Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Laringitis atropik (laringitis sika) adalah laringitis kronik yang ditandai


dengan atrofi dari mukosa dinding laring dan pembentukan krusta. Laringitis sicca
sendiri lebih sering ditemui pada wanita dan biasanya di sertai dengan adanya
rinitis atropik dan faringitis.[2]
Gejala yang sering timbul antara lain suara serak yang sementara dapat
diperbaiki oleh proses batuk dan pembersihan krusta,

batuk kering yang

mengganggu dan kadang terjadi dispneu karena adanya obstruksi oleh krusta. [2]
Pada pemeriksaan akan tampak mukosa yang atropik disertai dengan
krusta yang berbau busuk. Saat krusta sudah disingkirkan, dapat terjadi
perdarahan ataupun ekskoriasi mukosa. Krusta juga dapat terlihat di trakea. [2]
Untuk penanganan laringitis sika adalah eliminasi faktor resiko dan
kondisi lembab. Obat kumur laring yang mengandung glukosa dan gliserin atau
minyak pinus dapat membantu meringankan gejala dan membantu pelepasan
krusta. [2]
Laringitis sika yang disertai oleh kondisi hidung ataupun faring akan
membutuhkan perhatian khusus. Ekspektoran dengan amonium klorida dan iodida
juga dapat membantu pelepasan krusta. [2]

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING

A. Anatomi Laring
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago. Di
sebelah superior terdapat os hiodeum,
struktur yang berbentuk U dan dapat
dipalpasi di leher depan dan lewat mulut
pada dinding faring lateral. Meluas dari
masing-masing

sisi

tengah

korpus

hiodeum adalah suatu prosesus panjang


dan pendek yang mengarah ke posterior
dan

suatu

prosesus

pendek

yang

mengarah ke superior. Tendon dan otototot lidah, mandibula dan kranium, melekat pada permukaan superior korpus dan
kedua prosesus. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini mengangkat laring. Namun
bila laring dalam keadaan stabil, maka otot-otot tersebut akan membuka mulut
dan ikut berperan dalam gerakan lidah. Di bawah os hiodeum menggantung pada
ligamentum tirohiodeum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea (perisai).
Kedua alae menyatu di garis tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada
pria, lalu membentuk jakun. Pda tepi posterior masing-masing alae, terdapat
kornu superior dan inferior. Artikulasiokornu inferius dengan kartilago kroikodea,
memungkinkan sedikit pergeseran atau gerakan antara kartilagi tiroidea dan
krikoidea. [1]
Kartilago krikoidea melekat pada kartilago tiroidea lewat ligamentum
krikotiroideum. Kartilago krikoidea terbentuk lingkaran penuh dan tidak dapat
mengembang. Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga
kartilago ini tampak seperti signet ring. Intubasi endotrakea yang lama sering
merusak lapisan mukosa cincin dan dapat mengakibatkan stenosis subglotis. Di
2

sebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat


ligamentum interkartilaginosa.[1]
Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea,
masing-masing berbentuk seperti piramid bersisi tiga. Basis piramidalis
berartikulasi dengan krikoid pada artikulasio krikoaritenoidea, sehingga dapat
terjadi gerakan meluncur dari medial ke lateral dan rotasi. Tiap kartilago
aritenoidea mempunyai dua prosesus, prosesus vokalis anterior dan prosesus
muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dari masing-masing
prosesus vokalis dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah.
Prosesus vokalis membentuk dua perlima bagian belakang dari korda vokalis,
sementara ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau pita suara
yang dapat bergetar. Ujung bebes dan permukaan superior korda vokalis suara
membentuk glotis. Bagian kecil laring diatasnya disebut supraglotis dan
dibawahnya subglotis. Terdapat dua pasang kartilago kecil dalam laring yang
tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak dalam jaringan di atas
menutupi aritenoid. Di sebelah lateralnya, yaitu di dalam plika ariepiglotika
terletak kartilago kuneiformis. [1]
Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang
berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan atau petiolus melekat melalui suatu
ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat di atas korda vokalis, sementara
bagian racquet meluas ke atas di belakang korpus hiodeum ke dalam lumen
faring, memisahkan pangkal lidah dari laring. Epiglotis dewasa umumnya sedikit
cekung pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa,
epiglotis jelas melengkung dan disebut epiglotis omega atau juvenilis. Fungsi
epiglotis sebagai lunas yang mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan
nafas laring. [1]
Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior,
pada kedua sisi laring terdapat membrana kuadrangularis yang emluas ke
belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilago aritenoidea.

Dengan demikian, membrana ini membagi dinding antara laring dan sinus
piriformis, dan batas superiornya disebut plica ariepiglotika. Pasangan jaringan
elastik penting lainnya adalah konus elastikus (membrana krikovokalis). Jaringan
ini jauh lebih kuat daripada membrana kuadrangularis, dan meluas ke atas dan
medial dari arkus kartilaginis krikoidea untuk bergabung dengan ligamentum
vokalis pada masing-masing sisi. Jadi konus elastikus terletak di bawah mukosa di
bawah permukaan korda vokalis sejati. [1]
Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok. Otot ekstrinsik yang
terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik
menyebabkan gerakan antara berbagai struktur-struktur laring sendiri. Otot
ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya. Otot depresor atau otot-otot
leher (omohiodeus, sternotiroideus, sternohioideus) berasal dari bagian inferior.
Otot

elevator

(milohioideus,

genioglosus,

hioglosus,

digastrikus,

dan

stilohioideus) meluas dari os hioideum ke mandibula, lidah dan prosesus


stiloideus pada kranium. Otot tirohioideus walaupun digolongkan sebagai otot
leher, terutama berfungsi sebagai elevator. Melekat pada os hioideum dan ujung
posterior alae kartilago tiroidea adalah otot konstriktor medius dan inferior yang
melingkari faring disebelah posterior dan berfungsi pada saat menelan. Serat-serat
paling bawah dari otot komstriktor inferior berasal dari krikoid, membentuk
krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagai sfingter esofagus superior. [1]
Serat-serat otot interaritenoideus (aritenoideus) tranversus dan oblikus meluas
di antara kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea akan
bergeser ke arah garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus
posterior meluas dari permukaan posterior lamina krikoidea untuk berinsersi ke
dalam prosesus muskularis aritenoidea. Otot ini menyebabkan rotasi aritenoid ke
arah luar dan mengabduksi korda vokalis. Antagonis utama otot ini, yaitu otot
krikoaritenoideus lateralis berorigo pada arkus krikoidea lateralis. Insersinya juga
pada prosesus muskularis dan menyebabkan rotasi aritenoid ke medial ,
menimbulkan aduksi. Yang membentuk tonjolan korda vokalis adalah otot vokalis
dan tiroaritenoideus yang hampir tidak dapat dipisahkan. Kedua otot ini juga

berperan dalam membentuk tegangan


korda vokalis. Pada orang lanjut usia,
tonus otot vokalis dan tiroaritenoideus
agak berkurang, korda vokalis agak
membusur ke luar dan suara menjadi
lemah dan serak. [1]
Otot-otot utama laring lainnya adalah
pasangan otot krikotiroideus, yaitu otot
yang berbentuk kipas berasal dari arkus
krikoidea

di

sebelah

anterior

dan

berinsersi pada permukaan lateral alae


tiroid yang luas. Kontraksi otot ini akan
menarik kartilago tiroidea ke depan,
meregang

dan

menegangkan

korda

vokalis. Kontraksi ini secara pasif juga


memutar aritenoid ke medial, sehingga otot krikotiroideus juga dianggap sebagai
otot aduktor. [1]
Dua pasang saraf mengurus laring dengan pernafasan sensorik dan motorik.
Dua saraf laringeus superior dan dua inferior atau laringeus rekurens, saraf
laringeus merupakan cabang-cabang saraf vagus. Saraf laringeus superior
meninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah gangglion nodosum, melengkung ke
anterior dan medial di bawah arteri karotis interna dan eksterna, dan bercabang
dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik eksterna. [1]
Cabang interna menembus membrana tirohiodea untuk mempersarafi sensorik
valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna
tepi bebas korda vokalis sejati. Masing-masing cabang eksterna merupakan suplai
motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Di sebelah inferior, saraf
rekurens berjalan naik dalam alur di antara trakea dan esofagus, masuk ke dalam
laring tepat di belakang artikulasio krikotiroideus, dan mengurus persarafan

motorik semua otot intrinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga
mengurus sensasi jaringan di bawah korda vokalis sejati (regio subglotis) dan
trakea superior. Karena perjalanan saraf

interior kiri lebih panjang serta

hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibandingkan
dengan saraf yang kanan. [1]
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya.
Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena
tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus
superior untuk membentuk pedikulus neurovaskular superior. Arteri dan vena
laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring
bersama saraf laringeus rekurens.
Terdapat dua sistem drainase limfatik terpisah pada laring, superior dan
inferior, dimana garis pemisahnya adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis
sendiri memiliki sistem limfatik yang buruk. Di sebelah superior, aliran limfe
menyertai pedikulus neurovaskular superior untuk bergabung dengan nodi
limfatisi superiores dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus.
Drainase subglotis lebih beragam, yaitu dari nodi limfatisi pretrakeales (satu
kalenjar tepat di depan krikoid dan disebut nodi Delphian), kalenjar getah bening
servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis
superior. [1]

Sebagian besar laring dilapisi oleh


mukosa

toraks

bersilia

(epitel

resiratorius), tetapi bagian laring yang


aliran

udara

permukaan
permukaan

terbesar

(misalnya

lingua

epiglotis,

superior

plika

ariepiglotika, dan permukaan superior


serta tepi bebas korda vokalis sejati)
dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kalenjar penghasil mukus terbesar
ditemukan dalam epitel respiratorius. [1]
Pada rinoskopi posterior, struktur pertama yang dapat dilihat adalah epiglotis.
Tiga pita mukosa (satu plika glosoepiglotika mediana dan dua plika
glosoepiglotika lateralis) meluas dari epiglotis ke lidah. Di antara pita median dan
setiap pita lateral terdapat kantung kecil, yaitu valekula. Di bawah tepi bebas
epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang dihubungkan
oleh otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing-masing aritenoid ke
anterolateralis menuju tepi bebas lateral bebas dari epiglotis adalah plika
ariepiglotika, merupakan suatu membrana kuadrangularis yang dilapisi mukosa. [1]
Di lateral plika ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis, yang dari
atas terlihat seperti kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding
posterior. Dinding medial bagian atas adalah kartilago kuadraangularis dan di
bagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot-otot lateral yang melekat padanya,
dan dinding lateral adalah permukaan dalam akae tiroid. Di sebelah posterior
sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring
bergabung ke bagian inferior, ke dalam introitus esofagi yang dikelilingi oleh otot
krikofaringeus yang kuat. [1]
Dalam laring sendiri terdapat dua pasang pita horisontal yang berasal dari
aritenoid dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea bagian interior. Pita superior
adalah korda vokalis palsu atau pita ventrikular, dan lateral terhadap korda vokalis

sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membrana
kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati (plika vokalis) adalah batas superior
konus elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk masa dari korda
vokalis. Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa
akan memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskopi indirek.
Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringitis. Ujung
anterior ventrikel meluas ke superior sebagai suatu divertikum kecil yang dikenal
sebagai sakulus laringis, dimana terdapat sejumlah kalenjar mukus yang diduga
melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis dikenal sebagai
laringokel. [1]

B. Fisiologi Laring
Laring memiliki tiga fungsi utama, yaitu proteksi jalan nafas, batuk, respirasi
dan proses bersuara. [1]
Perlindungan jalan nafas selama proses menelan terjadi melalui berbagai
mekanisme yang berbeda. Aditus laringis tertutup oleh kerja sfingter otot
tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu, disamping
aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik
laring lainnya. Elevasi laring di bawah pangkal lidah membantu melindungi laring
lebih jauh dengan mendorong epiglotis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup
aditus. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral, menjauhi aditus laringis dan
masuk ke sinus piriformis, selanjutnya ke introitus esofagi. Relaksasi otot
krikofaringeus yang terjadi bersamaan mempermudah jalan makanan masuk ke
esofagus sehingga tidak masuk ke laring. Disamping itu, respirasi juga dihambat
selama proses menelan melalui suatu refleks yang diperantai reseptor pada
mukosa daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva. [1]
Pada bayi, posisi laring lebih tinggi, epiglotis menjulur ke superior dan
menyentuh permukaan palatum mole, memungkinkan kontak antara permukaan

posterior palatum mole dengan epiglotis sehingga memungkinkan bayi untuk


bernafas selama laktasi tanpa masuknya makanan ke jalan nafas. [1]
Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat
penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu sistem jantung
seperti ia juga mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung paru. Selain itu,
bentuk korda vokalis palsu dan sejati juga memungkinkan laring untuk berfungsi
sebagai katup tekanan bila menutup, memungkinkan peningkatan tekanan
intratorakal

yang

diperlukan

untuk

tindakan-tindakan

mengejan

seperti

mengangkat benda-benda berat atau defekasi. Pelepasan tekanan secara mendadak


menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan ekspansi alveoli
terminal dari paru dan membersihkan sekret atau paralel makanan yang berakhir
dalam aditus laringis. [1]
Untuk fungsi pembentukan suara, korda vokalis sejati yang teraduksi diduga
berfungsi sebagai alat bunyi pasif yang bergetar akibat udara yang dipaksa antara
korda vokalis sebagai akibat kontraksi otot-otot ekspirasi. Nada dasar yang
dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring (dan
krikoideus) berperan penting dalam mengubah tinggi nada dengan mengubah
bentuk dan massa ujung-ujung bebas korda vokalis sejati dan tegangan korda itu
sendiri. Otot ekstralaring juga ikut berperan. Karena posisi laring manusia yang
lebih rendah, maka sebagian faring, di samping rongga hidung dan sinus
paranasalis dapat dimanfaatkan untuk perubahan nada yag dihasilkan laring.
Semuanya dipantau melalui mekanisme umpan balik. Kekerasan suara sendiri
pada hakekatnya proporsional dengan tekanan aliran udara subglotis yang
menimbulkan gerakan korda vokalis sejati. Di lain pihak, berbisik diduga akibat
lolosnya udara melalui komisura posterior di antara aritenoid yang terabduksi
tanpa getaran korda vokalis sejati. [1]

BAB III
LARINGITIS ATROPIK (LARINGITIS SIKA)

A. Definisi
Larigitis sika adalah kondisi radang kronis laring dimana jaringan laring
menjadi sangat kering hingga terbentuk krusta dipermukaan laring dan pita suara.

B. Etiologi
Laringitis sika ditandai dengan adanya atrofi dari mukosa dan komponen
pelengkap mukosa laring. Biasanya hal ini terjadi paling sering pada pasien yang
diberi radiasi laring. Laringitis ini juga bisa merupakan perjalanan dari laringitis
kronik.
Keadaan hipoesterogenemia pada wanita mungkin dapat berpengaruh.
Laringitis sika juga dapat juga terjadi pada pasien dengan sindrom sjren dan juga
berhubungan dengan kehamilan. Merokok, dehidrasi, dan polusi juga dapat
berkontribusi untuk terjadinya kondisi ini.
Dehidrasi dapat disebabkan karena kurangnya asupan cairan, konsumsi kafein
yang berlebihan, minuman alkohol, obat diuretik, dan sebagai efek samping obat
(benzodiasepine, antihistamin, anti-kolinergik)

C. Patofisiologi
Seperti pada rinitis atrofi, pada laringitis sika juga ditemukan penurunan
kemampuan vaskular mukosa karena proliferasi intimal dan pengerasan dinding

10

pembuluh darah kecil. Ditemukan juga hilangnya hampir seluruh struktur


glandular, walaupun mungkin saja adnya proliferasi sel goblet.
Pada bagian laring yang dilapisi oleh epitel bersilia mungkin dapat mengalami
metaplasia skuamosa, dan menjadi tipis dan mengalami atrofi, dan sering kali
disertai dengan erosi mukosa. Ditemukan adanya fibrosis pada area subepitelial,
yang juga mengandung eksudat inflamasi mononuklear.
Pada pasien yang diberi radioterapi, radiasi membunuh tumor tetapi juga
merusak atau bahkan menghancurkan kalenjar penghasil mukus di laring,
sehingga akan semakin sedikit mukus yang dihasilkan, dan lebih kental. Mukus
yang kental ini juga menjadi tempat uang baik untuk perkembangan
mikroorganisme, dan akan berubah menjadi krusta terutama pada saat kelembaban
udara rendah.
Untuk dapat menghasilkan suara, pita suara bergetar. Jika tidak adanya
lubrikasi pada pita suara, getaran dari pita suara jadi terbatas, dimana bisa
menyebabkan batuk dan inflamasi pada pita suara. Dalam waktu yang lama, hal
ini bisa berkembang jadi laringitis mekanis.

D. Gambaran Klinis

11

Gangguan fisiologis yang khas adalah berkurangnya sekresi glandular dan


librikasi mukosa. Pasien biasanya mengeluh tenggorokan yang kering, dan
tenggorok gatal. Mungkin juga terjadi batuk persisten sebagai bentuk usaha untuk
mengeluarkan sekresi yang kental. Batuk dan suara serak biasanya lebih buruk
pada pagi hari. Kadang krusta laring mungkin juga menyebabkan gangguan
respirasi dan hemoptisis dapat terjadi jika krusta sudah berhasil dikeluarkan.
Banyak juga pasien yang mengeluhkan terjadinya halitosis.
Mukosa laring menjadi tampak kering, dan kasar. Krusta sering ditemukan
terutama di daerah interaritenoid. Krusta itu sendiri bervariasi, mulai dari kuning
kehijauan sampai kehitaman. Mungkin juga ditemukan mukus hijau kental di
laring. Jika krusta berhasil disingkirkan, akan tampak permukaan merah dan
seperti luka terbuka , tetapi untuk ulkus sesungguhnya jarang terjadi.
Gangguan ini mungkin harus dibedakan dari laringitis kronik spesifik oleh
karena sifilis. Pasien dengan penyebab yang tidak jelas biasanya mengalami hal
yang serupa di bagian hidung.

E. Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi untuk laringitis sika biasanya adalah laringoskopi dan stroboskopi.
Laringoskopi dilakukan untuk melihat kondisi tenggorok, laring, dan pita suara.
Stroboskopi digunakan untuk melihat gerakan
pita suara secara lambat, sehingga dapat
melihat gambaran korda vokalis lebih detail.

F. Tatalaksana
Karena pada
mukosa

sudah

seluruhnya,

laringitis
rusak

maka

sika

kalenjar

sebagian

ataupun

tidak

mungkin

lagi

12

disembuhkan sempurna, pengobatan yang diberikan hanyalah pengobatan


simptomatis dan lebih diutamakan untuk memberikan lubrikasi pada mukosa
laring dan menghindari faktor-faktor yang dapat memperberat kondisi.
Untuk mencegah pembentukan krusta dan menghilangkan bau busuk pada
mulut, makan diberikan obat kumur yang mengandung: (1) gliserin 6%; (2) 70%
ethanol 6%; (3) rosewater gtts 10; (4) larutan saline.
Pemberian iodine mungkin dapat membantu untuk menstimulasi kalenjarkalenjar yang belum rusak atau yang masi memiliki fungsi. Pada kondisi tertentu,
diperlukan juga untuk membersihkan krusta baik dengan laringoskopi indirek
ataupun direk.

G. Prognosis
Untuk pasien laringitis kronik, terutama yang disebabkan oleh karena
hancurnya kalenjar penghasil mukosa, maka kemampuan lubrikasi tidak dapat
disembuhkan sempurna. Yang bisa dilakukan hanyalah membantu lubrikasi
mukosa.

13

BAB IV
RESUME

Laringitis Sika (laringitis atropik) adalah radang kronis di laring dimana


mukosa laring menjadi kering karena rusaknya kalenjar di mukosa laring, kadang
juga timbul krusta di permukaan laring dan pita suara. Hal ini lebih sering terjadi
pada wanita dimasa kehamilan,pasien sjren, efek obat, dan paling sering karena
radiasi. Laringitis atropik memiliki ciri laring yang kering dan kasar, dan
terbentuknya krusta, baik kuning kehijauan sampai kehitaman. Biasanya lesi
ditemukan pada permukaan laring, tetapi bisa juga sampai ke pita suara. Pasien
umumnya mengeluhkan suara serak, tenggorokan kering, dan gatal, kadang juga
sering batuk. Diagnosis dapat didukung oleh pemeriksaan laringoskopi dan
stroboskopi. Terapi yang dapat dilakukan hanyalah membantu untuk lubrikasi
laring dengan larutan glukosa dan gliserin. Kadang perlu juga dilakukan
pembersihan krusta.

14

Anda mungkin juga menyukai