Anda di halaman 1dari 27

BAB III

SISTEM PERENCANAAN JARINGAN WIRELESS MAN

3.1.

WIRELESS METROPOLITAN AREA NETWORK (WMAN)


Teknologi WMAN merupakan teknologi yang mengizinkan koneksi dari berbagai

jaringan dalam suatu area metropolitan seperti bangunan-bangunan yang berbeda dalam
suatu kota tanpa harus memasang kabel tembaga atau fiber antar bangunannya, tetapi
cukup dengan menggunakan media transmisi wireless untuk dapat berkomunikasi antara
satu area dengan area lainnya. Pada gambar berikut anda dapat melihat salah satu bentuk
dari jaringan WMAN yang didesain untuk sebuah kota. Pada gambar tersebut dapat dilihat
bentuk jaringan yang terbentuk dari beberapa jaringan Wireless LAN pada suatu tempat
atau daerah.

Gambar 3.1. Salah satu bentuk desain Jaringan WMAN


Suatu jaringan WMAN memungkinkan para pengguna untuk membuat suatu koneksi dari
suatu kota ke kota lain hanya dengan menenbakkan gelombang wireless kedaerah tujuan.
Gelombang yang dipancarkan oleh Wireless merupakan gelombang elektromagnetik yang
dihasilkan oleh pemancar. Untuk membangun sebuah jaringan Wireless tidak akan
memakan banyak biaya seperti membangun jaringan dengan menggunakan kabel, karena
pada jaringan

wireless kemampuan yang dimiliki oleh kabel telah digantikan oleh

kemampuan sinyal yang dipancarkan oleh wireless.

11

3.1.1 Perangkat WMAN


Perangkat yang digunakan dalam teknologi WMAN ini adalah perangkat
Microwave dan Antenna, berikut terdapat beberapa macam jenis dan bentuk microwave
dan Antena yang digunakan untuk membangun jaringan WMAN.

1. Parabolic Antenna 7GHz, 10 GHz & 15 GHz & Perangkat Pasolink NEC (E1Connection)

Gambar 3.2. E1 Connection


2. Canopy Microwave 5,8 GHz

Gambar 3.3. Canopy Microvave

3. 24dBi Grid Antenna Parabolic

Gambar 3.4 Grid Antenna

12

4. 2.4GHz 9.6dBi 60 degree sector panel antenna

Gambar 3.5 Panel Antenna

5. 2.4 Ghz Yagi Antenna 9 db

Gambar 3.6. Yagi Antenna

6. WiMAX Antenna

Gambar 3.7. WiMax Antenna

13

3.1.2. Sistem Wireless Metropolian Area Network


Kesatuan dasar WMAN adalah sebuah sel radio, yang terdiri dari hub station and
mobile stations. Hub station adalah bertanggung jawab untuk menyediakan konektivas
antara mobile stations di dalam sel, dan dari mobile stations ke wired backbone. WMAN,
terdiri dari satu atau lebih sel radio yang terdapat pada jaringan, bersama dengan wired
terminals, dihubungkan dari jaringan satu ke jaringan lain sehingga jangkauan yang
diperoleh lebih luas (wider network) melalui wired backbone.

Gambar 3.8. Contoh Sistem Jaringan MAN yang mengunakan Wireless


(The IEEE 802.16 WirelessMAN Standard for Broadband Wireless Metropolitan Area)

Pada Gambar diatas dapat dilihat bahwa Teknologi WMAN memungkinkan


pengguna untuk membuat koneksi nirkabel antara beberapa lokasi di dalam suatu area
metropolitan (contohnya, antara gedung yang berbeda-beda dalam suatu kota atau pada
kampus universitas). Pemakaian teknologi nirkabel dapat menghemat biaya fiber optic atau
kabel tembaga yang terkadang sangat mahal. WMAN juga dapat digunakan sebagai backup
bagi jaringan yang berbasis kabel dan dia akan aktif ketika jaringan yang berbasis kabel
tadi mengalami gangguan. WMAN menggunakan gelombang radio atau cahaya infrared
untuk mentransmisikan data. Jaringan akses nirkabel broadband yang melayani pengguna
dengan akses berkecepatan tinggi. Kelompok kerja IEEE 802.16 untuk standar akses
nirkabel broadband masih terus membuat spesifikasi bagi teknologi-teknologi tersebut.

14

3.1.3.

Keuntungan dan Kekurangan WMAN


Jika dikaji dari keamanan Wireless, Jaringan Wireless memiliki beberapa

kelemahan dibanding dengan jaringan kabel. Saat ini perkembangan teknologi wireless
sangat signifikan sejalan dengan kebutuhan sistem informasi yang mobile. Banyak
penyedia jasa wireless seperti hotspot komersil, ISP, Warnet, kampus - kampus maupun
perkantoran sudah mulai memanfaatkan wireless pada jaringan masing masing.
Beberapa kelemahan dari jaringan wireless antara lain
Kelemahan Wireless pada Lapisan Fisik
- Interception atau penyadapan, Hal ini sangat mudah dilakukan, dan sudah tidak asing
lagi bagi para hacker. Berbagai tools dengan mudah di peroleh di internet. Berbagai
teknik kriptografi dapat di bongkar oleh tools tools tersebut.
- Injection, Pada saat transmisi melalui radio, dimungkinkan dilakukan injection karena
berbagai kelemahan pada cara kerja wifi dimana tidak ada proses validasi siapa yang
sedang terhubung atau siapa yang memutuskan koneksi saat itu.
- Jamming, Jamming sangat dimungkinkan terjadi, baik disengaja maupun tidak
disengaja karena ketidaktahuan pengguna wireless tersebut. Pengaturan penggunaan
kanal frekwensi merupakan keharusan agar jamming dapat di minimalisir. Jamming
terjadi karena frekwensi yang digunakan cukup sempit sehingga penggunaan kembali
channel sulit dilakukan pada area yang padat jaringan nirkabelnya. S
- Locating Mobile Nodes, Dengan berbagai software, setiap orang mampu melakukan
wireless site survey dan mendapatkan informasi posisi letak setiap Wifi dan beragam
konfigurasi masing masing. Hal ini dapat dilakukan dengan peralatan sederhana spt
PDA atau laptop dengan di dukung GPS sebagai penanda posisi.
- Access Control, Dalam membangun jaringan wireless perlu di design agar dapat
memisahkan node atau host yang dapat dipercaya dan host yang tidak dapat
dipercaya. Sehingga diperlukan access control yang baik.
- Hijacking, Serangan MITM (Man In The Middle) yang dapat terjadi pada wireless
karena berbagai kelemahan protokol tersebut sehingga memungkinkan terjadinya
hijacking atau pengambilalihan komunikasi yang sedang terjadi dan melakukan
pencurian atau modifikasi informasi.

Kelemahan pada Lapisan MAC (Data Layer)


Pada lapisan ini terdapat kelemahan yakni jika sudah terlalu banyak node (client)
yang menggunakan channel yang sama dan terhubung pada AP yang sama, maka
bandwidth yang mampu dilewatkan akan menurun. Selain itu MAC address sangat mudah
15

di spoofing (ditiru atau di duplikasi) membuat banyak permasalahan keamanan. Lapisan


data atau MAC juga digunakan dalam otentikasi dalam implementasi keamanan wifi
berbasis WPA Radius (802.1x plus TKIP/AES).
Kelemahan terhadap cuaca
Keadaan cuaca yang tidak bersahabat akan menimbulkan pengaruh terhadap gelombang /
sinyal yang dipancarka oleh wireless. Seperti pada saat hujan gelombang yang
ditembakkan oleh pemancar wireless akan membentur butiran hujan dan dipantulkan
kearah lain sehingga akan terjadi penurunan kualitas sinyal yang diterima oleh wireless
penerima.
Dibanding dengan kelemahan yang ada teknologi wireless pada jaringan MAN masih
menjadi yang terbaik karena keuntungan yang di dapat untuk keadaan yang aman adalah
Meningkatkan efisiensi memperbaiki komunikasi dengan tujuan transfer informasi
yang lebih cepat dalam bisnis dan antara pelanggan.
1. Sentuhan yang dekat Anda tidak perlu membawa kabel atau adaptor untuk mengakses
jaringan kantor.
2. Memperbesar mobilitas dan fleksibilitas bagi pemakai pekerja kantor berbasis
wireless dapat terhubung tanpa harus duduk di depan komputer.
3. Mengurangi biaya pembuatan jaringan dan perawatannya pada banyak kasus jaringan
wireless lebih mudah diinstalasi dan perawatannyapun lebih murah disbanding
penggunaan kabel seperti fiber optic dan coaxial.
4. Dengan menggunakan jaringan wireless biaya dapat menjadi lebih efisien karena dapat
menghemat biaya untuk penggunaan kabel.
5. More robust against multi-path propagation effects. Penggunaan media wireless akan
lebih handal dibanding media kabel.
6. Less sensitive to timing errors. Kemungkinan pengiriman ulang data yang error akan
lebih kecil.
7. High spectral efficiency. Untuk menghubungkan jaringan antar daerah spectrum
frekwensi yang digunakan akan lebih efisien disbanding dengan media kabel.
8. Very high bandwidth efficiency.Efisiensi bandwidth yang digunakan akan lebih baik
dibandingkan media kabel.
9. Dapat digunakan untuk berkomunikasi untuk jarak yang cukup jauh tergantung dengan
LoS (Line Of Sight) dan kemampuan perangkat wireless.

16

3.1.4.

Standarisasi Perangkat WMAN


Standarisasi Untuk perangkat WMAN telah ditetapkan oleh IEEE yang dikenal

dengan The IEEE 802.16 WirelessMAN Standard for Broadband Wireless Metropolitan
Area Networks. Dalam aturan standarisasi ini dituliskan property dari 802.16 adalah :

Broad bandwidth, Up to 96 Mbps (>70 Mbps throughput) pada channel 20 MHz

(Wireless MANTM-OFDM air interface).

Efisiensi transport dengan IPv4, IPv6, ATM, Ethernet, dsb.

MAC di desain untuk mengeffisienkan penggunaan spectrum gelombang

Mampu melakukan multiple services berkeanjutan dengan QoS yang terbaik,

Bandwidth on demand (frame by frame).

Comprehensive, modern, dan extensible security.

untuk applikasi non-line-of-sight.

Mampu melayani alokasi frekwensi dari <1 hingga 66 GHz, ODFM dan OFDMA

TDD dan FDD

burst by burst, uplink dan downlink

Link adaptation: mengadaptasi modulasi dan coding, Subscriber by subscriber,

Point-to-multipoint topology, dengan extensi mesh


Bisa berinteraksi dengan antenna adaptive dan space-time coding, Beamforming
dan IMO

Sesuai dengan standar ini Perangkat WMAN yang digunakan dapat menjangkau area
yang lebih luas tanpa harus mengalami data yang loss. Menurut standar IEEE 802.16
wilayah jangkauan dari Wireless MAN saat LOS dan N-LOS dapat digambarkan sebagai
berikut :

Gambar 3.9. Contoh Kondisi WMAN saat hujan biasa dan deras.
(The IEEE 802.16 WirelessMAN Standard for Broadband WirelessMetropolitan Area

17

3.2. KONSEP PERENCANAAN JARINGAN WMAN


Adapun konsep

Orthogonal Channel Set digunakan untuk merencanakan atau

mendsain jaringan wireless metropolitan area network ( WMAN ) adapun factor-faktor


yang harus dimiliki wireless dengan menggunakan frekuensi 2,4 MHz, konsep diatas yaitu
suatu set channel yang mempunyai frekuensu cukup luas dan memungkinkan beberapa
sambungan radio sehingga dapat beroperasi tanpa ada gangguan. Konsep Orthogonal
Channel Set di bedakan menjadi dua macam adalah sebagai berikut :
Konsep tiga Orthogonal Channel Set terdiri dari channel :
2.412 GHz
2.437 GHz
2.462 GHz

channel 1
channel 6
channel 11

Implementasi Konsep tiga

Orthogonal Channel Set dengan memakai antenna

omdirectional dapat disimulasikan dengan gambar segi enam, dimana radius pancarannya
sangat tergantung pada kekuatan pemancar, jenis antena, kabel coaxial yang di pakai dan
tinggi tower antenna untuk pemancar dan penerima, Desain Jaringan WMAN untuk access
point yang menggunakan antenna omni directional dapat disimulasikan sebagai berikut :

Gambar 3.10. Disain WMAN untuk access point dengan antenna Omnidirectional

Pada Bagian gambar 2.3 kita menggunakan model jangkauan hexagonal dengan
melibatkan 3 channel yang berbeda yaitu channel 1 ( 2,412MHz ), channel 6 (2,437MHz)
dan channel 11 (2,462MHz).
Karena hanya menggunakan 3 channel maka logika sederhana agar tidak terjadi
interferensi yaitu dengan disusunnya channel-channel yang berbeda pada tiap-tiap sell
yang berdekatan, logika ini dituangkan pada struktur gambar diatas dimana tiap channel
yang berbeda diberi warna dan no channel yang berbeda.
Dengan susunan channel diatas diharapkan dapat menjangkau wilayah/kota seluas
35x35 km maka di dapati oleh 7 Access point yang berbeda pada 7 tower jika sebuah
access point dapat melayani 20 sampai 30 Km node,

18

tanpa adanya interferensi. Kita

Asumsikan jika satu sell saja dapat menampung 10-30 node,

maka pada wilaya tesebut

dapat sekitar 140 sampai 210 node


Implementasikan konsep tiga orthogonal dengan mengguakan antenna sectoral di access
pointnya akan lebih menghemat tower dari pada memakai antenna omnidiretional
Sekenarionya adalah sebagai berikut :

Gambar 3.11. Implementasi konsep tiga orthogonal dengan antenna sec toral di access pointnya

Pada gambar 3.11, antena access point di letakan pada salah satu sudut segi enam,
sehingga pancarannya menyebar keseluruh segi enam. Pada prinsipnya sebuah tower dapat
di pasang sampai 3 buah access point jika memakai antena sectoral 120 derajat. Antena
sectoral ini mempunyai gain yang lebih tinggi dari pada antena omni directional dan jarak
jangkaunya sekitar 8 ~ 10 km percell
Konsep empat orthogonal channel set, terdiri dari channel :
2.412 GHz channel 1
2.432 GHz channel 5
2.452 GHz channel 9
2.4472 GHz channel 13
Konsep empat orthogonal channel set sangat baik untuk di implementasikan pada daerah
yang padat pengguna WLAN. Kelemahannya konsep ini pada pada masing-masing
ujungnya agak sedikit overlaping. Adapun simulasinya adalah sebagai berikut :

Gambar 3.12. Rancangan empat orthogonal channel set menggunakan channel 1,5,9, dan 13

19

apabila emplementasinya tersebut memakai antena sectoral 90 derajat, maka dapat


diterapkan tiga buah tower dalam area tesebut dengan masing-masing tower dipasang
empat buah access point. Dari skenario tersebut jumlah sel yang dapat dilayani adalah 12
buah. Dengan demikian berlaku juga untuk wilaya yang sama dengan jumlah tower yang
sama, jumlah node yang dilayani lebih banyak. Berdasarkan penjelasan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa antena empat orthogonal channel set dengan antena sectoral
paling baik untuk diterapkan pada kota dengan tingkat kepadatan yang tinggi seperti kota
bekasi saat ini. Dan metode empat orthogonal cahannel set dengan antena sectoral adalah
metode yang paling baik untuk rancangan emplentasikan ke perangkat WMAN di kota
Bekasi, dengan pertimbangan sebagai berikut

Luas wilayah

Peluang pasar yang besar seperti Sekolah, instansi, industri dan perdagangan

3.3.

Tingkat kepadatan penduduk

Tingkat pengguna perangkat WLAN

SISTEM PERENCANAAN WIRELESS MAN


Dalam merecanakan jaringan Wireless MAN ada dua hal mendasar yang perlu

diperhatikan yaitu pertama, cakupan area yang luas termasuk didalamnya penentuan
teknologi last mile & backhaul-nya dan yang kedua, kapasitas jumlah pengguna.
Untuk cakupan area yang luas dan sebagai teknologi lastmile-nya (disebut juga akses point)
akan menggunakan WiFi, sedangkan WiMAX akan digunakan Sebagai backhaul
jaringannya. Pemilihan kedua teknologi tersebut atas dasar bahwa keduanya merupakan
teknologi yang saling melengkapi untuk terciptanya akses jaringan Wireless WAN.
Perencanaan jaringan yang baik sangat menentukan dalam kesuksesan teknologi WiFi dan
WiMAX. Perencanaan yang baik akan membuat biaya murah dalam pengadaan
infrastruktur dan mampu menyediakan kualitas jaringan yang handal. Dalam perencanaan
jaringan ini tahap yang perlu dilakukan yaitu: pemilihan arsitektur jaringan, melakukan
survey lapangan, pemilihan sistem antena, penentuan perangkat jaringan WiFi, persiapan
dan perencanaan, dan kalkulasi radio link.
3.3.1. Arsitektur Jaringan WMAN
Dalam merencanakan suatu jaringan Wireless MAN maka perlu diketahui beberapa
jenis arsitektur jaringan yang dapat diaplikasikan. Berikut ini akan dijelaskan arsitektur
topologi jaringan yang umum diterapkan beserta beberapa pertimbangan dalam pemilihan
suatu arsitektur jaringan yang optimal pada jaringan Wireless yang akan diaplikasikan.

20

3.3.2. Arsitektur Point to Point ( PTP )


Arsitektur PTP merupakan arsitektur yang paling sederhana dari arsitektur jaringan
Wireless yang ada, yang merupakan jaringan dimana semua node bisa bertindak sebagai
server maupun client dan tidak ada otentikasi terpusat. Otentikasi diatur tersendiri disetiap
node yang memberikan layanan. Secara simultan sebuah node dapat menjalankan layanan
server and client. Arsitektur PTP ini menghubungkan sebuah node tunggal ke sebuah node
tunggal lainnya. Kelebihan dari arsitektur ini adalah kemudahan, waktu yang singkat dan
biaya yang lebih rendah dalam pengimplementasikan terutama yang berhubungan dengan
pemilihan antena, penentuan LOS, survey lapangan, biaya perangkat keras, biaya fasilitas,
testing jaringan dan maintenance jaringan.
Kekurangan yang dimiliki Arsitektur PTP lebih disebabkan karena arsitektur ini hanya
mampu menghubungkan dua buah titik tunggal pada sebuah jaringan sehingga kesulitan
dalam pengembangan jaringan itu sendiri.

Point B

Point A

Gambar 3.13. Arsitektur Point to Point

Beberapa hal tersebut dibawah ini merupakan kondisi yang mendukung untuk
direalisasikannya arsitektur PTP, yaitu :

Hanya terdapat dua node dalam jaringan yang akan dibangun, artinya arsitektur PTP
merupakan pilihan yang tepat jika tidak ada rencana pengembangan jaringan dimasa

mendatang.

jaringan.

Koneksi Wireless yang relative panjang, untuk link 24-28 km seperti untuk backbone

Tingkat noise yang tinggi, Arsitektur PTP menggunakan sistem antena directional
sehingga lebih robust terhadap noise.

3.3.3. Arsitektur Point to Multipoint ( PTM )


Arsitektur PTM merupakan arsitektur yang menghubungkan satu titik dengan
beberapa jumlah titik dalam satu jaringan. Prinsipnya arsitektur ini memiliki satu hub site
(access point) yang menghubungkan terminal-terminal (end-user/client) yang tersebar pada
coverage jaringan wireless.

21

Client 4
Client 5

Coverage Area

Client 3

Client 6

Client 2
Hub
Site
Client 7

Client 1

Gambar 3.14. Arsitektur point to multipoint

Gambar diatas mengilustrasikan sebuah arsitektur point to multipoint dengan satu hub site.
Arsitektur ini dapat dikembangkan lagi bila jumlah client atau lokasi yang akan
dihubungkan dalam sebuah jaringan yang cukup banyak atau lebih luas. Hal ini dapat
dilakukan dengan menambah jumlah hub site yang dibagi menjadi beberapa sektor untuk
meningkatkan kapasitas jaringan. Tiap sektor memiliki sistem antena, perangkat radio dan
frekuensi sendiri. Jumlah sektor disesuaikan dengan kebutuhan dan juga bandwidth yang
tersedia. Gambar dibawah ini menunjukkan arsitektur PTM yang terbagi menjadi tiga buah
sektor.
Client 4
Client 5

Coverage Area
Frekuensi 6

Client 3

Client 2

Client 6
Hub
Site
Coverage Area
Frekuensi 11

Client 7

Client 1
Client 8

Client 22
Client 21

Client 14

Client 16

Client 9

Coverage Area
Frekuensi 1

Client 13

Client 20

Client 14

Client 17
Hub
Site

Hub
Site
Client 19

Client 12

Client 11

Client 18

Gambar 3.15. Arsitektur Point to Multipoint dengan 3 sektor


Kelebihan arsitektur PTM ini adalah jaringannya mudah untuk dikembangkan serta
ekonomis untuk banyak pengguna.
Sedangkan kekurangan arsitektur ini adalah membutuhkan manajemen jaringan yang lebih
kompleks dibandingkan dengan PTP.
Arsitektur PTM ini idealnya untuk diimplementasikan pada kondisi dimana terdapat
banyak pengguna, pada lokasi yang sama. Sebagai contoh lingkungan kampus yang terdiri
dari beberapa gedung yang dapat terkoneksi secara Wireless dengan menggunakan PTM.

22

3.3.4. Arsitektur Seluler


Arsitektur seluler merupakan arsitektur jaringan yang terdiri dari kumpulan
beberapa jaringan PTM yang terkoneksi pada backbone jaringan yang sama dan dirancang
untuk memanfaatkan kembali frekuensi yang sama pada lokasi atau area yang berbeda (reuse frequency). Untuk mengcover suatu wilayah tertentu maka terdapat banyak akses point
yang harus terpasang, padahal terdapat keterbatasan spektrum frekuensi dalam WIFI. Oleh
karena itu digunakan sistem reuse frekuensi. Terdapat tiga orthogonal channel set dalam
WIFI yang dapat digunakan tanpa interferensi satu sama lainnya yaitu kanal 1, 6 dan11.
Untuk cakupan Wireless WAN dengan memanfaatkan arsitektur seluler ada dua model
coverage yang dapat digunakan yaitu model omnidirectional coverage dan model sectoral
coverage.

Model Omnidirectional Coverage


Model ini menggunakan sistem antena omnidirectional untuk pancaran dayanya,

dimana sebuah tower dipasang ditengah-tengah coveragenya. Untuk lebih jelasnya seperti
terlihat pada gambar dibawah ini:
Coverage
Frekuensi 6

Client

Client
Client
Client

Client

WiFi Sebagai
Lastmile

Client

Coverage
Frekuensi 11

Client

Coverage
Frekuensi 1

Client

Client

Client

Client

Client

Client
Client

Client

Client

WiFi Sebagai
Lastmile

Client

WiFi Sebagai
Lastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Coverage
Frekuensi 6 (re-use)

Client
Client
Client

Coverage
Frekuensi 11 (re-use)

Client

WiFi Sebagai
Lastmile

Client

Client

Client

WiMAX
Sebagai
Backhaul

Client

Client
Client

Client

Client
Client

Client

WiFi Sebagai
Lastmile

Client
Client

Client

Coverage
Frekuensi 1 (re-use)

Client

WiFi Sebagai
Lastmile

Client

Client

Gambar 3.16. Arsitektur seluler model omnidirectional coverage


Model Sektoral Akses Point
Pemanfaatan antena sektoral juga mampu untuk mengcover suatu wilayah tertentu.

Sama halnya dengan omnidirectional akses point yang memanfaatkan tiga orthogonal
channel set, hanya saja akan lebih efisien, karena ketiga kanal tersebut dapat dipasang pada
satu tower, dimana masing-masing kanal dipasang satu akses point dengan menggunakan
antena sektoral dengan beamwidth 120 derajat.
23

Coverage
Frekuensi 6

Client

Client
Client
Client

Client
Client

Coverage
Frekuensi 11

Client

Coverage
Frekuensi 1

Client

Client

Client
Client

Client

WiFi Sebagai
Lastmile

Client
Client

Client

Client
Client

Client
Client

Client

Client

Client

Coverage
Frekuensi 6 (re-use)

Client
Client
Client

Coverage
Frekuensi 11 (re-use)

Client
Client

Client

Client

WiMAX
Sebagai
Backhaul

Coverage
Frekuensi 1 (re-use)

Client

Client
Client
Client

Client

WiFi Sebagai
Lastmile

Client

Client

Client
Client

Client
Client

Client

Client

Gambar 3.17. Arsitektur seluler model directional coverage


Arsitektur seluler memiliki kelebihan diantarannya yaitu: mampu memperluas jangkauan
geografis sebuah jaringan Wireless, mampu meningkatkan kapasitas sebuah jaringan
wireless, mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya jaringan wireless, dan yang
tak kalah pentingnya memiliki fasilitas roaming.
Disamping kelebihan yang dimilikinya, arsitektur ini juga memiliki sedikit kelemahan
terutama masalah interferensi yang dapat terjadi antar sel. Oleh karena itu diperlukan
perencanaan dan pengaplikasian yang tepat sehingga diharapkan dapat mengurangi
masalah interferensi antar sel tersebut.
Pengimplementasikan arsitektur ini sangat tepat untuk mengcover jumlah user yang lebih
besar dari yang dapat dilayani oleh jaringan PTM, terutama dengan keterbatasan band
frekuensi yang digunakan.

3.3.5. Arsitektur Mesh


Arsitektur mesh merupakan arsitektur PTM dengan satu atau lebih titik interkoneksi
internet. Dalam sebuah jaringan mesh, tiap titik pada jaringan dapat terhubung dengan titik
lain yang sedang beroperasi dan berada pada jangkauan radio. Jaringan mesh ini biasanya
diaplikasikan pada area dimana terminal-terminal berada pada jarak yang berdekatan satu
sama lain, seperti berada dalam satu blok pada radius 1,5 km. Tiap jaringan mesh
melakukan dua buah fungsi yaitu sebagai sebuah router atau repeater dan sebagai sebuah
terminal. Paket dapat berjalan melalui beberapa terminal atau titik pada sebuah jaringan

24

sebelum mencapai terminal atau titik tujuan. Jika satu atau lebih titik yang dilewati tidak
beroperasi atau mati maka jalur paket akan di alihkan melalui titik lain.

Mesh Network Hub


( Internet Connection Point )

Network Nodes

Gambar 3.18. Arsitektur Mesh

Adapun kelebihan arsitektur mesh adalah mampu menjangkau near line of sight (NLOS),
redudansi routing, proses perancangan jaringan yang lebih sederhana, dan intalasi antena
yang lebih sederhana.
Kekurangan arsitektur ini adalah diperlukannya jumlah titik yang lebih banyak untuk
menjangkau area yang sama, memerlukan prose aplikasi jaringan yang progresif serta
membutuhkan manajemen bandwidth yang rumit.
Arsitektur mesh ini paling tepat diimplementasikan bila titik-titik yang akan disambungkan
berada pada lokasi yang saling berdekatan satu sama lain dan banyak terdapat halangan
yang berpengaruh terhadap LOS, serta tidak membutuhkan throughput yang tinggi.
Berdasarkan penjelasan beberapa arsitektur umum jaringan Wireless diatas, maka
diperlukan pemilihan jaringan yang tepat sehingga dapat diimplementasikan dengan baik.
Perlu diketahui bahwa LOS merupakan salah satu bagian terpenting dalam merencanakan
dan membangun sebuah jaringan Wireless, disamping kontur tanah dan penghalang
(obstacle) yang terdapat pada tiap lokasi juga memiliki keunikan sendiri. Yang secara
keseluruhan akan digunakan untuk perhitungan link budget jaringan yang akan
direncanakan juga memiliki sifat yang unik untuk tiap lokasi, sehingga tidak tertutup
kemungkinan merupakan kombinasi dari beberapa arsitektur jaringan sekaligus. Oleh
karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk masing-masing arsitektur jaringan sesuai dengan
kebutuhan.
25

3.3.6. Pemetaan Lokasi Terminal


Untuk keperluan pemetaan lokasi terminal, dibutuhkan peta topografi dari lokasi
dimana jaringan akan diimplementasikan. Sebuah peta topografi menunjukkan kontur atau
elevasi dari permukaan tanah sebuah lokasi. Pengetahuan atau informasi akan kontur atau
elevasi permukaan tanah adalah untuk penentuan LOS pada jaringan Wireless.
Setelah dipahami kontur lokasi dan halangan-halangan utama yang terdapat pada lokasi
serta langkah-langkah di atas, maka dapat dibuat sebuah arsitektur awal dari Wireless
WAN yang akan direncanakan. Ada beberapa hal lain yang patut diperhatikan pada peta
topografi yang dipergunakan yaitu :
1. Pengukuran arah kompas
Arah kompas dari hub site ke terminal dan sebaliknya harus diukur Secara tepat.
2. Pengukuran jarak
Ukurlah jarak antar titik pada jaringan point-to-point, jarak antara Access point ke
masing-masing terminal pada jaringan point-to-multipoint, serta jarak antara access
point dengan hub seluler pada jaringan seluler.
3. Inspeksi LOS
Jalur LOS antar titik pada jaringan harus diinspeksi secara mendetail. Tambahkan
objek-objek yang dapat mengganggu LOS pada peta yang dimiliki, dan sertakan pula
tinggi dari masing-masing objek pengganggu tersebut. Hal ini untuk mempermudah
perhitungan Fresnel zone pada proses perencanaan jaringan. Karena LOS adalah faktor
yang sangat penting, maka jalur LOS yang tidak memenuhi syarat dapat memyebabkan
perubahan pada perencanaan jaringan.
4. Perencanaan frekuensi
Dalam sebuah jaringan point-to-multipoint yang mamiliki lebih dari satu sektor atau
dalam sebuah jaringan seluler, kanal yang sama dapat digunakan kembali (reuse
frequency). Yang perlu diperhatikan adalah antar penggunaan frekuensi tersebut tidak
saling interferensi satu sama lain.

Konfirmasi Ketersediaan Lokasi untuk Access Point


Sebuah jaringan point-to-multipoint atau seluler akan terdapat lebih dari satu lokasi access
point, masing-masing lokasi yang direncanakan ini harus dikonfirmasikan ketersedianya.
Bila terminal terdapat disebuah gedung komersial atau lokasi yang tidak dimiliki langsung
oleh pengguna terminal, maka perlu dikonfirmasikan pula izin atau hak penggunaan tempat
untuk penempatan perangkat terminal.

26

Konfirmasi Daya Guna Lokasi


Selain mencari kepastian akan tersediannya lokasi, dibutuhkan juga konfirmasi daya guna
dari lokasi yang bersangkutan. Untuk memenuhi hal tersebut dilakukan survey lapangan
untuk menentukan layak tidaknya sebuah lokasi atau daya guna sebuah lokasi untuk
dijadikan sebuah titik dalam sebuah jaringan nirkabel.

3.4.

MELAKUKAN SURVE LAPANGAN


Setelah membuat sebuah garis besar perencanaan dari arsitektur jaringan awal maka

kemudian dilakukan kegiatan survey lapangan untuk menentukan dan memastikan apakah
perencanaan awal yang sudah disusun dapat diimplementasikan lebih lanjut. Survey
lapangan yang dilakukan terbagi dua menjadi :
1. Survey fisik lapangan
2. Survey frekuensi radio lapangan
Survey lapangan yang baik akan dapat membantu kita pada proses perencanaan selanjutnya
dalam menentukan hal-hal berikut.

Apakah sebuah lokasi 100% sempurna untuk jaringan yang direncanakan.

Pada lokasi atau pada rencana jaringan, atau pada keduanya.

Apakah lokasi dapat digunakan dengan mengadakan perubahan kecil

Apakah memungkinkan diadakan atau dilakukan sebuah perubahan pada lokasi untuk
membuat lokasi tersebut semakin sesuai dengan perencanaan jaringan yang sudah

dibuat.

mengakomodasikan lokasi yang telah ditentukan.

Modifikasi apa yang harus dilakukan pada rencana jaringan untuk dapat

Apakah lokasi tersebut tidak dapat digunakan karena perubahan atau perbaikan yang
harus dilakukan terhadapnya atau terhadap rencana jaringan terlalu mahal untuk
diimplementasikan.

Survey lapangan harus didokumentasikan secara baik untuk kemudian digunakan oleh tim
yang melakukan instalasi jaringan.

3.4.1.

Survey fisik Lapangan


Survey fisik lapangan bertujuan untuk memeriksa langsung kondisi fisik lapangan

dari lokasi dimana akan ditempatkan segala perangkat radio yang akan digunakan dalam
jaringan nirkabel. Pada dasarnya hasil dari survey lapangan harus dapat memberikan
informasi yang akurat mengenai keadaan fisik suatu lokasi yang akan digunakan sehingga
dapat diperoleh kesimpulan atau keputusan mengenai layak atau tidaknya secara fisik
27

lokasi tersebut untuk dipergunakan sesuai dengan rencana jaringan. Oleh karena itu
diperlukan data yang lengkap dari suatu perencanaan awal jaringan.
Beberapa hal yang dilakukan dalam sebuah survey fisik lapangan adalah sebagai berikut.
1. Pemahamam konsep perencanaan awal jaringan
2. Mengontak pemilik lokasi
3. Persiapan survey fisik lapangan
4. Penentuan lokasi antena
Pada saat survey fisik lapangan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yang
berkaitan dengan penentuan lokasi antena.
a. Akses untuk mencapai puncak gedung bila lokasi berupa atap Gedung.
b. Survey atap gedung dan sketsa denah atap gedung.
c. Penentuan arah antena sesuai dengan perencanaan awal jaringan
d. Penempatan antena yang relatif bebas dari objek-objek yang dapat mengganggu
baik itu disekitar antena maupun dikejauhan,dan jalur distribusi listrik.
e. Penentuan tinggi antena sesuai dengan perencanaan awal Jaringan.
f. Penentuan struktur dimana antena akan ditempatkan.
g. Grounding antena yang meliputi perlindungan terhadap petir dan
Penentuan titik Grounding untuk antena.
Berdasarkan hasil yang didapat dari kegiatan survey fisik lapangan maka dapat dilakukan
revisi pada perencanaan jaringan awal sehingga benar-benar sesuai dengan keadaan fisik
lapangan dimana jaringan Wireless akan diimplementasikan.

3.4.2

Survey Frekuensi Radio Lapangan

Jika survey fisik lapangan memberikan hasil yang positif maka selanjutnya diadakan
survey frekuensi radio lapangan. Survey frekuensi radio ini bertujuan untuk :

Menentukan apakah signal yang terdapat pada lokasi bersangkutan cukup kuat untuk

mengakibatkan interferensi pada jaringan direncanakan.

lokasi yang bersangkutan.

Mendokumentasikan tipe, kekuatan, arah dan polarisasi dari signal yang terdapat pada

Mengevaluasi lokasi yang bersangkutan apakah memiliki lingkungan radio dengan


tingkat interferensi dan noise yang cukup rendah bagi jaringan yang direncanakan
untuk beroperasi dengan baik. Survey frekuensi radio bleh tidak dilakukan apabila
benar-benar diyakini bahwa dilokasi yang dimaksud tidak terdapat sistem radio lain
yang beroperasi menggunakan frekuensi yang sama dan terdapat jalur LOS radio yang
baik.
28

Variasi interval pengambilan sampling untuk mendapatkan hasil yang Lebih akurat.
Interval dapat divariasikan antara 15 detik sampai 30 menit.
Waktu pengambilan sampling
Lakukan pengambilan sampling pada saat dimana diperkirakan aktifitas dan

interferensi frekuensi radio mengalami puncak.


Lokasi pengambilan sampling
Lakukan pengambilan sampling sedekat mungkin dengan lokasi yang telah

direncanakan untuk penempatan sistem antena.


SNR (Signal to Noise Ratio)
Noise adalah segala sesuatu diluar signal yang diharapkan [3]. SNR adalah rasio antara
signal yang diharapkan terhadap noise.
SNR adalah kondisi yang paling penting yang harus didapatkan sebelum sebuah signal
radio dapat diterima dan diterjemahkan dengan baik. Level signal yang diterima harus
cukup tinggi dan level noise harus cukup rendah bagi receiver untuk dapat

membedakan antara signal yang diharapkan dengan noise.


Kelemahan access point terhadap noise
Access point sangat rentan terhadap noise karena pada umumnya terletak di lokasi
yang memiliki SNR rendah.
Proses Survey Frekuensi Radio
Dalam melakukan kegiatan survey frekuensi radio terdapat beberapa hal yang

diharapkan menjadi hasil survey.


Lokasi sumber out-of-band noise
Out-of-band noise adalah noise yang berasal dari luar frekuensi yang akan digunakan.
Seringkali out-of-band noise ini berupa signal dari transmitter berdaya tinggi yang

terdapat pada frekuensi yang berdekatan.


Lokasi sumber in-band noise
In-band noise adalah noise yang berasal dari dalam frekuensi yang sama dengan
frekuensi yang akan digunakan. Beberapa sumber in-band noise yang sering ditemui
adalah jaringan FHSS mapun DSSS lain, microwave oven,telepon nirkabel,bluetooth

dan perangkat nirkabel lain.


Lokasi access point 802.11b/g
Semakin banyak diimplementasikannya jaringan Wireless 802.11b/g maka semakin

banyak pula terdapat access point.


Evaluasi dan kesimpulan survey
29

Sebuah survey frekuensi radio juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu tiap
lingkungan frekuensi radio dan kombinasi perangkat radio yang digunakan memiliki
keunikan tersendiri, hal ini menyebabkan tidak terdapatnya jawaban absolut terhadap
sebuah hasil survey. Selain itu juga lingkungan radio berubah dari waktu ke waktu,
yang menyebabkan data atau hasil yang didapat dari survey memiliki masa berlaku
yang terbatas. Dari berbagai hasil yang didapatkan dari survey frekuensi radio,data
terbaik yang dapat digunakan dalam perencanaan adalah SNR. Pada dunia nyata level
signal yang diterima di receiver berkisar antara-85 dBm (low throughput) sampai
dengan-65 dBm (low throughput).

3.5.

PEMILIHAN SISTEM ANTENA


Pemilihan sistem antena yang tepat adalah salah satu faktor terpenting yang

menjamin suksesnya implementasi sebuah jaringan Wireless. Berikut penjelasan mengenai


sistem antena pada sebuah jaringan Wimax.

Gambar 3.19: Jenis antena yang berbeda dirancang untuk berbagai aplikasi
WiMAX antena, seperti antena untuk radio mobil, telepon seluler, radio FM, atau
TV, dirancang untuk mengoptimalkan kinerja untuk sebuah aplikasi tertentu. Gambar di
atas menggambarkan tiga jenis utama antena yang digunakan dalam penyebaran WiMAX.
Dari atas ke bawah adalah omni directional, antena panel sektor dan masing-masing fungsi
memiliki spesifik.
Subscriber Stations
Istilah teknis untuk alat customer premise equipment (CPE) adalah stasiun
pelanggan. Istilah pemasaran yang berlaku umum sekarang fokus di kedua "CPE indoor"
atau "CPE outdoor". Ada kelebihan dan kekurangan untuk kedua pola penyebaran seperti
yang dijelaskan di bawah ini.

30

Gambar 3.20. Sebuah perangkat CPE outdoor


Outdoor CPE, sangat sederhana menaruh, menawarkan kinerja yang lebih baik agak lebih
CPE indoor mengingat bahwa WiMAX penerimaan tidak terhalang oleh dinding beton atau
batu bata, RF menghalangi kaca atau baja di dinding gedung.

Gambar 3.21. Indoor WiMAX CPE


Keuntungan yang paling signifikan atas CPE outdoor indoor adalah bahwa hal itu diinstal
oleh pelanggan. Hal ini membebaskan penyedia layanan dari biaya "roll truk" atau
instalasi.

3.5.1. Komponen pembangunan antena


Antena mendapatkan directifitasnya dari penggunaan sebuah kombinasi elemenelemen antena yang memiliki jarak dan ukuran tertentu. Elemen-elemen ini adalah
komponen pembangun gelombang elektromagnetik. Mengkombinasikan Elemen-Elemen
ini akan menghasilkan antena dengan pola radiasi yang berbeda-beda . Semua antena
menggunakan sebuah driven element atau elemen pembangkit. Driven element ini selalu
terkoneksi langsung secara elektrik (melalui coaxial) kepada perangkat radio. Antena dapat
menghasilkan gain jika driven element ini dikombinasikan dengan elemen pembangun
tambahan yang merefleksikan, mengarahkan atau mengkonsentrasikan signal.

3.5.2 Polarisasi Antena


Terdapat dua medan elektromagnetik yang meninggalkan sebuah antena pemancar
dan tiba diantena penerima, yaitu medan listrik dan medan magnet. Medan listrik dan
medan magnet tegak lurus satu sama lain, dan masing-masing magnet juga tegak lurus
terhadap arah rambatan gelombang elektromagnetik.
Medan listrik berada pada bidang yang sama dengan elemen antena, dan berdasarkan
definisinya bidang medan listrik ini menunjukkan polarisasi dari antena tersebut. Terdapat
4 jenis polarisasi antena yaitu polarisasi vertikal, polarisasi horizontal, polarisasi sirkuler
31

dan polarisasi silang. Jika elemen antena vertikal relatif terhadap permukaan bumi, maka
medan listrik juga vertikal dan signal memiliki polarisasi vertigal. Jika elemen antena
horizontol relatif terhadap permukaan bumi, maka medan listrik juga horizontal dan signal
memiliki polarisasi horizontal. Pada antena yang memiliki polarisasi sirkuler, medan listrik
berotasi secara konstan relative terhadap antena. Bergantung pada rancangan antena,
medan listrik dapat memiliki polarisasi searah jarum jam, maupun polarisasi berlawanan
arah jarum jam. Polarisasi silang terjadi bila sebuah antena memiliki polarisasi vertikal dan
antena lainnya memiliki polarisasi horizontal, atau bila sebuah antena memiliki polarisasi
sirkuler searah jarum jam dan antena lainnya memiliki polarisasi sirkuler berlawanan arah
jarum jam. Pada umumnya antena memiliki diskriminasi polarisasi silang (XPD-cross
polarization discrimination) sebesar -20 dB. Hal ini berarti antena mendiskriminasi atau
menyebabkan antenuasi signal polarisasi silang sebesar -20 dB. Sebuah signal yang
terantenuasi sebesar -20 dB mengalami reduksi daya sebesar 1/100 dari level daya awal.
Karenanya antena yang berhubungan harus mempunyai polarisasi yang sama.
XPD ini juga memiliki kegunaan lain yaitu untuk mereduksi interferensi signal yang
berasal dari antena yang memiliki polarisasi yang sama. Hal ini berguna antara lain untuk
penggunaan ulang frekuensi pada sektor atau access point yang berbeda.

3.5.3. Jenis Antena dan Kombinasinya


Jenis antena yang umum ditemui dan diaplikasikan pada jaringan Wireless.

Antena omnidirectional

Antena yagi

Antena reflektor parabolic

Antena reflektor sudut

Antena helix

Beberapa kombinasi antena yang lazim digunakan dijelaskan di bawah ini.

Sistem antena bidirectional


Diversity antena sistem
Efek fading terbesar yang mempengaruhi link sebuah jaringan nirkabel adalah
multipath fading. Untuk meminimalkan

multipath fading seringkali digunakan

diversity antena sistem.


3.5.4.

Sistem Antena Sektoral


Sistem antena sektoral mendapat perhatian lebih karena sistem ini merupakan salah

satu sistem antena yang baik untuk diimplementasikan dalam sebuah jaringan Wireless.

32

Sistem antena sektoral memiliki kelebihan dalam kapasitas jaringan dan kinerja antena
secara keseluruhan bila dibandingkan dengan sistem antena omnidirectional.
Berikut beberapa pertimbangan dalam penggunaan sistem antena sektoral.
a. Pemilihan lokasi antena harus pada lokasi yang memiliki noise rendah.
b. Orientasi sekto sektor menetukan jumlah antena dan sudut radiasi antena.
c. Radius sektor menetukan gain antena yang digunakan.
d. Polarisasi yang menghasilkan tingkat interferensi terendah.
e. Beamwidth horizontal, Gunakan antena sektoral yang memiliki beamwidth horizontal
sebesar 75%-100% dari sudut sektor yang akan dilayani.
f. Beamwidth vertikal, Radius sektor yang lebih besar membutuhkan beamwidth vertikal
yang lebih besar juga.
g. Downtilt, Gunakan antena sektoral yang memiliki fungsi downtilt untuk dapat lebih
mengarahkan main lobe kearah terminal.
h. F/B ratio, Gunakan antena sektoral yang memiliki F/B ratio tertinggi konsisten
terhadap harga antena.
i. Ukuran,berat dan tampilan antena

3.6.

KALKULASI RADIO LINK


Dalam perencanaan jaringan WIFI nuntuk implementasi Wireless MAN

perhitungan budget merupakan hal yang keritis untuk dilakukan. Beberapa parameter kritis
yang diperlukan untuk perhitungan secara benar untuk memastika bahwa sistem bekerja
dengan baik adalah : Free Space Loss (FSL), Log Distance Path Loss, Sistem Operating
Margin (SOM)
Fresnel Zone clearance (FZC), Antena bearing, Antena down tilt, dan antena down tilt
coverage radius.
3.6.1. Free Space Loss (FSL)
Ada dua parameter utama yang dibutuhkan dalam melakukan perhitungan FSL,
yaitu :
1. Frekuensi operasi (dalam MHz )
2. Jarak antar antena (dalam miles)
Keluaran dari perhitungan ini adalah :

Free space Loss (dalam dB) Rumus yang digunakan. Yaitu :

Free Space Loss (dB) = 20 Log10 (MHz) + 20 Log10 (jarak dalam Miles) + 36.6

33

Sebagai gambaran, kita akan melihat free Space Loss sekitar 100 dB untuk sinyal radio
yang bekerja pada frekuensi 2,4 GHz untuk merambat sepanjang satu (1) km. Artinya, bila
kita mengacu pada peraturan yang ada dengan daya maksimum di ujung antena sebesar 36
dBmW, maka di antena penerima hanya akan menerima daya sekitar -54 dBm sebetulnya
cukup kecil tapi masih cukup besar untuk sensitifitas penerima yang ada.

3.6.2. Sistem Operating Margin (SOM)


Sistem operating margin berhubungan dengan daya pancar, tipe antena, panjang
koaksial kabel dan jarak. Perhitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa sistem
mempunyai margin yang cukup untuk menjangkau jarak yang diinginkan. Umumnya
produsen perangkat radio menyarankan fade margin sebesar minimal 10 dB.

Gambar 3.22. Sistem Operating Margin


Persamaan matematis untuk menghitung SOM adalah sebagai berikut:
System Operating Margin (SOM) = Rx Signal Level - Rx Sensitivity...............................(3.1)
Rx Signal Level = (Tx Power) - (Tx Cable Loss) + (Tx Antenna Gain) - (FSL) + (Rx
Antenna Gain) - (Rx Cable Loss)....(3.2)
Berdasarkan persamaan tersebut maka perlu diuraikan parameter-parameter yang
berhubungan dengan SOM.

EIRP (Effective Isotropically Radiated Power), menggambarkan perbandingan daya


maksimum yang dapat dirahasiakan oleh antena transmitter dengan menggunakan suatu

radiator isotropic sebagai referensi. Persamaan matematisnya adalah sebagai berikut :


Sensitivitas Receiver
Thermal noise adalah noise yang muncul pada semua media dan perangkat transmisi
yang disebabkan oleh pergerakan electron secara acak. Thermal noise merupakan faktor
yang menentukan batas bawah dari sensitivitas receiver dimana besarnya sebanding
dengan bandwidth dan temperatur. Besar thermal noise yang terukur dalam suatu
perangkat dengan bandwidth sebesar B (Hz) dan noise figure NF (dB) pada temperature
290 k adalah:
Pn = -204 (dbw)+NF(dB) +10 log B Hz).....................................(3.3)
34

Sensitivitas receiver (Prx) menunjukkan besarnya kuat sinyal yang dipersyaratkan pada
input receiver dan merupakan fungsi fari teknik modulasi yang digunakan serta BER
yang diinginkan. Nilai dari sensitivitas receiver dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
Prx (dB)=Pn+SNR...................................................................................(3.4)
SNR (dB)=(Eb/No)+10 log(R/BT)...........................................................(3.5)
Dimana R adalah data rate sistem,sedangkan BT adalah Bandwidth sistem. Nilai Eb/No

tergantung dari teknik modulasi yang digunakan.


Fading Margin
Fading adalah peningkatan redaman lintasan secara acak yang terjadi pada kondisi
propagasi yang tidak normal . pada kondisi ini redaman lintasan dapat meningkat
hingga sebesar 30 dB atau lebih dan dapat menyebabkan terputusnya hubungan antara
pengirim dan penerima. Dalam desain sistem transmisi dicadangkan fading margin
untuk mengantisipasi terjadi fading. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam
menentukan fading margin adalah dengan menasumsikan kondisi terburuk pada suatu
link radio hop tunggal. Hasil pendekatan ini tunjukan dalam tabel berikut :
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam menentukan besarnya fading margin
adalah dengan mengamsumsikan kondisi terburuk pada suatu link radio hop tunggal.
Hasil pendekatan ditunjukan dalam tabel berikut :
Tabel 3.1 Tingkat reabilitas fading margin
Realibilitas Propagasi untuk Hop Tunggal

Fading Margin

90%

8 dB

99%

18 dB

99,9%

28 dB

99,99 %

38 dB

3.5.3. Fresnel Zone Clearance ( FZC )


Diperlukan untuk menentukan tinggi antena guna menghindari penghalang yang
ada.

Gambar 3.23. Fresnel Zone Clearance


35

Persamaan untuk menentukan Fresnel Zone Clearance adalah sebagai :

......................................( 3.6 )
Dimana
r - radius dari Fresnel Zone dalam feet/meter
d - jarak antara dua titik dalam Miles/km
f - frekuensi dalam GHz.
Ketinggian antenna adalah
Tinggi antenna = tinggi rintangan + FZC.
Jadi jika ada bukit dengan ketinggian 10 meter maka ketinggian tower / antenna yang di
perlukan adalah. 10 meter di tambah FZC yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tersebut
Hasil Perhitungan
Kita biasanya masih mentolerir menggunakan clearence 80% dari perhitungan FZC
tersebut. FZC tidak sama dengan ketinggian tower atau ketinggian antenna. Tabel berikut
memperlihatkan Fresnel Zone Clearence (FZC) untuk beberapa jarak yang sering kita
gunakan.
Tabel 3.2 Hasil perhitungan FZC

Jarak (KM )

80% FZC ( Mtr )

4.32

6.20

7.80

8.94

9.96

10.88

11.73

10

14.08

15

17.25

20

19.92

30

24.39

36

Gambar 3.24. Antena down tilt

Gambar 3.25. Antena down tilt coverage radius

3.7.

Perhitungan Jumlah Sel


Perhitungan Jumlah sel berdasarkan radius jangkauan menggunkan pendekatan luas

daerah tinjauan. Pemilihan arsitektur dalam perencanaannya menggunakan pendekatan


arsitektur seluler. Coverage area untuk satu sel dengan konfigurasi hexagonal adalah :
L = k R2
Keterangan :
L = Coverage are
R = Maximum Cell Range
K = Constant Accounting for the Sector

37

..............................................................

( 3.7 )

Anda mungkin juga menyukai