BAB I
PENDAHULUAN
Abortus adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, yaitu
sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
minggu. Hal ini didasari bahwa sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan
dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Dan
lagi fakta menunjukan bahwa janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500
gram sangat jarang yang dapat hidup terus. Berdasarkan mekanisme terjadinya, istilah
abortus dibedakan menjadi abortus spontan dan abortus buatan. Abortus yang
berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan adalah
pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah
abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.1
Sedangkan berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens
(inevitable abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan
abortus habitualis (recurrent abortion), abortus servikalis, abortus infeksiosus, dan
abortus septik.1,2 Fenomena yang terjadi terkait reproduksi manusia yang tidak
efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian
keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan. 2,4 Namun angka kejadian
abortus sangat tergantung kapada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya
lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada
wanita yang hamil dan berakhir dengan kelahiran hidup.4
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada
wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%. 4
Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.2 Penelitianpenelitian terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian abortus sangat tinggi.
Sebuah penelitian pada tahun 1993 memperkirakan total kejadian abortus di
Indonesia berkisar antara 750.000. dan dapat mencapai 1 juta per tahun dengan rasio
1
18 abortus per 100 konsepsi. Angka tersebut mencakup abortus spontan maupun
buatan.
Abortus inkomplit sendiri yang akan dibahas lebih lanjut dalam paper ini
merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi
dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Yang per definisi mempunyai
arti sebagai pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Insiden abortus inkompit sendiri
belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari
wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit
akibat perdarahan yang terjadi2,3,4.
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan
ibu karena adanya perdarahan masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya
syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami
guncangan psikis. tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada
keluarga yang sangat menginginkan anak. Oleh karena hal itulah, mengenal lebih
dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi para pelayan kesehatan agar
mampu menegakkan diagnosis kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai
dan akurat, serta mencegah komplikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram dengan
sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus. Abortus inkomplit
sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis.1
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian abortus sulit untuk diketahui secara pasti karena banyak kasus
yang tidak dilaporkan. Selain itu angka kejadian abortus bervariasi menurut
ketekunan dalam identifikasi kasus. Di Indonesia proporsi kejadian abortus spontan
sebesar 17,75%. Angka terbesar terjadi di Riau yakni 35,96% dan angka terendah di
papua yakni 7,72%. Diperkirakan total kejadian abortus spontan di Indonesia
mencapai 2,3 Juta per tahun. Diperkirakan terjadi 37 aborsi untuk setiap 1000
perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) di Indonesia.3,4
Lebih dari 80% aborsi spontan terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Lima puluh persen kejadian abortus pada trimester pertama diakibatkan oleh
abnormalitas kromosom, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua
dan 5-10% pada trimester ketiga. Terdapat pula perbedaan antara jumlah janin lakilaki dan perempuan pada abortus awal, dimana ratio laki-laki : perempuan 1:5.5
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20
tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada wanita
diatas 45 tahun adalah 50%. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari
3
12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi
umur 3 bulan.3,6,7
Angka kejadian abortus inkomplit tidak diketahui secara pasti. Kejadian
abortus berkisar antara 15-20% dari semua kehamilan dengan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit.
Data dari Afrika Selatan menunjukan bahwa 44.686 perempuan dirawat di rumah
sakit pemerintah dengan abortus inkomplit setiap tahunnya. 15% dari semua pasien
tersebut datang dengan morbiditas berat sementara 19% datang dengan morbiditas
sedang.8
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang
terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun
pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, terkadang janin masih hidup dalam uterus
sebelum ekspulsi. Terjadinya abortus secara spontan dapat dipengaruhi oleh berbagai
etiologi yang saling terkait. Secara umum, etiologi terjadinya abortus spontan dapat
dibagi menjadi tiga yakni janin, maternal, dan paternal.5
2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abortus
spontan
sering
disebabkan
oleh
adanya
abnormalitas
dari
sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X
(13%).9
gonorhoeae,
Streptococcus
agalactina,
virus
Herpes
Simplex,
10
11
12
Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan
umur kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi fundus
uteri yang sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan terasa lunak.
Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau serviks, perlu dibuat
preparat basah dan kultur serviks untuk organisme gonorrhea dan clamydia.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
laboratorium
yang
dilakukan
dapat
berupa
pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi,
tanda anemia, Pemeriksaan PP test perlu dilakukan untuk memastikan tanda
13
kehamilan.
Pemeriksaan
radiologi
berupa
USG
penting
dilakukan
untuk
Abortus
Iminens
Abortus
insipient
Gejala
- Perdarahan
banyak/sedang dari
uterus
pada
kehamilan sebelum
20 minggu
- Nyeri perut ringan
- Keluar
jaringan
sebagian (+)
- Perdarahan
dari
uterus
pada
kehamilan sebelum
20 minggu berupa
flek-flek
- Nyeri perut ringan
- Keluar jaringan (-)
Pemeriksaan
Penunjang
TFU kurang dari - Tes kehamilan urin
umur kehamilan
masih positif
Dilatasi serviks (+)
- USG: terdapat sisa
Teraba jaringan dari
hasil konsepsi (+)
cavum uteri atau
masih menonjol pada
osteum
uteri
eksternum
TFU sesuai dengan - Tes kehamilan urin
umur kehamilan
masih positif
Dilatasi serviks (-)
- USG:gestasional
sac (+), fetal plate
(+), fetal movement
(+), fetal heart
movement (+)
Pemeriksaan Fisik
14
Abortus
komplit
- Perdarahan (-)
- TFU kurang dari - Tes kehamilan urin
- Nyeri perut (-)
umur kehamilan
masih positif bila
- Keluar
jaringan - Dilatasi serviks (+/-)
terjadi 7-10 hari
sebagian (+)
setelah abortus
- USG: sisa hasil
konsepsi (-)
Missed
- Perdarahan (-)
- TFU kurang dari - Tes kehamilan urin
abortion
- Nyeri perut (-)
umur kehamilan
negative setelah 1
- Biasanya
tidak - Dilatasi serviks (-)
minggu
dari
merasakan keluhan
terhentinya
apapun
kecuali
pertumbuhan
merasakan
kehamilan
pertumbuhan
- USG:gestasional
kehamilannya tidak
sac (+), fetal plate
seperti
yang
(+), fetal movement
diharapkan.
Bila
(-), fetal heart
kehamilannya >14
movement (-)
minggu sampai 2o
minggu, penderita
merasakan
rahimnya
mengecil, tandatanda
kehamilan
sekunder
pada
payudara
mulai
menghilang.
Mola
- Tanda kehamilan - TFU lebih dari umur - Tes kehamilan urin
Hidatidosa
(+)
kehamilan
masih
positif
- Terdapat
banyak - Terdapat banyak atau
(Kadar HCG lebih
atau
sedikit
sedikit
gelembung
dari
100.000
gelembung mola
mola
mIU/mL
- Perdarahan
- DJJ (-)
- USG:adanya pola
banyak/sedikit
badai salju (snow
- Nyeri perut (+)
storm)
ringan
15
Kehamila
n ektopik
terganggu
(KET)
2.8 Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat
terdiri dari dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan isi uterus baik dengan
cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, maupun dilatasi dan ekstrasi,
16
teknik induksi haid, dan laparotomi yang dapat dilakukan dengan histerotomi maupun
histerektomi. Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara
lain : oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20%
atau urea 30%, prostaglandin Ez, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa
injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun
per oral, antiprogesteron - RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan
tersebut diatas.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal
terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium
ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila
plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis
ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk
mencegah terjadinya perdarahan lanjut.
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang
berakibat fatal4. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan
perdarahan dilakukan dengan cara.15
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
17
Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspuisi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
18
terdengar gesekan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol
penampung jaringan akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital
diawasi selama 15-30 menit tanpa anestesi dan selama 1-2 jam bila dengan anestesi
umum. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1-2 minggu kemudian.15
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti
perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak
lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah
trimester pertama, dengan demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada
kehamilan diatas trimester pertama berupa dilatasi dan evakuasi. Panas bukan
merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik yang
memadai segera dimulai.6
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.
Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada
kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode
ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspuisi spontan
yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata
selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekeria
dengan cara mengikat reseptor prigesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron
untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36
- 48 jam) dengan pemberian prostaglandin 800 g insersi vagina mengakibatkan
kontraksi uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspuisi jaringan
konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut
yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase
yang memanjang, selama 9hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi
penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut,
kelainan fimgsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi.2
2.9 Prognosis
Abortus inkomplit yang dievakuasi dini tanpa infeksi memberikan prognosis
19
yang baik terhadap ibu. Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami abortus
sebanyak satu kali, maka kemungkinan untuk mengalami abortus kembali pada
kehamilan selanjutnya adalah sekitar 15%. Sedangkan jika ia pernah mengalami
abortus sebanyak dua atau tiga kali, maka kemungkinannya meningkat, yaitu
berturut-turut sekitar 25% dan 30-45%.1
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh abortusnya sendiri maupun
akibat dari tindakan penanganan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan infeksi
akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama di dalam kavum uteri. Tindakan kuretase
pada abortus inkomplit juga dapat menimbulkan komplikasi antara lain:14
a.
Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntahmuntah, bradikardia, dan cardiac arrest.
b.
c.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas penderita
Nama
: KS
Umur
: 34 tahun
Alamat
: Penebel, Tabanan
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Hindu
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Status perkawinan
: Menikah
Tanggal MRS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Penderita datang dengan keluhan perdarahan pervaginam keluar flek flek sejak
tiga hari yang lalu (22-5-2015), disertai gumpalan-gumpalan darah berwana
merah kehitaman. Penderita juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah.
Riwayat tes kencing positif sekitar 1 bulan lalu. Riwayat trauma panas badan, dan
pingsan disangkal. Riwayat coitus juga disangkal.
Riwayat menstruasi :
-
Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28-29 hari, lamanya 3-5
hari tiap kali menstruasi
Riwayat pernikahan : menikah satu kali dengan suami sekarang selama 15 tahun
Riwayat persalinan :
21
1. Lahir anak perempuan secara spontan di bidan dengan berat badan 3600 gram
pada tahun 2000
2. Lahir anak perempuan secara spontan di bidan dengan berat badan 3700 gram
20
pada tahun 2003
Riwayat Ante Natal Care (ANC) : pernah satu kali di bidan
Riwayat USG : pernah satu kali
Riwayat KB : penderita memakai KB IUD selama 1,5 tahun, stop pada tahun 2005
Riwayat penyakit sebelumnya : riwayat penyakit asma, penyakit jantung,
hipertensi, diabetes mellitus disangkal oleh penderita
Riwayat alergi obat : riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu disangkal oleh
penderita
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status present :
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: E4V5M5 (CM)
Tekanan Darah
: 110/70
Nadi
: 84X/menit
Respirasi
: 20X/menit
Suhu tubuh
: 36,5oC
Tinggi badan
: 155 cm
Berat badan
: 45 kg
Status general :
Kepala
Jantung
Pulmo
Status ginekologi :
Abdomen : Tinggi fundus uteri tidak teraba
nyeri tekan tidak ada
tanda cairan bebas tidak ada
22
: 11,3 (4,60-10,2)
RBC
: 4,31 (3,80-6,50)
HGB
: 13,0 (11,5-18,0)
HCT
: 37,1 (37,0-54,0)
PLT
: 288 (150-400)
Abortus iminens
2.
Abortus insipien
3.
Abortus inkomplit
4.
Missed abortion
5.
Mola hidatidosa
6.
Blighted ovum
7.
3.7 Penatalaksanaan
23
Terapi
: Kuretase
Amoxicillin 3 X 500 mg selama 5 hari
Asam mefenamat 3 X 500 mg
Methylergometrin 3 X 5 mg selama 5 hari
Monitoring
KIE
Tindak lanjut
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
24
25
darah. Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan
teraba jaringan di dalamnya. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa
pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk mengevaluasi apakah pasien mengalami
anemia, infeksi, atau beresiko untuk terjadinya suatu perdarahan lebih lanjut.
Pemeriksaan penunjang berupa USG perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi kembali
apakah masih ada jaringan yang tertinggal di dalam kavum uteri, dan pemeriksaan PP
test dilakukan untuk memastikan bahwa pasien sedang dalam kondisi mengandung.
4.2 Faktor predisposisi atau etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau
zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh faktor paternal seperti translokasi kromosom. Dari anamnesis
didapatkan bahwa kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama kalinya. Namun
penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat dipastikan. Faktor
yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus adalah faktor infeksi dikarenakan
adanya peningkatan sel darah putih. Penyebab lain yang dapat dipertimbangkan
adalah faktor nutrisi, faktor paternal, serta paparan obat-obatan dan toksin
lingkungan. Untuk mencegah hal ini berulang lagi maka diperlukan pemeriksaan
tambahan untuk menelusuri faktor penyebab terjadinya abortus ini sebagai persiapan
kehamilan berikutnya. Faktor emosional juga turut memegang peranan penting
sehingga pengaruh dokter sangat besar dalam mengatasi ketakutan dan keresahan
pasien. Dianjurkan pada penderita untuk banyak beristirahat serta menghindari
aktivitas yang berat.
4.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus inkomplit dapat dilakukan baik dengan teknik
pembedahan maupun medikamentosa. Adapun penanganan yang dilakukan pada
kasus ini adalah kuretase dengan anestesi umum. Mengingat komplikasi tindakan ini
26
cukup banyak, maka perlu dilakukan dengan prosedur yang benar dan hati-hati untuk
mengurangi resiko tersebut seminimal mungkin. Pasca tindakan kuretase pasien
diberikan medikamentosa berupa amoxicillin 3 x 500 mg selama 5 hari, asam
mefenamat 3 x 500 mg, metil ergometrin 3 x 5 mg selama 5 hari. Amoxicillin
merupakan antibiotik yang diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca
tindakan, sedangkan asam mefenamat diberikan sebagai analgesik untuk mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan pasien, sedangkan metil ergometrin diberikan untuk
menimbulkan kontraksi yang spastik pada uterus sehingga mencegah perdarahan
yang berkelanjutan.
Kemudian dilakukan observasi pasca tindakan untuk mengevaluasi keadaan
pasien. Pada pasien didapatkan status present dan status general dalam batas normal,
serta tidak ditemukan adanya perdarahan aktif. Dapat disimpulkan bahwa pasien
berada dalam kondisi stabil, sehingga pasien dipulangkan 24 jam pasca kuretase
dengan melanjutkan terapi yang telah diberikan sebelumnya serta disarankan untuk
kontrol kembali ke poliklinik satu minggu kemudian.
4.4 Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad bonam mengingat tidak ada faktor
resiko yang berat pada pasien yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus
berulang serta tidak ditemukannya komplikasi pasca tindakan kuretase.
BAB V
KESIMPULAN
27
minggu yang
DAFTAR PUSTAKA
27
28
Loss.
http://reference.medscape.com/article/266317-overview
September 2014
In:Emedicine.
last
updated:
29
29
14. Safe Abortion: Technical & Policy Guidance for Health System. Geneva: WHO,
2003
15. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.