Anda di halaman 1dari 3

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia.

Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan ( Connors,et al.,1986).Terjadinya dekomposisi obat akibat hidrolisis
atau solvolisis dari sediaan farmasi cair adalah adalah hal yang umum terjadi
karena kelembaban atau pelarut yang digunakan. Gugus-gugus fungsional tertentu
memudahkan terjadinya reaksi tersebut (Parrot,1970).
Telah dipelajari berbagai metode untuk meningkatkan stabilitas bahan farmasi yang
mengalami penguraian dengan jalan hidrolisis. Faktor-faktor yang dapat
dipertimbangkan antara lain :
a. pH
pH adalah suatu ukuran keasaman suatu air (larutan). Pengertian pH dalam
aplikasinya berbeda-beda. Di dalam sistem yang sering digunakan ( NBS sistem,
NBS = National Bureau of Standards), pH digambarkan dalam persamaan pH = -log
aH, dimana aH adalah aktivitas ion hidrogen dalam suatu larutan
(Anonim,2006).Laju reaksi dalam larutan berair sangat mudah dipengaruhi oleh
adanya pH sebagai akibat adanya proses katalisis. Untuk mengetahui pengaruh pH
maka faktor-faktor lainnya yang berpengaruh seperti suhu, kekuatan ionik dan
komposisi pelarut harus dibuat tetap (Connors et al, 1986). Pengaruh pH dapat
diketahui dari bentuk profil pH laju degradasi dari hubungan antara antara pH dan
log k tanpa pengaruh dapar. Dari profil tersebut dapat diketahui pH yang stabil,
katalisis reaksi dan persamaan laju reaksi hipotetiknya yang memberikan informasi
praktis stabilitas suatu obat (Connors et al, 1986). Tiga bentuk profil pH laju
degradasi yang dikenal yaitu bentuk V, bentuk Sigmoid (S) danbentuk Parabola (bell
shape) atau kombinasi dari bentuk tersebut. Bentuk profil yang dihasilkan
tergantung pada sifat-sifat zat dan reaksi yang terjadi (Connors et al, 1986). Bentuk
V terjadi bila obat bersifat tak terionkan. Keuntungan dari profil log k Vs pH dalam
bentuk V adalah dapat digunakan pada pH rendah maupun tinggi ketika reaksi di
katalisis oleh asam dan basa (Connors et al, 1986). Terkadang profil pH laju
degradasi mengikuti bentuk Sigmoid (S). bentuk ini terjadi jika obat mengalami
disosiasi asam basa 1 kali. Keuntungan profil log k Vs k dalam bentuk sigmoid ini
adalah bahwa plot log k Vs pH dapat berubah menjadi bentuk sebaliknya (Connors
et al, 1986). Bentuk parabola memiliki dua titik infleksi yang terjadi karena asam
basa mengalami disosiasi 2 kali. Seperti bentuk sigmoid, bentuk ini bisa terjadi dari
kombinasi bentuk parabola dengan bentuk V pada profil pH laju degradasi yang
sama (Connors et al, 1986). Jika memungkinkan secara fisiologis, larutan obat harus
diformulasikan sedikit mungkin ke pH stabilitas optimumnya. Jika penguraian
hidrolisis obatnya terkatalisis asam dan basa umum, yaitu penguraian terkatalisis
oleh bagian asam dan basa dari garam dapar disamping H+ dan OH- , konsentrasi
dapar harus dibuat minimum (Lachman, et al., 1986).
b. Jenis pelarut

Penggantian air sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang konstanta


dielektriknya lebih rendah, umumnya menyebabkan kecepatan hidrolisis menurun
secara berarti. Contoh pelarut bukan air adalah : etanol, glikol, glukosa, larutan
manitol, dan amida tersubstitusi (Lachman, et al., 1986).
c. Kompleksasi
Laju hidrolisis dapat dipengaruhi oleh pembentukan kompleks dengan dua cara,
yaitu oleh efek sterik atau polar (Lachman, et al., 1986)
d. Surfaktan
Keberadaan surfaktan akan meningkatkan stabilitas secara bermakna . Menurut
Riegelman (1960) bahan surfaktan nonionik, kationik dan anionik dapat
menstabilkan obat terhadap katalis basa (Lachman, et al., 1986).
e. Modifikasi struktur kimia
Sejumlah laporan kepustakaan menunjukkan bahan substituen tertentuyang
ditambahkan pada rantai alkil atau asil dari ester alifatik atau aromatik atau pada
inti benzen dari ester aromatik menyebabkan penurunan laju hidrolisis(Lachman, et
al.,1986).
f. Garam dan ester
Teknik lain yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas obat-obatan yang terurai
melalui hidrolisis adalah dengan mengurangi kelarutannya melalui pembentukan
garam atau esternya yang sukar larut. Biasanya hanya pada bagian obat larut
mengalami peruraian hidrolisis (Lachman, et al., 1986). komponen penyusun dapar
dapat mengurangi stabilitas obat oleh akibat katalisis asam umum (KAU) atau
katalisis basa umum (KBU). Laju degradasi obat akibat pengaruh dapar dapat
ditentukan dengan persamaan berikut (Zhou and Notari, 1995) Kobs = KpH + KAU .
(AU) + KBU . (BU) Dengan Kobs adalah harga pengamatan, AU dan BU adalah kadar
asam dan basa konjugat penyusun dapar dan KpH adalah laju degradasi tanpa
pengaruh dapar. KAU adalah katalisis asam umum, KBU adalah katalisis basa
umum, katalis adalah senyawa yang memiliki kemampuan meningkatkan tetapan
laju reaksi tetapi tidak mengubah tetapan keseimbangan. Katalisator dapat
menjadikan jalur reaksi berlangsung dengan energi bebas (QG) yang lebih kecil,
tanpa mengubah QG (energi bebas awal). Dekomposisi obat akibat hidrolisis atau
solvolisis dari sediaan farmasi cair adalah hal yang umum terjadi karena
kelembaban atau pelarut yang digunakan. Stabilitas obat dapat dinyatakan dengan
harga tetapan laju degradasi (k) atau waktu paro (t1/2) yang dapat ditentukan jika
reaksi diketahui (Parrot, 1970). Stabilitas obat dapat dinyatakan dengan harga
tetapan laju degradasi (k) atau waktu paruh (t1/2). Hal ini dapat ditentukan bila
tingkat reaksi diketahui.

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek FarmasiIndustri,
Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, 760-779, 1514 1587

Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical


Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York, 3-26, 163-168.

Parrot, N.,1970, Pharmaceutical


Minneapolis, 250-255.

Technology,

Burgers

Publishing

Stability

of

Company,

Anda mungkin juga menyukai