Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

BIOTEKNOLOGI
PEMANFAATAN AGROBACTERIUM UNTUK TRANSFORMASI
GENETIK TANAMAN DAN JAMUR

1.
2.
3.
4.
5.

Nama Kelompok :
Budi Suwongso Wong
1110115
Hana Listiyana V.
1110127
Merry Enike
1110275
Kevin Kusuma Hadi
1110288
Kinia Tirta Ayu N.
1110342

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA


SURABAYA
2015

PEMANFAATAN AGROBACTERIUM UNTUK TRANSFORMASI


GENETIK TANAMAN DAN JAMUR
Di era transformasi genetik sekarang ini, peran Agrobacteriumtumefaciens
(Agrobacterium) sangat besar dalam menghasilkan tanaman yang dimodifikasi untuk
mendapatkan sifat yang diinginkan. Peran Agrobacterium dalam hal ini ialah sebagai

kendaraan pembawa gen (DNA) yang diinginkan. A. tumefaciens merupakan bakteri aerob
obligat gram negatif yang hidup alami di tanah. Bakteri ini banyak menyebabkan penyakit
crown gall (tumor) pada tanaman dikotil. Kemampuannya dalam menyebabkan penyakit ini
berhubungan dengan gen penginduksi tumor yang ada pada plasmid (Ti) yang dijumpai
dalam bakteri tersebut. Dalam sel tumor yang terbentuk terkandung enzimenzim yang tidak
tampak pada tanaman normal, karena enzim tersebut hanya dihasilkan oleh sel
Agrobacterium. Enzim-enzim tersebut menghasilkan suatu senyawa gula spesifik yang
dinamakan opin. Senyawa opin ini merupakan makanan bagi Agrobacterium itu sendiri.
Aspek molekuler yang mendasari transformasi genetik oleh Agrobacterium ialah
proses transfer DNA dari Agrobacterium ke dalam genom sel tanaman. Di dalam sel
Agrobacterium terdapat tiga komponen utama yang berperan dalam transfer DNA ke dalam
sel tanaman (Sheng dan Citovsky, 1 996). Komponen pertama ialah suatu fragmen DNA yang
dikenal sebagai T-DNA, yaitu fragmen yang ditransfer ke dalam sel tanaman. T-DNA terdapat
dalam plasmid Ti yang berukuran 200 kb (kilo basa). Daerah T-DNA diapit oleh sekuen DNA
berulang yang berukuran 25 pb (pasang basa) pada sisi kanan dan kiri
Komponen kedua ialah (A.tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat gram negatif
yang hidup alami di tanah. Bakteri ini banyak menyebabkan penyakit crown gall (tumor)
pada tanaman dikotil)daerah virulence (vir) yang berukuran 35-40 pb dan berada dalam
plasmid Ti. Letak gen vir bersebelahan dengan batas kiri TDNA. Gen-gen vir ini terbagi atas
7 yaitu A, B, C, D, E, G dan H. Gengen vir mensintesis protein virulensi yang berperan
menginduksi terjadinya transfer dan integrasi TDNA ke dalam tanaman. Empat gen-gen vir
yang paling penting mensintesis protein virulensi ini ialah vir A, B, D dan G. Jika ada sesuatu
yang menginduksinya, gen vir A dan G akan terekspresi dan mengaktifkan serangkaian gengen vir lainnya. Senyawa kimia yang diketahui sebagai penginduksi gen vir antara lain
monosiklik fenolik acetosyringone. Senyawa induser tersebut dihasilkan tanaman ketika
tanaman dikotil luka dan mengeluarkan getah. Ekspresi gen vir juga sangat dipengaruhi oleh
senyawa induser dan kondisi pHdimana pH optimum untukekspresinya berkisar antara 55,8(Hiei dkk, 1 997).
Komponen ketiga adalah gen chromosomal virulence (chv)yang terdiri atas chvA,
chvB, pscA dan att. Gen-gen tersebut terletakdi dalam kromosom Agrobacterium dan
mempuyai

fungsi

untukpelekatan

bakteri

pada sel

tanaman dengan

membentuk

senyawaprotein -1,2-glukan. Berdasarkan sifat alamiah tersebut maka padadua dasawarsa


terakhir Agrobacterium dijadikan kendaraanpembawa gen target tertentu dengan cara
menyisipkan gen targetpada daerah T-DNA

Gambar 1. Proses infeksi alami dari Agrobacterium tumefaciens. Sel berwarna coklat adalah
sel Agrobacterium dan warna hijau adalah sel tanaman. Senyawa induser yang dikeluarkan
tanaman saat luka akan mengaktifkan gen vir A dan G untuk selanjutnya mengaktifkan gengen vir lainnya sehingga proses transfer daerah T-DNA dari Agrobacterium ke dalam sel
tanaman terjadi. (sumber: http://www.rasmusfrandsen.dk/atmt. htm)
Manipulasi Agrobacterium untuk Tujuan Rekayasa Genetika
Masalah utama penyisipan DNA ke dalam plasmid Ti adalah ukuran plasmid Ti yang
besar (200 kb) dan daerah T-DNA pada umumnya tidak memiliki sisi unik untuk pemotongan
DNA. Besarnya ukuran ini menyulitkan dalam manipulasi dan menentukan tempat
pemotongan yang spesifik pada plasmid Ti. Selanjutnya para peneliti mengembangkan
strategi untuk menyisipkan DNA target ke dalam T-DNA. Strategi untuk memasukkan gen
target ke dalam T-DNA dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama dengan cara tidak
langsung memasukkan gen dengan posisi cis (bersebelahan) dengan gen virulen dalam
plasmid yang sama dan dikenal dengan vektor ko-integrasi. Pendekatan kedua dengan
melakukan kloning gen ke dalam daerah T-DNA di dalam plasmid yang berbeda yang dikenal
dengan sistem vektor ganda (Cramer dan Radin, 1990; Gelvin, 2003).
Syarat vektor ko-integrasi ialah mempunyai tempat yang tepat untuk menyisipkan
fragmen DNA, memiliki gen penyeleksi antibiotik yang aktif pada Escheria coli (E. coli)
maupun Agrobacterium, memiliki gen penanda untuk tanaman dan mempuyai ORI (origin of
replication) yang berfungsi di sel E. coli tetapi tidak aktif di Agrobacterium (Walkerpeach
dan Velten, 1994). Sedangkan pada vektor ganda membutuhkan dua plasmid di dalam
Agrobacterium. Plasmid pertama sebagai vektor yang mengandung fragmen DNA, dan

plasmid kedua sebagai penolong Ti yang menyediakan gen vir untuk fasilitator transfer gen
ke dalam sel tanaman. Kedua plasmid ini dapat bereplikasi dalam sel Agrobacterium.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa vektor ganda lebih banyak digunakan untuk
kegiatan

transformasi

genetik

baik

pada

tanaman

dikotil

maupun

monokotil. Dengan menggunakan vektor ganda penyisipan gen menjadi lebih mudah, karena
vektor yang mengandung batas T-DNA berukuran jauh lebih kecil dari plasmid Ti yang
sesungguhnya. Ukuran plasmid yang kecil memungkinkan adanya sisi enzim restriksi unik
dan

penyisipan

gen

yang

lebih

besar.

Pemanfaatan Agrobacterium untuk Transformasi Genetik Tanaman


Lebih dari dua dekade teknik transformasi genetik untuk mendapatkan tanaman
dengan sifat agronomis tertentu berhasil dilakukan. Dengan teknik ini pemindahan gen dari
organisme yang sama atau organime yang berbeda dapat dilakukan. Tanaman hasil
transformasi genetik ini dinamakan tanaman transgenik. Potongan gen (DNA) asing yang
ditransformasi akan menyatu ke dalam genom tanaman. Melalui transformasi genetika ini
telah dihasilkan tanaman transgenik dengan sifat baru seperti ketahanan terhadap hama,
penyakit, herbisida, maupun peningkatan kualitas hasil, dan perbaikan kandungan nutrisi.
1. Ketahanan terhadap hama dan penyakit
Perakitan tanaman transgenik tahan hama merupakan merupakan salah satu
bidang yang mendapat perhatian besar dalam perbaikan tanaman. Perakitan tanaman
tahan hama umumnya mempergunakan gen dari Bacillus thuringiensis (Bt). Pada
tahun 1995, tanaman transgenik pertama mulai tersedia bagi petani di Amerika
Serikat, yaitu jagung hibrida yang mengandung gen cry IA(b), Maximixer, yang
dibuat oleh Novartis, tanaman kapas yang mengandung gen cry IA(c), Bollgard, sawi
(Barfield & Pua, 1991) dan kentang yang mengandung gen cry 3A, Newleaf, yang
dibuat oleh Monsanto. Sampai tahun 1998, lebih dari 10 jenis tanaman telah berhasil
ditransformasi untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan hama. Tanaman tersebut
meliputi tembakau, tomat, kentang, kapas, padi, jagung, whitespruce, kacang hijau,
stroberi dan kanola (Schuler et al. 1998). Perakitan tanaman transgenik tahan penyakit
umumnya mempergunakan gen -1,3-endoglukanase atau kitinase. Yoshikawa et al.,
1993 menggunakan gen -1,3-endoglukanase dari tanaman kedelai untuk mengatasi
serangan jamur. Penggunaan gen tersebut didasarkan pada kemampuan gen -1,3endoglukanase

menghasilkan

enzim

-1,3-endoglukanase

yang

berfungsi

mengkatalisis proses hidrolisis -1,3-glukan yang merupakan komponen utama

dinding sel sebagian besar jamur. Hidrolisis tersebut menghasilkan elisitor berupa
karbohidrat yang selanjutnya menginduksi terbentuknya fitoaleksin anti jamur.
Perakitan tanaman tahan penyakit menggunakan gen -1,3-endoglukanase telah
berhasil dilakukan pada tanaman buah kiwi (Nakamura et al., 1999), terong (Ito et al.,
1995) dan kubis (Manuhara et al., 2003).
2. Ketahanan terhadap herbisida
Gulma bersaing dengan tanaman dalam mendapatkan air, zat hara, sinar
matahari dan ruangan. Gulma tersebut juga merupakan tempat bagi serangga dan
hama penyakit, mengurangi kualitas tanaman dan menyisakan benih gulma pada
tanaman yang dipanen. Para petani mengendalikan gulma dengan membajak atau
mengolah tanah, menggunakan herbisida atau kombinasi keduanya. Kegiatan olah
tanah membuat permukaan tanah mudah terkena erosi akibat angin atau air. Melalui
perakitan tanaman tahan herbisida tertentu, petani dapat menggunakan herbisida
secara bijaksana untuk mengontrol gulma tanpa merusak tanaman. Hal ini merupakan
hasil peningkatan penggunaan herbisida yang ramah lingkungan dan mengurangi
pengolahan tanah.
Keberhasilan transformasi genetik didukung pula dengan ditemukannya enzim
restriksi yang mampu memotong molekul DNA pada tempat spesifik, dan enzim ligase
yang mampu menyatukan fragmenfragmen DNA kembali sehingga dimungkinkan
mengembangkan rekombinasi DNA.
Transformasi genetik dengan menggunakan Agrobacterium merupakan sistem
transformasi genetik tidak langsung. Transformasi dengan Agrobacterium memiliki beberapa
keuntungan antara lain bersifat dapat diulang (reproducible), relatif lebih murah, memberikan
pola integrasi yang tegas, jumlah salinan dalam genom sedikit (1-3 salinan). Pada awalnya
teknik transformasi dengan Agrobacterium hanya berhasil pada tanaman dikotil karena
tanaman ini menghasilkan senyawa induser untuk menginduksi gen vir ketika tanaman luka
dan mengeluarkan getah. Tanaman tembakau dan solanaceae adalah contoh pertama tanaman
dikotil yang berhasil ditransformasi.
Perkembangannya kemudian, transformasi dengan Agrobacterium juga dapat
diaplikasikan pada tanaman monokotil dengan melakukan beberapa penyesuaian kondisi
seperti penambahan senyawa induser dan pH saat ko-kultivasi (Hiei dkk, 1994). Hiei dkk (1
994) telah berhasil membuktikan bahwa tanaman padi jenis japonica berhasil ditransformasi
menggunakan Agrobacterium dengan material tanaman berupa sel kalus embriogenik. Dalam
penelitiannya Hiei dkk menambahkan senyawa asetosiringone pada media dan menggunakan
media dengan pH 5,2 saat ko-kultivasi. Hingga saat ini studi transformasi genetik dengan

Agrobacterium terhadap tanaman pangan seperti padi terutama jenis indica (yang banyak
dibudidayakan dan dikonsumsi) terus dilakukan. Dengan berbagai optimasi kondisi
transformasi maka baru-baru ini Hiei dan Komari (2006) telah berhasil meningkatkan
efisiensi transformasi dengan Agrobacterium hingga 30% per embrio belum masak
(immature) yang digunakan pada sepuluh kultivar padi indica. Beberapa jenis tanaman
pangan dan non pangan hasil transformasi dengan Agrobacterium di Amerika yang
dilaporkan ialah kedelai, kapas, jagung, bit, alfalfa, gandum, canola, creeping bentgrass
(untuk pakan). Contoh tanaman transgenik ditampilkan pada Gambar 2

Gambar 2. Tanaman transgenik hasil transformasi menggunakan Agrobacterium dengan


berbagai sifat yang diinginkan. Kedelai, kapas dan jagung transgenik tahan penggerek
(A,B,C), tomat tahan simpan (D), padi mengandung provitamin A (E), padi mutan dengan
transposon (F)
Selain menyisipkan gen target untuk perubahan sifat tanaman tertentu yang
dikehandaki, transformasi genetik dengan Agrobacterium pada tanaman juga bermanfaat
untuk

membuat

populasi

tanaman

mutan.

Dengan

menggunakan

Agrobacterium

memungkinkan diperoleh mutan dalam jumlah banyak dalam suatu periode yang relatif
singkat. Pembuatan mutan dilakukan dengan menggunakan elemen loncat (transposon)
misalnya transposon Ac/Ds. Transposon Ds akan berpindah posisi dalam genom pada tempat
berbeda dan tersisip pada gen-gen fungsional. Sedangkan elemen Ac menyandikan suatu
enzim yang mengaktifkan elemen Ds untuk bertransposisi. Adanya penyisipan Ds ini
memungkinan fenotipe tanaman menjadi beragam. Keragaman mutan ini dapat dijadikan
sebagai sumber plasma nutfah baru untuk selanjutnyan dapat dilakukan isolasi gennya.
Pemanfaatan Agrobacterium padaTransformasi Genetik Jamur
Selama ini diketahui bahwa transformasi dengan mediasi Agrobacterium (AMT,
agrobacterium-mediated transformation) merupakan sistem transformasi yang hanya dikenal

untuk transformasi tanaman, baik dikotil maupun monokotil. Akan tetapi dalam beberapa
tahun terakhir telah dilaporkan bahwa sistem transformasi dengan mediasi Agrobacterium
ternyata juga dapat digunakan untuk tarnsformasi organisme selain tanaman, seperti jamur
termasuk jenis kapang atau ragi. Teknik AMT telah dikembangkan sebagai teknik
transformasi jamur yang sangat efisien, baik untuk insersi gen secara acak maupun terarah.
Teknik ini telah menjadi pilihan untuk transformasi jamur (Weld dkk., 2006).
Teknik AMT telah diketahui mampu menghasilkan frekuensi transformasi yang lebih
tinggi secara nyata dan menghasilkan transforman yang lebih stabil dibandingkan teknik
biolistik (penembakan DNA) yang umumnya digunakan pada transformasi jamur. Pada
kondisi yang tepat, Agrobacterium mampu melakukan transfer DNA (T-DNA) kepada
berbagai jenis jamur. Beberapa jamur yang diketahui sangat sulit dilakukan transformasi
menggunakan sistem transformasi lain ternyata berhasil ditransformasi dengan teknik kokultivasi dengan Agrobacterium (Weld dkk., 2006).
Teknik AMT merupakan sistem transformasi yang relatif sederhana. Teknik ini tidak
memerlukan pembuatan protoplas dan dapat digunakan untuk tujuan penggantian-gen
dengan cara rekombinasi homologus, maupun mutagenesis insersi melalui integrasi secara
acak. Beberapa contoh jenis jamur yang berhasil di transformasi dengan bantuan
Agrobacterium ialah Saccharomyces cerevisiae, Penicillium chrysogenum, Agaricus bisporus
(Schrammeijer dkk,. 2003; Bundock dan Hooykaas, 1996; Chen X dkk., 2000; Sun dkk.,
2002)

Gambar 3. jamur- yang berhasil ditransformasi dengan bantuan Agrobacterium ialah


Saccharomyces cerevisiae, Penicillium chrysogenum, Agaricus bisporus (A, B, C)
Gen Penanda dan Mutagenesis Insersi Acak pada Transformasi Jamur
Beberapa jenis gen penanda diketahui dapat digunakan sebagai gen penanda pada
jamur. Gen hph atau gen resistensi hygromycin B adalah yang paling umum digunakan untuk
seleksi transforman jamur karena efektivitasnya pada sebagian besar jenis jamur. Gen
penanda lainnya adalah gen resistensi terhadap phleomycin, sulfonylurea, nourseothricin,
bialaphos, carboxin, blasticid S dan benomyl. Selain itu sebagai alternatif terhadap gen
resistensi senyawa tersebut adalah dengan menggunakan gen penanda auxotrophic seperti
pyrG (homolog gene ura3 dari S. cerevisiae). Mutan yang kehilangan pyrG bersifat

auxotrofik urasil, sehingga vektor yang mengandung pyrG akan memungkinkan seleksi
transforman pada medium yang defisien urasil. Selain itu mutan yang defisien pyrG akan
bersifat resisten terhadap 5- fluoro-orotic acid (5FOA) yang bersifat toksik pada prototroph.
Dengan cara seleksi negatif/positif terhadap gen pyrG memungkinkan untuk melakukan
transformasi sekuensial menggunakan Blaster cassettes (Weld dkk., 2006).
Dengan memasukkan DNA ke dalam genom, baik melalui transformasi maupun
melalui pergerakan DNA secara in vivo melalui transposon, akan dihasilkan suatu seri mutan
dengan mutasi secara acak. Mutasi tersebut dapat diberi tanda (tagged). Dengan teknik ini
dimungkinkan untuk merusak suatu gen, menandai promotor atau enhancer, atau untuk
meningkatkan regulasi suatu gen. Isolat transforman diisolasi dan dianalisis perubahan
fenotip yang menjadi target. Dengan asumsi bahwa perubahan fenotip terjadi perusakan gen
oleh T-DNA, fragmen DNA di sekitar T-DNA tersebut diambil dengan teknik PCR seperti
inversePCR dan TAIL-PCR atau dengan teknik plasmid rescue. Bila terjadi integrasi
berurutan pada beberapa tempat, maka teknik semi-random PCR dapat digunakan untuk
memperoleh DNA genomik di sekitar T-DNA tersebut. Idealnya sistem penanda gen harus
memiliki frekuensi transformasi yang tinggi, integrasi secara acak satu salinan gen pada satu
lokus tanpa terjadi perubahan atau delesi baik pada TDNA maupun DNA genom. Dengan
demikian penggunaan T-DNA dalam mutagenesis insersi acak dapat digunakan dengan baik.

Pustaka
1. Bundock P, PJJ Hooykaas. 1996. Integration of Agrobacterium tumefaciens T-DNA in
the Saccharomyces cerevisiae genome by illegitimate recombination. Proc. Natl.
Acad. Sci. USA. 93: 15272- 15275.
2. Chen X, Stone M, Schlagnhaufer C, Romaine CP. 2000. A fruiting bodyn tissue
method for efficient Agrobacterium Mediated transformation of Agaricus bisporus.
Applied and Environmental Microbiol. 66(1 0):4510-4513.
3. Cramer CL, DN Radin. 1990. Molecular biology of plant in Biotechnology of plant
microbes interaction. Nakas JP, C Hagedorn (eds).Mc Graw publishing Comp. New
York. Pp 1-49. Gelvin SB. 2003. Agrobacterium mediated plant transformation: the
Biology behind the Gene-Jockeying Tool. Microbiol. Mol. Bio. Rev. 67(1): 16-37
4. Hiei Y, S Otha, T Komari,T Kumashiro. 1994. Efficient transformation of rice (Oryza
sativa L) mediated by Agrobacterium and sequence analysis of the boundaries of the
T-DNA. Tha Plant J. 6(0): 001-011
5. Hiei Y, T Komari. 2006. Improved protocols for transformation of Indica rice
mediated by Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Tissue and Organ Culture .
Springer 2006

6. Hiei Y, T. Komari, T. Kubo. 1997. Transformation of rice mediated by Agrobacterium


tumefaciens. Plant Mol. Biol. 35:205-218.
7. Schrammeijer B, A den Dulk-Ras, AC Vergunst, EJ Jacome, IJ Hooykaas. 2003.
Analysis of vir protein translocation from Agrobacterium using Saccharomyces
cerevisiae as a model: evidence for transport of a nover effector protein vir E3.
Nucleic Acid Res. 31(3): DOI: 10.1093/nar/gkg 179.
8. Sheng J, V Citovsky. 1 996. Agrobacterium-plant cell DNA transport: have virulence
proteins, will travel. The Plant Cell. 8:1699-1 710
9. Su CB, Kong Q, Xu W. 2002. Efficient transformation chrysogenum mediated by
Agrobacterium tumefaciens LBA4404 for cloning of vitreoscillia hemoglobin gen.
EJB electronic J. Biotechnol. 5(1): 2-7.
10. Walkerpeach CR, J Velten. 1994. Agrobacterium mediated gene transfer to plant cells:
co integrated and binary vektor sytem. Plant Mol. Biol. 1-19
11. Weld RJ, KM Plummer, MA Carpenter, HJ Ridgway. 2006. Approaches to functional

genomics in filamentous fungi. Cell Res. 16: 31-4

Anda mungkin juga menyukai