Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polio adalah penyakit yang nyaris menyerang anak-anak lebih dari 80 persen
kasus kelumpuhan karena polio terjadi pada balita. Penyebabnya adalah virus di usus,
infeksi terjadi apabila virus tertelan. Setelah berada diusus, virus polio masuk ke
dindingusus dan hidup di kelenjar getah bening di dekatnya. Di sana virus polio
berkembang

biak, menyebar lewat tahi. Mereka yang terinfeksi isa mencemari

pakaian, tempat mandi, dan pasokan air minum, dan dengan demikian menularkan
polio. Virus polio bisa bertahan hidup sampai enam puluh hari di luar tubuh. (Atul
Gawande.2007)
Virus polio hanya menginfeksi beberapa jenis sel saraf, tapi
yangdiinfeksinya lantas dihancurkan. Dalam kasus-kasus terparah, virus polio
menyebar dari aliran darah ke neuron-neuron batang otak, sel-sel yang membuat anda
bisa bernapas dan menelan. Kalau sudah terkena yang seperti itu, penderita hanya
bisa hidup dengan diberi makan dan napas lewat selang. Pada kasus ini, seringkali
banyak neuron yang dihancurkan virus sehingga fungsi otot hilang sama sekali.
Refleks tendon lenyap. Anggota tubuh hilang terkulai tanpa tenaga. (Atul
Gawande.2007)
Di tahun 1995 indonesia melancarkan kampanye besar-besaran lewat pekan
imunisasi Nasional (PIN) untuk memerangi penyakit infeksi virus ini. Setelah 10
tahun indonesia dinyatakan bebas polio, namun pada awal tahun 2005 di indonesia
kembali timbul epidemi polio dengan 15 kasus dii sukabumi, jawa barat, sehingga
DepKes menganggap perlu untuk di bulan agustus 2006 melakukan vaksinasi masal
dengan vaksin polio oral (OPV, Sabin). Dalm rangka membebaskan indonesia dari
virus polio, imunisasi terpadu akan terus digalakkan. Sejak tahun 2005 sudah 5 kali
dilaksanakan PIN dan terakhir di tahun 2006 dengan target indonesi harus bebas polio

pada tahun 2008. Virus polio yang timbul kembali di indonesia pada tahun 2005
diperkirakan berasal dari negara Afrika-Asia dimana penyakit ini masih endemik
seperti Sudan, Nigeria, Pakistan, India, dan Afganistan. Dalam tahun 2006 Mesir
dinyatakan bebas polio. (Tan hoan tjay. 2007)
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
1) Menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Imun dan Hematologi
II
2) Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien Orang dewasa
dengan penyakit Polio
1.2.1 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan definisi Polio
2) Menjelaskan etiologi polio
3) Menjelaskan patofisiologi polio
4) Menjelaskan manifestasi klinis polio
5) Menjelaskan pemeriksaan diagnostic untuk polio
6) Menjelaskan penatalaksanaan dari polio
7) Menjelaskan komplikasi dari polio
8) Menjelaskan prognosis dari polio
9) Menjelaskan WOC dari polio
10) Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan polio
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah wawasan pembaca mengenai konsep asuhan keperawatan pada
klien Orang dewasa dengan Penyakit Polio

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut WHO, poliomyelitis (polio) adalah penyakit infeksi virus yang
sangat menular, terutama di derita oleh anak-anak. Virus ini ditularkan oleh orang ke
orang menyebar melalui fekal-oral atau melalui media penular (misalnya air atau
makanan yang terkontaminasi) dan berkembang didalam usus, kemudian menyerang
system saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
Gejala awal polio diantaranya demam, kelelahan, sakitkepala, muntah, kekakuan pada
leher, dan nyeri pada anggota badan. Pada sebagian kecil kasus, penyakit ini
menyebabkan kelumpuhan, yang sering permanen. Tidak ada obat untuk polio, hanya
dapat dicegah dengan imunisasi
2.2 Etiologi
Poliomielitis atau polio adalah penyakit lumpuh yang disebabkan oleh virus
polio, yang termasuk dalam kelompok enteroviorus, famili Picornavirus. Virus polio
sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan
larutan klor. Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi dalam keadaan
beku masa hidupnya dapat bertahun-tahun (cahyono.2010)
2.3 Patofisiologi
Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di dalam
tenggorokkan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui system
pembuluh darah dan getah bening. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke system saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (paralisis). Virus ini hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf
tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila
ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah
timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah medulla spinalis
terutama kornu anterior, batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf
cranial serta formasi oretikularis yang mengandung pusat vital, serebelum terutama

inti-inti vermis, otak tengah midbrain terutama gray matter substansinigra dan
kadang-kadang nucleus rubra.
2.4 Manifestasi Klinis
Penyakit polio terbagi atas tiga jenis sebagai berikkut :
1. Polio non-paralisis
Menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, kram otot pada leher dan
punggung, otot terasa lembek jika disentuh. Hal ini berlangsung 2-10 hari dan
akan sembuh sempurna.
2. Polio paralisis spinal
Menyerang saraf tulang belakang dan menghancurkan sel pengontrol
pergerakan tubuh. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki.
Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum
divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian saraf tulang
belakang dan batang otak sehingga mengakibatkan kelumpuhan seluruh
anggota gerak badan. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi
lemas kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Kelumpuhan
tersebut bersifat asimetris (salah satu sisi) sehingga menimbulkan deformitas
(gangguan bentuk tubuh) yang cenderung menetap atau bahkan menjadi lebih
berat. Kelumpuhan itu berjalan bertahap dan memakan waktu dua hari hingga
dua bulan. Sekitar 50% - 70% fungsi otot pulih dalam waktu 6 9 bulan.
Kemudian setelah dua tahu, diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan
otot. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami
gejala tambahan di masa depan seperti layu oto ; gejala ini disebut sindrom
post-polio. Bagi penderita dengan tanda klinik paralitik (lumpuh), 30% akan
sembuh, 30% menunjukkan kelumpuhan berat, dan 10% menimbulkan
kematian.
3. Polio bulbar
Disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut
terserang. Batang otak mengandung sel pengatur pernapasan dan saraf yang
mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata,

muka, pendengaran, proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan,


pergerakan lidah dan rasa, saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paruparu, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu
pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Virus polio dapat di isolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok pada
minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Berbeda dengan
enterovirus lainnya, virus polio jarang dapat di isolasi dari cairan serebrospinalis. Bila
pemeriksaan isolasi virus tidak mungkim dapat dilakukan, maka dipakai pemeriksaan
serologi berupa tes netralusasi dengan memakai serum pada fase akut dan
konvalesen. Dikaranan positip bila ada kenaikan 4 liter atau lebih. Tes netralusasi
sangat spesifik dan bermanfaat untuk menegakkan diagmosa Poliomielitis. Selain itu
bisa juga dilakukan pemeriksaan CF (Complement Fixation), tetapi ditemukan reajsi
silang diantara ketiga tipe virus ini (Syahril Pasaribu,2005).
Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan menunjukkan pleiositosis biasanya
kurang dari 500/mm3, pada permulaan lebih banyak polimorfonukleus dari limfosit,
tetapi kemudian segera berubah menjadi limfosit yang lebih dominan. Sesudah 10-14
kemudian pada minggu kedua dapat naik sampai 100 mg%, dengan jumlah set
menurun sehingga disebut dissociation cytoalbuminique, dan kembali mencapai
normal dalam 4-6 minggu. Glukosa normal. Pada pemeriksaan darah tepi dalam batas
normal dan pada urin terlihat gambaran yang bervariasi dan bisa ditemukan
albuminuria ringan (Syahril,2005).
Untuk melihat kemungkinan positif seseorang menderita virus polio bisa
dilakukan beberapa pemeriksaan berikut (Gendro dan Maria, 2007) :
1. Cara pengumpulan spesimen
Beberapa cara pengumpulan spesimen dibedakan menurut:
a. Untuk penderita yang tidak dirawat:
5

- tinja
b. Untuk penderita yang dirawat:
- Flaccid paralisis: tinja, apus tenggorokan.
- Meningo-enchepalitis: tinja, apus tenggorokan
-

dan

cairan

serebrospinal.
Kematian: spesimen nekrocopi; jaringan dari brain stem, spinal

cord, dan decending colon dan serum.


2. Spesimen untuk isolasi virus
Semua spesimen untuk isolasi virus harus dikumpulkan secepatnta
setelah timbul gejala penyakit. Kontaminasi spesimen untuk isolasi virus
ini harus dicegah atau dihindari. Beberapa spesimen untuk isolasi virus:
- Tinja
Spesimen tinja merupakan satu-satunya spesimen yang
bermanfaat dan sebaiknya diambil dalam 7 hari setelah timbul
gejala. Pengeluaran virus dalam tinja dapat terjadi terus menerus.
Maka dilakukan pengumpulan tinja dua kali dengan jarak 24-48
jam. Tinja sebesar kuku ibu jari orang dewasa (4-8 gram) diambil,
lalu dimasukkan dalam tempat nija dari plastik, dan plastik
tersebut harus kering bersih, tidak bocor dan tertutup rapat. Bila
tinja tidak dapat diperoleh misalnya kesulitan pengambilan atau
sedang di lapangan, tinja dapat diambil menggunakan straw (pipa
sedotan). Straw ini khusus dibuat dari plastik dan dapat diperoleh
di EPI/WHO. Straw ini dimasukkan dalam rectum secara perlahanlahan dan dengan sedikit gerakan, tinja dalam jumlah cukup dapat
diperoleh. Straw yang berisi tinja dimasukkan dala, botol kering,
-

bersih, dan tertutup rapat.


Apus tenggorokan
Apus tenggorokan steril diusapjan perlahan ke dinding tonsil
bagian belakang pharing. Setelah keluar ludu dupotong di bawah
ujung kapas. Ujung kapas dimasukkan dalam botol srew cap berisi
Virus Transport Media (VTN). Apus tenggorokan agak kurang
bermandaat mengingat virus polio hanya berada di oropharinx 7-

10 hari setelah onset penyakit.


Cairan serebrospinal
6

Dua sampai 3cc cairan cerebrospinal dimasukkan dalam vial


-

screw cap tanpa VTM.


Nekroskopi
Jaringan nekroskopi: diambil pada jaringan otak, servikal,
lumbar kord, medulla dan pins pada penderita yang meninggal.
Spesimen dimasukkan dalam vial screw cap dengan VTM yang
cukup agar spesimen tetap basah. Besarnya jaringan diambil

sekitar 1 cm3.
3. Specimen untuk test serologi
Spesimen yang digunakan adalah serum darah. Diagnosis ini sevara
rutin tidak lagi direkomendasikan karena kesulitan interpretasi pada
testnya terutama apabila cakupan imunisasi polio telah tinggi. Untuk
survei serologi cukup diambil satu spesimen yang memerlukan 5cc darah.
Pengambilan darah dapat menggunakan filter paper. Filter paper yang
digunakan adalah filter khisis. Jumlah filter paper yang dibutuhkan sangat
terganting dari merk/ukuran/ketentuan dari pembuatnya.

2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spresifik terhadap Poliomielitis. Antibiotika, -globulin
dan vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatis daft suportif.
Infeksi tanpa gejala: istirahat (Syahril,2005).
Infeksi abortif: istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal.
Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2
minggu. 2 vulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuro-muskuloskeletal untuk
mengetahio adanyakelainan.
Non paralitik: sama dengan tipe abortif pemberian analgetik sangat efektif
bila diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam
dan kadang-kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot
bpard, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang

sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang.
Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denerbasi sel
kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjafdi.
Paralitik: harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi
paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa sakit
telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasip dengan menggerakkan kaki/tangan. Jika
terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan parasimpatetik seperti
bethanechol (urecholine) 5-10 mg oral atau 2.5-5 mg/SK.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi
sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa
otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan
terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada.
Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio.
Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot
yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan.
2.8 Prognosis
Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitikatauparalitik) dan
bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan kordaspinalis,
kemungkinan akan terjadi pemulihan total. Jika menyerang otak atau korda spinalis,
merupakan suatu keadaan gawat darurat yang mungkin akan menyebabkan
kelumpuhan atau kematian (biasanya akbiat gangguan pernafasan).

Polio virus
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Melalui fekal-oral (makanan yang terkontaminasi)
MK: Defisiensi Pengetahuan

Sulit menelan

Bermultiplikasi

Infeksi

Orofaring

2.9 Web of Causation (WOC)


Masuk ke sistem limfatik/ pembuluh darah

Menyebar ke organ target


Peningkatan suhu tubuh

Fase viremia

MK: Hipertermi

Sistem Saraf Pusat (SSP)

Infeksi

Menyerang sel-sel yang mengendalikan otot

MK: Nyeri

Melemahnya otot
Paralysis

MK: Ansietas

Otot tungkai (Flaccid paralysis


9
MK: Hambatan Mobilitas Fissik

2.10 Asuhan Keperawatan pada klien Polio Dewasa


2.10.1 Studi Kasus
Nn.D berumur 21 tahun dibawa ke Rumah Sakit oleh ibunya pada tanggal 12
September 2015 dengan keluhan pusing, demam, muntah, sakit perut, dan tidak
nafsu makan sejak 4 hari yang lalu. Ibu klien mengatakan jika anaknya susah
untuk berjalan sejak kecil tetapi ibu klien menganggap bahwa klien hanya
mengobatkan anaknya ke tukang pijat dikarenakan tidak mampu untuk
memeriksakan ke RS. Hasil pengkajian yang dilakukan pada Nn.D menunjukkan
suhu 38,9oC, pernapasan 28x/menit, nadi 110x/menit. Hasil pemeriksaan tinggi
badan dan berat badan adalah 155 cm dan 36 kg. klien terlihat lesu dan otot klien
terasa lembek jika disentuh. Ibu Nn.D merasa cemas dengan kondisi anaknya
yang semakin kurus serta kaki kanan klien susah digerakkan. Ketika ditanyakan
untuk kelengkapan imunisasi ternyata klien sejak kecil belum mendapatkan
vaksin polio. Diagnosa medis Nn.D adalah Poliomyelitis.

10

2.10.2 Pengkajian
1. Indentitas Pasien
Nama
: Nn.D
Usia
: 21 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
Alamat
: Surabaya
Tanggal MRS
: 11 Sepetember 2015
Jam MRS
: 08.55
Diagnosa Medis
: Poliomyelitis
2. Identitas Pennaggung Jawab
Nama
: Tn.Z
Umur
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan/Pekerjaan: SD/Wiraswasta
Hubungan dg klien : Ayah Kandung
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama : Klien merasalemas disekujur tubuhnya
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluh pusing, demam, muntah, sakit perut, dan tidak nafsu
makan sejak 4 hari yang lalu.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu klien mengatakan jika anaknya susah untuk berjalan sejak kecil tetapi
ibu klien menganggap bahwa klien hanya mengobatkan anaknya ke
tukang pijat dikarenakan tidak mampu untuk memeriksakan ke RS. Klien
terlihat lesu dan otot klien terasa lembek jika disentuh.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga
4. Pengkajian Pemenuhan KDM menurut Gordon
a) Pola Persepsi dan Pemeliharan Kesehatan
Ibu pasien tampak cemas karena anaknya belum pernah mendapatkan
vaksin polio sejak kecil. Persepsi keluarga tentang penyakit anaknya itu
karena cobaan Tuhan.
b) Pola Nutrisi
Sebelum sakit
: normal
Selama sakit
: nafsu makan berkurang
c) Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
1) BAB : normal 1X sehari, warna kulit kecoklatan, tekstur lunak
11

2) BAK : normal, warna kunimg


Selama sakit
:
1) BAB : konstipasi (kesusahan BAB)
2) BAK : normal, warna kuning
d) Aktivitas dan Latihan
Kemampuan Perawatan Diri

Kemampuan melakukan ROM

Kemampuan Mobilitas di tempat tidur

Kemampuan makan/minum

Kemampuan toileting

Kemampuan Mandi

Kemampuan berpindah

Kemampuan berpakaian

Ket. : 0 = Mandiri

1= Menggunakan alat bantu 2 = dibantu orang lain

3 = Dibantu orang lain dan alat

4 = Tergantung Total

e) Tidur dan Istirahat


Sebelum sakit
: 8 jam sehari.
Selama sakit
: sering terbangun
f) Sensori, Persepsi dan Kognitif : g) Konsep diri
Klien merasa malu karena semua menggantungkan orang tuanya.
h) Sexual dan Reproduksi
Klien belum berkeluarga
i) Pola Peran Hubungan
Sebelum sakit : Interaksi dengan keluarga, teman, dan lingkungan baik.
Selama sakit : Pasien mengalami perubahan pada interaksi keluarga,
teman, dan lingkungan. Aktivitas meningkat, tetapi terganggu.
j) Manajemen Koping Stress
Sebelum Sakit : Baik.
Selama sakit
: Klien sering menangis dan patah semangat karena
merasa selalu merepotka orang tua
k) Sistem Nilai dan Keyakinan
Sebelum sakit : Pasien beragama Islam.

12

Selama sakit
: pasien rajin mengerjakan sholat didampingi ibunya
5. Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breath)
: Takipnea, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
b) B2 (Blood)
: normal
c) B3 (Brain)
: gelisah dan pusing, suhu 38,90C
d) B4 (Bladder) : normal
e) B5 (Bowel)
: mual muntah, anoreksia, konstipasi
f) B6 (Bone)
: letargi atau kelemahan, tungkai kanan mengalami
kelumpuhan, pasien tidak mampu berdiri dan berjalan
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Limfosit : 200 sel/mm
2) Kadar protein darah : 50 mg/ 100 ml
3) Pada pemeriksaan sampel feses ditemukan adanya Poliovirus
b) Pemeriksaan Radiologi
Didapati tulang yang pendek, osteoporosis dengan korteks yang tipis
dan rongga medulla yang relative lebar, selain itu terdapat penipisan
epifise.
2.10.3 Analisis Data
Data

Etiologi

DS :
-

Proses infeksi
Orang

tua

mengatakan

klien

Hipertermi

bahwa Pelepasan mediator inflamasi

klien demam

DO :
-

Masalah

Peningkatan proses
Suhu klien: 38,9C

metabolisme

Peningkatan suhu tubuh


(hipertermi)

DS :
-

Orang

tua

klien

Gangguan keseimbangan

Ketidakseimbangan

asam basa dan elektrolit

Nutrisi:Kurang dari kebutuhan

13

mengatakan

bahwa

klien sering muntah


dan

tidak

nafsu

makan.

Lambung / saluran
pencernaan meradang

DO :
-

Nafsu makan berkurang /


Klien tampak lesu
Klien
muntah,
anoreksia
BB sebelum sakit :
42kg
BB saat sakit : 36kg
TB : 155cm
Limfosit : 200

tidak ada

Intake nutrisi kurang

sel/mm3
Kadar protein :
50mg/100ml
Porsi makan tidak
habis
DS:
-

Virus masuk kedalam tubuh


Ibu

Klien

mengatakan

klien

bahwa

Infeksi

klien susah berjalan


sejak kecil
-

Ibu klien mengatakan


klien sekarang tidak
mampu

berdiri

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan saraf

Paralisis (kram otot)

ataupun berjalan
DO :
-

Klien

tampak

lesu,

14

dan terlihat kurus


otot
klien
terasa
lembek jika disentuh

DS :
-

Orang tua cemas


Ibu klien mengatakan
jika

anaknya

susah

untuk berjalan sejak


kecil tetapi ibu klien
menganggap

bahwa

klien

hanya

Defisit Pengetahuan

Kurangnya informasi

Deficit pengetahuan

mengobatkan anaknya
ke

tukang

pijat

dikarenakan

tidak

mampu

untuk

memeriksakan ke RS
Ibu klien merasa
cemas dengan kondisi
anaknya

DO :
-

Ibu

klien

terlihat

cemas ketika melihat


kondisi anaknya
2.10.4 Diagnosa Keperawatan
a Hipertemi b.d. Peningkatan proses metabolism
b Ketidakseimbangan Nutrisi:Kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
tidak adekuat
c Gangguan mobilitas fisik b.d. kelemahan, paralisis
2.10.5 Intervensi Keperawatan

15

Diagnosa I : Hipertermi b.d peningkatan proses metabolism


Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan suhu, status
pernapasan, denyut jantung dan tekanan darah dalam batas normal dengan
kriteria hasil (NOC):
- Klien akan menunjukkan termoregulasi
Intervensi (NIC)

Rasional

Pantau tanda-tanda vital

Mengetahui

perubahan

dan

perkembangan fisik pasien


Lepaskan pakaian yang berlebihan Mengurangi suhu panas/pengap
dan tutupi pasien dengan selimut
saja
Gunakan kompres (air biasa) di Menurunkan suhu pasien. Vasodilatasi
aksila, kening, tengkuk, dan lipat pembuluh
dada.

darah

saat

dikompres

mempercepat penurunan suhu

Berikan asupan cairan oral, sedikit Mengganti cairan yang menguap saat
tapi sering

demam

dan

yang

keluar

melalui

keringat untuk mencegah dehidrasi


Kolaborasikan pemberian antipiretik Obat antipiretik bekerja pada pusat
termoregulasi di otak

Diagnosa II : Ketidakseimbangan Nutrisi:Kurang dari kebutuhan tubuh b.d


intake nutrisi tidak adekuat
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan klen menunjukkan status gizi
yang baik dengan asupan cairan dan makanan yang adekuat dengan kriteria
hasil (NOC):
- Menunjukkan berat badan dalam batas normal
- Normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi
Intervensi (NIC)

Rasional

Kaji status nutrisi secara kontinu, Memberikan

kesempatan

selama

penyimpangan

perawatan

setiap

hari, mengobservasi

untuk
dari

16

perhatikan tingkat energi: kondisi normal/

dasar

pasien

dan

kulit, kuku, rambut, rongga mulut, mempengaruhi pilihan intervensi


keinginan untuk makan/ anoreksia
Timbang berat badan setiap hari Membuat data dasar, membantu dalam
dan bandingkan dengan berat badan memantau
saat penerimaan.

keefektifan

aturan

teraupetik, dan menyadarkan perawat


terhadap ketidaktepatan cara.

Dokumentasikan,

masukan

oral Mengidentifikasikan

selama 24 jam, riwayat makanan, ketidakseimbangan


dan jumlah kalori yang tepat
Jadwalkan
istirahat.

aktivitas
Tingkatkan

antara

perkiraan

kebutuhan nutrisi dan masukan aktual


dengan Menurunkan kebutuhan kalori
teknik

relaksassi
Kaji fungsi GI dan toleransi pada Saluran

GI

berisiko

tinggi

pada

pemberian makanan enteral: catat disfungsi dini dan atrofi dari penyakit
bising usus, keluhan mual/ muntah, dan malnutrisi
ketidaknyamanan abdomen: adanya
diare/

konstipasi;

terjadinya

kelemahan, sakit kepala diaforesis,


takikardi, kram abdomen
Berikan porsi makan sedikit tetapi Bila dijumlah maka masukan kalori per
dengan frekuensi sering

hari akan sama dengan porsi dan


frekuensi biasa

Kolaborasi rujuk pada tim nutrisi/ Membantu dalam identifikasi defisit


ahli gizi

nutrien

dan

kebutuhan

terhadap

intervensi nutrisi parenteral/ enteral

Diagnosa III : Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan, paralisis


Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan klien memperlihatkan

17

mobilitas yang baik dengan kriteria hasil (NOC):


- Dapat melakukan gerakan yang bermanfaat bagi tubuh
- Tidak terjadi kontraktur sendi
Intervensi (NIC)

Rasional

Fasilitasi penggunaan postur dan Mencegah keletihan dan ketegangan


pergerakan dalam aktivitas sehari- atau cedera musculoskeletal
hari
Promosi latihan fisik berupa latihan Mempertahankan atau meningkatkan
kekuatandengan

memfasilitasi kekuatan otot

pelatihan otot resistif secara rutin


Ambulasi

dengan

meningkatkan

dan

cara Mempertahankan atau mengembalikan


membantu fungsi tubuh autonom dan volunter

dalam berjalan

selama pengobtan dan pemulihan dari


kondisi sakit

Mobilitas

sendi

menggunakan Mempertahankan atau mengembalikan

gerakan tubuh aktif dan pasif

fleksibilitas sendi

Pengaturan posisi secara hati-hati

Meningkatkan kesejahteraan fisiologis


dan psikologis

Bantu

perawatan

diri

berpindah posisi untuk pasien

untuk Mengubah

posisi

tubuh

dan

kenyamanan

Diagnosa IV : Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya


informasi
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan orang tua klien
mengerti proses penyakit dan program perawatan serta terapi yang diberikan
dengan kriteria hasil (NOC):
- Menjelaskan kembali tentang penyakit
- Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
Intervensi (NIC)
Kaji pengetahuan keluarga tentang Memberikan

Rasional
kemudahan

dalam

18

penyakit
Menjelaskan

memberikan penjelasan pada klien


tentang

proses Meningkatkan

penyakit (tanda dan gejala)


Menjelaskan

tentang

pengetahuan

dan

mengurangi kecemasan

pengobatan Mempermudah dalam memberikan

dan alternative pengobatan

intervensi

Mendiskusikan tentang terapi dan Memmberikan


pilihannya

gambaran

tentang

pilihan terapi yang dapat digunakan

Menanyakan kembali pengetahuan Untuk mengetahu seberapa jauh


keluarga

mengenai

penyakit, keluarga klien memahami penjelasan

prosedur perawatan dan pengobatan

yang telah diberikan

2.10.6 Evaluasi
1. Hipertermi b.d proses metabolisme
S : klien mengatakan tubuhnya tidak demam
O : Suhu: 370C
A : Masalah keperawatan teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2. Ketidakseimbangan Nutrisi:Kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
tidak adekuat
S : Klien mengatakan tidak muntah dan nafsu makan meningkat
O : Berat badan kembali normal, porsi makan habis
A : Masalah keperawatan teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan, paralisis
S : Klien mengatakan kelemahan berkurang dari sebelumnya
O : Klien dapat berjalan dan dapat beraktivitas seperti biasa
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
4. Diagnosa IV : Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
S : Orang tua klien mengatakan mengerti tentang penyakit yang dialami
anaknya
O : Orang tua melakukan tindakan yang sesuai dengan standar perawatan ke
anaknya
A : Masalah keperawatan teratasi
P : Tidak ada intervensi lanjutan

19

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
(polio) adalah penyakit infeksi virus yang sangat menular, terutama di derita
oleh anak-anak. Virus ini ditularkan oleh orang ke orang menyebar melalui
20

fekal-oral atau melalui media penular (misalnya air atau makanan yang
terkontaminasi) dan berkembang didalam usus, kemudian menyerang system
saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Poliomielitis atau polio adalah
penyakit lumpuh yang disebabkan oleh virus polio, yang termasuk dalam
kelompok enteroviorus, famili Picornavirus. Polio Menyebabkan demam,
muntah, sakit perut, lesu, kram otot pada leher dan punggung, otot terasa
lembek jika disentuh., mengakibatkan kelumpuhan seluruh anggota gerak
badan dan jika Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan
kematian.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, J.B. Suharjo. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta : Penerbit Karnisius
Gawande atul. 2007. Better (sebuah cataan untuk dokter). New york : metropolitan
books
21

Gendro Wahyuhono dan Maria Holly Herawati. 2007. Peran Laboratorium dalam
Menunjang Eradikasi Polio. Media Litbang Kesehatan XVII.
Hoan tjay tan.dkk. 2007. Obat-obat penting kasiat, penggunaan dan efek-efek
sampingnya. Jakarta : Gramedia
Pasaribu, Syahril. 2005. Aspek Diagnostik Poliomielitis. Sumatera Utara: e-USU
Repository.
SyahrilPasaribu. AspekDiagnostikPoliomielitis. USU 2005.
The late effects of Polio.Information for general practitioners. 2001.

22

Anda mungkin juga menyukai