Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

Appendisitis Akut dengan Peritonitis Sekunder

Pembimbing :
dr. Tri Djoko Widagdo, Sp.B

Disusun Oleh :
Hana Christyanti
11-2013-209

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RS Mardi Rahayu Kudus
18 Oktober 2014 20 November 2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Referat yang berjudul appendisitis akut
dengan peritonitis sekunder yang berlangsung pada tanggal 18 Oktober 2014 - 20 November
2014 dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
UKRIDA di RS Mardi Rahayu Kudus.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Tri
Djoko Widagdo, Sp.B selaku pembimbing dari RS Mardi Rahayu Kudus yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk serta sarannya selama pelaksanaan kepaniteraan.
Penulis berharap, semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama
menjalani kepaniteraan ini dapat memberikan manfaat rekan sejawat dan semua pihak yang
membutuhkan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
demi penyempurnaan referat ini.

Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan taufik dan hidayahnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan ini dan semoga laporan ini dapat
bermanfaat.

Kudus, Januari 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : Hana Christyanti


NIM

Tanda Tangan

: 11-2013-209

Dr. Pembimbing/ Penguji

.....
: dr. Tri Djoko Widagdo, Sp.B

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. AW

Alamat : Gajah, Demak, Kudus

Usia : 18 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum Menikah

Suku bangsa : Jawa

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

No. RM : 360968

ANAMNESIS
Diambil secara : Autoanamnesis

Tanggal : 11 Oktober 2014

Jam : 13.00

Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :


7 hari SMRS os mengeluh nyeri perut kanan bawah dan dirasakann baru pertama kali.
Keluhan ini didahului oleh rasa tidak enak di ulu hati kemudian berpindah ke perut kanan
bawah dan tidak menjalar sampai ke pinggang. Nyeri dirasakan terus menerus dan
semakin berat jika pasien berjalan, sehingga os harus membungkuk. Nyeri tidak dipicu
oleh makan makanan berlemak atau pedas. BAB lancar konsistensi padat, tanpa disertai
lendir, darah dan perubahan pola BAB. BAK lancar, frekuensi 4-5 kali sehari, warna
kuning jernih, tidak ada keluhan nyeri saat kencing, kencing berpasir dan nyeri pinggang
yang menjalar sampai kemaluan.

6 jam SMRS nyeri perut dirasakan makin memberat. Keluhan ini disertai dengan
demam,mual, muntah dan nafsu makan menurun. Os mengatakan belum BAB, Keluhan
perut kembung disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Keluhan yang sama sebelumnya (-)

Trauma terdahulu

: Trauma perut (-)

Operasi

: Tidak pernah

Sistem gastrointestinal

: Maag (-)

Sistem urinarius

: Batu saluran kencing (-)

Sistem genitalis

: Tidak ada.

Riwayat Keluarga :
Diabetes Melittus (+)

Riwayat Sosial :
Os seorang pelajar dan biaya operasi ditanggusng oleh orang tua. Kesan ekonomi :
cukup.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Keadaan umum

: Tampak kesakitan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah

: 140/90 mmHg

Nadi

: 100x/menit

Respirasi

: 22x/menit

Suhu

: 38oC

Kepala

: Normocephali

Mata

: Konjungitva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga

: Normotia, serumen (-), sekret (-).

Hidung

: Septum deviasi (-), sekret (-)

Tenggorokan

: T1/T1 tenang, faring tidak hiperemis.

Leher

: Tidak teraba kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar

Thoraks
Inspeksi
Palpasi

: Kedua dada tampak simetris, tidak tampak retraksi sela iga,


ikhtus cordis tidak tampak
: Tidak teraba massa, tidak ada retraksi sela iga, iktus cordis
teraba, kuat angkat

Paru-paru
Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: Suara napas vesikuler, rhonki - / -, wheezing - / -

Jantung
Perkusi

: Batas Atas : pada sela iga III garis parasternal kiri


Batas Kiri : pada sela iga V garis midklavikular kiri
Batas Kanan : pada sela iga IV, garis sternalis kanan

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop ()

Abdomen:
Inspeksi

: Datar, tidak tampak massa, tidak ada sikatrik

Auskultasi

: Bising usus (+) normoperistaltik

Palpasi

Dinding perut

: Supel, nyeri tekan Mc.Burney (+), defence muskular


perut kanan bawah (+), massa (-), rovsing sign (-),
blumberg sign (+), psoas sign (-), obturator sign (-)

Hati

: Tidak teraba pembesaran

Limpa

: Tidak teraba pembesaran

Ginjal

: Ballottement (-), bimanual (-)

Kandung empedu

: Murphy sign (-)

Perkusi

: Timpani, nyeri ketuk CVA (-)

Ekstremitas (lengan dan tungkai):


Turgor kulit

Akral
Hangat

Sensoris

: normal

Edema

Motorik

Status lokalis
Inspeksi

: Datar, tidak tampak massa, tidak ada sikatrik

Auskultasi

: Bising usus (+) normoperistaltik

Palpasi

Dinding perut

: Supel, nyeri tekan Mc.Burney (+), defence muskular


perut kanan bawah (+), massa (-), rovsing sign (-),
blumberg sign (+), psoas sign (-), obturator sign (-)

Hati

: Tidak teraba pembesaran

Limpa

: Tidak teraba pembesaran

Ginjal

: Ballottement (-), bimanual (-)

Kandung empedu

: Murphy sign (-)

Perkusi

: Timpani, nyeri ketuk CVA (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 10 Oktober 2014
Hematologi Darah Rutin
Hemoglobin

: 12 g/dl

(N=11,7-15,5 g/dl)

Leukosit

: 19,47 ribu/mm3

(N=3,6-11ribu/mm3)

Eosinofil

:2%

(N=1-5%)

Basofil

: 0,1 %

(N=0-1%)

Neutrofil

: 81,1 %

(N=50-70%)

Limfosit

: 28 %

(N=25-40%)

Monosit

: 5,4%

(N=2-8%)

MCV

: 85,2 fl

(N=80-100 fl)

MCH

: 28,5 pg

(N=26-34 pg)

MCHC

: 33,5%

(N=32-36 %)

Hematokrit

: 35,9%

(N=35-47%)

Trombosit

: 336 ribu

(N=150-440 ribu)

Eritrosit

: 4,58 juta

(N=4,4 5,9 juta)

RDW

: 12,5 %

(N=11,5-14,5)

PDW

: 12,3 Fl

(N=10-18)

MPV

: 8,8 mikro m3

(N=6,8-10)

LED

: 8/17

(0-20 mm/jam)

Gol. Darah/Rh

: AB/+

Waktu perdarahan/BT

: 1.30 menit

(1-3)

Waktu pembekuan/CT

: 5 menit

(2-6)

Kimia
GDS

: 109

mg/dl

(N=60-110)

Ureum

: 27

mg/dl

(N=15-40)

Kreatinin

: 0,6

mg/dl

(N=0,60-1,10)

PEMERIKSAAN ANJURAN

Plano test

USG

RESUME

Anamnesis : Seorang laki-laki berusia 18 tahun datang dengan keluhan 7 hari SMRS os
mengeluh nyeri perut kanan bawah. Keluhan ini didahului oleh rasa tidak enak di

ulu

hati kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri disertai rasa mual dan muntah, os
muntah sebanyak 3x berisi makanan yang dimakan. Os juga mengatakan tidak nafsu
makan. BAB dan BAK normal. 6 jam SMRS nyeri perut dirasakan makin memberat.
Keluhan ini disertai dengan demam.

Pemeriksaan fisik :
TTV
Status lokalis abdomen : Palpasi Dinding perut: Supel, nyeri tekan Mc.Burney (+),
defence muscular perut kanan bawah (+), massa (-), rovsing sign (-), blumberg sign (+),
psoas sign (-), rovsing sign (-)

Pemeriksaan laboratorium : Leukosit: 19,47 ribu/mm3. Neutrofil : 81,1 %

DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis
Dasar yang mendukung
Mual
Muntah
Nafsu makan menurun
Demam
Dasar yang tidak mendukung

Tidak ada nyeri perut beralih dari ulu hati ke kanan bawah
Nyeri biasa lebih ringan

Urolitiasis dextra
Dasar yang mendukung
Nyeri perut kanan bawah
Demam
Mual
Muntah
Dasar yang tidak mendukung
BAK normal
Nyeri ketok CVA (-)

DIAGNOSIS KERJA
Apendisitis akut
Dasar diagnosis
Skor Alvarado
The Modified Alvarado Score

Skor

Gejala

Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan


bawah

Tanda

Pemeriksaan

Mual-Muntah

Anoreksia

Nyeri di perut kanan bawah

Nyeri lepas

Demam diatas 37,5C

Leukositosis

Hitung jenis leukkosit shift to the left

Total

10

Lab

Total skor 10 : pasti apendisitis akut

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa

IVFD RL 20 tetes/menit

Injeksi Gentamicin 1 x 80 mg IV

Non-medikamentosa

Appendectomy

LAPORAN OPERASI (11 Oktober 2014 jam 10:00)

Informed consent

Posisi pasien tidur terlentang dalam GA

Desinfeksi daerah op, tutup dengan duk steril kecuali daerah operasi

Insisi pararektal sepanjang 6cm

Perdarahan dirawat

Fascia rectus dibuka disebelah lateral membujur sepanjang 6cm

M. Rectus abdominis disisihkan ke medial

Peritonium dibuka ada pus

Eksplorasi daerah appendix, terdapat pus dibelakang caecum, berbau fekal,


berwarna hijau

Appendix terletak retrocaecal dengan beberapa fekalit, terdapat perforasi

Dilakukan penjahitan pada pangkal appendix, menjahit dengan benang silk

Eksplorasi jaringan sekitar ileum, tidak terdapat divertikulum mekel, ileum


baik

Cuci NaCl sampai bersih pasang drain

Jahit lapis demi lapis

Operasi selesai

Anastesi: General Anestesi


DIAGNOSA KERJA POST OPERASI

Appendisitis akut dengan peritonitis

PENATALAKSANAAN POST OPERASI


-

Awasi tensi, nadi, nafas, suhu

IVFD RL 20 tpm

Injeksi ceftriaxone 1x1 gram iv

Injeksi Ketorolac 2x10 mg

Sadar baik, BU (+) boleh minum dan makan

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II
PEMBAHASAN

Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Lokai Apendiks

Gambar 2. Variasi Letak Apendiks

Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan
bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang kisaran 10 cm dan berpangkal
utama di sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan
pada letak terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum. 30% terletak
pelvikum artinya masuk ke rongga plevis, 65% terletak di belakang sekum, 2% terletak
preileal, dan kurang dari 1% yang terletak retroileal.
Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan
persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang
pada apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri
apendikularis yang tidak memiliki kolateral.
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Salah satu yang dikatakn pentik adalah terjadi produksi imunglobulin oleh
Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama
dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit
dan minimal,pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem pertahanan
mukosa saluran cerna. Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap
harinya. Aliran ini akan dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan
mukosa apendiks. Apendisitis seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks
ini.

Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat
infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi
yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebabkan
tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat
menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat
terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan
adanya obstruksi.
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding
apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi
lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan
adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut
juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat
saja terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya
pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa
perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan
menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada
komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat
meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.

Etiologi
Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang
berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks. 2,3 Hal-hal yang dapat
menyebabkan, antara lain :
1. Hiperplasia jaringan limfa
2. Masa fekalith

3. Sumbatan oleh cacing ascaris


4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat
sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan pertumbuhan
flora normal kolon.
5. Kerusakan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba
hystolitica.

Manifestasi Klinis
Gejala
Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan
apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena
nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas.
Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen)
yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri
viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri
viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam
beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3
lateral dari garis khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus.
Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu
metaanalisis, ditemukan bahwa nyeri perut yang berpindah dan berubah dari viseral
menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis
apendisitis.
Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada
retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal
menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum
sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini

biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor
secara dorsal.

Mual dan Muntah


Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau
anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.1

Gejala Gastrointestinal
Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk
diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare
1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding
rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh
peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu
dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain.
Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika
pasien sudah mengalami nyeri somatik.

Tanda
Keadaan Umum
Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang
atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada
apendisitis umumnya sekitar 37,5 38,5C. Demam yang terus memberat dan
mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi. 2,3

Keadaan Lokal
Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung
pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan
langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan
bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen
akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang
terjadi secara lokal.
Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing
sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada
titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila
dilakukan pelepasan pada titik McBurney.
Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan
tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas
adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan
otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian
paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung antara
apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila
dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan
langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat
tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat
berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.2

Diagnosis
Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis
mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas
pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan
penyakitnya, gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala
gastrointestinal.

Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah
dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan
tanda-tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering
ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen
dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari auskultasi sering ditemukan bising usus
menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding
perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan
nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular). Palpasi
dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig,
dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada
kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal.3
Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena
penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin
dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda
inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria.
Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat
bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai
lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.4

Komponen Alvarado Score adalah :

Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan
pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan
diagnositik dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah
sebagai berikut :
Modalitas

Makna Klinis

Foto Polos

Tidak bermakna dalam diagnosis,


walaupun seringkali penemuan
fecalith dapat dilakukan

USG Abdomen

Sensitivitas 86%, Spesifisitas 81%

CT-Scan

Sensitiitas 94%, Spesifisitas 95%

Magnetic Resonance Imaging

Belum ada penelitian yang mengkaji,


namun sangat jarang dilakukan

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan


modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis
dengan mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat
dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat
operator-dependent.

Tata Laksana
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada
apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi
untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi.

Medikamentosa
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan
antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis
seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga
analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan
dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah
cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah
dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan
pembentukan abses intraabdominal.5
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat,
imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga
masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan
dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi
antibiotik 7-10 hari.

Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan
adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawatdarurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan
operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak

bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24


jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat
penambahan risiko 5% terjadinya perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan
Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukan dengan insisi pada titik McBurney yang
dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah
pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar.
Setelah dilakukan insisi, pembedahan dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian
dilakukan palpasi ke arah posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik.
Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan
transeksi.
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun
belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan
pengurangan kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus
dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat
sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang
dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas
hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi
terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses
inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian
antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga
peritoneum.

Komplikasi
Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakuka penanganan
segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan adanya
masa periapendikuler terlebih dahulu.

Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih berupa penutupan lekuk
usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat diremisi oleh tubuh setelah
inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan penyebaran
pus dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini
adalah target dari operasi apendektomi.
Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain
angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi
dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh peruhk,
demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan
menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses
inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata
laksana yang dilakukan pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk
membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase
pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah.

BAB III
KESIMPULAN

Pada pasien Ny. N didiagnosa post appendiktomi akut dengan peritonitis, karena :

Pada anamnesa terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah sejak 7 hari SMRS, terusmenerus, demam dan pasien belum pernah sakit seperti ini. Hal ini menunjukkan pasien
menderita appendisitis akut. Dikatakan akut, karena pasien merasakan nyeri kurang dari 2
minggu dan belum pernah sakit seperti ini.

Pada anamnesa ditemukan tanda-tanda adanya appendisitis akut dengan peritonitis


berupa demam, nyeri hebat yang meliputi seluruh perut, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan lekositosis. Karena gejala-gejala tersebut maka pada pasien ini dilakukan
operasi laparatomi untuk memudahkan pencucian rongga peritoneum dari pus dan operasi
yang dilakukan merupakan operasi cito karena apabila terjadi penundaan operasi dapat
menyebabkan perlengketan organ-organ visceral dan terjadi peritonitis sekunder, yang
apabila dibiarkan dapat menyebabkan komplikasi berupa sepsis intraperitoneal,respiratory
distress syndrome dan gagal ginjal yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Didiagnosa banding dengan gastroenteritis dan urolitiasis dextra karena ada kesamaan
gejala pada appendisitis akut yaitu mual, muntah, demam dan nyeri pada perut kanan
bawah tetapi pada gastroenteritis nyeri lebih ringan serta tidak ada nyeri beralih dari ulu
hati ke perut kanan bawah sedangkan pada urolitiasis dextra harusnya ada kelainan pada
saat buang air kecil seperti kencing berdarah dan nyeri ketuk pada cva kanan negatif pada
pasien ini. Pemeriksaan USG untuk menentukan diagnosa pada appendisitis akut.

Daftar Pustaka

1. Sabiston, Buku ajar Bedah, bagian 2, EGC, Jakarta : 1994.


2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong: Usus halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum, Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta : 2005

3. Mansjoer, A. (2000), Kapita Selekta Kedokteran, jilid II, Medis Aesculapius. FKUI.
4. Acute Appendicitis, availabel at : http://www.aafp.org/afp/
5. Appendicitis, availabel at : http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/

Anda mungkin juga menyukai

  • VM2 - 09112015
    VM2 - 09112015
    Dokumen5 halaman
    VM2 - 09112015
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • HERNITA Case Rev
    HERNITA Case Rev
    Dokumen17 halaman
    HERNITA Case Rev
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • M2M Billy
    M2M Billy
    Dokumen3 halaman
    M2M Billy
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • PENYAKIT MATA
    PENYAKIT MATA
    Dokumen12 halaman
    PENYAKIT MATA
    halu89
    100% (2)
  • Foto Polos Abdomen
    Foto Polos Abdomen
    Dokumen25 halaman
    Foto Polos Abdomen
    Carrie Klein
    Belum ada peringkat
  • Case 2 FAM
    Case 2 FAM
    Dokumen12 halaman
    Case 2 FAM
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Cardio Megali
    Cardio Megali
    Dokumen18 halaman
    Cardio Megali
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Branchial Cyst
    Branchial Cyst
    Dokumen6 halaman
    Branchial Cyst
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • 02 BANTUAN HIDUP DASAR 2015-Modul PDF
    02 BANTUAN HIDUP DASAR 2015-Modul PDF
    Dokumen30 halaman
    02 BANTUAN HIDUP DASAR 2015-Modul PDF
    Jendriani
    Belum ada peringkat
  • BPH Residif dan Vesikolithiasis
    BPH Residif dan Vesikolithiasis
    Dokumen18 halaman
    BPH Residif dan Vesikolithiasis
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • LESI BATANG OTAK
    LESI BATANG OTAK
    Dokumen28 halaman
    LESI BATANG OTAK
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Diare
    Leaflet Diare
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Diare
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen60 halaman
    Presentation 1
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Case Hana Hemorroid Interna Grade IV
    Case Hana Hemorroid Interna Grade IV
    Dokumen12 halaman
    Case Hana Hemorroid Interna Grade IV
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • BPHRESIDIF
    BPHRESIDIF
    Dokumen11 halaman
    BPHRESIDIF
    Kristali Jenius
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen60 halaman
    Presentation 1
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Fibroadenoma Mamae Dextra
    Fibroadenoma Mamae Dextra
    Dokumen24 halaman
    Fibroadenoma Mamae Dextra
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Diskusi
    Diskusi
    Dokumen37 halaman
    Diskusi
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Nefrolithiasis
    Nefrolithiasis
    Dokumen20 halaman
    Nefrolithiasis
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Evrog Sari
    Evrog Sari
    Dokumen28 halaman
    Evrog Sari
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Neuralgia Pasca Herpetika
    Neuralgia Pasca Herpetika
    Dokumen30 halaman
    Neuralgia Pasca Herpetika
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Saraf Kranial
    Saraf Kranial
    Dokumen12 halaman
    Saraf Kranial
    Trinoval Yanto Nugroho, S.Kep
    100% (3)
  • Case 2
    Case 2
    Dokumen10 halaman
    Case 2
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Fournier Gangren
    Fournier Gangren
    Dokumen21 halaman
    Fournier Gangren
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Tentir Bedah
    Tentir Bedah
    Dokumen96 halaman
    Tentir Bedah
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Case 1.
    Case 1.
    Dokumen11 halaman
    Case 1.
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Foto Polos Abdomen
    Foto Polos Abdomen
    Dokumen25 halaman
    Foto Polos Abdomen
    Carrie Klein
    Belum ada peringkat
  • Fournier Gangren
    Fournier Gangren
    Dokumen21 halaman
    Fournier Gangren
    Sari Prasili Suddin
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura Ganas 7
    Efusi Pleura Ganas 7
    Dokumen9 halaman
    Efusi Pleura Ganas 7
    Bethari P Fadli
    Belum ada peringkat