Trauma Uretra Jadi
Trauma Uretra Jadi
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih).
Trauma uretra posterior yang paling sering dikaitkan dengan patah tulang
panggul, dengan kejadian 5% -10%. Dengan tingkat tahunan sebesar 20 patah tulang
panggul per 100.000 penduduk. Trauma uretra anterior kurang sering didiagnosis
kegawatdaruratan, dengan demikian, kejadian yang sebenarnya sulit untuk
ditentukan. Namun, banyak pria dengan striktur uretra bulbar mengingat cedera
tumpul yang terjadi di perineum atau cedera kangkang (straddle injury), membuat
frekuensi sebenarnya dari trauma uretra anterior jauh lebih tinggi. Cedera penetrasi ke
uretra jarang terjadi, dengan pusat-pusat trauma besar melaporkan hanya sedikit per
tahun.
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena
perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja,
kelambatan inidapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat
dan peritonitis, oleh karenaitu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus
dicurigai sampai dibuktikan tidak ada.Trauma saluran kemih sering tidak hanya
mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknyaseluruh sistem saluran kemih selalu
ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwakeadaan umum dan tandatanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelummelangkah ke pengobatan
yang lebih spesifik
Dalam makalah ini kami akan mengangkat masalah tentang trauma uretra. Karena
di lapangan trauma uretra lebih sering terjadi dari pada trauma yang lain. Karena
apabila terlambat akan menimbulkan komplikasi yang berat.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana asuhan kepererawatan pada trauma uretra?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Mamfaat
2. Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahan
pembanding dalam pembuatan tugas serupa
3. Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan
tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa
4. Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal
5. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuan
kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis.
Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian, dinamakan sesuai dengan
letaknya:
1) Pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat.
2) Pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil,
dimana terletak muara vasdeferens.
3) Pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar
bulbouretralis.
4) Pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus
spongiosum penis.
Histologi
Sel epitel dari uretra dimulai sebagai sel transisional setelah
keluar dari kantung kemih. Sepanjang uretra disusun oleh sel epitel
bertingkat torak, kemudian sel bertingkat kubis di dekat lubang keluar.
Terdapat pula kelenjar uretra kecil yang menghasilkan lendir untuk
membantu melindungi sel epitel dari urin yang korosif. tampak ada
ekstravasasi kontras keluar dari lumen uretra. pasien diputuskan untuk
dilakukan cystostomi untuk diversi urin.
2.2.
DEFINISI
Truma uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga
menyebabkan ruptur pada uretra (Arif Muttaqin:2011)
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma
dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).
KLASIFIKASI
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam:
1. Ruptur uretra anterior :
Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretra
terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.
Terdapat daerah memar atau hematoma pada penis dan scrotum
(kemungkinan ekstravasasi urine Penyebab tersering : straddle injury
( cedera selangkangan )
Jenis kerusakan :
o Kontusio dinding uretra.
o Ruptur parsial.
o Ruptur total.
2. Ruptur uretra posterior :
- Paling sering pada membranacea.
- Ruptur utertra pars prostato-membranasea
- Terdapat tanda patah tulang pelvis.
- Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
- Robeknya ligamen pubo-prostatikum.
- Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas,
hematom dan nyeri tekan.
- Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan
peritoneum.
Klasifikasi rupture uretra menurut Collapinto & Mc Collum :
1. Stretching/teregang. Tidak ada ekstrvasasi.
2. Uretra putus diatas prostato membranasea. Diafragma urogenital
utuh. Ekstravasasi terbatas pada diafragma urogenital.
3. Uretra posterior, diafragma uretra, dan uretra pars bulbosa
proksimal rusak, ekstravasasi sampai perineum.
Ruptur Uretra Total
Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi ruda
2.4.
paksa.
Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubic.
Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh
ETIOLOGI
Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun
perineum.
Cedera eksternal
- Fraktur pelvis : rupture uretra pars membranasea.
- Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa.
- Iatrogenik : pemasangan kateter folley yang salah.
- Persalinan lama.
- Ruptur yang spontan
2.5.
PATOFISIOLOGI
Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah tulang panggul karena
jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Ruptur uretra dibagi menjadi 2 yaitu ; rupture uretra
posterior dan anterior.
Ruptur uretran posterior hampir selalu disertai fraktur pelvis. Akibat fraktur
tulang pelvis terjadi robekan pars membranaseae karena prostat dan uretra prostatika
tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur. Sedangkan uretra membranaseae terikat
di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit.
Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek,
sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke cranial.
Rupture uretra anterior atau cedera uretra bulbosa terjadi akibat jatuh terduduk
atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara objek yang keras seperti batu, kayu
atau palang sepeda dengan tulang simpisis. Cedera uretra anterior selain oleh cedera
kangkang juga dapat di sebabkan oleh instrumentasi urologic seperti pemasangan
kateter, businasi dan bedah endoskopi. Akibatnya dapat terjadi kontusio dan laserasi
uretra karena straddle injury yang berat dan menyebabkan robeknya uretra dan terjadi
ekstravasasi urine yang biasa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding
abdomen yang bila tidak ditangani dengan baik terjadi infeksi atau sepsis.
2.6.
MANIFESTASI KLINIS
1. Perdarahan per-uretra post trauma.
2. Retensi urine.
3. Lebih khusus: Pada Posterior dan Anterior :
a. Pada Posterior
Perdarahan per uretra
Retensi urine.
Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.
Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis.
b. Pada Anterior:
Perdarahan per-uretra/ hematuri.
Sleeve Hematom/butterfly hematom.
Kadang terjadi retensi urine.
2.7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologik:
Tampak adanya defek uretra anterior daerah bulbus dengan ekstravasasi
bahan kontras uretografi retrograd.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra
Infeksi
Hematoma
Abses periuretral
Fistel uretrokutan
Epididimitis
2. Komplikasi lanjut
Striktura uretra
Khusus pada ruptur uretra posterior dapat timbul :
- Impotensi
- Inkontinensia
2.9.
PENATALAKSANAAN
1. Pada ruptur anterior
a) Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan
melakukan drainase bila ada.
b) ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan
dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy.
c) Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang.
d) istosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika
timbul stiktura uretra.
e) Debridement dan insisi hematom untuk mencegah infeksi.
2. Pada ruptur uretra posterior
a) Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu.
b) Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang
douwer kateter.
c) Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA URETRA
3.1.
PENGKAJIAN
1. Identitas pasien:
jenis kelamin: trauma uretra bisanya terjadi pada pria karena uretra pria
lebih panjang sehingga resiko terjadi trauma lebih besar).
2. Keluhan utama
Hal yang paling dirasakan pasien seperti:
Nyeri akut
Fraktur pelvis
Dikaji riwayat diit makan dan minum sebelum sakit yang meliputi jenis,
frekuensi., dikaji kepatuhan klien terhadap diitnya. Kaji apakah terjadi mual
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
dan muntah
Eliminasi ( BAB & BAK )
Perhatikan apakah terjadi retensio urine, anuria, hematuria dll.
Aktivitas / mobilitas fisik
Pola aktifitas terganggu.
Istirahat dan Tidur
Adakah gangguan pola tidur
Pola Berpakaian
Dilakukan secara mandiri / tidak
Kebutuhan bekerja
Dikaji masih dapat bekerja atau tidak setelah sakit
Pola Mempertahankan Temperatur Tubuh
Apabila terjdi infeksi maka kaji suhu tubuh (akan meningkat)
Personal hygiene
Mandi, Cuci rambut, Gunting kuku, Gosok gigi, Dilakukan secara mandiri /
tidak
j. Rekreasi
keluarga,
merasa nyaman
dengan
perawat,
merasa nyaman jika dirumah, gangguan rasa nyaman dengan nyeri (jika
ada) dan sesak.
l. Pola berkomunikasi
8 |TRAUMA URETRA KELOMPOK 7 /VI-C
Abdomen:
Inspeksi: abdomen tampak kembung (distensi abdomen)
Palpasi: nyeri tekan pada abdomen
Auskultasi: bising usus
Genitouary:
Inspeksi: terdapat hematum pada perivesika, hematum pada penis &
inguinal. Iritasi kulit penis / inguinal. Terdapat perdarahan per uretra.
Palpasi: terdapat edema pada daerah genetalia (hematum)
DIAGNOSA
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan akibat ruptur pada
uretra
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pengaktifan mediator nyeri
akibat spasme otot
3. Ganggua perfusi jaringan berhubungan dengan suplay oksigen ke jaringan
berkurang akibat perdarahan
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urin akibat obstruksi saluran
kencing
5. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri akibat tidak ditangani dengan
baik
3.3.
INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan akibat ruptur pada uretra
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperwatan selama 1 x 24 jam volume cairan pasien
dapat seimbang
KH: Intake dan output seimbang
TD: 120/80 MmHg
Nadi : 60 100x/menit
RR : 16 24
INTERVENSI
1. Awasi tanda tanda vital
RASIONAL
1. Indikator hidrasi dan kebutuhan
intervensi
2. Dorong
peningkatan
pemasukan
2. Pengurangan
cadangan
dan
3. Berikan cairan IV
cairan
2.
: Skala nyeri = 3
Wajah nampak rileks
TD = 120/80 MmHg
INTERVENSI
1. Beri tindakan
nyaman,
contoh
RASIONAL
1. Meningkatkan relaksasi menurunkan
pijatan punggung
2. Dorong
penggunaan
tegangan otot
tekhnik
relaksasi
3. Berikan
hangat
pada
punggung
4. Berikan analgesik
5. Kaji
skala
nyeri,
lokasi
dan
intensitas nyeri
dilakukan
3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urin akibat obstruksi saluran
kencing
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam pasien dapat berkemih
secara normal.
KH : periode berkemih pasien normal 5x sehari
TD = 120/80mmHg
RR= 16-24x/menit
Nadi = 60 100 x/menit
Suhu= 36,5 C
INTERVENSI
1. Awasi
pemasukan
dan
RASIONAL
1. Memberikan
fungsi
informasi
ginjal
tentang
dan
adnya
komplikasi
2. Tentukan pola berkemih normal
dan perhatikan variasi
2. Kalkulus
dapat
eksitabilitas
menyebabkan
saraf
yang
meningkatkan
pemsasukan cairan
3. Peningkatan
membilasi
debris
hidrasi
bakteri,
dan
dapat
dapat
darah
dan
membatu
lewatnya batu
4. Awasi pemeriksaan laboratorium
ex. Elektrolit, BUN, kreatinin
3.4.
IMPLEMENTASI
Lakukan sesuai dengan intervensi
mengindikasikan
3.5.
EVALUASI
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2. Menemtukan apakah tujuan keperawatan telah tercai atau belum
3. Mengkaji ulang penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
BAB 4
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Truma uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga menyebabkan
ruptur pada uretra (Arif Muttaqin:2011)
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan
kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam:
1. Ruptur uretra anterior
2. Ruptur uretra posterior
Penatalaksanaan
1. Pada ruptur anterior
a) Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan
melakukan drainase bila ada.
b) ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan
dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy.
c) Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang.
d) istosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika
timbul stiktura uretra.
2. Pada ruptur uretra posterior
a) Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu.
b) Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer
4.2
kateter.
c) Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur
Saran:
Setelah membaca makalah ini diharapkan:
1. Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahan
pembanding dalam pembuatan tugas serupa
2. Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan
tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa
3. Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal
4. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim
PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
13 |TRAUMA URETRA KELOMPOK 7 /VI-C
Depkes RI, ASKEP Pasien dengan Gg Penyakit Sistem Urologi , 1996 , Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa;
Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Mutaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta Selemba
Medika.
Hidayat Samsul , Ilmu Bedah , Edisi revisi, EGC , 1998 , Jakarta
Tucker Susan Martin, Et all , Standar Perawatan Pasien , volume 3 , EGC,
PeterMowschenson , Ilmu Bedah Untuk Pemula , Edisi 2 , Bina Rupa aksara , 1983
Jakarta