Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
kehidupan . Hampir seluruh kehidupan didunia inl- tidak terlepas dari adanya unsure air ini.
sumber utama air yang mendukung kehidupan dibumi adalah laut, dan semua air akhirnya
akan kembali kelaut yang bertindak sebagai penampung. Air dapat mengalami daur hidrologi,
selama menjalani daur itu air akan selalu menyerap zat-zat yang menyebabkan air tidak lagi
murni, sehingga pada hakeketnya tidak ada air yang betul murni.
melalui aktivitas vulkanik. Keberadaan karbon dioksida di atmosfer akan menahan kalor yang
diterima dari Matahari lepas kembali untuk menjaga kestabilan temperatur di permukaan.
Sumber panas internal bagi planet-planet seperti Bumi berasal dari peluruhan isotop
radioaktif. Semakin masif planet yang bersangkutan, semakin lama siklus karbonat-silikat
yang dapat berlangsung.
Selain itu kandungan air laut banyak berasal dari atmosfir, hujan asam yang dapat
mempengaruhi sistem karbon air laut, seperti perubahan ph, salinitas, temperatur dan arus.
Perubahan ph yang terjadi akibat penyerapan karbon dioksida di atmosfer yang dihasilkan
dari kegiatan manusia (seperti penggunaan bahan bakar fosil). Pada siklus karbon alami,
konsentrasi CO2 di atmosfer menggambarkan sebuah keseimbangan fluks antara lautan,
daratan dan atmosfer. Perubahan fungsi lahan (land use change), penggunaan bahan bakar
fosil, dan produksi semen mengakibatkan adanya sumber CO 2 tambahan ke dalam atmosfer
bumi. Sebagian CO2 tersebut diserap oleh tumbuhan di darat dan sebagian lainnya diserap
oleh
lautan.
Ketika CO2 terlarut, dia akan bereaksi dengan air membentuk suatu kesetimbangan jenis
ionik dan non-ionik yaitu: karbon dioksida yang terlarut bebas (CO 2
), asam karbonat
(aq)
(H2CO3), bikarbonat (HCO3-), dan karbonat (CO32-). Meskipun penyerapan CO2 oleh lautan
akan membantu memperbaiki efek iklim akibat emisi CO 2, namun diyakini juga bahwa akan
ada konsekuensi negatif terhadap organisme kerang-kerangan yang memanfaatkan kalsit dan
aragonit dari kalsium karbonat untuk membentuk cangkang. Organisme ini berperan dalam
rantai makanan di laut. Karena adanya proses photosintesis oleh alga yang menyebabkan
bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbondioksida. Dan
fotosintesis oleh alga yang bersimbiosis dengan karang membentuk terumbu menghasilkan
deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat.
Pada kondisi normal, kalsit dan aragonit stabil di permukaan air karena ion karbonat
berada pada kondisi sangat jenuh. Dengan turunnya pH air laut, konsentrasi ion karbonat ini
juga akan turun, dan pada saat karbonat berada pada kondisi tak jenuh, struktur yang dibentuk
dari kalsium karbonat menjadi rapuh dan akan mudah terpecah/terputus (dissolute). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa karang-karangan (Gattuso et al., 1998), alga coccolithophore
(Riebesell et al., 2000) dan pteropods (Orr et al., 2005) akan mengalami pengurangan
kalsifikasi atau peningkatan pemutusan ketika terpapar oleh naiknya kadar CO2.
Membicarakan
masalah
laut
tidak
terlepas
dari
biota
yang
hidup
langsung.
Inilah yang melatarbelakangi, kenapa sampai sekarang belum dapat disimpulkan secara jelas
peranan perairan pesisir dalam siklus karbon. Kondisi lokal memiliki andil yang sangat besar.
Kondisi perairan pesisir kita umumnya merupakan perairan tropis, sehingga membuat sistem
karbonat tersebut menjadi lebih rumit.
Menurut beberapa literatur, carbon sinks, atau carbon dioxide sinks, adalah reservoir
atau tempat untuk menyimpan atau menyerap gas karbon dioksida yang terdapat di atmosfer
bumi. Hutan dan laut adalah tempat alamiah di bumi ini yang berfungsi untuk menjadi tempat
menyerap gas karbon dioksida (CO2). Gas karbon dioksida diserap oleh tumbuhan yang
sedang tumbuh dan disimpan di dalam batang kayunya. Di lautan, gas karbon dioksida yang
digunakan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesa, tenggelam ke dalam dasar lautan
bersama kotoran makhluk hidup pemakan fitoplankton dan predator-predator tingkat tinggi
lainnya sebagai kotoran dan menjadi kerang-kerangan.
Proses berpindahnya gas karbon dioksida dari atmosfer (ke dalam vegetasi dan lautan)
biasa disebut sebagai carbon sequestration. Beberapa ahli di negara-negara maju saat ini
banyak yang aktif meneliti tentang proses ini dan berharap menemukan sebuah cara efektif
untuk membuat sebuah proses buatan dalam rangka mengurangi laju perubahan iklim global
(mitigasi pemanasan global) yang menurut para ahli berada dalam level yang "cukup
mencemaskan" abad ini.
Di lautan, fitoplankton adalah titik awal dari carbon sinks melalui suatu sistem rantai
makanan. Fitoplankton ini mengekstrak karbon dari gas karbon dioksida yang mereka serap
dari atmosfer pada saat proses fotosintesa. Binatang bercangkang atau berkerang juga
menggunakan karbon untuk membuat cangkang atau kerang mereka. Ketika mati, cangkang
atau kerang tersebut akan tenggelam dan tersimpan di dasar laut hingga kedalaman 2000
sampai 4000 meter dalam waktu ribuan tahun. Carbon sinks juga akan terjadi melalui
tenggelamnya makhluk-makhluk hidup yang telah mati, kotoran-kotoran zooplancton dan
ikan-ikanan ke dasar laut..
Seiring dengan perubahan iklim bertambahnya jumlah karbon dioksida di atmosfer
bumi dan meminimalkan dampak dari pemanasan global. Namun, karena atmosfer
berinteraksi dengan lautan, penyerapan karbon dioksida dan kapasitas sequestrasi dapat
dipengaruhi oleh perubahan iklim tersebut Melalui beberapa mekanisme interaksi fisis dan
kimiawi, sirkulasi laut dapat mengubah dan mempengaruhi waktu simpan karbon dioksida
yang diinjeksikan ke laut dalam, dan hal itu secara tidak langsung akan mengubah tempat
penyimpanan karbon di lautan dan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, Menurut Jain,
perubahan iklim di masa datang dapat berpengaruh terhadap penyerapan karbon dioksida di
laut dan juga pola sirkulasinya. Dengan bertambahnya suhu permukaan laut, densitas air laut
akan berkurang dan akan memperlambat sirkulasi termohalin, sehingga kemampuan laut
untuk menyerap karbon dioksida juga akan berkurang. Hal ini akan mengakibatkan jumlah
karbon dioksida di atmosfer bertambah dan memperburuk masalah yang ada. Jain juga
mengatakan bahwa memindahkan karbon ke laut dalam bukan merupakan solusi yang
permanen untuk menguranngi jumlah karbon dioksida di atmosfer. Karbon dioksida yang
disimpan di laut tidak akan selamanya dapat bertahan di situ. Kadangkala ia akan menampis
ke permukaan dan ke dalam atmosfer.
Karbondioksida di Laut
Adapun beberapa parameter yang mempengaruhi distribusi CO2 dalam air laut
adalah
sebagai
berikut
a) pH (Derajat Keasaman)
pH dalam permukaan air laut dalam keadaan setimbang dengan atmosfir adalah
berkisar antara 8.2 0.1. Pada kolom air yang tertutup atau relatif kecil variasi pH
menunjukan diurnal dan berada antara 8.2 8.9. Penurunan pH hingga minimum
terjadi pada malam hari karena adanya proses respirasi oleh organisme yang
menghasilkan CO2 dan meningkat pada siang hari ketika fotosintesis berlangsung,
di mana CO2 dimanfaatkan hingga konsentrasinya menurun sebagaimana terlihat
pada gambar 3.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pH minimum terjadi pada kedalaman
1000 m bersamaan juga dengan kondisi O2 yang juga minimum akan tetapi Tekanan
Parsial CO2 meningkat. Peningkatan pH di laut dalam terjadi karena kelarutan
(dissolution) dari CaCO3, di mana pH bisa mencapai 7.5 pada kedalaman 1000 m.
Pada kedalaman yang lebih dalam pH bisa mencapai maksimum akibat adanya
tekanan
ionisasi
asam
karbonat
b) alkalinitas (AT)
Pada permukaan salinitas dapat mempengaruhi alkalinitas, hal ini terlihat dari
hasil penelitian program GEOSECS diperoleh bahwa alkalinitas di Samudera Atlantik
Utara lebih tinggi daripada Samudera Pasifik Utara, hal ini disebabkan oleh
pengaruh
salinitas akibat adanya evaporasi yang tinggi di Atlantik, sehingga salinitasnya akan
meningkat.Sedangkan pada kedalaman laut yang lebih dalam alkalinitas akan
sangat
dipengaruhi oleh kelarutan CaCO3. Alkalinitas Pasifik Utara pada kedalaman yang
lebih
dalam lebih tinggi dibandingkan dengan alkalinitas di Atlantik Utara pada kedalaman
yang sama (Gambar 4). Hal ini dikarenakan samudera Pasifik sebelah utara memiliki
umur
lebih
tua
sehingga
mengakumulasi
CO3
2-
lebih
banyak.
kenaikan yang besar, hal ini disebabkan oleh adanya equatorial upwelling (upwelling
pada daerah equator). Hal ini juga dijelaskan oleh Broecker dan Peng (1952) bahwa
level total CO2 dan CO2 P di permukaan air berhubungan dengan pertukaran antara
CO2 di udara dan CO2 di perairan (Gambar 6). Pertukaran yang berlangsung lambat
menyebabkan CO2 P di perairan lebih besar dibandingkan dengan angka di
atmosfer yang terdapat di dekat equator dan rendah di perairan kutub.
Akibat efek penyangga air laut, hanya sejumlah kecil dari CO2 yang butuh
dipindahkan ke dalam perairan untuk mengembalikan kondisi kesetimbangan antara
udara dan perairan laut. Sistem penyaggaan seperti ini disebut Revelle Factor (R)
yakni rasio kenaikan fraksi di dalam tekanan parsial CO2 di atmosfer terhadap
kenaikan fraksi total karbon dioksida di perairan.
DERAJAT KEASAMAN (pH) SEBAGAI PARAMETER PERAIRAN
Penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Dimana ion H+ yang
ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk molekul CH3COOH.
CH3COO-(aq) + H+(aq) CH3COOH(aq)
a. Pada penambahan basa
Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH- dari basa itu akan bereaksi dengan
ion H+ membentuk air. Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan
sehingga konsentrasi ion H+ dapat dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan
berkurangnya komponen asam (CH3COOH), bukan ion H+. Basa yang ditambahkan tersebut
bereaksi dengan asam CH3COOH membentuk ion CH3COO- dan air.
CH3COOH(aq) + OH-(aq) CH3COO-(aq) + H2O(l)
2. Larutan penyangga basa
Adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung NH3 dan
NH4+ yang mengalami kesetimbangan. Dengan proses sebagai berikut:
b. Pada penambahan asam
Jika ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH-. Hal tersebut
menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi ion OH- dapat
dipertahankan. Disamping itu penambahan ini menyebabkan berkurangnya komponen basa
(NH3), bukannya ion OH-. Asam yang ditambahkan bereaksi dengan basa NH3 membentuk
ion NH4+.
NH3 (aq) + H+(aq) NH4+ (aq)
Fungsi pH
Derajat keasaman ini Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol
tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahlukmahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai
pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan
mereka. Fluktuasi pH air sangat di tentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila
alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya ke nilai semula,
dari setiap "gangguan" terhadap pengubahan pH. Dengan demikian kunci dari penurunan pH
terletak pada penanganan alkalinitas dan tingkat kesadahan air. Apabila hal ini telah dikuasai
maka penurunan pH akan lebih mudah dilakukan.
Keberadaan pH di suatu perairan
Derajat Keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air yaitu diberbagai
perairan:
a. Laut
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan
pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem
penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 yang
dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya
bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk
terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung
adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer.
Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya
penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000
kali.
b. Danau
Perairan danau nilai pH berkisar pH 6,7 8,6 hal ini dkarenakan karena kedalaman danau
dangkal sehingga pH tanah sangat mempengaruhinya.
c. Waduk
Perairan waduk nilai pH berkisar 5,7-10,5 hal ini dikarenakan Pengkuran pH dan
konduktivitas menunjukkan bahwa penurunan pH sejalan dengan kedalaman, diikuti
kenaikan konduktivitas. Hal ini disebabkan proses dekomposisi bahan organik menyebabkan
terbentuknya senyawasenyawa asam organik yang akan menurunkan pH, dan pelepasan
senyawa anorganik yang akan memperkaya kandungan ion dalam perairan sehingga
meningkatkan konduktivitas.
d. Sungai
Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan
antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion
hidrogen dalam larutan (Saeni, 1989). Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).
Derajat Keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH mengontrol
tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu organisme akuatik dapat
bertahan hidup pada kisaran ph tertentu. Fluktuasi pH sangat ditentukan oleh alkaliniitas air
tersebut. Suatu perairan yang produktif dan mendukung kelangsungan hidup organisme
akuatik terutama ikan menurut PP No. 82 (2001) yaitu berkisar 6-9. Syarat Hidup dan
Kebiasaan Hidup. Ikan sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air. Ikan ini dapat
bertahan hidup di perairan dengan derajat keasamaan yang agak asam (pH rendah) sampai di
perairan yang basa (pH tinggi) dengan pH 5-9. Kandungan oksigen yaitu 02 terlarut yang
dibutuhkan bagi kehidupan patin adalah 3-6 ppm. Kadar karbondioksida (CO2) yang bisa
ditoleran adalah 9-20 ppm. Tingkat alkalinitas yang dibutuhkan 80-250 ppm. Secara
sederhana, pengertian pH menunjukkan kondisi asam atau basa dari suatu perairan. Derajat
keasaman juga merupakan indikator yang dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur lain
yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan. Nilai pH yang rendah mengindikasikan
bahwa perairan asam, sedangkan pH yang tinggi mengindikasikan perairan basa. Kedua
kondisi ini tidak baik untuk kegiatan budidaya. Perubahan pH secara mendadak ditandai
dengan berenangnya ikan sangat cepat. Bila terjadi penurunan pH secara terus-menerus, akan
keluar lendir yang berlebihan atau iritasi kulit sehingga ikan akan mudah diserang penyakit.
Kondisi yang baik untuk ukuran keasaman perairan budidaya berada pada kisaran pH 6 8
(R. Eko Prihartono, 2004). pH atau kadar keasamaan air yang baik untuk budidaya lobster air
tawar adalah berada pada angka 6 sampai 8. (lihat gambar skala pH berikut). Kadar keasaman
ini dapat dijaga dengan total alkanitas, jumlah plankton yang tidak berlebihan dan kebersihan
dari das.