Anda di halaman 1dari 5

4.

Dampak Kesehatan
Salah satu hal krusial dalam masa tanggap darurat bencana adalah kesehatan.

Semakin lama, semakin banyak penyintas dan warga yang mengalami gangguan
kesehatan, mulai dari penyakit saluran pernapasan, batuk, flu, dan penyakit
lainnya. Itu belum termasuk kelaparan akibat kekurangan pangan untuk daerah
yang minim bantuan. Meskipun memiliki kesamaan, dampak kesehatan setiap
bencana berbeda di suatu wilayah dan wilayah lain, serta jenis bencana yang satu
dengan yang lain. Faktor waktu atau temporal juga memberikan perbedaan
tersendiri, letusan gunung berapi satu berbeda dengan letusan gunung api di
tempat lain, terutama kandungan gas beracun, abu vulkanik maupun karakteristik
lainnya (Ahmadi, 2008).
Penyakit-penyakit yang muncul akibat bencana letusan gunung berapi antara
lain luka luka sebagai dampak evakuasi korban, penyakit paru-paru, penyakit kulit
dan lain lain. Gunung Merapi mempunyai karakteristik dengan awan panas
wedhus gembel, lelehan lahar panas dan lahar dingin yang mengalir melalui
lembah dan sungai. Ketika meletus, partikel yang membahayakan adalah gas
beracun, lahar panas, awan panas, partikel debu serta batu batuan.
Penyakit yang muncul pada wilayah pengungsian juga ada perbedaan dengan
penyakit yang muncul pada rumah masing-masing pasca bencana. Adapun data
mengenai 10 besar penyakit yang muncul di wilayah pengungsian kabupaten
Magelang dapat dilihat pada tabel.

(Wijayanti, 2010).

a. Batuk dan Panas


Sekitar 93% anak-anak terserang batuk dan panas. Batuk yang terjadi pada
masyarakat dikarenakan adanya keterpaparan debu vulkanik yang terus menerus,
efek abu vulkanik pada paru aka menyebabkan iritasi karena bersifat asam.
Morfologi debu vulkanik dengan ukuran < 15 milimikron dapat mengakibatka
infeksi laring dan faring, ukuran < 10 milimikron dapat menginduksi infeksi
trakhea dan bronkitis, sedangkan ukuran < 4 milimikron mengakibatkan sakit paru
kronis seperti silikosis (Horwell, 2005). Iritasi yang terjadi menyerang saluran
pernafasan atas hingga bawah, seperti batuk-batuk atau bersin. Namun jika
fasenya lebih lanjut, maka bisa menyebabkan sakit tenggorokan, timbunan dahak,
sesak napas, juga kekambuhan pada penyakit paru apabila seseorang sebelumnya
telah memiliki riwayat penyakit pernapasan.

b. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)


Akibat lanjutan dari iritasi saluran napas yang terjadi adalah meningkatnya
risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Sementara untuk efek
jangka panjangnya, bisa terjadi penumpukan debu di paru atau silica yang
beresiko terjadinya silikosis. Reaksi kronis timbul sebagai akibat paparan dalam
jangka waktu yang lama dan berisiko menimbukan Chronic Obstruction
Pulmonary Disease (COPD) dan kanker paru yang dikaitkan dengan kandungan
kristal silika dalam abu (Horwell, 2005; Forbes, 2008).

Partikel abu yang dihasilkan dari erupsi sangat halus sehingga dapat masuk ke
paru-paru ketika kita bernapas. Apabila paparan terhadap abu cukup tinggi, maka
orang sehatpun akan mengalami kesulitan bernapas disertai batuk dan iritasi.
Beberapa tanda-tanda penyakit pernapasan akut (jangka waktu pendek) akibat abu
gunung api adalah (Cook, 2005; Horwell, 2005):
1. Iritasi hidung dan pilek
2. Iritasi dan sakit tenggorokan, kadang disertai dengan batuk kering
3. Untuk penderita penyakit pernapasan, abu gunung api dapat
menyebabkan penyakit menjadi serius seperti tanda-tanda bronkitis
akut selama beberapa hari (seperti: batuk kering, produksi dahak
berlebih, mengi dan sesak napas)
4. Iritasi saluran pernapasan bagi penderita asma atau bronkitis; keluhan
umum dari penderita asma antara lain sesak napas, mengi dan batuk
5. Ketidaknyamanan saat bernapas.
c. Penyakit Kulit
Sekitar 87% masyarakat terkena penyakit kulit, yaitu gatal-gatal pada seluruh
badan. Namun sebagian besar masyarakat tidak tahu penyebab gatal-gatal
tersebut. Sebagian besar masyarakat hanya mendiamkan saja penyakit gatal-gatal
yang mereka derita karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
penanganan dan pencegahan penyakit kulit tersebut. Abu gunung merapi dapat
menyebabkan iritasi untuk sebagian orang, terutama ketika abu gunung tersebut
bersifat asam. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh perubahan kualitas air yang
sudah tercemar debu vulkanik. Tanda-tandanya antara lain iritasi dan memerahnya
kulit serta infeksi sekunder akibat garukan.
d. Iritasi Mata
Iritasi mata merupakan dampak kesehatan yang banyak dijumpai pasca
erupsi. Hal ini terjadi karena butiran-butiran abu yang tajam dapat merusak kornea
mata dan membuat mata menjadi merah. Pengguna lensa kontak diharapkan
menyadari hal ini dan melepas lensa kontak mereka untuk mencegah terjadinya
abrasi kornea. Tanda-tanda umum antara lain ( Cook, 2005; Howell, 2005):

1.
2.
3.
4.
5.

Merasakan seolah-olah ada partikel yang masuk ke mata


Mata menjadi sakit, perih, gatal atau kemerahan
Mengeluarkan air mata dan lengket
Kornea lecet atau tergores
Mata merah akut atau pembengkakan kantong mata sekitar bola mata
karena adanya abu, yang mengarah pada memerahnya mata, mata

terbakar dan menjadi sangat sensitif terhadap cahaya.


e. Diare
Beberapa jenis gas yang timbul akiat gunung meletus adalah uap air (H2O),
diikuti oleh karbon dioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2). Selain itu,
ditemukan juga jenis gas-gas lain dalam jumlah kecil seperti hidrogen sulfida
(H2S). hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), hidrogen klorida (HCl), hidrogen
fluorida (HF) dan helium (He). Gas-gas ini pada konsentrasi tertentu dapat
menyebabkan diare. Selain itu, abu vulkanik yang ikut masuk ke dalam tubuh
bersama dengan makanan ataupun minuman menyebabkan diare, mual, mulas
hingga sakit perut.
Selain gangguan kesehatan fisik, perlu diperhatikan juga kesehatan mental
penyintas. Relawan Jalin Merapi di Stadion Maguwoharjo mengatakan bahwa dua
minggu saja sudah cukup berat untuk hidup di pengungsian. Mereka sangat bosan
diperlakukan hanya untuk makan dan tidur, perlu ada aktivitas produktif yang
mengisi hari-hari para penyintas. Selain itu, perlu segera dibuatkan shelter atau
rumah hunian sementara per keluarga.
Masalah kesehatan tidak hanya dihadapi para penyintas yang masih tinggal di
posko-posko pengungsian. Warga yang sudah kembali ke rumah juga harus
diperhatikan, terlebih debu vulkanik masih memenuhi sebagian besar daerah
tempat tinggal warga yang sebelumnya ditinggalkan ketika mengungsi. Aktivitas
bersih-bersih rumah dan kampung sangat rentan terhadap penyakit saluran
pernafasan. Selain itu, fasilitas air bersih di kampung-kampung yang mulai dihuni
kembali juga harus diperhatikan, apakah sumber air bersih masih ada dan bisa
digunakan, ataukah rusak dan memerlukan perbaikan tertentu.

Permasalahan-permasalahan kesehatan akibat erupsi gunung merapi tersebut


secara singkat dapat dibagi dalam dua kategori yaitu permasalahan kesehatan
individu dan permasalahan kesehatan masyarakat. Jumlah kasus yang tinggi
seperti ISPA dalam satu kelompok masyarakat yang terancam oleh bahaya gunung
merapi dapat menjadi suatu kejadian luar biasa bila tidak ditangani segera. Perlu
dilakukan

berbagai

upaya

untuk

menangani

dan

mencegah

timbulnya

permasalahan kesehatan yang berpotensi menjadi masalah serius ditengah


masyarakat yang terancam. Setiap upaya yang dilakukan harus difokuskan pada
permasalahan kesehatan yang timbul dan berpotensi menjadi permasalahan secara
terarah dan terpadu dengan melibatkan seluruh jajaran kesehatan dengan
dukungan sektor terkait.

Anda mungkin juga menyukai