GPR 1
GPR 1
1 Pusat
Abstrak
Salah satu teknologi elektromagnetik dalam ilmu kebumian adalah metode Ground Penetrating Radar
(GPR) . Metode ini mencoba memetakan kondisi bawah permukaan tanah dengan menggunakan
medan elektromagnetik frekuensi tinggi. Makalah ini menyajikan suatu pemodelan untuk GPR dengan
metode beda hingga domain waktu. Setelah meninjau sepintas metode GPR maka pembahasan
dilanjutkan dengan persamaan pembangun model. Pemodelan ditulis dengan Matlab dan akan
dipaparkan dalam bab selanjutnya. Pembahasan diakhiri dengan contoh penerapannya.
Kata kunci: Elektromagnetik, Ground Penetrating Radar, metode beda hingga domain waktu,
pemodelan
Abstract
One of the electromagnetic technology in earth science is a method of Ground Penetrating Radar
(GPR). This method tries to map the subsurface soil conditions by using high-frequency
electromagnetic fields. This paper presents a modeling for GPR with the finite difference time domain
method. After a cursory review of the GPR method then the discussion continued with the equation
of the model builder. Modeling is written with Matlab and will be presented in subsequent chapters.
The discussion concludes with examples of its application.
Keywords: Electromagnetic, Ground Penetrating Radar, finite difference time domain, model builder
1. Pendahuluan
Georadar atau Ground Penetrating Radar (GPR) adalah salah satu metode geofisika
yang bertujuan untuk mencitra kondisi bawah permukaan Bumi. Metode ini bersifat
tidak merusak dan mempunyai resolusi yang tinggi, tetapi terbatas sampai kedalaman
beberapa puluh meter saja. Meskipun demikian ternyata GPR dapat digunakan
untuk banyak pengkajian seperti eksplorasi mineral, analisis sumber air tanah, studi
arkeologi, studi keretakan jalan atau bendungan dan lain sebagainya. Penerapan yang
tak kalah menarik adalah lingkungan seperti prediksi dan penentuan lokasi daerah
bawah permukaan yang terkontaminasi zat pencemar (Knight, 2001).
GPR sebenarnya bekerja atas dasar teknologi yang sudah lama yaitu Radar yang
merupakan warisan perang Dunia ke dua. Prinsipnya adalah alat ini memencarkan
(transmisi) dan menerima (refleksi) gelombang elektromagnetik (EM) frekuensi tinggi
yaitu antara 1MHz 1GHz (Daniel, 2004). Dalam pengambilan data ada beberapa
cara misalnya pemancar berada dilokasi tetap sedangkan penerima bergerak
disepanjang daerah yang ingin dipetakan. Cara lain adalah pemancar dan penerima
bergerak bersama-sama disepanjang daerah survei. Pencitraan yang diperoleh dengan
cara ini muncul dalam bentuk dua dimensi (2D). Jika kita memetakan dalam bentuk
grid maka dengan interpolasi kita akan mendapatkan gambaran tiga dimensi (3D).
Secara teori sinyal yang dipancarkan GPR haruslah pulsa tunggal (wavelet), tetapi
hal ini sulit secara praktik, jadi biasanya orang menyebut frekuensi pusatnya seperti
50, 200 atau 400 MHz. Sebuah citra GPR merupakan kumpulan dari sinyal yang
diperoleh dari wavelet yang telah mengalami peristiwa hamburan dengan material di
dalam Bumi. Hamburan ini terjadi karena material Bumi mempunyai sifat listrik-
31
magnet yang dinyatakan dalam variabel permitivitas listrik (), konduktivitas listrik
() dan permeabilitas magnetik (). Medan elektromagnetik yang ditangkap GPR
akan bergantung dari variabel di atas. Jadi sebuah sinyal yang dipancarkan GPR pada
prinsipnya harus mempunyai frekuensi tunggal dan terpolarisasi linier sebagai berikut
(Balasnis, 1999),
Ez, t Eoez ei t z
;
Bz, t Bo ez ei t z
(1)
di mana E0 dan B0 adalah amplitude (kompleks), frekuensi sudut, konstanta
atenuasi dan parameter fase yang diberikan oleh ,
2
1
1
2
1
1
2
(2).
Data GPR adalah amplitude dan waktu (travel time). Jika kita mengetahui
kecepatan gelombang EM maka kita dapat menentukan amplitude sebagai fungsi dari
kedalaman. Kecepatan gelombang EM dinyatakan oleh v=/ jadi kecepatan
merupakan fungsi dari sifat listrik-magnet dari medium yang dilaluinya. Karena GPR
bekerja pada frekuensi tinggi maka biasanya orang mengadakan aproksimasi yaitu
konduktitas kecil (<<), aproksimasi ini dikenal dengan nama low-loss conditions.
Asumsi lain adalah sifat magnetik tanah dianggap konstan yaitu ~0 sehingga
kecepatan dan konstanta atenuasi akan dinyatakan berturut-turut sebagai
v=1/(o), =0.5(o/).
Relasi ini menunjukkan bahwa kecepatan atau penentuan kedalaman
dikontrol oleh permitivitas listrik sedangkan atenuasi dikontrol oleh konduktivitas.
Jika konduktivitas besar misalnya tanah lempung maka atenuasi sangat besar dan
pencintraan hanya bisa sampai kedalaman 1 meter saja (Knight, 2001). Jika
konduktivitasnya kecil seperti pasir atau gravel maka kedalaman pencitraan lebih besar
sampai beberapa meter (puluh meter, jika kelembaban kecil). Dari uraian di atas jelas
bahwa pencitraan bawah permukaan dengan GPR tergantung pada sifat dielektrik
material geologi bawah permukaan.
32
Gambar 1. Survei dengan GPR sangat tergantung kepada kondisi elektrisitas bawah
permukaan (B-scan dan akusisi data). GPR dengan teknologi bowtie antenna buatan
RCS - PT Solusi 247.
Interpretasi adalah bagian tersulit dari metode GPR karena obyek yang tampak
tidaklah mencerminkan gambaran asli benda yang bersangkutan. Misalkan benda
dengan obyek silinder akan tampak pada citra berupa profil hiperbola. Akan menjadi
lebih rumit dan memusingkan jika kita ingin mencitrakan struktur geologi misalnya.
Salah satu cara untuk memandu geofisikawan untuk mendapatkan interpretasi adalah
dengan membuat model bagaimana citra medan EM jika kita memberikan struktur
dengan sifat-sifat dielektrik yang kita tentukan. Karena umumnya GPR mempunyai
teknik akusisi B-scan maka akan dipaparkan pemodelan dua dimensi (2D).
Pada dasarnya pemodelan dalam GPR adalah menyelesaikan persamaan
Maxwell dengan syarat batas yang kita tentukan. Karena geometri obyek yang tidak
sederhana (seperti silinder, bola dll) maka solusi analitik tidak dapat diperoleh,
sebagai gantinya digunakan hampiran atau metode numerik. Pada bagian dua akan
dipaparkan persamaan model dan syarat batasnya. Pada bagian ketiga akan
dipaparkan bentuk diskrit model numerik dengan metode beda hingga domain
waktu. Bagian ke empat berisikan implementasi model dengan Matlab dan paper ini
diakhiri dengan suatu rangkuman.
2. Model GPR 2D
Dalam makalah ini hanya dibahas system GPR dengan teknik survei refleksi di
permukaan (surface-based reflection). Hasil citra dan teknik survei metode ini dapat
dilihat pada Gambar 1. Pada dasarnya penjalaran medan EM akan memenuhi
persamaan Maxwell. Dengan model survei permukaan maka kita telah menetapkan
suatu syarat batas sehingga persamaan Maxwell akan terkendala dengan syarat batas.
Jadi dikatakan medan EM akan mempunyai suatu mode yang dinamakan mode
transvers-magnetik (TM) (Balanis, 1989 dan Irving, 2006). Persamaan Maxwell
dalam mode ini dinyatakan sebagai berikut,
H
E
(3)
t
E
(4)
H E
t
Persamaan Maxwell yang lain yaitu non monopol magnetik dan divergensi E
selalu dipenuhi. Karena bentuk struktur bawah permukaan yang kompleks maka
vektor gradien akan memenuhi sistem koordinat variabel sebagai berikut (Irving,
2006),
1
1
1
x
y
z
sx x
s y y
sz z
(5)
di mana
sk k
k
,
k i o
k x, y, z
(6)
yang merupakan sistem koordinat variabel dengan variasi hanya dalam arah k atau
arah jalar gelombang. Persamaan (3) dan (4) menyatakan bagaimana medan EM
menjalar di suatu medium. Pada dasarnya jika kita berikan suatu sinyal katakanlah
33
J n R ( 2)
(7)
H n r cosn
H n( 2) R
n
di mana J dan H adalah fungsi Bassel dan Hankel berturut-turut. Meskipun
mempunyai bentuk yang sederhana tetapi hamburan medan EM mengalami
depolarisasi tergantung dari orientasi silinder terhadap antena, sifat elektisitas silinder
dan radius silinder dibandingkan panjang gelombang datang (Radzevicius and
Daniels, 2000). Pengetahuan ini menentukan kita dalam pelaksanaan akusisi data.
Sebagai contoh, jika kita menggunakan antena dipole dengan polarisasi linier untuk
mendeteksi pipa besi maka citra yang paling jelas terjadi pada saat sumbu utama
dipole sejajar dengan sumbu pipa.
Pada kenyataanya di lapangan, kita tidak bisa berharap suatu obyek mempunyai
bentuk yang sederhana seperti silinder, kotak atau bola. Terlebih jika obyek yang kita
petakan berbentuk struktur geologi. Di samping itu kebanyakan obyek lain seperti
batu-batu dan permukaan yang tidak rata akan menimbulkan efek clutter pada citra
GPR. Untuk membantu melakukan interpretasi maka diperlukan suatu model
bagaimana citra hamburan medan EM disuatu daerah dengan bentuk geometri yang
kita desain sendiri. Karena obyek tidaklah sederhana maka mau tidak mau kita harus
menggunakan metode numerik. Metode numerik untuk elektromagnetik yang sangat
populer adalah metode beda hingga domain waktu yang akan dipaparkan berikut ini.
Ez( s ) E0
E y
x
H z
t
E y
(8)
H z
x
t
34
(9)
Metode numerik pada umumnya tidak bisa menyelesaikan persamaan ini secara
langsung karena persaman (7) dan (8) saling terkopling. Biasanya persamaan tersebut
dibuat menjadi tak terkopling dengan cara menurunkan salah satu persamaan
terhadap t dan mensubtitusikan persamaan yang lainnya sehingga diperoleh,
2
2 Ey
0
2
t 2 H z
x
(10)
n 12
k 12
Hz
n 12
k 12
Ey
n 1
k
Ey
n
k
1 Ey
1 Hz
n
k 1
Ey
n
k
x
n 12
k 12
Hz
n 12
k 12
(11)
(12)
35
1 E y
s z z
(13)
iH z
1 E y
s x x
(14)
1 H z 1 H x
(15)
s x x s z z
Dalam bahasa Matlab maka suatu persamaan supaya lebih efisien dalam
perhitungan, harus dinyatakan dalam bentuk matriks. Dalam hal 2 dimensi diperlukan
kondisi batas sehingga gelombang akan terabsorbsi pada batas, jika tidak maka akan
menghasilkan pola yang tak teratur sehingga akan menimbulkan ambiguitas. Syarat
batas yang sering dipakai dalam pemodelan GPR adalah perfectly matched layer
(PML). Dalam daerah batas dengan PML sx dan sz merupakan bilangan kompleks.
Salah satu mengimplementasikan metode ini adalah dengan menerapkan konvolusi
medan E dan H dengan suatu fungsi dari parameter medan (,) yang menyatakan
sifat listrik magnet dari medium yang bersangkutan. Karena persamaan (13), (14) dan
(15) dalam domain waktu maka konvolusi dilakuakn dengan menerapkan invers
transform Fourier dari persamaan (6) yaitu (Irving, 2006):
E y iE y
sk t
t k
t
exp k2 k u t
k t
2
k 0 k
0
k
k
(16)
36
di mana adalah fungsi delta Dirac dan u adalah fungsi tangga Heaviside. Dengan
dikonvolusikan fungsi ini maka persamaan (13), (14) dan (15) akan menjadi,
E y
E y
E y
H x
1 E y
z t
t
z z
z
E y
H z
1 E y
x t
t
x x
x
(17)
(18)
H x
1 H z 1 H x
H z
x t
z t
x x z z
x
z
(19)
Langkah selanjutnya adalah menuliskan persamaan ini dalam bentuk matrik (diskrit).
Bentuk beda hingga domain waktu dari persamaan (17), (18) dan (19) dengan syarat
batas (16) adalah (Irving, 2006):
n 1
n 1
H x i , j 2 1 H x i , j 2 1 Dbz i , j 1 E y
2
Dc i , j 1 H xz
2
n 1
n 1
i, j
n
i 12 , j
Ey
i, j
i , j 1
n
i 2, j
27 E y
n
i 1, j
27 E y
Ey
i, j
n
i 1, j
(21)
C H
Ca i 1 , j E y
i 1, j
27 E y
(20)
n 1
i , j 12
Ey
i , j 2
27 E y
bx i , j
i, j
n 12
z i 3 , j
2
n 1
n 1
n 1
n 1
n 1
n 1
n 1
Cbz i , j H x i , j 2 3 27 H x i , j 2 3 27 H x i , j 2 1 H x i , j 2 3 Cc i , j E yx
2
2
2
2
n 12
i, j
E yz
n 12
i, j
(22)
di mana koefisien dinyatakan oleh:
t t
Ca 1
1
2
2
Cc
t t
1
Dbk
t t
Cbk 1
2
t
24 k k 1
24 k k 1
Dc
(23)
37
H zx
Eyx
E yz
Bz i , j 1 H xz
2
n
i , j 12
n
i 12 , j
n 12
i, j
Bx i 1 , j H zx
Bx i , j Eyx
n 1
i, j
n1
i , j 12
Bz
i , j E yz
n 12
i, j
n 1
i, j
n
n
n
n
A
z i , j 1 E x i , j 2 27 E y i , j 1 27 E y i , j E y i , j 1
n1
i 12 , j
(24)
n
n
n
n
A
(25)
x i 1 , j E y i 2, j 27 E y i 1, j 27 E y i , j E y i 1, j
n 12
n 12
n 12
n 12
Ax i , j H z i 32 , j 27 H z i 12 , j 27 H z i 12 , j H z i 32 , j (26)
Az
H n 2 3 27 H n 2 1 27 H n 2 1 H n 2 3 (27)
x i, j
x i, j
x i, j
x i, j
i, j
2
2
2
2
Ak
k
B 1
k k k k2 k
Bk exp k k
0 k
(28)
Seperti biasa, indeks bawah menyatakan koordinat ruang (x,z) dan indeks atas
menyatakan koordinat waktu. Program Matlab untuk model di atas telah dibuat oleh
Irving dan Knight (2006). Disini tidak akan diberikan list programnya karena terlalu
panjang, tetapi bagi pembaca yang berminat dapat mengunduhnya di
http://www.iamg.org/CGEditor/index.htm.
4. Implementasi Matlab untuk model 2D
Step penting dalam pemodelan FDTD adalah pemilihan diskritasi waktu dan ruang
yang memadai. Jika kita memilih x, z dan t sebesar mungkin maka komputasi
akan semakin singkat, tetapi jika semakin kecil maka komputasi semakin lama. Pada
pemilihan grid yang besar skema FDTD malah menjadi tidak stabil dan itu akan
mempengaruhi perhitungan medan listrik dan medan magnetiknya. Disini akan
digunakan kriteria grid sebagai berikut ,
t max
6
min min
7 1 x 2 1 z 2
(29)
di mana min dan min adalah permeabilitas magnetik dan permitivitas listrik terkecil
yang diset diseluruh grid. Program Matlab untuk penentuan grid ini dinyatakan dalam
finddt.m dan finddx.m. Variasi spatial mempengaruhi pada variasi permitivitas dan
38
Gambar 3. Model daerah survei dengan benda anomali yang kita desain.
39
Daftar Pustaka
Balasnis, C.A. 1989. Advanced Engineering Electromagnetics. John Wiley and Son,
New York.
40
Daniel, D.J. 2004. Ground Penetrating Radar. IEEE Radar Series, London.
Irving, J.D. 2006. Improving Tomographic Estimates of Subsurface Electromagnetic
Wave Velocity Obtaned From Ground Penetrating Radar Data. PhD
Disertation, Stanford University.
Irving, J and Knight, R. 2006. Numerical modeling of ground-penetrating radar in 2D using MATLAB, Computers and Geosciences, Vol. 32, pp. 1247-1258.
Knight, R. 2001. Ground Penetrating Radar for Environment Application.
Annu.Rev.Earth Planet. Sci, Vol. 29, pp. 229-55.
Radzevicius, S.J. and Daniels, J.J. 2000. Ground Penetrating Radar Polarization and
Scattering from Cylinders. J. Applied Geophysics, Vol. 45, pp. 111-125.
Sullivan, D.M. 2000. Electromagnetic Simulation Using the FDTD Methods. IEEE
Press series on RF and Microwaves Technology.
41