Anda di halaman 1dari 4

RETARDASI MENTAL

A. Pendahuluan
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental
yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang.
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau
tuna mental.
Retardasi mental menurut Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder (DSM-IVTRTM, 2000, h.41) merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual yang secara
signifikan di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) yang bermula sebelum usia
18 tahun disertai penurunan fungsi adaptif.
Hasil bagi intelegensi (IQ = Intelligence Quotient) bukanlah merupakan satu-satunya
patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai
kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau
kerja. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat.
B. Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu:

1.

Retardasi mental berat sekali


IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena retardasi mental.

2.

Retardasi mental berat


IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang yang terkena retardasi mental.

3.

Retardasi mental sedang


IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang yang terkena retardasi mental.

4.

Retardasi mental ringan


IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang terkena retardasi mental. Pada
umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut
menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.

C. Etiologi

Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :


1. Akibat infeksi dan/atau intoksikasi.

Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan
otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.
2. Akibat rudapaksa dan atau sebab fisik lain.

Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan
usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental.
Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
3. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme
(misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau
gizi termasuk dalam kelompok ini.
4. Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).

Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk
pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel
optak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter).
Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif,
sklerotik atau reparatif.
5. Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.

Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya,
termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya.
6. Akibat kelainan kromosom.

Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya.


7. Akibat prematuritas.

Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada
waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa hamil
kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain.
8. Akibat gangguan jiwa yang berat.

Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan
tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
9. Akibat deprivasi psikososial.
Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor-faktor biomedik maupun sosiobudaya.

D. Diagnosis

Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orang tua
dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin
dilakukan juga pemeriksaan psikologik, bila perlu diperiksa juga di laboratorium,
diadakan evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk
mengetahui adanya gangguan psikiatrik disamping retardasi mental.
Tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai
berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan
harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan
hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis yang pasti harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial
biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan
berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali,
hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien dengan retardasi mental sangat mudah dikenali
seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi
wajah tampak tumpul.
Diagnosis Banding
Anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang berat (retardasi
mental ini reversibel bila diberi rangsangan yang baik secara dini). Kadang-kadang anak dengan
gangguan pendengaran atau penglihatan dikira menderita retardasi mental. Mungkin juga
gangguan bicara dan cerebral palsy membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun
intelegensianya normal. Gangguan emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira
anak itu bodoh. early infantile dan skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang
mirip retardasi mental.1
E. Pencegahan dan Pengobatan
1. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,
perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran.
2. Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak,
perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat
dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).
3. Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya
disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau
dektrukstif.
Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan
antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak
dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu

dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat
anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme)
sel-sel otak.
Latihan dan Pendidikan
Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:
1. Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
2. Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.

3. Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.

Daftar Pustaka
1. Maramis WF. Retardasi Mental dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University
Press, Surabaya, 1994. Hal: 385-402
2. Sadock BJ, Sadock VA. Mental Retardation in Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry,
Lippincott & William, London. p:1161-79
3. Maslim R. Retardasi Mental.dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa-Rujukan Ringkas
dari PPDGJ III. Jakarta. Hal.119-21
4. Retardasi Mental. Available at: http://www.repubikaonline.com. Accessed on June,14 2005
5. Mental Retardation. Available at: http://www.ncbdd.cdc.com. Accessed on June,14 2005
6. Mental Retardation. Available at: http://www.emedicine.com. Accessed on June,14 2005.

Anda mungkin juga menyukai