Case Report Pterigium
Case Report Pterigium
1.1 Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Tempat/tanggal lahir
Suku/Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Tanggal pemeriksaan
: Ny. Asnawiyah
: 49 tahun
: Perempuan
: Islam
:: Sunda
: SMP
: Ibu Rumah Tangga
: Ciruas, Serang - Banten
: 11 Agustus 2015
1.2 Anamnesa
Keluhan utama:
Terdapat penglihatan mata kanan kabur yang timbul sejak 1 bulan yang
lalu.
Keluhan tambahan:
Mata merah, perih, dan berair
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Serang dengan keluhan terdapat
penglihatan mata kanan kabur yang timbul sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku keluhan ini muncul setelah terdapat selaput pada mata kanan.
Keluhan ini juga disertai mata merah, perih, dan berair. Pasien mengaku
sering terpapar debu dan sinar matahari bila sedang di lingkungan sekitar
rumah pasien. Pasien memiliki riwayat operasi katarak dan penggunaan IOL
pada mata kiri. Keluhan keluar kotoran atau sekret pada mata disangkal.
Riwayat trauma pada mata disangkal. Penglihatan berasap disangkal pasien.
Keluhan tidak disertai mata terasa lebih silau jika melihat cahaya/sinar yang
lebih terang. Keluhan juga tidak disertai melihat halo disekitar sinar. Riwayat
penggunaan kaca mata disangkal.
Katarak OS (+)
: Baik
: Composmentis
: 110/80 mmHg
: 80x/menit
: 36,6C
: 24x/menit
: 45 kg
Kepala
: Normochepal
Mata
Ekstremitas
OS
Ortotropia
Visus
TIO
Palpasi N
Palpasi N
jaringan
Kornea
fibrovaskular
pada
konjungtiva
nasal
Jernih
dan
melewati pupil
Ikterik (-)
Ikterik (-)
COA
Pupil
Iris
Sedang
Bulat, isokor, reflex cahaya baik
Warna coklat, kripta (+) sinekia (-)
Sedang
Bulat, isokor, reflex cahaya baik
Warna coklat, kripta (+) sinekia
Lensa
Fundus Reflex
Jernih
Tidak dilakukan
(-)
Jernih, PC IOL (+)
Tidak dilakukan
Pemeriksaan slitlamp
Cilia
Konjungtiva
OD
Tidak ada kelainan
Injeksi konjungtiva
terdapat
jaringan
fibrovaskular
konjungtiva
Kornea
pada
nasal
temporal
Terdapat
dan
jaringan
fibrovaskular
kornea
(+),
OS
Tidak ada kelainan
Injeksi (-)
hingga
pada
Jernih
tepi
melewati
COA
Iris
pupil
Darah (-) pus (-)
Warna coklat,kripta
Lensa
normal
Jernih
iris
Pemeriksaan Tonometri
: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Gonioskopi
: tidak dilakukan
Rencana ekstirpasi
1.8 Saran
Hindari paparan sinar matahari jangka panjang
1.9 Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Bonam
: Bonam
: Dubia ad bonam
Resume Kasus
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Serang dengan keluhan terdapat
penglihatan mata kanan kabur yang timbul sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku keluhan ini muncul setelah terdapat selaput pada mata kanan. Keluhan
ini juga disertai mata merah, perih, dan berair. Pasien mengaku sering terpapar
debu dan sinar matahari bila sedang di lingkungan sekitar rumah pasien. Pasien
memiliki riwayat operasi katarak dan penggunaan IOL pada mata kiri. Keluhan
keluar kotoran atau sekret pada mata disangkal. Riwayat trauma pada mata
disangkal. Penglihatan berasap disangkal pasien. Keluhan tidak disertai mata
terasa lebih silau jika melihat cahaya/sinar yang lebih terang. Keluhan juga tidak
disertai melihat halo disekitar sinar. Riwayat penggunaan kaca mata disangkal.
Pada pemeriksaan status generalis pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan VOD = 6/40 dan VOS = 6/20 dengan pinhole visus tetap.
Pada mata kanan didapatkan adanya jaringan fibrovaskular dari tepi limbus
hingga melewati pupil pada kedua sisi konjungtiva dan injeksi konjungtiva.
BAB II
DISKUSI KASUS
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya
menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan
2.
Berdasarkan stadium pterigium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu :4
Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Stadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil,
tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4
mm).
Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen dan
proliferasi fibrovaskular, dengan atasnya menutupi epitel. Histopatologi dari
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofil dengan
hematoxylin dan pewarna eosin
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal,
mata sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya
riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah
dengan pajanan sinar matahari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat
trauma sebelumnya.
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada
permukaan konjungtiva. Pterigium dapat memberikan gambaran yang vaskular
dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat. Perigium paling sering
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat
pula ditemukan pterigium pada daerah temporal. Pemeriksaan tambahan yang
dapat dilakukan pada pterigium adalah topografi kornea untuk menilai seberapa
besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang disebabkan oleh pterigium.3
Hasil anamnesis pasien pada kasus ini, didapatkan bahwa keluhan pasien
seperti mata merah, mata sering berair, ganguan penglihatan sesuai dengan teori
diatas. Pemeriksaan oftalmologis pada pasien juga didapatkan adanya jaringan
fibrovaskular pada permukaan konjungtiva nasal yang berekstensi ke kornea nasal
hingga melewati pupil dan permukaan konjungtiva temporal yang berekstensi ke
kornea temporal hingga melewati pupil.
Diagnosis banding pterigium adalah pseudopterigium, pannus, dan kista
dermoid. Tidak diperlukan pengobatan karena sering bersifat rekuren terutama
pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid
atau tetes mata dekongestan.1
Penatalaksanaan bersifat non bedah, pasien diberi penyuluhan untuk
mengurangi iritasi maupun paparan terhadap ultraviolet. Pada pterigium derajat
1--2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi
antibiotic dan steroid 3 kali sehari selama 5 - 7 hari. Pada pterigium derajat 3 - 4
dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium, Sedapat mungkin setelah
avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi
dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjungtiva bagian superior untuk
menurunkan angka kekambuhan. Pasca operasi pasien diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotic dan steroid sebanyak 3 kali sehari sampai tampak tenang,
yaitu sekitar 21 hari pasca operasi.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti S.R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2013. h. 116-117
2. Shintya et al. The Profile of Tear Mucin Layer and Impression Cytology in
Pterigium Patient. JOI. 2010; 7(4): 139-143
3. Jerome P Fisher, Pterigium. [Diunduh 23 Agustus 2015]. Tersedia dari
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
4. Cason, John B., .Amniotic Membrane Transplantation. [Diunduh 23 Agustus
2015] Tersedia dari http://eyewiki.aao.org/Amniotic_Membrane_Transplant
5. Panduan Penatalaksanaan Medis. Pterigium. INARCS. 2011.