Agama New
Agama New
Ajaran Mu'taziliyah kurang diterima oleh kebanyakan ulama Sunni karena aliran ini beranggapan
bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi. Oleh karena itu, penganut aliran ini
cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Alquran secara lebih bebas dibanding kebanyakan
umat muslim. Muktazilah memiliki lima ajaran utama yang disebut ushul al-khamsah, yakni :
1. Tauhid. Mereka berpendapat :
Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata
manusia bukanlah Ia.
2. Keadilan-Nya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada
manusia sesuai perbuatannya.
3. Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada
muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
4. Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan Wasil bin Atha' yang membuatnya berpisah dari
gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni
fasik.
5. Amar maruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang
tercela). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.
Aliran Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham
dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khowarij.
Pengertian murji'ah sendiri ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang
sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang
berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa
hanyalah Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini
tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat.
Secara garis besar, ajaran-ajaran pokok Murji'ah adalah:
1.
Tahap pertama
Zat dengan pengaturan dirinya adalah mutlak tunggal (ahad). Pada tahap ini zat
disebut sebagai Ahadiyyah, kesatuan mutlak.
2. Tahap kedua
Wahdah atau ketunggalan, yakni ketika perbedaan batini muncul dalam zat. Ini
terjadi manakala zat mengada pada diri sendiri dari diri sendiri, (yaitu pada)
gagasan-gagasan tentang segala sesuatu yang muncul dari dunia dimasa depan.
3. Tahap ketiga
Wahidiyah atau kesatuan, yakni ketika zat menentukan sendiri eksistesialitas dalam
objek-objek berkenaan dengan prototipe idealnya yakni ayan tsabitah.
4. Tahap keempat
Penentuan yang dikhususkan dari zat didalam jiwa yang disebut taayun ruhi,yaitu
penentuan rohaniah; dalam bentuk simbolis disebut taayun mitsali atau penentuan
simbolis.
5. Tahap kelima
Taayun jasadi atau penentuan jasadi. Penentuan eksistensial adalah tertentu,
sebagaii kebalikkan dari penentuan idel yang tidak-terbatas.[3]
Diantara pengajaran Ibnu Arabi tentang Tuhan dan alam adalah bahwa Allah
(Tuhan) itu mawjud (ada) dengan dzat-Nya dan karena dzat-Nya sendiri. Dia adalah
wujud yag mutlak, tidak terbatas oleh yang lain, bukanmalul (akibat) dari sesuatu,
bukan pula illah (sebab) bagi sesuatu. Dia adalah pencipta bagi sebab-sebab dan
akibat-akibat. Dia adalah raja Kudus yang senatisa ada.[4] Konsekuensi dari dokrin
Zat Tunggal (wahdat al-wujud) seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi diatas
adalah bahwa segala subjek dari setiap prediket adalah Tuhan, bahkan apabila
subjek yang nampak adalah berbeda, sebagai zat manusia ataupun bukan manusia.
Tuhan adalah yang mengetahui dan yang diketahui, yang maha kuasa, dan objek
kekuasaan, yang berkehendak dan yang dikendaki, penggerak dan yang digerakkan,
dan lain-lainnya. Ibnu arabi menukilkan dalam sebuah syairnya yaitu;