Contoh Desainkurikulum Pgmi
Contoh Desainkurikulum Pgmi
O l e h:
Prof. Dr. H. Mukhtar, MPd.
Rektor IAIN Sulthan Thaha Saifudin Jambi
DEPARTEMEN AGAMA RI
STAIN, IAIN DAN UIN INDONESIA
TAHUN
2007
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul ...................................................................
15
17
30
41
46
48
51
I. Penutup ...........................................................................
67
69
mampu
menggali
dan
menumbuhkembangkan,
sekaligus
pendidikan
guru
dipandang
ikut
memperlemah
kompetensi
dan
keberadaan
guru
khususnya
guru
MI/SD
perlu
dilakukan
adalah
guru
yang
pekerjaannya
memerlukan
pelatihan
dan
pengalaman khusus yang lebih tinggi, tanggung jawab yang sah secara hukum
seperti lisensi untuk melakukan pekerjaan dan menentukan prestasi etika standar.
Seorang guru profesional akan memiliki standar tersendiri terhadap kemajuan
profesinya. Karenanya, pekerjaan guru mengharuskan dan meyakinkan bahwa
mereka lebih layak memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dan status/prestise
yang terhormat. Pada hakekatnya, Guru profesional menempatkan nilai yang
kurang terhadap gaji dibandingkan dengan kepuasan hasil pekerjaannya. Namun
demikian, gaji atau upah merupakan ukuran bagi level profesionalitas yang ia miliki.
Menurut George Strauss (1972), Guru sebagai profesional sejati selalu bekerja
keras, mereka mendorong diri sendiri, dan tidak bisa beristirahat sejenak manakala
pekerjaannya belum tuntas. Pekerjaan dalam bidangnya merupakan suatu proses
melakukan perubahan sebagai pengetahuan baru yang ditemukan. Karenanya,
pada seorang guru profesional tidak pernah ada istilah berhenti belajar. Inovasi dan
pengembangan pengetahuan sebagai pengaruh positif dari motivasi belajar guru
seperti ini dapat meningkatkan kualitas transfer pengetahuan (transfer of
knowledge) bagi peserta didik. Selama ini, kelihatannya secara umum profesi guru
4
Karena itu, guru harus mampu menempatkan diri sebagai sosok yang patut
dicontoh dan ditiru utamanya bagi para peserta didik dan masyarakatnya.
Keberadaan guru hari ini patut diakui ternyata masih dihadapkan pada
realitas yang tidak berimbang. Di satu sisi, guru memiliki tugas serta beban yang
sangat berat dalam kerangka mencetak anak shaleh, sementara di sisi lain, guru
belum mendapat reward yang sepadan dengan tugasnya, bahkan profesi yang
disandangnya cenderung dinilai sebagai profesi kelas dua, hal ini terbukti dari
masih kurangnya apresiasi terhadap profesi tersebut secara memadai.
Bahkan yang tidak kalah menariknya, tingginya tingkat kebutuhan terhadap
guru di daerah ternyata kurang diimbangi dengan peluang kerja (penerimaan
tenaga guru). Pada sisi lain ternyata guru kita hari ini juga ternyata belum diimbangi
dengan sejumlah kompetensi dan profesionalitas, sehingga harapan untuk
mewujudkan anak shaleh sebagai output pendidikan rasanya jauh dari harapan
belum lagi jika harapan ini dihadapkan pada gencarnya arus destruktif yang
dihadapi oleh peserta didik tersebut.
Bahkan ironisnya guru kita sampai hari ini juga kurang kompetitif bila
dihadapkan dengan profesi lainnya dalam pasaran kerja dan rekayasa sosial dan
pekerjaan. Pada sisi tertentu kultur guru kita juga memiliki sikap yang kurang
adaptif (tidak mampu beradaptasi secara lebih luas sehingga mampu memberikan
warna dalam kehidupan).
Percepatan pembangunan dalam tataran nasional. lokal atau daerah hanya
dapat dilakukan apabila didukung oleh tersedianya sumber daya manusia (SDM)
yang memadai baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Medium yang paling tepat
dalam mencetak SDM adalah tersedianya guru secara memadai. Karena itulah
dalam kerangka pembangunan tersebut, posisi guru sangat penting utamanya
dalam menghadapi kemungkinan tumbuhnya arus globalisasi yang sedemikian
cepat, transparan, dan cenderung bersifat destruktif.
Pengaruh serta ketergantungan kita dengan dunia yang mengglobal tidak
dapat dielakkan, karena memang kita berada dalam bingkai masyarakat global.
Karena itu, yang perlu dilakukan adalah kemampuan untuk berkompetisi dalam
berbagai bidang termasuk di bidang pendidikan, bahkan diperlukan penguatan
budaya lokal
serba aku, serba bebas dengan gaya dan cara sendiri, serta sikap masa bodoh
dengan orang lain.
Nana (1989) menyatakan, kehadiran guru dalam proses pembelajaran atau
pengajaran masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses
pengajaran ini belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun
oleh komputer yang paling modern sekalipun, masih terlalu banyak unsur-unsur
manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain
yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran tidak dapat dicapai
melalui alat-alat dan teknologi yang canggih.
Karena itu, guru merupakan posisi kunci dalam membekali peserta didik
dengan sejumlah kompetensi. Menurut Stiggin (1994), Profesionalitas guru yang
ditandai dengan efektivitas kinerja seorang guru yang berprestasi dalam mengajar,
akan mengantarkan peserta didik pada upaya pembekalan kompetensi dasar yang
harus dimiliki pada masing-masing tingkatan.
Karena itu, dengan hadirnya Program PGMI menjanjikan harapan yang
besar bagi peningkatan peran pendidikan khususnya bagi guru madrasah
Ibtidaiyah. Melalui program PGMI ini, maka desain dan format pendidikan dibangun
melalui rekonstruksi kurikulum yang meliputi bangunan filosofi kurikulum, desain
kurikulum, uji kelayakan, dan pembentukan silabus PGMI yang mengarah pada
kompetensi tamatan, kompetensi rumpun (hasil belajar, kompetensi PTAI) dan
kompetensi mata pelajaran.
Hadirnya Program Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) secara
institusional ini, paling tidak telah memberikan ruang gerak, arah, kebijakan serta
strategi dalam kerangka menyiapkan kompetensi keguruan kepada calon guru agar
menjadi
ahli
dan
profesional
secara
akademik,
serta
memiliki
sejumlah
pengetahuan keguruan yang menjadi modal dasar untuk menjadi tenaga pendidik
yang layak, kompeten, serta terikat dengan sejumlah kode etik keguruan pada
tingkatan madrasah Ibtidaiyah. Program PGMI ini menjanjikan sejumlah harapan
kepada calon guru MI dengan bekal legalitas sarjana sebagai tenaga pengajar
pada MI dengan sertifikasi untuk mengajar di MI.
Program
PGMI
yang
diselenggarakan
akan
memberikan
sejumlah
kematangan bagi seorang sarjana agar memiliki karakteristik dan profil sebagai
tenaga pendidik sesuai dengan kapabilitas keilmuan yang dimiliki pada jenjang
pendidikan yang dilalui.
7
lain
seperti
pertambahan
jumlah
penduduk,
penyebaran
10
Dari dasar hukum ini, maka mendesak untuk didirikan dan diselenggarakan
Program Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) bagi 62 perguruan tinggi
Agama Islam di Indonesia. Hal ini disebabkan karena terdapatnya sebahagian
besar guru pada Madrasah Ibtidaiyah (MI) di daerah di Indonesia yang belum
mengenyam pendidikan Strata Satu (S1).
pendidikan yang telah dilaksanakan pada masa kolonial penjajahan di negeri ini.
Meskipun demikian, hal ini bukan berarti bahwa kita tidak dapat bangkit untuk
membenahi sistem pendidikan persekolahan kita hari ini.
Bagi kita, ada sejumlah agenda pendidikan yang perlu dibenahi dalam
usaha untuk memberikan pendidikan bagi mahasiswa khususnya melalui program
PGMI ini, antara lain, yaitu:
1. Lamanya Waktu Pendidikan, meliputi kuota semester yang memiliki durasi yang
cukup banyak pada setiap semester, waktu tempuh pendidikan pada setiap
jenjang yang relatif lama, kurikulum yang banyak, pelayanan pendidikan yang
bertele-tele dan memakan waktu yang panjang, manajemen yang tidak
customer focused, birokrasi yang tumpang tindih, dan sistem pembiayaan yang
kurang memadai bagi peningkatan kualitas pelayanan pendidikan kepada
peserta didik (mahasiswa).
2. Mendesain pendidikan program PGMI agar mampu memberikan karakteristik
ideal yang menjanjikan, dengan upaya membekali mahasiswa program PGMI
dengan sejumlah kompetensi melalui tawaran kurikulum dan kemampuan
berkompetisi, selain membekali content teoretis juga profesional empiris sesuai
dengan kebutuhan.
Secara nasional, jika dilihat pendidikan di tanah air telah memberikan bukti
nyata akan peran sertanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Berbarengan
dengan itu, tuntutan reformasi telah merambah ke berbagai tatanan kehidupan
termasuk di dalamnya pendidikan. Selain dari itu, pendidikan telah melahirkan
sejumlah besar lulusan, meskipun tidak sebanding dengan inovasi yang dilakukan
dalam lembaga pendidikan itu sendiri. Akibatnya, pendidikan kita dihadapkan pada
krisis SDM khususnya guru, baik dilihat dari jenjang pendidikan yang dimiliki,
maupun bila dilihat dari sisi kompetensinya.
Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk bagaimana penghapusan status
penyelenggaraan pendidikan melalui jalur D2 dan D3 yang diganti menjadi program
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiah (PGMI). Lahirnya PGMI juga berarti pelunya
didesain format penyelenggaraan PGMI, sebagai penguatan pendidikan yang
diperuntukkan bagi Pendidikan calon guru madrasah Ibtidaiyah, termasuk dalam
hal ini desain kurikulumnya dalam konteks kurikuum nasional. Kebijakan
pendidikan yang dibarengi dengan perubahan kurikulum telah menjadi landasan
epistemologi keilmuan yang dikembangkan oleh PTAI se-Indonesia akan sedikit
berbeda dengan kurikulum yang dikembangkan selama, hal ini disebabkan karena
12
yang
dapat
menjadi
indikator
dalam
proses
dan
menilai
melihat
realitas
mengindikasikan
kondisi
lemahnya
kurikulum
pendidikan
pengembangan
kita
aspek-aspek
hari
ini,
maka
utamanya
yang
macam
evaluasinya,
masalah
tes
atau
bentuknya,
inspeksi/supervisi/pengawasan.
7. Komponen peserta didik (input); meliputi persyaratan masukan (rekrutmen),
kualitas peserta didik yang diharapkan, kuantitas peserta didik, latar belakang
peserta didik: pendidikan, sosial, budaya, agama, pengalaman hidup, potensi,
minat, bakat, dan inteligensinya.
8. Komponen proses pelaksanaan; meliputi pola belajar mengajarnya: presentasi,
independent study, interaksi (Kemp, 1977); expository approach, inquiry
aproach (Gerlach & Elly, 1971), intensitas dan frekuensinya, interaksi pendidik14
peserta didik, dan /atau antar peserta didik di dalam dan di luar kegiatan tatap
muka, pengelolaan kelas dan penciptaan suasana di dalam kelas.
9. Komponen keluaran output (tindak lanjut); meliputi kualitas output atau keluaran
yang berhasil, organisasi alumni sebagai media pendidikan lanjut antara
pendidik dan peserta didik, bimbingan lanjut melalui buletin, reuni, dan
sebagainya.
10. Komponen organisasi kurikulum; meliputi sentralisasi atau desentralisasi, pola
organisasi
kurikulum,
real
curriculum,
hidden
curriculum,
open-ended
sarana
dan
prasarana;
meliputi
buku
teks,
perpustakaan,
biaya
pendidikan;
meliputi
sumber
biaya dan
alokasinya,
(KBK)
pengurangan
isi
(content)
kurikulum
yang
tidak
mendukung
kompetensi,
3. Menekankan pemberdayaan sumber belajar dan pendidikan,
4. Memfokuskan pada kemahiran berkomunikasi melalui bahasa lisan dan tulisan
dan kemahiran bekomunikasi dengan angka (literasi dan numerasi),
5. Memuat standar kompetensi yang jelas,
6. Menekankan
keseimbangan
antara
pengembangan
sikap/perilaku/moral,
Kompetensi Tamatan
Kompetensi Rumpun
Hasil Belajar
Komepetensi PTAI
mendiknas
Bambang
Sudibyo
(2007),
pada
acara
perkembangan ilmu sosial sangat berbeda dengan perkembangan ilmu alam. Jika
ilmu alam berkembang secara evolusi dan akumulatif, maka ilmu sosial
berkembang secara revolusi dan tidak secara akumulatif. Dalam menjelaskan
perbedaan perkembangan itulah, Kuhn menggunakan konsep paradigma, yaitu
bahwa dalam masa tertentu, ilmu sosial dikuasai oleh suatu paradigma, kemudian
paradigma itu merosot, dan digantikan oleh paradigma baru yang tidak ada
kaitannya
dengan
paradigma
lama
yang
digantikannya.
Itulah
sebabnya
merupakan amanat sejarah untuk dipelihara dan dikembangkan oleh umat Islam
dari masa ke masa. Sedangkan sebagai aset, pendidikan Islam yang tersebar di
berbagai wilayah ini membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menata
dan mengelolanya, sesuai dengan sistem pendidikan nasional. Dalam dua
perspektif di atas, pendidikan Islam di Indonesia selalu menjadi lahan pengabdian
kaum muslimin dan sekaligus menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional.
Secara makro, pendidikan Islam di Indonesia bersentuhan dengan sistem
pendidikan nasional dan faktor-faktor eksternal lain. Sedangkan secara mikro,
pendidikan Islam dihadapkan pada tuntutan akan proses pendidikan yang efektif
sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Pendirian lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia, menurut
Steenbrink (1999) dalam berbagai bentuk dan coraknya, merupakan upaya
pendidikan untuk masyarakat secara terbuka. Sampai munculnya pesantren,
lembaga pendidikan di Indonesia sebelumnya cenderung bersifat sangat eksklusif.
19
Pada masa pra-Islam, selain para rohaniawan Hindu, tidak semua orang dapat
mengikuti pendidikan yang terlembagakan. Sedangkan pada masa penjajahan,
sekolah-sekolah pada mulanya didirikan untuk kalangan bangsawan dan kaum
penjajah. Baru setelah adanya desakan gerakan pencerahan dan perjuangan
kalangan terdidik Indonesia, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan
pendirian sekolah-sekolah rakyat yang lebih terbuka. Hal ini berbeda dengan
pendirian madrasah dan sekolah-sekolah Islam yang sejak mula bersifat terbuka
bagi masyarakat luas..
Uraian di atas, pada dasarnya menjelaskan bahwa eksistensi dan
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia berasal dari proses interaksi misi
Islam dengan tiga kondisi. Pertama, interaksi Islam dengan budaya lokal-pra Islam
telah melahirkan pesantren. Meskipun pandangan ini masih kontroversial, tetapi
pelembagaan pesantren bagaimanapun tidak bisa dilepaskan dari proses
akulturasi Islam dalam konteks budaya asli (indigenous). Kedua, interaksi misi
pendidikan Islam dengan tradisi Timur Tengah modern telah menghasilkan
lembaga madrasah, dan ketiga, interaksi Islam dengan politik pendidikan Hindia
Belanda telah membuahkan lembaga sekolah Islam.
Dalam perjalanan yang panjang tersebut, pendidikan telah memberikan
andil besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas SDM
di tanah air, meskipun sejumlah agenda penting terus dilakukan untuk
menyelaraskan kebutuhan pendidikan yang berkualitas dengan perkembangan
zamannya. Untuk mewujudkan pendidikan ke arah sesuai yang diinginkan,
diperlukan suatu keberanian dan langkah yang kongkrit dalam menyikapi sejumlah
persoalan pendidikan kita selama ini, yang pada prinsipnya sangat membutuhkan
pembenahan sistem dan pembelajaran.
Pembenahan dari sistem dan pembelajaran ini tersebut makin dirasa perlu
untuk ditingkatkan mengingat tantangan masa depan yang jauh lebih kompleks dari
sekarang. Karena itu, pendidikan di madrasah (MI) hendaklah dilakukan secara
terbuka dan dirumuskan secara jelas, agar pendidikan di MI tersebut memberikan
ruang gerak yang elastis, terarah, holistik, dan tidak diskriminatif dalam
memperlakukan setiap anak bangsa menuju proses pendidikan sekolah yang
mandiri, profesional, dan kompetitif.
Untuk itu, ada sejumlah tawaran yang dihadapkan kepada pendidikan di
madrasah (MI) yang perlu disikapi terutama menyangkut sistem dan kinerja
madrasah, antara lain:
20
1.
2.
3.
(menjanjikan).
4.
5.
6.
7.
Memperlakukan peserta didik secara adil tanpa melihat ras, daerah, kelebihan
dan status sosial.
8.
9. Pendidikan
sudah
seharusnya
menyediakan
sarana
informasi
kepada
b.
c.
d.
e.
sesuai
dengan
kebutuhan
sipemakainya,
untuk
memberikan
dapat
didekati
melalui
dua
pendekatan,
yaitu
1)
Pendekatan
visi
suatu
masyarakat
yang
diinginkan,
sampai
kepada
memiliki peran yang cukup besar, tidak saja bagi peserta didik tersebut, tetapi juga
bagi pembangunan negara.
Dengan demikian, investasi pendidikan, sudah semestinya memperoleh
perhatian yang serius dan komprehensif dari semua pihak, agar dalam jangka
waktu tertentu, mampu memberikan nilai balikan (rate of return).
hak
tersebut,
haruslah
dapat
23
Praktek seperti ini jelas membebani orang tua peserta didik, dengan tingkat
pendapatan yang tidak sama, di samping akan mematikan tradisi keilmuan, dengan
hanya mengandalkan hasil rujukan yang diperoleh dari sumber-sumber yang jelas.
Lemahnya sistem kontrol pendidikan kita, menyebabkan merajalelanya kebijakankebijakan sesaat, yang menguntungkan segelintir orang.
satu
bentuk
kongkrit
dari
kepedulian
pemerintah
mengenai
peningkatan kualitas dan peran pendidikan adalah dengan lahirnya program PGMI
bagi 62 PTAI se-Indonesia. Program PGMI sebagai embrio pengembangan
kompetensi paedagogik guru agama di madrasah menjadi pilihan strategis dalam
melahirkan guru yang diharapkan dapat menjawab kebutuhan dan tantangan
pendidikan agama, sebagai salah satu sub sistem pendidikan nasional selama ini.
Sebagai program yang terarah, maka program PGMI haruslah melibatkan
peran dan kompetensi dosen secara maksimal dalam situasi pembelajaran kepada
para mahasiswa (calon guru MI). karena itulah, maka program PGMI sebagai
strategi dan wadah melahirkan guru yang profesional sangatlah ditentukan oleh
kompetensi dosennya. Karena itulah, salah satu unsur terpenting yang menjadi
perhatian bagi pengembangan PGMI di 62 perguruan tinggi IAIN dan UIN seIndonesia adalah dosen.
Dosen merupakan SDM pendidikan yang memegang peranan penting
dalam proses transfer of knowledge, transfer of value ang transfer of experience
kepada peserta didik. Karena itu dosen memegang peran kunci dalam melakukan
transformasi pendidikan kepada mahasiswa program PGMI agar menjadi berhasil.
Untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas pada guru MI
melalui program PGMI, maka dosen yang menjadi tenaga pengajar adalah
diupayakan secara bertahap melalui pengadaan dosen PGMI atau dari lulusan
pendidikan khusus (cross program) Dosen PGMI se-Indonesia, kemudian dosen
yang mengajar tersebut adalah memiliki jenjang pendidikan minimal strata dua
25
Ahmad
Tafsir
(2003),
jika
dipersoalkan
tentang
siapakah
samping
itu,
potensi
guru
juga
meliputi
kemampuan
juga seorang guru lembaga agama dimanapun selalu diberi panggilan Pak guru,
Pak Guru Agama atau Pak Ustadz.
Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disapkan untuk itu
dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat atau
tidak memperoleh pekerjaan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pekerjaan profesional adalah pekerjaan yang dipersiapkan melalui proses
pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus
dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembannya. Tinggi
rendahnya pengakuan profesionalisme sangat bergantung kepada keahlian dan
tingkat pendidikan yang ditempuhnya.
Permasalahan pokok dalam jabatan profesi adalah pelaksanaan dan
konsekuensi jabatan tersebut terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Dalam
hubungan itu sekurang-kurangnya terdapat tiga tugas dan tanggung jawab guru,
termasuk guru MI yaitu:
1. Tugas dan tanggung jawab sebagai pengajar,
2. Tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik dan
pembimbing
3. Tugas dan tanggung jawab sebagai administrator kelas.
Ketiga tugas tersebut merupakan tugas pokok profesi guru. Guru sebagai
pengajar
lebih
menekankan
kepada
tugas
dalam
merencanakan
dan
Secara kelembagaan, lembaga pendidikan agama yang ada selama ini bersifat
konvensional, dan pendidikan yang diselenggarakan bersifat holistik, serta
lulusannya pun memiliki kompetensi yang sama untuk dipersiapkan menjadi guru
pada setiap jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, akibatnya
27
kasus
pendidikan
di
negara
maju
maupun
di
Indonesia
membuktikan, bahwa pendidikan yang memiliki standar mutu justru dikejar dan
diminati oleh masyarakat, walaupun masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih
untuk mendapatkan pendidikan yang outputnya terstandar. Sebaliknya, malah
banyak pendidikan yang murah dan tidak punya standar, maka tidak dilirik oleh
masyarakat, dan pendidikan tersebut melaksanakan pendidikannya hanya sekedar
gugur kewajiban.
Terlepas pendidikan tersebut mahal atau murah, yang jelas masyarakat hari
ini sangat memahami akan pentingnya pendidikan berkualitas. Persoalan
keterjangkauan ekonomi masyarakat sangat relatif, karena cukup banyak peluang
pembiayaan bagi masyarakat yang kurang mampu untuk dapat menikmati
pendidikan pada semua tingkatan hari ini. Pemerintah dan swasta sudah sangat
sungguh memberikan kepedulian bagi biaya pendidikan, utamanya melalui peluang
bea siswa, belum lagi bantuan langsung maupun tidak langsung kepada
masyarakat pendidikan dan masyarakat umumnya.
Berdasarkan tagihan masyarakat dan stakeholder yang kian ketat dan tinggi
terhadap output pendidikan, maka sudah selayaknya lembaga pendidikan tinggi
agama Islam pun berbenah menyiapkan standar output dan outcomenya. Standar
mutu sarjana PTAI ini harus bersifat institutif, agar terukur secara komprehensif.
Beberapa standar minimal yang harus dimiliki oleh sarjana PTAI adalah:
29
1. TUJUAN PGMI
Tujuan PGMI adalah melahirkan sarjana calon guru kelas yang memiliki
kemampuan berpikir akademis, ahli dalam ilmu pendidikan dan pengajaran serta
terampil menerapkan kompetensi keguruan secara Islami dalam pengabdian
Dari tujuan PGMI itu terdapat empat dimensi, yaitu: Pertama; dimensi
kemampuan berpikir kademis. Kedua; dimensi keahlian dalam ilmu pendidikan dan
pengajaran. Ketiga; dimensi keterampilan menerapkan kompetensi keguruan.
Keempat; dimensi Islami dalam pengabdian. Masing-masing dimensi ini dijabarkan
ke dalam indikator sebagai berikut:
secara
akademis,
akan
melahirkan
sikap
dan
perilaku
yang
proporsionalitas.
a. Selalu berpikiran positif (Positif Thinking)
b. Selalu berpikir kea rah kemajuan (Contructive Thinking)
c. Selalu berpikir dengan cerdas (Smart Thinking)
d. Selalu berpikir yang kreatif (Creative Thinking)
e. Selalu berpikir sesuatu yang produktif (Productive Thinking)
f. Selalau Berpikir secara Seni dan keindahan (Art Thinking)
g. Selalu Berpikir Seimbang (Harmonisasi Thinking)
h. Selalu berpikir sesuai aturan (Normatif Thinking)
i. Selalu berpikir tentang kualitas (Exellence Thinking)
j.
metodis)
31
Beberapa
25%
Ins/Un
35 %
Fakultas
40 %
Jurusan/Prodi
No
Mata Kuliah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Ulumul Quran
Ulumul Hadits
Ilmu Kalam
Fiqh
Ilmu Tasauf
Civic Education
Bahasa Indonesia 1
Filsafat Umum
Tekn. Infor. Dan Komputer
Pendidikan Gender
Pendidikan Anti korupsi
Pendidikan Anti narkoba
Ibadah Praktis
Tahfiz Juz Amma
Metodologi Penelitian
Leadership
Toefl
Toafl
Kukerta
Adm. & Sup. Pendidikan
Psikologi Perkembangan
Dasar2 & Ilmu Pendidikan
Psikologi Pendidikan
Media Pembelajaran
Met & Strat. Pembelajaran
Etika Prof & Kmpt. Keguruan
Desain Instruksional
Sosiologi Pendidikan
Psikologi Belajar
Filsafat Pendidikan
SKS SMT
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
4*
2
2
2
2
2
2
3
3
2
2
2
KODE
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
3
3
6
6
6*/7*
5
3
1
1
3
3
4
3
5
5
4
IN. 101
IN. 102
IN. 103
IN. 104
IN. 105
IN. 106
IN. 107
IN. 108
IN. 109
IN. 110
IN. 111
IN. 112
IN. 113
IN. 114
IN. 115
IN. 116
IN. 117
IN. 118
IN. 119
TAR.101
TAR.102
TAR.103
TAR.104
TAR.105
TAR.106
TAR.107
TAR.108
TAR.109
TAR.110
TAR.111
No.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
Mata Kuliah
Filsafat Ilmu
Statistik Pendidikan
Sejarah Pendidikan
Perbandingan Pendidikan
Psikologi Agama
Bahasa Arab 1
SKS SMT
2
2
2
2
2
2
4
2
2
6
6
1
KODE
TAR.112
TAR.113
TAR.114
TAR.115
TAR.116
TAR.117
34
37.
38.
39.
40.
42.
43
44
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
Bahasa Arab 2
Bahasa Inggris 1
Bahasa Inggris 2
Microteaching (Labor)
Prak. Peng. Lapangan Terpadu
Bimbingan Skripsi
Skripsi
Pendidikan IPA 1
Pendidikan IPA 2
Pendidikan IPA 3
Pendidikan Olah Raga
Pendidikan Kesenian
Pendidikan Kewarganegaraan 1
Pendidikan Kewarganegaraan 2
Pendidikan MTK 1
Pendidikan MTK 2
Pendidikan MTK 3
Pengemb Bkt & Kreat. Anak
Kecerdasan Emosional Guru
Psikologi Anak
Ktp. Menulis & Menggambar
Adat Istiadat & Bud. Daerah
Qiraatul Qur
an dan Imla
2
2
2
3
3*
2
6
2
2
2
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
5
6*/7*
6
7/8
3
4
5
4
4
4
5
3
4
5
6
6
5
5
6
1
TAR.118
TAR.119
TAR.120
TAR.121
TAR.122
TAR.123
TAR.124
MI.101
MI.102
MI.103
MI.104
MI.105
MI.106
MI.107
MI.108
MI.109
MI.110
MI.111
MI.112
MI.113
MI.114
MI.115
MI.116
No.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
-
Mata Kuliah
Pend. Kerajinan Tangan
Pendidikan IPS 1
Pendidikan IPS 2
Pendidikan Kesehatan Anak
Pendidikan Pramuka
Pdd. Kepribadian & Etika
Berpakaian Guru
Bahasa Arab 3
Bahasa Inggris 3
Bahasa Mandarin 1
Bahasa Mandarin 2
Bahasa Indonesia 2
Pengemb. Kurikulum MI
Bimbingan Konseling di MI
Pengemb. Sumber bel. di MI
Eva. Pembelajaran di MI
Jumlah
SKS SMT
KODE
2
2
2
2
2
2
4
3
4
6
6
5
MI.117
MI.118
MI.119
MI.120
MI.121
MI.122
2
2
2
2
2
2
2
2
2
160
3
3
3
4
2
5
5
5
4
-
MI.123
MI.124
MI.125
MI.126
MI.127
MI.128
MI.129
MI.130
MI.131
-
peserta
didik
dalam akademis,
keilmuan
dan
keterampilan.
4. EVALUASI PEMBELAJARAN
Evaluasi pembelajaran adalah usaha untuk mengukur ketercapaian standar
yang ditetapkan bagi peserta didik PGMI. Evaluasi harus lebih mengandalkan
evaluasi menyeluruh, yaitu: evaluasi formatif, evaluasi sumatif, evaluasi alternatif,
evaluasi komprehensif dan portfolio.
Selain evaluasi yang sudah populer yakni formatif dan sumatif, sebaiknya
menggunakan evaluasi dalam bentuk lain yang dikenal dengan evaluasi alternatif
dan komprehensif. Evaluasi ini digunakan lebih untuk melihat aspek lain, selain
aspek kognitif. Sebagaimana diketahui, bahwa penilaian dengan menggunakan
tes formatif dan sumatif, hanya dapat mengukur kemampuan peserta didik dari
ranah kognitif atau pengetahuan. Sementara ranah afektif dan psikomotor, relatif
belum tersentuh melalui tes-tes tersebut. Untuk itulah berkembang pandangan,
dengan memberikan alternatif evaluasi dalam bentuk lain yaitu alternatif dan
komprehensif.
1. Evaluasi Alternatif
Evaluasi alternatif, lebih difokuskan pada pemberian berbagai aktivitas
melalui tagihan belajar baik di kelas maupun di luar kelas. Tagihan belajar yang
dievaluasi harus sesuai dengan topik materi yang di ajarkan. Hal ini, penting
diperhatikan, karena kalau tagihan belajar yang dievaluasi tidak sesuai dengan
materi, maka tidak akan memberikan kontribusi bagi peserta didik untuk
pencapaian kompetensinya. Oleh karena itu, evaluasi alternatif juga adalah alat
ukur bagi ketercapaian kompetensi seseorang.
Beberapa jenis evaluasi alternatif yang dapat dilakukan oleh seorang guru di
antaranya:
36
a.
Resume buku
b.
Kliping koran/majalah
c.
Paper/makalah
d.
Tugas keterampilan
e.
f.
g.
h.
Tugas kesenian
i.
Kinerja
j.
Kompetensi
k.
Partisipasi
l.
Kehadiran
m. dll.
Evaluasi alternatif ini, oleh Hisyam Zaini, dkk., (2002) dirangkum ke dalam
sepuluh hal, yang dikenal dengan
10 P
, yaitu:
a. Paper (makalah)
b. Presentation (presentasi)
c. Participation (partisipasi)
d. Project (proyek atau penelitian)
e. Practice (praktek)
f. Performance (performa atau kinerja)
g. Pre-test (pre-tes)
h. Proposal Writing (penulisan proposal)
i. Portofolio (portopolio), dan
j. Precence (kehadiran)
Semua tugas yang dievaluasi ini, ada yang dapat dilakukan langsung oleh
peserta didik di sekolah dan ada juga yang harus di bawa pulang, dan atau harus
mengumpulkan dari berbagai sumber seperti: buku, koran, majalah, labor,
perpustakaan, museum, kebun binatang dan sebagainya.
Semua tugas yang diberikan, harus dibaca dan dinilai oleh guru dengan
teliti dan sungguh-sungguh, agar tidak salah dalam melakukan evaluasi atas hasil
pekerjaan peserta didik. Ada saja kemungkinan, bagi guru yang malas, setiap
tugas yang dikumpulkan hanya dilihat covernya saja, lalu dicatat dan nilai diberikan
asal-asalan. Bagi cover tugas yang bagus, nilainya dikasih bagus, dan sebaliknya
bagi covernya yang jelek, maka jelek pula nilainya. Kebiasaan jelek seperti ini,
37
harus ditinggalkan oleh seorang guru. Karena dalam menilai, ada tanggung jawab
dipundak kita yakni tanggung jawab profesional, pedagogis dan moral.
Dalam menilai hasil belajar dengan alternatif ini, maka seorang guru harus
membuat standar dari tugas yang diberikan. Standar ini, dibuat melalui sistem
patokan, misalnya:
Memuaskan = 85
100 (A)
Sangat Baik = 80
84 (A-)
Baik
= 75 -79 (B+)
Sedang
= 70
74 (B)
Cukup
= 65
69 (C+)
Aspek yang dinilai, juga harus dibuat standarnya. Hal ini untuk menghindari
penilaian subjektif dan bias terhadap peserta didik. Penilaian yang bias, selain
merugikan peserta didik juga mengaburkan capaian kompetensi hasil belajar yang
telah ditetapkan. Seorang guru, harus konsisten dalam menarik patokan dan
standar nilai ini. Bagi guru yang malas, tentu saja penilaian semacam ini, sangat
rawan, ke arah merugikan peserta didik.
2. Evaluasi Komprehesif
Penilaian komporehensif adalah evaluasi yang lebih menekankan pada
aspek kemampuan peserta didik secara keseluruhan. Penilaian ini didasarkan atas
kinerja yang dicapai baik dikelas maupun di luar kelas. Penilaian komprehensif
biasanya dilengkapi dengan lembar atau buku portfolio peserta didik. Penekanan
utama penilian komprehensif diutamakan berbasis kelas, karena dalam konteks
penilaian ini seorang guru langsung merekam setiap perkembangan belajar
peserta didik, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian, sisi mana
yang dipandang guru masih lemah, maka guru melakukan perbaikan dalam
pembelajaran.
Berikut disajikan format penilaian komprehensif yang dapat digunakan dan
atau dikembangkan dalam pembelajaran.
38
:
:
:
:
TATAP MUKA
PROGRESS
RECORD
ASPEK
Kognitif
(Pengetahuan)
Sikap/Perilaku
(Attitude/
Behavioral)
Keterampilan
(Skill)
Ket. Nilai:
1. A= > 85
2. A- = 80 -84
3. B+ = 75 -79
4. B = 70 -74
Jlh
9
5. B- = 65 - 69
10
11
KET
12
6. C+ = 6064
39
Multiple
Choice
True/
False
Matching
Short
Answer
Eassy
Test
Oral
Test
Checklist
Rating
Scale
Comments
Anecdotal
Knowledge
Comprehension
Aplication
Analysis
Syntesis
Evaluation
Ya
Ya
Ya
Boleh
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Boleh
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Boleh
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Boleh
Ya
Ya
Ya
Boleh
Boleh
Boleh
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Boleh
Boleh
Boleh
Boleh
Boleh
Boleh
Ya
Ya
Ya
Ya
Eassy
Test
Tidak
Oral
Test
Tidak
Checklist
Ya
Rating
Scale
Tidak
Comments
Anecdotal
Ya
Multiple
Choice
Ya
True/
False
Boleh
Matching
Mungkin
Short
Answer
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Boleh
Boleh
Boleh
Ya
Tidak
Ya
Valuing
Boleh
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Organization
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Value Complex
Tidak
tidak
Tidak
tidak
ya
ya
tidak
ya
Ya
Comments
Anecdotal
Boleh
Multiple
Choice
Tidak
True/
False
Tidak
Matching
Eassy
Test
Tidak
Oral
Test
Tidak
Checklist
Tidak
Short
Answer
Tidak
Boleh
Rating
Scale
Boleh
Set
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Boleh
Boleh
Boleh
Guided Respon
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Boleh
Boleh
Boleh
Ya
Mechanism
Complex Over
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Boleh
Boleh
Boleh
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Boleh
Boleh
Ya
Ya
Adaptation
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Boleh
Tidak
Ya
Ya
Origination
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Boleh
Tidak
Ya
Ya
Perception
Respon
Keterangan:
Ya
= Selalu cocok
Boleh
= Boleh dalam situasi tertentu
Tidak
= Tidak cocok sama sekali
40
I. PENUTUP
Demikianlah desain kurikulum Pendidikan Guru MI (PGMI) ini dirancang,
untuk
mendukung
optimalisasi
dan
produktivitas
serta
efektivitasnya
41
DAFTAR BACAAN
Abdul Rachman Shaleh. Pendidikan Agama dan Keagamaan: Visi, Misi dan Aksi.
Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000.
Ahmad Tafsir. Metodologi
Rosdakarya, 2003.
Pengajaran
Agama
Islam.
Bandung:
Remaja
Anwar Arifin. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam UndangUndang Sisdiknas. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI, 2003.
E.
karakteristik
dan
43