Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki lahan budidaya ikan dan

udang yang luas sehingga Indonesia berpotensi mengembangkan budidaya


tambak udang. Dalam usaha pemeliharaan udang secara komersial yang utama
adalah udang vanamei dan udang windu dan udang galah, sebab ketiga jenis
udang inilah yang bisa mencapai ukuran besar, dan mempunyai pasaran yang baik
untuk ekspor.
Udang merupakan komuditas ekspor yang berhasil meningkatkan devisa
negara dari non-migas. Pesatnya jumlah perusahaan pertambakan yang terhampar
di sepanjang pantai utara jawa dan di Indonesia tak lepas dari ketersediaan lahann
pertambakan dan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang
memungkinkan dikembangkan usaha budidaya udang tersebut.
Budidaya secara harfiah berarti pemeliharaan. Dalam konteks perikanan,
berarti kegiatan pemeliharaan segala jenis sumber daya perikanan yang dilakukan
oleh manusia dalam lingkungan terkontrol untuk tujuan kesejahteraan
manusia.Usaha budidaya perikanan baik itu budidaya tawar, payau maupun laut
tidak dapat dilakukan semaunya atau disembarang tempat. Beberapa hal harus
diperhatikan jika menginginkan keberhasilan usaha budidaya. Salah satunya yaitu
harus mengetahui evaluasi kelayakan lahan untuk budidaya perairan.
Sebagai langkah awal budidaya adalah pemilihan lokasi budidaya yang
tepat. Pemilihan dan penentuan lokasi budidaya harus didasarkan pertimbangan
aspek aspek meliputi aspek tanah aspek ekologis, aspek biologis, dan aspek
social ekonomi , sehingga hatus disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaan biota
yang akan dibudidaya.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan antara
lain:
1. Apa persyratan yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi budidaya
udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) , udang windu (Penaeus
monodon, udang galah (Macrobrachium rosenbergii) ?
2. Apa saja aspek yang dapat mempengaruhi penentuan lokasi tambak
budidaya udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) , udang windu (Penaeus
monodon, udang galah (Macrobrachium rosenbergii) ?
3. Bagaimana kriteria dalam penentuan lokasi usaha budidaya udang
vannamei(Litopenaeus vannamei), udang windu (Penaeus monodon,
udang galah (Macrobrachium rosenbergii) ?
4. Bagaimana sistem pengaturan dan konstruksi lokasi budidaya kolam untuk
pembudidayaan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), udang windu
(Penaeus monodon, udang galah (Macrobrachium rosenbergii) ?
5. Bagaimana evaluasi kelayakan tambak untuk budidaya

Udang

Vannamei (Litopenaeus vannamei), udang windu (Penaeus monodon,


udang galah (Macrobrachium rosenbergii) ?
1.3.

Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Dapat mengetahui persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
lokasi budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), udang windu
(Penaeus monodon, udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
2. Mengetahui aspek-aspek yang berperan penting dalam pemilihan lokasi
tambak/kolam untuk budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei),
udang

windu

(Penaeus

monodon,

udang

galah

(Macrobrachium rosenbergii)
3. Dapat memahami kriteria aspek dalam penentuan atau pemilahan lokasi
usaha budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), udang windu
(Penaeus monodon, udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
4. Mengetahui dan memahami sistem konstruksi dan pengaturan dasar kolam
untuk budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), udang windu
(Penaeus monodon, udang galah (Macrobrachium rosenbergii)

5. Dengan adanya penulisan makalah ini, mahasiswa mengetahui evaluasi


kelayakan tambak untuk budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei)
6. Sebagai saran peningkatan wawasan dan juga ilmu bagi penulis sendiri
khususnya tentang evaluasi kelayakan lahan budidaya perairan.

2.1.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

2.1.1. Klasifikasi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)


Klasifikasi udang vaname adalah :
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Subordo
: Dendrobranchiata
Family
: Penaeidae
Genus
: Litopenaeus
Species:
: L. Vannamei
2.1.2. Karakteristik Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Udang vannamei termasuk pada famili Penaidae yaitu udang laut.
Udang vannamei berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara di Amerika
Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil, dan Meksiko
sudah lama membudidayakan jenis udang yang juga dikenal dengan nama
pacific white shrimp.
Vannamei banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara
lain, relatif tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110
hari), padat tebar tinggi, sintasan pemeliharaan tinggi dan Feed Convertion
Ratio rendah (Hendrajat et al. 2007). Tingkat kelulushidupan vannamei dapat
mencapai 80 - 100% (Duraippah et al. 2000), dan menurut Boyd dan Clay
(2002), tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Berat udang ini dapat
bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi
(100 udang/m2). Ukuran tubuh maksimum mencapai 23 cm. Berat udang
dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut,L.vannamei tumbuh
dengan lambat yaitu 7 sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina tumbuh lebih
cepat daripada udang jantan (Wyban et al. 1995).

Udang

vannamei

termasuk

hewan omnivora yang

mampu

memanfaatkan pakan alami yang terdapat dalam tambak seperti plankton


dan

detritus

yang

ada

pada

kolom

air

sehingga

dapat

mengurangi input pakan berupa pelet. Kandungan protein pada pakan


untuk udang vannamei relatif lebih rendah dibandingkan udang windu.
Menurut Briggs et al. (2004), udang vannamei membutuhkan pakan
dengan kadar protein 20-35%.
2.2.

Udang Windu
2.2.1. Klasifikasi Udang Windu (Penaeus monodon)
Klasifikasi udang windu antaralain:
Kindong : Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Melacostraca
Ordo
: Decapoda
Famili
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Spesies
: Penaeus monodon
2.2.2. Karakteristik Udang Windu
Udang windu yang dikenal dalam Internasional dengan sebutan black
tiger dan nama latin Panaeus monodon merupakan salah satu jenis udang
yangmemiliki nilai jual tinggi dan merupakan primadona ekspor non
migas. Udangwindu merupakan salah satu bahan makanan sumber protein
hewani yang bermututinggi. Permintaan konsumen dunia terhadap udang
rata-rata naik 11,5% pertahun (Fast and Lester,1992).
Udang windu terbagi menjadi dua bagian, yaitu kepala yang
menyatudengan dada (chepalothorax ) dan bagian perut (abdomen).
5

Bagian kepala beratnya lebih

kurang 36-49% dari total keseluruhan

berat badan, daging 24-41%dan kulit 17-23%.

Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri


dari udanglaut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar
hasil budidaya udang windu, terutama di daerah sekitar sungai besar dan
rawa dekat pantai.Lokasi yang cocok untuk tambak udang windu adalah
pada daerah sepanjang pantai ( beberapa meter dari permukaan air
laut) dengan suhu rata-rata 26 -280 Cdan daerah pasang surut dengan
fluktuasi pasang surut 2-3meter. Tanah yang bertekstur liat atau liat
berpasir dengan tekstur tanah dasarterdiri dari lumpur liat berdebu atau
lumpur berpasir kandungan pasir tidak lebihdari 20% merupakan tanah
yang coock untuk budidaya udang windu karena dapatmenahan air. Jenis
perairan untuk budidaya udang windu adalah air payau dengankadar
garam/salinitas antara 0 hingga 35 /mil, kadar pH antara 7,5 hingga 8,5,
DO4-8 mg/liter dan kandungan amonia kurang dari 0,1 mg/liter.

2.3.

Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)


2.3.1. Klasifikasi Udang Galah

Menurut Ali (2009), klasifikasi udang galah (Macrobrachium rose


nbergii) adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Artrhopoda

Kelas

: Malascostraca

Subkelas

: Eumalacostraca

Ordo

: Decapoda

Famili

: Palaemonidae

Genus

: Macrobrachium

Spesies

: Macrobrachium rosenbergii (De Man, 1879)

2.3.2. Karakteristik Udang Galah


Udang galah termasuk famili Palamonidae. Badan udang terdiri
atas 3 bagian: kepala dan dada (Cephalothorax), badan (Abdomen) serta
ekor (Uropoda). Cephalothorax dibungkus oleh kulit keras, di bagian
depan kepala terdapat tonjolan karapas yang bergerigi disebut rostrum
pada bagian atas sebanyak 1113 buah dan bagian bawah 814 buah.
Udang galah hidup pada dua habitat, pada stadia larva hidup di air payau
dan kembali ke air tawar pada stadia juvenil hingga dewasa. Pada stadia
larva perubahan metamorfose terjadi sebanyak 11 kali dan berlangsung
selama 3035 hari. Udang galah bersifat omnivora, cenderung aktif pada
malam hari

Udang ini mempunyai dua habitat dalam siklus hidupnya. Udang


tersebut tumbuh dan menjadi dewasa pada perairan tawar, namun pada fase
larva hidup di air payau. Pada fase larva akan mengalami sebelas kali
pergantian kulit (moulting) yang diikuti dengan perubahan struktur morfologi,
hingga akhirnya bermetamorfosis menjadi juwana (juvenil). Sifat sifat larva
yang umum adalah planktonis, aktif berenang dan tertarik oleh sinar tetapi
menjauhi sinar matahari yang terlalu kuat. Cenderung berkelompok pada
fase larva dan akan semakin menyebar dan individual serta bentik dengan bert
ambah umur. Di alam larva udang galah hidup pada salinitas 5-10 permil.
2.4.

Budidaya Tambak
Usaha budidaya tambak tersebar hampir diseluruh daerah pesisir

dengan tingkat pemanfaatan yang berbeda. Menurut Departemen Kelautan dan


Perikanan (2005), tingkat pemanfaatan lahan di Jawa Barat untuk budidaya air
payau mencapai taraf 91,11%. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya (2009) hingga tahun 2009 tingkat pemanfaatan lahan untuk tambak
di Indonesia mencapai 606.680 ha atau 57,91% dari seluruh lahan budidaya.
Budidaya

tambak

merupakan

kegiatan

pemeliharaan

untuk

memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan serta meningkatkan mutu biota


akuatik di dalam suatu kolam, dan agar dapat diperoleh suatu hasil yang
optimal maka perlu disiapkan suatu kondisi tertentu yang sesuai bagi
komoditas yang akan dipelihara (Effendi 2009). Dahuri et al. (1997)
menyatakan bahwa agar budidaya perairan dapat berkelanjutan dan optimal,
maka pemilihan lokasi harus dilakukan secara benar dan menurut pada kaidahkaidah ekologis dan ekonomi.

Budidaya tambak memiliki komponen keruangan serta perbedaan


karakteristik biofisik dan sosial ekonomi dari setiap lokasi. Banyak usaha
budidaya tambak intensif belum memanfaatkan kelebihan sistem informasi
geografis dalam melakukan pemilihan lokasi dan pengelolaan budidaya,
dimana hal tersebut penting dilakukan untuk menghindari kegagalan usaha.
2.5.

Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi usaha budidaya udang dimaksudkan untuk
menjamin keselarasan lingkungan antara lokasi pengembangan usaha
budidaya dengan pembangunan wilayah di daerah dan keadaan sosial di
lingkungan

sekitarnya. Pemilihan

lokasi

dilakukan

dengan

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan suatu lahan


untuk

konstruksi

tambak

dan

operasionalnya,

mengidentifikasi

kemungkinan dampak negatif dari pengembangan lokasi dan akibat sosial


yang ditimbulkannya, memperkirakan kemudahan teknis dengan finansial
yang layak dan menimalkan timbulnya resiko-resiko yang lain.
Persyaratan dalam pemilihan lokasi
Persyaratan dalam pemilihan lokasi tambak yang perlu di perhatikan

2.6.

diantaranya adalah sebagai berikut :


1. Topografi,
Topografi yang merupakan tingkat kerataan lahan. Untuk mengetahui
tingkat kerataan lahan dilakuan pemetaan secara grid dengan
scale 1:25 s/d 1:100. Lokasi tambak harus memiliki kontur yang relatif
rata dan elevasi ideal, hal ini untuk mempermudah pengerjaan pembuatan
tambak dengan biaya yang rendah. Topografi berkaitan dengan letak
ketinggian lokasi dan pasang surut.
Apabila lokasi tambak bergelombang hal ini tidak menguntungkan dari
segi rancang bangun maupun operasional tambak nantinya karena:
a. Meratakan tanah butuh biaya besar
b. Dalam meratakan tanah yang

bergelombang

otomatis

akan

menghilangkan top soil karena bagian yang tinggi dipotong dan


bagian yang dalam akan ditimbun tanah sehingga upaya ini

membutuhkan biaya yang relatif besar dan waktu yang cukup lama
serta tingkat kesuburan yang tidak merata.
2. Elevasi
Elevasi, atau kemiringan lahan. Berkaitan dengan kemampuan
irigasi tanah.

Gambar 1. Penampang bentuk lahan dan sudut elevasi yang


berbeda
Lahan yang sudut elevasinya terlalu besar akan menyulitkan dalam
pembangunan tambak terutama pada bagian hulu. Pengelolaan air pada
bagian hulu banyak mengalami kendala yakni tidak mendapatkan air pasok
yang cukup setiap saat baik kualitas atauapun kuantitas sehingga dalam
pemasukan air diperlukan pompa atau menggali tanah yang lebih dalam
sehingga penggalian tanah ini akan berpeluang munculnya pyrit.
3. Vegetasi
Vegetasi, merupakan petunjuk alami mengenai jenis tanah, elevasi,
salinitas, kandungan tanah asam sulfat dan berkaitan dengan sumber
mineral tanah yang terkandung di sekitar lokasi tersebut. Menurut
Adiwidjaya 2006 dijelaskan bahwa apabila dominasi vegetasi di daerah
tersebut mangrove maka tanah tersebut ideal untuk pembuatan tambak,
apabila dominasi vegetasi tersebut nipah maka tanah tersebut tidak cocok
untuk tambak karena tanah asam potensi sebagai tanah pyrit.
Berikut ini parameter fisik dan kimia dari lokasi dengan dominasi
tumbuhnya jenis vegetasi di areal calon lokasi tambak (Tabel 1).

10

Tabel 1. Dominasi tumbuhnya jenis vegetasi di areal calon lokasi tambak


Nipah (Nipa fructicans) dan Api-api Bakau (Mangrove)
(Avicenia sp)
1. Kandungan bahan organik
tinggi
2. Kandungan liat tinggi
3. Salinitas air rendah (5-10 ppt)

1. Tidak berkarang
2. Elevasi yang
rendah

sehingga

pasang

cukup
air
dapat

menjangkau daerah ini


dengan baik.
Dalam pembersihan tumbuhan harus dilakukan sampai benar-benar
bersih karena sisa batang/akar tumbuhan dapat mengakibatkan tanah
kurang kompak dan pH tanah menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena
adanya pembusukan yang akan berpengaruh langsung terhadap kualitas
air.
4. Sumber air
Suplai air dalam jumlah yang cukup tersedia (debit air cukup), ada
sepanjang tahun, tidak adanya tingkat pencemaran, parameter fisik dan kimia air.
Keluar masuknya air ke dalam tambak cukup dengan gaya gravitasi pada saat air
pasang. Perbedaan pasang surut yang ideal 1.5 2.5 m.
Data pasang surut penting untuk :
a.

Tata letak dasar tambak

b.

Dasar saluran primer/utama

c.

Dasar saluran sekunder

d.

Lebar dan tinggi pematang serta dimensi saluran inlet dan outlet
Sumber air meliputi dua parameter yaitu kualitas air dan pasang surut.

Berikut ini persyaratan parameter kualitas air yang layak dalam masa
pemeliharaan berdasarkan SNI 01-7246-2006 (tabel 2 dan 3).
Tabel 2. Parameter Kualitas Air petak tandon

11

PARAMETER AIR

SATUAN

KISARAN

O
1
2
3
4
5
6
7
8

Salinitas
Suhu
pH
DO, minimal
Alkalinitas
B.Organik, maksimal
Total padatan terlarut
Unsur hara

Ppm
C
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

OPTIMAL
10 40
28 30
7.5 8.5
3
100 200
55
150 200

Cu

mg/L

0 0.01

Pb

mg/L

0 0.3

Cd

mg/ L

0 0,01

Tabel 3. Parameter kualitas air pemeliharaan budidaya udang.


N

PARAMETER AIR

SATUAN

KISARAN

O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

OPTIMAL
Salinitas
Ppm
15 25
Suhu
C
28,5 31,5
pH
7.5 8.5
DO, minimal
mg/L
3.5
Alkalinitas
mg/L
100 150
B.Organik, maksimal
mg/L
55
Amoniak total, maksimal mg/L
0.01
Nitrit
mg/L
0.01
Nitrat
mg/L
0.5
Phosphat
mg/L
0.1
Ketinggian air
Cm
120 200
Kecerahan air
Cm
30 45
Jenis perairan baik itu payau atau tawar tergantung dari jenis kultivan

(udang) yang akan di pelihara, untuk daerah pertambakan yang cocok adalah
daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2 -3 meter. Seperti yang
diketahui bahwa lebih dari 75% dari planet bumi terdiri dari air, khususnya air
laut. Dan pasang surut di pengaruhi oleh 3 planet besar yakni = matahari-bumibulan. Adapun tipe Pasang Surut

12

5. Tanah
Tekstur tanah berkaitan dengan kemampuan tanah untuk dibentuk dan
dijadikan tanggul sehingga mampu menahan tekanan air sampai ketinggian yang
diinginkan. Tekstur tanah yang ideal untuk kegiatan usaha budidya udang adalah
tanah liat berpasir (sandy clay) atau liat berlumpur (clay loam) karena tanah
tersebut baik untuk pematang karena kompak, kuat, dapat menahan air dan tidak
pecah pecah.
Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu/ lumpur berpasir
dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20 % dan tidak porous. Tanah dengan
kandungan pasir tinggi akan sangat porus dan sulit ditumbuhi pakan
alami/plankton.Sedangkan tanah dengan kandungan debu tinggi kurang kompak
dalam keadaan kering sehingga mudah longsor.
Selain itu konstruksi petakan yang akan digunakan untuk berbudidaya
harus kedap air hal ini untuk memudahkan kegiatan produksi dan meminimalkan
penularan penyakit. Kutty 2006 menjelaskan bahwa :
1)

Tekstur tanah Liat diameter 0.05 0.002 mm (terasa lembut seperti bedak).

2)

Tekstur tanah Pasir diameter 2 0,05 mm (individual partikel)

3)

Tekstur tanah Lempung diameter < 0.002 mm (terasa kasar)


13

Selain tekstur tanah, warna tanah juga menjadi indikator kelaancaraan


proses dekomposisi berikut ini. Berikut ini tabel warna sedimen (Reis, 1903
dalam Iskandar 1986)
Tabel 4. Warna sedimen tanah
N

Warna Tanah

Pot Redok (mV)

Senyawa

KET

O
1
2
3

Coklat
Hitam
Abu-abu

- 100
< - 200
- 100 s/d 200

Fe(OH)3
FeS
FeS2

Dekomposisi Oxic
Dekomposisi anoxic
Dekomposisi terhambat

Parameter kualitas tanah merupakan salah satu faktor utama yang


diperhatikan dalam pemilihan lokasi budidaya (di sesuaikan dengan jenis kultivan
yang akan di pelihara), Untuk kultivan udang yang merupakan hewan based living
dengan menghabiskan hidupnya di bagian dasar permukaan maka tanah dengan
kualitas yang laayak akan menunjaang bagi kelangsungan hidup udang. Berikut
ini parameter kualitas tanah yang ideal untuk di jadikan tambak pemeliharaan
udang (Tabel 5)
Tabel 5. Parameter Kualitas Tanah untuk pemeliharaan budidaya udang
NO
1
2
3
4
5
6
7

PARAMETER TANAH
Ph
B.Organik, maksimal
Potensial redoks,maksimal
Nitrit
H2S
Phosphat
Tekstur

SATUAN
mg/L
mV
mg/L
mg/L
mg/L
%

KISARAN OPTIMAL
5.5 7
57
50
0.03 0.05
0.05 0.10
0.30 0.50

Liat

20 50

Pasir

50 70

Lempung
Unsur Hara tanah*)

10 20

Nitrogen

0.21

Kalium

mg/L

500

Kalsium

mg/L

700

Magnesium

mg/L

300
14

Total besi
mg/L
<1
Berdasarkan SNI 01-7246-2006 dan *) Ditjenkan 2003
6.

Iklim
Indonesia

merupakan

daerah

dengan

iklim

(penghujan

dan

kemarau). Mengingat perkembangan zaman sekarang dengan pemanasan global


ini sukar dipastikan kapan musim penghujan dan kapan musim kemarau. Meski
begitu bagi calon petambak yang akan menentukan calon lokasi tambak perlu
melakukan pencatatan data curah hujan. Data ini bisa di peroleh di BMG (Badan
Meterologi Geofisika). Data curah hujan dan angin penting bagi perencanaan tata
letak (lay out) dan desain tambak dan perencanaan waktu pembangunan
konstruksi di mulai (Trobos, 2008)
7. Non teknis
Persyaratan non teknis dalam pemilihan lokasi tambak pembudidayaan udang
meliputi:
a. Transportasi, berhubungan sarana produksi dan pemasaran hasil.
Kemudahan sarana dari segi ekonomis bisa menekan biaya operasional
selain itu memperpendek waktu pengangkutan hasil panen sehingga hasil
panen dapat diterima pasar dengan kondisi yang lebih fresh sehingga
menaikkan angka jual.
b. Tenaga Kerja, sumber daya manusia yang cukup terampil dan ahli dalam
menangani budidaya sebagai penentu keberhasilan karena dalam hal
pemeliharaan dibutuhkan monitoring secara berkala.
c. Dukungan Pemerintah, melalui instansi-instansi yang terkait sangat
memperlancar usaha terutama dalam hal :
Kemudahan fasilitas perijinan, legalitas kepemilikan tambak
Penyediaan sarana dan prasarana produksi (pembangunan jalan dan
perbaikan jaringan pengairan)
Pemasaran hasil
Penyuluhan tentang pertambakan
Keamanan
2.7.
Praktek Pemilihan Lokasi Budidaya Udang
1. Kualitas Air

15

Air merupakan salah satu faktor utama mengingat kultivan tambak


yang dipelihara 100% hidup di air. Dan plankton sebagai sumber pakan
alami di tambak. Cara untuk mengetahui kesuburan suatu petakan dengan
cara:
a. Kimia, melalui bahan-bahan kimia
b. Fisik, secara organoleptik diantaranya :
Untuk mengetahui keberadaan plankton
a. Siapkan gelas yang tembus pandang ukuran 250 ml kemudian d isi air
b. Diamkan 15 menit (taruh di tempat yang rata,arahkan di sinar
matahari)
c. Amati, yang mengendap itu berarti ENDAPAN, melayang Plankton.
Untuk mengetahui dominasi plankton
a. Bila warna air tambak hijau tua = dominasi Chlorophyceae
b. Bila warna air tambak coklat = dominasi Diatome
2. Kualitas Tanah.
Tanah merupakan salah satui faktor utama, dan tingkat dominasi
mikrobiologi dan bahan kimia yang berbahaya ada bagian ini. Mengingat
udang merupakan hewan yang mendominasi hidupnya di tanah.
Pengetesan kelayakan tanah yang dapat digunakan dalam budidaya tambak
melalui :
a. Kimia,

dengan

bahan-bahan

kimia.

Salah

satunya

dengan

menggunakan HCL (bila berbau menyengat seperti orang kentut maka


tanah tersebut mengandung H2S, semakin bau H2S semakin tinggi
b. Fisik, secara organoleptik
Untuk mengetahui warna tanah tambak, perbedaan warna sedimen
tanah sangat jelas terlihat pada profil sedimen. Pada bagian permukaan
biasanya warna coklat kemudian hitam. Perbaikan warna darui lumpur
hitam menjadi coklat berlangsung dalam waktu beberapa jam setelah
mengalami oksidasi
Untuk mengetahui tekstur tanah secara organoleptik diantaranya :
a. Ambil tanah kemudian bentuk kepalan kemudian lempar ke udara

16

b. Amati apa yang terjadi, apakah kompak ataukah ambyar. Jika mudah
pecah berarti tanah kurang kompak jadi kurang cocok untuk di jadikan
tambak.
Untuk mengetahui tingkat bau tanah secara organoleptik dengan di
cium aroma tanahnya Untuk mengetahui kecocokan lahan menggunakan
indera perasa (lidah) bila terasa ada yang menggelitik maka tanah tersebut
cocok untuk udang
a. Evaluasi Kelayakan Lahan
Evaluasi kesesuaian perairan adalah suatu proses pendugaan potensi
perairan

yang

telah

dipertimbangkan

menurut

kegunaannya

dan

membandingkan serta menginterpretasikan serangkaian data. Pemilihan lokasi


sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya komoditas perikanan, untuk
itu perlu dipertimbangkan factor yang sangat terkait misanya factor teknis,
biologis dan social ekonomi termasuk tata ruang.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Penentuan Lokasi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
3.1.1. Lokasi Pembudidayaan
Budidaya udang vannamei sangat dipengaruhi oleh faktor internal atau
eksternal lingkungan tambak. Kualitas benih, persiapan tambak, manajemen
kualitas air, manajemen pakan, maupun cuaca sangat menentukan. keberhasilan
budidaya udang. Manipulasi manajemen budidaya sangat diperlukan untuk
meningkatkan produksi udang putih, salah satunya adalah dengan manipulasi
kepadatan tebar (Wardiyanto 2008).
Pemilihan lokasi yang tepat untuk usaha budidaya udang vaname akan
menentukan tingkat keberhasilan produksi. Elevasi atau tingkat kemiringan lokasi
dan karakter pasang surut air laut perlu dipertimbangkan Hal ini berkaitan dengan

17

Pengairan, pergantian air dan pengeringan tambak. Begitu juga dengan jarak area
pertambakan dengan daerah pantai, karena areal tambak yang jauh dari pantai
akan kesulitan dalam penyediaan air laut bahkan membutuhkan dana yang besar
untuk operasional.
3.1.2. Kriteria Aspek Dalam Penentuan Atau Pemilahan Lokasi Usaha
Budidaya Udang Vannamei
1. Aspek Tanah
Persyaratan tanah memegang peranan penting dalam menentukan baik
tidaknya tanah untuk usaha budidaya. . Kualitas tanah tambak berperan penting
dalam usaha budidaya tambak, bukan hanya karena pengaruhnya terhadap
produktivitas maupun kualitas air yang berada diatasnya, namun juga karena
faktor kesesuaiannya untuk konstruksi pematang dan selokan disekitar tambak.
Sifat fisik tanah harus diketahui sebelum pembangunan areal tambak agar
tambak yang dibangun tidak bocor dan kuat. Sifat fisik tanah dapat diketahui dari
teksturnya yaitu perbandingan kandungan butir-butir pasir, debu dan tanah liat
dalam tambak tersebut. Jenis tanah untuk tambak vaname sebaiknya liat berpasir
(untuk menghindari kebocoran). Dimana liat (60-70%) dan pasir ( 30-40%).
Usaha budidaya tambak vanname sebaiknya memilih lokasi yang datar dan
tidak lebih tinggi dari pasang tertinggi atau lebih rendah dari surut terendah. Hal
tersebut berkaitan dengan kemudahan dalam penggalian dan perataan tanah,
pergantian air tambak dan pengeringan serta menghindari kesulitan dalam
pengelolaan air. Pada tanah bergelombang dimungkinkan terjadinya penggalian
tanah yang banyak dan menyebabkan lapisan tanah yang subur terbuang. Tanah
yang datar umumnya memiliki tingkat kelerengan sekitar 0 3%.
Dalam pemilihan lokasi pertambakan vanname pH tanah juga penting
untuk di cek dan diketahui karena pH tanah mempengaruhi pH air. pH yang baik
untuk lokasi pertambakan vanname adalah 6.00 8.00. karena pada pH tersebut
tanah kaya akan unsure hara.
2. Aspek Ekologi
Daerah yang ideal untuk dijadikan lahan tambak vanname adalah daerah
dengan curah hujan 2000 mm/ tahun dengan bulan kering 2 -3 bulan. Apabila

18

curah hujan melebihi 2000 mm/ tahun dan tidak terdapat bulan kering atau hujan
sepanjang tahun, maka akan menimbulkan masalah besar. Kondisi seperti ini
sangat penting untuk diperhatikan, agar tambak dapat berproduksi lebih baik dan
stabil, untuk memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan mineralisasi bahan
organik, dan menghilangkan bahan toksik seperti H2S, serta untuk menumbuhkan
pakan alami dalam tambak, maka perlu dilakukan pengeringan dasar tambak
secara rutin menjelang penebaran benur, yang mana semua hal tersebut
memerlukan bulan kering.
Salah satu faktor yang menunjang kelangsungan usaha tambak udang
adalah sumber air laut. Laut adalah sumber utama pemasok air bagi pertambakan
air payau. Pasokan air tawar untuk tambak dapat diperoleh dari aliran sungai,
saluran irigasi untuk sawah, dan sumur air tanah. Tambak dibangun dipinggir
pantai untuk kemudahan pengairan, yakni pengisian dengan air laut atau air
payau. Tambak udang biasanya dikembangkan di kawasan intertidal, pada area
terlindung dekat sungai, muara sungai, dan area mangrove. Selain sebagai sumber
pasokan air, kedekatan tambak dengan pantai bertujuan untuk mencapai
kesempurnaan pengeluaran air limbah. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap
proses pengeringan dasar tambak yang lebih baik, dengan catatan bahwa lokasi
disepanjang pantai tidak berlumpur karena proses siltasi.
Dua hal yang berkenaan dengan pasang surut adalah proses pemasukkan
dan pembuangan air dalam proses produksi tambak. Kisaran fluktuasi pasang
surut air laut yang dianggap memenuhi persyaratan untuk tambak adalah 1,7 2
meter. Jika suatu daerah memiliki fluktuasi pasang surut lebih dari dua meter,
maka daerah tersebut membutuhkan pematang ekstra kuat untuk menahan air
pasang. Daerah dengan tunggang pasut lebih rendah dari 1,7 meter menyebabkan
kurangnya suplai air untuk memenuhi kebutuhan tambak, namun masih dapat
dijadikan sebagai tambak, dengan memanfaatkan pompa untuk membantu
mengalirkan air dari dan ke dalam tambak.
3. Aspek Biologis
Udang

vaname

mempunyai

karakteristik

budidaya

yang

sangat

bagus. Udang tumbuh dengan cepat sampai ukuran 20 gram, dengan laju
pertumbuhan 3 gram per minggu dalam kepadatan 100 ekor /m 2 . Setelah 20

19

gram, udang tumbuh lambat yaitu 1 gram per minggu dan betina tumbuh lebih
cepat dari pada jantan. Udang mempunyai toleransi salinitas yang cukup lebar
yaitu 2 40 ppt, tetapi akan tumbuh lebih cepat pada salinitas rendah, ketika
terjadi isoosmotic antara lingkungan dan darah. Pada salinitas 33 ppt larva udang
vaname

tumbuh

sangat

bagus. Temperatur

juga

sangat

mempengaruhi

pertumbuhan. Udang akan mati jika berada pada suhu dibawah 15C atau diatas
33C dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub letal stres terjadi pada 15-22C dan 3033C. Temperatur

optimum

untuk

udang

vaname

adalah

antara

23

30C. Efek temperatur terhadap pertumbuhan adalah perkembangan stadia dan


ukuran. Sebagai contoh, udang kecil (1 gram) tumbuh cepat dalam air hangat
(30C), udang medium (12 gram) dan udang besar (18 gram) pertumbuhan
tercepat terjadi pada temperatur 27C dari pada pada 30C.
Benur vanname yang digunakan adalah PL 10 - PL 12 berat wal
0,001g/ekor diperoleh dari hatchery yang telah mendapatkan rekomendasi bebas
patogen, Spesific Pathogen Free (SPF). Kreteri benur vannamei yang baik adalah
mencapai ukuran PL - 10 atau organ insangnya telah sempurna, seragam atau rata,
tubuh benih dan usus terlihat jelas, berenang melawan arus.
Sebelum benuh di tebar terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi terhadap
suhu dengan cara mengapungkan kantong yang berisi benuh ditambak dan
menyiram dengan perlahan-lahan. Sedangkan aklimatisasi terhadap salinitas
dilakukan dengan membuka kantong dan diberi sedikit demi sedikit air tambak
selama 15-20 menit. Selanjutnya kantong benur dimiringkan dan perlahan-lahan
benur vannamei akan keluar dengan sendirinya. Penebaran benur vannamei
dilakukan pada saat siang hari. Padat penebaran untuk pola tradisional tanpa
pakan tambahan dan hanya mengandalkan pupuk susulan 10% dari pupuk awal
adalah 1-7 ekor/m. Sedangkan apabila menggunakan pakan tambahan pada bulan
ke dua pemeliharaan, maka disarankan dengan padat tebar 8-10 ekor/m.
4.

Aspek Sosial Ekonomi

Lokasi budidaya tambak di pesisir harus memperhatikan keberadaan dan


kelestarian mangrove, karena kawasan mangrove memiliki peranan yang sangat
penting, maka diperlukan pengelolaan yang pada dasarnya memberikan legitimasi
agar dapat tetap lestari.

20

Penetapan jalur hijau mangrove sebagai pelindung daerah pesisir dituangkan


dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan
Nomor

KB.550/264/Kpts/4/1984

dan

Nomor

082/Kpts-II/1984,

yang

menyebutkan bahwa lebar sabuk hijau mangrove adalah 200 m. Surat Keputusan
tersebut kemudian dijabarkan melalui Surat Edaran Nomor 507/IV-BPHH/1990
tentang penentuan lebar sabuk hijau hutan mangrove, yaitu sebesar 200 meter di
sepanjang pantai dan 50 m disepanjang tepi sungai. Keputusan tersebut diperkuat
dengan Keputusan Presiden No.32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan
lindung, yakni lebar jalur hijau (m) adalah 130 x rata- rata tunggang air pasang
purnama (tidal range).
Persyaratan non teknis pemilihan lokasi untuk tambak udang vaname :
a. Dekat dengan daerah pantai dengan fluktuasi pasang surut 2 3m
b. Sumber air tawar harus cukup
c. Lokasi tambak harus memiliki green-belt (hutan mangrove) agar terhindar
d.

dari besarnya gelombang yang dapat mengakibatkan abrasi.


Dekat dengan jalan raya untuk transportasi penyediaan sarana produksi

e.
f.
g.
h.
i.

maupun panen
Dekat dengan sumber tenaga kerja
Dekat dengan daerah pemasaran termasuk cold storage
Jauh dari pabrik maupun daerah pemukiman penduduk yang padat
Terdapat sumber listrik dan sarana komunikasi
Dekat dengan sumber benih vaname

3.2.

Penentuan Lokasi Budidaya Udang Galah

3.2.1. Lokasi Budidaya


Udang galah merupakan komoditas perikanan air tawar yang dalam
pembudidayaannya memerlukan beberapa persyaratan dalam hal pemilihan
lokasi kolam dan lingkungannya. Untuk lokasi, persyaratan utamanya adalah
ketinggian,

jenis

tanah

dan

adanya

air

mengalir. Secara

lengkap

persyaratannya adalah sebagai berikut:


1. Syarat lokasi:
a. Ideal di dataran rendah dengan ketinggian 400 M Dpl

21

b. Tanah lumpur berpasir


c. Terdapat sumber air mengalir
d. Bebas banjir
e. Bebas dari pencemaran
f. Keamanan terjamin
g. Mudah dijangkau
2. Syarat lingkungan:
a.

pH : 7-8

b. Salinitas : 0-5 permil (namun sebaiknya air tawar)


c. Tinggi genangan : 80-120 cm
d. Temperatur air : 26C-30C
e.

Kecerahan air : 25-45 cm

f. Oksigen terlarut : 5-7 ppm


g. Karbondioksida : 2-12 ppt
h. Amoniak (NH3) : < 2 ppm

3.2.2. Kontruksi Kolam Dan Pengaturan Dasar Kolam


1. Bentuk Kolam
Bentuk kolam untuk budidaya udang galah sebaiknya memanjang
sesuai aliran air masuk dan keluar. Hal ini akan bermanfaat terhadap penggantian air yang sempurna sehingga kandungan oksigen di dalam air akan

22

tetap tinggi selama pemeliharaan. Ukuran kolam yang ideal adalah lebar
maksimum 20 m dan panjang 50 m atau luas maksimal 1000 m2. Ukuran
lebar ideal akan memudahkan dalam pemberian pakan, karena pakan
udang dapat ditebar secara merata dari pinggir sampai ke tengah kolam.
Hal tersebut sangat penting agar pendistribusian pakan dapat optimal
karena udang galah hidup merayap dan tersebar ke seluruh dasar kolam.
Selain itu, kolam mudah dikeringkan pada saat pemanenan.
Dasar kolam sebaiknya tanah berpasir dan diusahakan agar jumlah
lumpur

sesedikit

mungkin.

Hal

ini

untuk

mencegah

terjadinya

pembusukan bahan organik sisa pakan atau kotoran udang yang dapat
menimbulkan racun dan menyebabkan udang yang dipelihara mabuk atau
stress.

2. Parit / Caren
Dasar kolam hendaknya dibuat miring ke arah pembuangan
(Outlet) air dan dibuat parit (caren) yang menghubungkan pintu air masuk
dan pintu pembuangan air. Caren ini merupakan parit yang berfungsi
untuk mempermudah saat dilakukan panen / seleksi. Ukuran caren adalah
memanjang dengan lebar 50cm dan kedalaman 30-40 cm. Diujung caren
bisa juga dibuat lubang penangkapan, lubang penangkapan ini bisa dibuat
dekat saluran pemasukan air atau pengeluaran air. Lubang penangkapan
luasnya bisa disesuaikan dengan luas kolam, umumnya sekitar 2 x 2 meter
dengan kedalaman 75 cm.

3. Pemasukan Air
Untuk membantu ketersediaan oksigen, hendaknya saluran masuknya
dibuat dengan system air terjun. Tetapi jika budidaya dilakukan secara intensif
dengan padat tebar yang sangat tinggi (diatas 25 ekor/meter persegi), maka
bisa juga dilengkapi dengan kincir.

23

4. Shelter / Rumpon Udang


Udang galah selama hidupnya mengalami beberapa kali molting, dan
pada saat itu udang galah berada pada kondisi yang paling lemah. Di sisi lain
udang galah juga mempunyai sifat kanibal. Dengan demikian udang galah
yang sedang molting perlu shelter yang diberikan merata di sekeliling kolam,
agar udang galah terhindar dari kejaran udang yang sehat yang dapat
memangsanya. Luas shelter sebaiknya kurang lebih 20% dari luas kolam.
Shelter dapat dibuat dari pelepah daun kelapa atau pucuk pohon bambu yang
telah dibuang daunnya atau anyaman bambu. Shelter diambangkan di dalam
kolam, diikatkan pada patok bambu/kayu dengan kedalaman 40 cm dari dasar
kolam.
5. Lubang penangkapan
Pada saat panen, udang harus dapat ditangkap dengan mudah,
sehingga perlu dibuat lubang penangkapan yang disambung dengan selokan
kecil (caren) memanjang di tengah kolam. Ukuran lubang penangkapan
adalah panjang 2 m, lebar 3 m dan tinggi 0,75 m, sedangkan lebar caren
adalah 0,5 m dengan kedalaman 0,4 m. Dengan adanya lubang penangkapan
ini, udang yang akan dipanen akan terkumpul di dalamnya melalui caren.
6. Aerasi
Aerasi adalah upaya untuk menambah oksigen terlarut di dalam air.
Kebutuhan oksigen untuk udang galah relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan. Semakin padat udang galah yang dibudidayakan di kolam,
semakin tinggi kelarutan oksigen yang diperlukan. Apabila debit air kurang
mencukupi maka untuk memperkaya kelarutan oksigen, dilakukan aerasi
dengan menggunakan kincir air. Apabila debit air cukup maka aerasi
dilakukan dengan sistem air kolam yang mengalir.
7. Peluap dan drainase

24

Peluap diperlukan untuk mengatur tinggi permukaan air di kolam agar


kedalamannya sesuai dengan yang diharapkan dan juga tidak terjadi over
topping yang dapat merusak pematang. Lubang drainase digunakan untuk
membuang kelebihan air di kolam, karena kolam yang ideal adalah yang
selalu ada aliran masuk dan keluar selama 24 jam. Lubang drainase ini dapat
dibuat dari pipa tanah liat (hong) yang menembus pematang menuju saluran
drainase, kemudian disambung dengan pipa PVC vertical sebagai peluap
dengan sambungan berbentuk L (siku) yang sewaktu-waktu dapat dilepas
untuk mengurangi atau mengeringkan air saat udang dipanen.

8. Tanah
Tanah yang baik untuk dasar kolam udang galah adalah tanah yang
terdiri dari lumpur dan pasir dengan perbandingan Lumpur : Pasir = 80 : 20 .
Jika tanah dasar kebanyakan adalah tanah liat hendaknya diberikan pasir.
9. pH ( keasaman )
PH tanah yang paling ideal adalah antara 6,8 - 7,5 untuk menjaga agar
tidak terjadi goncangan keasaman maka tanah harus diberikan kapur.
Kebutuhan kapur disesuaikan dengan kondisi pH tanah, dapat dilihat sbb:
Kebutuhan Kapur untuk berbagai keasaman dan tekstur kolam
pH

Jumlah Kapur / ha Jumlah Kapur / ha (ton

(ton)
Lempung liat
3,5 4,0
4,0
4,1 4,5
2,0
4,6 5,0
1,5
5,1 5,5
1,0
5,6 6,0
0,5
6,1 6,5
0,5
www.viternaplus.com

Pasir berlumpur
2,0
1,25
1,0
0,5
0,25
0,25

25

10. Pupuk
Untuk melengkapi kebutuhan ekosistem atau lingkungan kolam, maka
sebelum air dimasukkan sebaiknya diberikan pupuk. Pupuk untuk tanah 1000
meter persegi kebutuhan adalah 2 - 4 botol yang diberikan 1 minggu setelah
tanah dikapur atau 1 hari sebelum air dimasukkan setinggi 10 cm . Caranya
dengan dicampur air secukupnya dan kemudian disiram secara merata di
permukaan tanah kolam dan dinding tanggulnya.
3.2.3. Kualitas Air
Syarat utama agar udang galah bisa tumbuh dengan baik adalah
kondisi lingkungan air yang berkualitas baik. untuk itu harus benar-benar
diperhatikan dalam pengaturan air ini. Air yang dimasukkan harus benar-benar
air yang bersih, bebas pencemaran, cukup sepanjang tahun. Kualitas air
hendaknya memenuhi standar :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Suhu air 26C -31C


Kecerahan air 25-40 cm
pH 6-8
Kesadahan 40-100 ppm
Oksigen terlarut 4-6 ppm
Amoniak dibawah 0,1 ppT
Nitrit dibawah 5 ppm
Suhu air dapat diketahui dengan menggunakan alat termometer.

Kecerahan air merupakan ukuran dari kepadatan plankton, jika kondisi warna
air hijau kecoklatan dengan kecerahan antara 25 cm - 40 cm, maka
planktonnya sangat baik untuk pertumbuhan udang galah.
pH air menunjukkan tingkat keasaman air, umumnya air dikolam /
tambak cenderung asam, sehingga setiap minggu sekali atau dua kali
hendaknya diberikan kapur / dolomite (paling baik jika setelah turun hujan)
sebanyak 10-20 ppm atau 10-20 kg/1000 m2 lahan.
Kesadahan merupakan ukuran untuk menyangga goncangan keasaman.
Biasanya untuk lahan-lahan baru atau awal budidaya kesadahanya sangat
rendah, sehingga pemberian dolomite sangat membantu, selain untuk
membantu pH seperti diatas.

26

Oksigen terlarut harus dalam jumlah yang ideal. jika terlalu kecil
berarti tandanya terjadi perombakan bahan organik yang tinggi didasar kolam
oleh mikro organisme yang menggunakan oksigen sebagai sumber energi
dalam jumlah banyak. Jika terlalu tinggi maka planktonnya terlalu padat yang
berarti akan terjadi perubahan / goncangan kualitas air yang besar yang
berakibat udang akan mudah stress.
Amoniak dan nitrit yang tinggi menandakan kondisi dasar tambak dan
air yang sangat busuk dan terlalu tingginya endapan organik di dasar tambak.
Jika sudah terlalu tinggi hendaknya dilakukansiphon (pengangkatan lumpur
dasar).Untuk mendukung kualitas air yang optimal dan ideal, maka diperlukan
unsur-unsur atau nutrisi yang cukup.
3.3.
Penentuan Lokasi Budidaya Udang Windu
3.3.1. Lokasi Budidaya
Pantai merupakan daerah terendah dari suatu aliran sungai. Akibatnya,
kualitas air tawar di daerah hilir atau di lokasi tambak menjadi rawan terhadap
pengaruh negatif dari daerah hulu, seperti endapan sedimen, hanyutan
peptisida, dan

polutan

industri atau polutan

rumah

tangga.

Dengan

kata lain, pengelolaan air yang tidak baik di daerah hulu dapat berakibat buruk
pada daerah hilir. Persoalan ini menunjukkan bahwa pengelolaan daerah
pantai tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan daerah hulu.
3.3.2. Syarat Penentuan Lokasi
Pembangunan tambak budidaya udang windu hendaknya didukung
oleh persyaratan seperti berikut ini.
1. Tambak dibangun di luar wilayah padat penduduk dan industri
2. Lokasi tambak bukan kawasan hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan
produksi.
3. Tambak memiliki sumber air yang memadai, baik kuantitas maupun
kualitasnya.
4. Tambak memiliki saluran irigasi yang memenuhi syarat agar air
tersedia secara teratur, memadai, dan terjamin.
5. Sumber air tawar tidak berasal dari air tanah (sumur bor) karena
penggunaan air tanah dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian,

27

yakni terjadinya instrusi air laut (peresapan air laut ke perairan tawar) yang
menyebabkan terjadinva penurunan permukaan tanah.
3.3.3. Aspek Budidaya Udang Windu di Tambak
Dalam aspek budidaya udang windu di tambak faktor teknis yang perlu
dan menjadi tinjauan umum adalah sebagai berikut :
1. Topografi dan elevasi Tanah
Menurut Ibnu Dwi Buwono (1993) dan Anonim (2007a) Pemilihan
lokasi untuk lahan pertambakan diusahakan sepanjang jalur pantai atau
daerah pasang surut yang idealnya adalah elevasi terendam air sedalam 0,5
sampai 1,0 m selama periode rata-rata pasang tinggi dan dapat dikeringkan
tuntas waktu air rendah rata-rata. Menurut Purnomo (1988), lokasi
pertambakan sebaiknya jangan ditempat tanahnya yang bergelombang atau
curam, sebab akan memerlukan banyak biaya dan penggalian dan
peralatan tanah, selain itu lokasi tambak sebaiknya dipilih yang
mempunyai elevasi tertentu agar memudahkan pengelolaan air sehingga
tambak cukup mendapatkan air pada saat terjadi pasang harian dan dapat
dikeringkan pada surut harian lahan yang hanya dapat diairi pada saat
pasang tertinggi kurang baik untuk dijadikan tambak.
Selanjutnya menurut Ibnu Dwi Buwono (1993) arti penting elevasi
yang dihubungkan dengan pasang surut air laut di lokasi setempat ialah
agar usaha tambak bisa dikelola secara ekonomis terutama menyangkut
pekerjaan pengairan, penggantian air tambak serta pengeringan dasar
tambak menjelang musim tanam. Pada budidaya tambak udang windu
yang berpola tradisional atau ekstensif, lokasi yang ideal dianjurkan
berada di daerah wilayah pasang surut terendah 1,5 m dan tertinggi 2,5 m.
2. Kualitas Air.
Air sebagai tempat hidup udang yang dipelihara harus memenuhi
persyaratan kualitas dan kuantitas sehingga udang windu dapat hidup dan
berkembang dengan baik. Parameter minimal yang harus diperhatikan
menurut Adiwijaya 2003, Purnomo 1988, Ibnu Dwi Buwono (1993) dan
Suyanto dkk 2001, adalah Salinitas, Suhu, Kecerahan, Oksigen, pH, NH3,
NO2 dan H2S.

28

Beberapa parameter kualitas air yang sangat penting untuk


diperhatikan agar sesuai dengan kebutuhan optimum udang windu
sehingga akan tumbuh secara optimal dengan mortalitas yang rendah pula
yaitu :
a. Salinitas
Salinitas di perairan tambak menjadi penting hal ini didasari pendapat
Sutrisno Anggoro (1993), bahwa hubungan salinitas dan pertumbuhan
udang sangat erat kaitannya dengan tekanan osmotik air. Semakin
tinggi salinitas perairan, maka semakin tinggi pula tekanan
osmotiknya. Tekanan osmotik inilah yang akan mempengaruhi
kehidupan udang windu di dalam tambak, sebab tekanan osmotik
lingkungan perairan akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh
udang.
b. Oksigen Terlarut
Tersedianya oksigen dalam air sangat menentukan kehidupan
udang. Rendahnya kadar oksigen dapat berpengaruh terhadap fungsi
biologis dan lambatnya pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan
kematian. Dimana fungsi oksigen di tambak selain untuk pernafasan
organisme juga untuk mengoksidasi bahan organik yang ada di tambak
(Ibnu Dwi Buwono,1993).
Dimana menurut Anonim (2007d), kandungan oksigen terlarut
dalam tambak yang optimum untuk kelangsungan hidup dan
pertumbuhan udang windu adalah 4 8 mg/l.
c. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) tambak sangat dipengaruhi tanah atau dasar
tambak dapat memberikan dampak pada udang Nilai pH rendah
disebabkan oleh keasaman tanah dan memberikan pengaruh langsung
terhadap udang windu berupa kulit udang menjadi kropos dan lembek
dan bila pH tinggi menyebabkan peningkatan amoniak di perairan
sehingga tidak langsung membahayakan udang di tambak. Kisaran
normal pH air untuk kehidupan udang windu berkisar antara 7,5 8,5
(Ibnu Dwi Buwono, 1993)
d. Amoniak (NH3)
Menurut Boyd (1981) Amoniak merupakan hasil katabolisme yang
diekspresikan oleh organisme dan merupakan salah satu hasil dari

29

penguraian zat organik oleh bakteri. Tingkat keseimbangannya sangat


dipengaruhi oleh pH air, suhu, salinitas dan kadar Ca. Kadar NH3 akan
meningkat pada pH dan suhu tinggi serta kadar garam rendah. Kadar
amoniak tinggi dalam air secara langsung dapat mematikan organisme
perairan, mengurangi konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan
konsumsi oksigen dalam jaringan, merusak insang dan mengurangi
kemampuan darah mengangkut oksigen.
e. Nitrit (NO2)
Boyd (1981) menjelaskan bahwa nitrit merupakan hasil dari
oksidasi amoniak dalam proses nitrifikasi oleh bakteri autotropik
nitrosomonas, yang menggunakan amoniak sebagai sumber energi.
Toksisitas nitrit terhadap udang terutama dalam transpor oksigen dan
kerusakan jaringan. Nitrit dalam darah mengoksidasi haemoglobin
menjadi methemoglobin yang tidak mampu mengikat darah.
f. Kecerahan
Menurut Ibnu Dwi Buwono (1993) Kebersihan air tambak sangat
penting bagi kehidupan udang, kekeruhan air dapat terjadi karena
plankton, suspensi partikel tanah atau humus. Khusus bagi lahan
berkadar pyrit, kekeruhan air tambak banyak disebabkan oleh suspensi
hidroksida besi. Kekeruhan karena suspensi koloid tanah/lumpur,
lebih-lebih hidroksida besi sangat berbahaya bagi udang karena
partikel tersebut dapat menempel pada insang sehingga insang dapat
rusak dan mengakibatkan terganggunya pernapasan udang.
g. Kandungan H2S
Keadaan umum yang dijumpai pada tambak-tambak adalah lumpur
dasar yang berwarna hitam dengan bau telur busuk yang disebabkan
oleh kandungan H2S cukup tinggi. Hal tersebut banyak ditemui setelah
masa pengoperasian tambak berjalan 2 sampai 3 tahun. Hal tersebut
disebabkan oleh lapisan dasar tambak yang selalu dalam keadaan
anaerob (kekurangan Oksigen) selain itu pula akibat aktivitas bakteri
heterotrop di dasar tambak dapat menggunakan sulfat sebagai sumber
energi dalam metabolismenya. (Ibnu Dwi Buwono, 1993).
3. Kondisi Klimatologi
Dalam parameter klimatologi yang menjadi penting diperhatikan adalah
aspek :

30

a. Kondisi Iklim
Iklim dinyatakan sebagaia rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu
yang cukup lama (Ance Gunarsih Kartasaputra, 2004). Untuk
menentukan tipe iklim di suatu wiayah di Indonesia dapat digunakan
analisis menurut Shcmitd dan Ferguson, Mohr, dan lain-lain dimana
dasar analisis ini menggunakan pembagian bulan basah, bulan lembab
dan bulan kering dalam siklus waktu tertentu (Handoko, 1995).
b. Curah Hujan dan Hari Hujan
Hari hujan diartikan sebagai satu hari dimana curah hujan kurang dari
0,5 mm/hari. Selanjutnya intensifikasi hujan diartikan sebagai
banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu terten. Bila intensitas
besar berarti hujan lebat dan kurang baik bagi tanaman serta
peternakan (perikanan) karena dapat menimbulkan erosi dan banjir
c. Kelembaban
Menurut Ance Gunarsih Kartasaputra (2004), kelembaban merupakan
suatu ukuran dari banyaknya uap air yang ada di udara dalam. Ada
beberapa peristilahan dalam pengukuran kelembabab yaitu :
Kelambaban mutlak yang merupakan massa uap air yang
berada dalam satu satuan udara, yang dinyatakan dalam

gram/m3 .
Kelembaban spesifik yang merupakan perbandingan massa uap
air di udara dengan satuan massa udara yang dinyatakan dalam

gram/kg.
Kelembaban relatif yang merupakan perbandingan jumlah uap
air di udara dengan jumlah maksimal uap air yang dikandung
udara pada temperatur tertentu yang dinyatakan dalam persen

(%).
d. Suhu Udara
Menurut Ance Gunarsih Kartasaputra (2004), Suhu udara adalah
merupakan ukuran panas atau dingin udara, yang diukur berdasarkan
skala tertentu dengan menggunakan termometer, satuan suhu yang
digunakan adalah celcius (to C). Adapun faktor yang mempengaruhi
suhu udara adalah :
Jumlah radiasi yang diterima pertahun, perhari dan permusim
Pengaruh daratan dan lautan
Pengaruh ketinggian tempat

31

Pengaruh angin
Pengaruh panas laten
Penutupan tanah, yaitu tanah yang ditutupi vegetasi dimana
tanah yang ditutupi vegetasi suhu udara disekitarnya lebih

rendah dibandingkan yang tidak ditutupi vegetasi


Tipe tanah, tanah gelap indeks suhu akan tinggi
Pengaruh sudut datang sinar matahari
e. Arah dan Kecepatan Angin.
Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa dari suatu
tempat ketempat lain secara horisontal. Masssa udara dalam ukuran
yang sangat besar yangmempunyai sifat fisik (temperatur dan
kelembaban) yang seragam dalam arah yang horisontal. Dimana
gerakan angin berasal dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah,
angin juga mempunyai arah kecepatan dimana arah angin dilihat dari
mana arah angin itu darang. Ance Gunarsih Kartasaputra (2004). Pada
budidaya perikanan angin berpengaruh pada tataletak kolam atau
tambak budidaya, sehingga secara alami akan memberikan kontribusi
pada penambahan kandungan oksigen terlarut melalui proses difusi.
(Heru Susanto, 1999).

32

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
Ada kesimpulan dari penyusunan makalah ini, antara lain:
1. Pemilihan lokasi usaha budidaya udang dimaksudkan untuk menjamin
keselarasan lingkungan antara lokasi pengembangan usaha budidaya
dengan pembangunan wilayah di daerah dan keadaan sosial di lingkungan
sekitarnya.
2. Pemilihan lokasi dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi kelayakan suatu lahan untuk konstruksi tambak dan
operasionalnya, mengidentifikasi kemungkinan dampak negatif dari
pengembangan

lokasi

dan

akibat

sosial

yang

ditimbulkannya,

memperkirakan kemudahan teknis dengan finansial yang layak dan


menimalkan timbulnya resiko-resiko yang lain.
3. Persyaratan dalam pemilihan lokasi tambak yang perlu di perhatikan
diantaranya topografi, elevasi, vegetasi, sumber air, tanah, iklim dan non
teknis.
4. Aspek yang berpengaruh dalam penentuan atau pemilahan lokasi Usaha
budidaya udang meliputi aspek tanah, aspek ekologi, aspek biologi dan
aspek sosial ekonomi.
5. Sistem konstruksi dan pengaturan dasar kolam yang perlu dirancang yaitu
bentuk kolam, parit/caren, pemasukan air, shelter, aerasi, lubang
penangkapan, drainase.

33

4.2.
Saran
1. Sebelum melakukan usaha budidaya udang terlebih dahulu harus
memperhatikan aspek-aspek penting dalam penentuan lokasi diantaranya
yaitu aspek tanah, aspek ekologis, aspek biologis dan aspek sosial
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwijaya.D, I.K. Ariawan, A. Maswardi, Sutikno E, Sulistinarto. D, 2003.
Produktifitas Tambak Sistem Tertutup pada Budidaya Udang Windu.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Dirjen Perikanan
Budidaya. DKP. Jepara.
Adiwidjaya, D, Murdjani. 2006. Good Aquaculture Practise (GAP) Pada
Budidaya Udang.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Perkembangan produksi udang nasional pada
tahun 1997-2001. Badan Pusat Statistik : Jakarta
Ibnu Dwi Purnomo, 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola
Intensif. Kanisius. Yogyakarta.
Idha Wijaya, Nirmalasari.2007.Analisis Kesesuaian Lahan dan Pengembangan
Kawasan Perikanan Budidaya di wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur.
Institut Pertanian Bogor.
Iskandar Dadang. 1986. Bagaimana Memilih Lokasi Tambak yang Baik. Dirjen
Perikanan Budidaya.
Kutty, et.al. 2006. Aquaculture Principles and Practise. Second Edition.
Marlia Chandra M. 2009. Bahan Ajar Pelatihan PPTK. Jepara.
Nastiti, A.S, Krismono, Kartamihardja E.S. 2001. Dampak Budidaya Ikan
dalamKaramba jaring Apung terhadap Peningkatan Unsur N dan P di
PerairanWaduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian
PerikananIndonesia, 7(2) : 22-30.
Purnomo, A., 1988. Faktor Lingkungan Dominan Pada Budidaya tambak Intensif.
Makalah Seminar Aerasi. Dirjen Perikanan Departemen Pertanian.
Jakarta.a
SNI Budidaya Udang Vaname SNI 01-7246-2006

34

Schuster, Rosita, A.T. 1940. Site Selection For Brackiswater Ponds.Internasional


Develompment Research Centre
Sutrisno Anggoro, 1993. Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Media
Terhadap Daya Tetas Telur dan Vitalitas Larva Udang Windu (Penaeus
monodon Fabricius) Disertasi. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sutrisno Anggoro, 2001. Peran Hidrobiologi dalam Pengembangan Perikanan
Pantai. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Diponegoro
Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Semarang.
Suyanto, R dan A. Mujiman, 2001. Budidaya Udang Windu. Swadaya IKAPI.
Jakarta. Suharsimi Arikunto, 2002. Prosedur Penelitan Suatu Pendekatan
Praktek. Ed. Revisi. Rineka Cipta. Jakarta.
Suryanto Suwoyo,Hidayat.2009. Tingkat Konsumsi Oksigen Sedimen pada Dasar
Tambak Intensif Udang Vanname (Litopenaeus vanname).Institut Pertanian
Bogor
Ulis.2010. Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak Udang di Daerah Pesisir
Kabupaten

Muna

Bagian

Barat

Tenggara.http://afatarulis81.blogspot.com/p/proposal-thesis.html.

Sulawesi
Diakses

pada Tanggal 10 September 2015.


Wisaksanti Rudiastuti, Aninda. 2011. Evaluasi

Kesesuaian Lahan dan

Pengembangan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa


Yudha.Institut Pertanian Bogor.

35

Anda mungkin juga menyukai