Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada konjungtiva biasanya
berbentuk sayap dengan puncaknya segitiga mengarah sentral kornea dan basis terletak di
konjungtiva. Proses pertumbuhan bersifat degeneratif dan invasif dan dapat menyebabkan
kebutaan apabila pada tahap lanjut memerlukan tindakan operasi untuk tata laksana
(Suhardjo, 2012). Secara etiologi dan mekanisme pterygium belum diketahui secara pasti,
hanya saja beberapa sumber menyatakan faktor resiko terjadinya pterygium yaitu paparan
sinar matahari, infeksi virus, iritasi debu, penurunan lakrimasi dan herediter.
Prevalensi pterygium di seluruh dunia berkisar 0,7 31 %, orang kulit hitam pada
usia 40-84 di daerah Barbados tepatnya di 130 LU memiliki prevalensi yang cukup tinggi
sekitar 23,4 %s sementara itu di daerah urban orang kulit putih pada usia 40-101 hanya
memiliki insiden 1,2% (Luthra et al,2001 ; McCarty et al, 2000 ). Cameron pernah menulis
peta distribusi pterygium tentang adanya pterygium belt di lokasi 370 LU dan 370 LS dan
prevalensi semakin meningkat apabila mendekati garis khatulistiwa.
Penelitian terhadap populasi orang Cina dewasa umur 40 tahun keatas di negara
Singapura terdapat 6,9 % yang menderita pterygium dari 1232 orang yang diperiksa dan
prevalensi meningkat seiring umur dan lebih banyak pada laki-laki. Sedangkan populasi
orang Malaysia di Singapura yang berumur diatas 40 tahun keatas yang menggunakan
metodologi yang sama didapatkan prevalensi lebih banyak yaitu 12,3%. Tingginya prevalensi
penderita pterygium orang Malaysia dibandingkan orang Cina di Singapura dikaitkan dengan
gaya hidup yang biasa beraktivitas diluar rumah, paparan sinar ultraviolet, dan juga
perbedaan genetik. (Cajucom et al., 2009; Wong et al., 2001)
Hasil penelitian Cajucom et al (2009) mempercayai teori sinar ultraviolet sebagai
peran utama

dalam patogenesis pterygium. Subjek yang sering terkena paparan sinar

ultraviolet luar ruangan biasanya lebih mudah mengalami pterygium yang berat dibandingkan
dengan orang biasanya meluangkan waktunya didalam ruangan. Menariknya penelitian ini
tidak menunjukkan adanya hubungan antara disfungsi kelenjar Meibomian dan pterygium.

Penelitian Tongg et al (2009) pada populasi yang sama juga tidak ditemukan hubungan antara
mata kering dan pterygium.
Menurut penelitian Gazzard et al. (2002) di Indonesia (Kepulauan Riau) , orang yang
mempunyai riwayat pekerjaan 5 jam per hari di luar ruangan selama 10 tahun (12,3 %)
memiliki prevalensi dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang yang bekerja di luar
ruangan yang hanya 5 tahun (7,7 %). Penelitian ini sejalan dengan pathogenesis dari
pterygium yang berhubungan dengan teori ekspresi gen p53 onkogen dimana paparan sinar
ultraviolet terlibat dalam mutasi gen p53 (Detorakis & Spandidos, 2009; Dushku et al, 1997 )
Menurut data riset kesehatan dasar pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013) Prevalensi
pterygium di Indonesia 8,3%, prevalensi tertinggi ditemukan di Bali (25,2%), diikuti Maluku
(18,0%), dan Nusa Tenggara Barat (17,0%). DKI Jakarta memiliki prevalensi terendah, yaitu
3,7%, diikuti oleh Banten 3,9%. Prevalensi tertinggi juga didapat pada kelompok pekerja
petani (15,8%) dibandingkan dengan kelompok pekerja lainnya dan cenderung lebih tinggi
pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan yang dikaitkan dengan resiko lamanya
paparan sinar matahari.
Palembang secara geografis terletak antara 2052 sampai 305 Lintang Selatan dan
104037 sampai 104052 Bujur Timur. Palembang merupakan kota dengan paparan sinar
matahari tinggi, dan resiko terjadinya pterygium akan lebih tinggi karena termasuk daerah
tropis dan dekat dengan khatulistiwa. Prevalensi pterygium menurut hasil sensus rawat jalan
Rumah Sakit Khusus Mata Provinsi Sumatera Selatan periode Juni 2014 sampai Juni 2015
berkisar 2,4% dan merupakan salah satu dari 10 kasus terbanyak. Pterygium merupakan
penyakit yang membahayakan karena dapat menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu, penulis
tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan lamanya paparan sinar matahari
dengan angka kejadian pterygium.
1.2 Rumusan Masalah
1.

Apakah ada hubungan antara paparan sinar matahari dengan kejadian pterygium
di Rumah Sakit Khusus Mata Provinsi Sumatera Selatan ?

2. Apakah ada hubungan antara lamanya paparan sinar matahari dengan derajat
penderita pterygium Rumah Sakit Khusus Mata Provinsi Sumatera Selatan ?
3. Apakah ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian pterygium di Rumah
Sakit Khusus Mata Provinsi Sumatera Selatan ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1

Tujuan Umum
1. Menganalisis hubungan antara paparan sinar matahari dengan kejadian pterygium
di Rumah Sakit Khusus Mata Provinsi Sumatera Selatan.

1.3.2

Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi angka kejadian pterygium di Rumah Sakit Khusus Mata Provinsi
Sumatera Selatan.
2. Menganalisis hubungan antara lamanya paparan sinar matahari dengan derajat
pterygium.
3. Menganalisis hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian pterygium di
Rumah Sakit Khusus Mata Provinsi Sumatera Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dan pengaruh lamanya paparan sinar
ultraviolet sebagai faktor resiko terjadinya pterygium antara orang yang bekerja di
dalam ruangan dengan orang berkerja diluar ruangan. Secara akademis peneliti
mendapatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian.
Manfaat hasil penelitian secara praktis diharapkan bisa sebagai bahan rujukan dan
pembanding untuk peneliti selanjutnya dan penelitian ini memberikan ilmu mengenai
faktor resiko dari pterygium sehingga dapat mencegah terjadinya pterygium terutama
bagi orang yang sering terpapar sinar matahari.

Anda mungkin juga menyukai