
-

Donepezil
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk

mengobati

penyakit

Alzheimer

taraf

rendah

hingga

medium.Donepezil tersedia dalam bentuk tablet oral. Biasanya


diminum satu kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah
makan.Dokter akan memberikan dosis rendah pada awalnya lalu
ditingkatkan setelah 4 hingga 6 minggu.
-

Rivastigmine
Rivastigmine adalah obat yang diminum secara oral untuk

mengobati

penyakit

Alzheimer

taraf

rendah

hingga

medium.Setelah enam bulan pengobatan dengan Rivastigmine, 2530% penderita dinilai membaik pada tes memori, pengertian dan
aktivitas harian dibandingkan pada pasien yang diberikan plasebo
hanya 10-20%.
Rivastigmine biasanya diberikan dua kali sehari setelah
makan. Karena efek sampingnya pada saluran cerna pada awal
pengobatan, pengobatan dengan Rivastigmine umumnya dimulai
dengan dosis rendah, biasanya 1,5 mg dua kali sehari, dan secara
bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu.
Dosis maksimum biasanya hingga 6 mg dua kali sehari. Jika
pasien mengalami gangguan pencernaan yang bertambah parah
karena efek samping obat seperti mual dan muntah, sebaiknya
minum obat dihentikan untuk beberapa dosis lalu dilanjutkan
dengan dosis yang sama atau lebih rendah.
-

Galantamine HBr
Galantamine biasanya diberikan dua kali sehari, setelah

makan pagi dan malam. Seringkali Galantamine diberikan dengan


dosis rendah pada awalnya yaitu 4 mg dua kali sehari untuk
beberapa minggu dan dilanjutkan dengan 8 mg dua kali sehari

37

untuk beberapa minggu pengobatan selanjutnya. Meskipun


demikian, beberapa pasien membutuhkan dosis yang lebih besar.
-

Tacrine
Salah satu obat yang menghambat enzim asetilkolinesterase

sehingga meningkatkan kadar asetilkolin . Tacrine memperlambat


pemecahan

Asetilkolin.

Bila

penyakit

Alzheimer

semakin

memburuk, Asetilkolin akan semakin berkurang kadarnya sehingga


tacrine tidak lagi dapat bekerja dengan baik.
Dosis adalah 10 mg dibagi untuk empat kali sehari dan dosis
maksimal sebanyak 40 mg dibagi untuk empat kali sehari.Dosis
ditingkatkan bila tubuh merespon dengan baik dan tes hepar
normal.
-

Obat penyerta lainnya :


Obat Antidepresan : Depresi sering dikaitkan dengan

demensia dan umumnya memburuk tingkat kognitif dan perilaku .


gangguan Antidepresan efektif mengobati gejala kognitif dan
perilaku depresi pada pasien dengan penyakit Alzheimer, namun
bukti untuk mereka gunakan dalam bentuk lain dari demensia
adalah yang lemah.
Obat Anxiolytic:

Banyak

pasien

dengan

demensia

mengalami gejala kecemasan. Meskipun benzodiazepin seperti


diazepam (Valium) telah digunakan untuk mengobati kecemasan
dalam situasi lain. Buspirone (BuSpar) sering awalnya mencoba
untuk ringan-sampai sedang kecemasan.
Selegiline , obat yang digunakan

terutama

dalam

pengobatan penyakit Parkinson, muncul untuk memperlambat


perkembangan demensia. Selegiline yang untuk bertindak sebagai
antioksidan , mencegah radikal bebas merusak.
Obat antipsikotik: Baik antipsikotik

khas

(seperti

haloperidol ) dan antipsikotik atipikal seperti ( risperidone )


meningkatkan risiko kematian pada demensia terkait psikosis. Ini
berarti bahwa setiap penggunaan obat antipsikotik untuk demensia

38

terkait psikosis adalah off-label dan hanya harus dipertimbangkan


setelah mendiskusikan risiko dan manfaat dari pengobatan dengan
obat ini, dan setelah modalitas pengobatan lain gagal.
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan
pada pasien dengan demensia.Keinginan untuk melanjutkan hidup
tergantung pada memori.Memori jangka pendek hilang sebelum
hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus
demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat
memikirkan

bagaimana

memorinya

disamping

mereka

menggunakan

memikirkan

penyakit

lagi

fungsi

yang

sedang

dialaminya.Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan


penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit
menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai
dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik
yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya
(sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi
suportif dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan
dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa
mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan
perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga
dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan
dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih
dapat dikerjakannya.Suatu pendekatan psikodinamik terhadap
defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat
bermanfaat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien
dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk
melawan

perasaan

bersalah,

kesedihan,

kemarahan,

dan

39

keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh


keluarganya.
2.5.9 Komplikasi
Demensia dapat mempengaruhi berbagai fungsi sistem
tubuh dan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas seharihari. Demensia dapat menyebabkan beberapa masalah, termasuk:
a) Nutrisi Inadekuat
Banyak orang dengan demensia akhirnya akan mengurangi
atau menghentikan makan dan minum. Mereka mungkin lupa
untuk makan atau berpikir mereka sudah makan. Perubahan
waktu makan atau gangguan dilingkungan mereka dapat
mungkin mempengaruhi apa yang mereka makan.
Terkadang, demensia lanjutan menyebabkan kehilangan
kontrol otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.Ini
mungkin menempatkan risiko tersedak atau aspirasi makanan
di paru-paru.Jika ini terjadi, dapat memblokir bernapas dan
menyebabkan

radang

paru-paru

(pneumonia).Selain

itu,

penderita demensia juga kehilangan perasaan kelaparan dan


keinginan untuk makan.
Depresi, efek samping pengobatan, konstipasi dan kondisi
lain juga dapat menurunkan nafsu makan.
b) Kurang Kebersihan
Pada demensia sedang dan berat, penderita lambat laun
akan kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan tugas harian
secara mandiri. Penderita mungkin tidak lagi menjadi mampu
untuk mandi, berpakaian, menyikat gigi, menyisir rambut, atau
menggunakan toilet sendiri.
c) Kesulitan mengambil obat-obatan
Pengaruh

memori

terhadap

penderita

demensia

menyebabkan penderita kesulitan untuk mengingat dan


membawa jumlah obat yang benar pada waktunya.

40

d) Kerusakan kesehatan emosional


Demensia merubah perilaku dan kepribadian. Beberapa
perubahan

mungkin

disebabkan

oleh

kerusakan

yang

sebenarnya terjadi di otak, sedangkan perilaku dan perubahan


kepribadian mungkin reaksi emosional untuk mengatasi dengan
perubahan dalam otak .
e) Kesulitan Berkomunikasi
Dengan berkembangnya demensia, penderita mungkin
kehilangan kemampuan untuk mengingat nama orang dan hal
lain. Penderita akan mendapat kesulitan dalam berkomunikasi
dengan orang lain atau kesulitan dalam pemahaman dengan
orang lain. Kesulitan berkomunikasi dapat menyebabkan
perasaan gelisah, depresi dan isolasi.
f) Kesulitan Tidur
Penderita mungkin mengalami kesulitan tidur, seperti
bangun sangat awal di pagi hari.Beberapa orang dengan
demensia mungkin mengalami gangguan tidur REM atau
mengalami resah saat tidur yang dapat menggangu tidur.
g) Tantangan Keselamatan Pribadi
Karena

berkurangnya

kapasitas

untuk

pengambilan

keputusan dan pemecahan masalah, beberapa situasi sehari-hari


dapat menimbulkan masalah keselamatan bagi orang dengan
demensia.Ini termasuk mengemudi, memasak, jatuh, tersesat.
2.5.10 Prognosis
Prognosis dari demensia yang tertangani adalah baik jika
masalah yang mendasari dapat diperbaiki.Prognosis penyakit
alzheimer yang merupakan salah satu penyebab demensia yang
paling umum adalah sangat tidak nyaman.Menurut studi, penyakit
alzheimer biasanya berlangsung perlahan-lahan selama delapan
hingga 15 tahun (dapat berkisar dari dua hingga 25 tahun). Saat ini

41

tidak ada obat bagi alzheimer tapi perawatan yang segera bisa
membantu untuk meringankan banyak gejala dan dapat menunda
perkembangan penyakit.
Prognosis vaskular demensia tergantung pada tingkat
kerusakan sebelum diagnosis dan perawatan lebih lanjut.Ada
kerusakan di pembuluh darah otak demensia adalah tidak
reversibel tetapi kerusakan yang lebih parah dapat dicegah dengan
mengambil obat-obatan untuk mengendalikan faktor resiko seperti
tekanan darah tinggi, diabetes dan obat-obatan untuk tinggi
kolesterol (statin). Obat ini tidak membalikkan ada kerusakan otak
dan demensia, tetapi lebih rendah resiko depan stroke dan penyakit
jantung yang bisa meningkatkan kerusakan otak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa
disertai gangguan kesadaran.Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur,
perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak, sifat klinisnya dan menurut
klasifikasi PPDGJ-III, DSM-IV.
Demensia disebabkan oleh bermacam-macam penyebab.Memperhatikan
faktor penyebab tadi, maka ada beberapa jenis demensia yang dapat ditolong
dengan mengobati penyebabnya walaupun kadang-kadang tidak mempunyai hasil
sempurna. Disamping itu ada jenis demensia yang sampai saat ini belum ada
obatnya, ialah demensia pada Creutzfeldt-Jakob dan AIDS. Sementara itu, untuk
demensia Alzheimer belum ada obat yang benar-benar manjur.
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan pemenuhan kriteria yang
telah ditetapkan/disepakati dalam DSM-IV.Untuk itu diperlukan kehati-hatian
dalam melakukan pemeriksaan.Penentuan faktor etiologi merupakan hal yang
sangat esensial oleh karena mempunyai nilai prognostik.

42

Penatalaksanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh anggota


keluarga terdekat.Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu diberikan
penyuluhan agar penderita dapat dirawat dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan H.I., Sadock B.J. 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Tangerang: Bina Rupa
Aksara.
Maslim.Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa. Utika Atmajaya. Jakarta
Maramis WF. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya:
Airlangga University Press.
Ongkowidjojo,

Anita.

2012.

Referat

Dementia.

Diunduh

dari:

https://id.scribd.com/doc/214821596/Referat-Dementia-Anita#download,

pada

tanggal 5 Mei 2015


Reksodiputro.A.H.

Madjid,A.

Rachman,A.M.

Nasution A.R. 2009. Ilmu Penyakit Dalam.

Tambunan,A.S.

Nurman,A.

Dalam Demensia. Oleh Wasilah

Rochmah, Kuntjoro Harimurti. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta:Interna Publishing.

43

Anda mungkin juga menyukai