Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PEMERIKSAAN AGREGAT

I.1

Menentukan Berat Volume Pasir


Standard uji : ASTM C-29
I.1.1.

Mekanisme Kerja
Ferdiana menimbang tabung dalam keadaan kosong, yang kemudian dicatat
oleh Monica. Setelah itu, Leman dibantu oleh Liziad mengambil pasir dari karung
dan memasukkannya sedikit demi sedikit ke dalam tabung. Kemudian secara
berkala tabung dijatuhkan dan diratakan permukaanya oleh Stefani. Hasil yang
didapatkan kemudian dicatat dan dihitung oleh Monica.

I.1.2.

Tujuan :

Untuk menetukan berat volume


Untuk melakukan penyesuaian dalam perhitungan perbandingan campuran
beton di lapangan
I.1.3.

Kesimpulan :
Berat volume agregat halus ( pasir ) berkisar antara 1,2 1,75 gr/cm3. Jadi berat
volume pasir yang akan digunakan untuk percobaan telah sesuai dengan standard
uji ASTM C-29, berat volume pasir yang diperoleh adalah 1,35 gr/cm3.

I.1.4.

Foto Percobaan

1
I.2

Menentukan Berat Jenis Pasir ( Gs ) Dalam Keadaan SSD

Standard uji : ASTM C 128


I.2.1.

Mekanisme kerja
Robert mengambil piknometer dan menimbangnya dalam keadaan kosong.
Sementara itu, Danny mengambil pasir yang sudah dikeringkan di dalam oven
selama 2 jam. Liziad dibantu oleh Danny memasukkan pasir dari oven ke dalam
tamping cone sedikit demi sedikit hingga setiap 1/3 bagian dilakukan
penumbukan, begitu seterusnya sampai kerucut tersebut penuh dan permukaanya
diratakan. Setelah itu, tamping cone dilepas perlahan dan bentuk pasir sudah
memenuhi syarat SSD. Kemudian Leman memasukkan pasir SSD tersebut ke
dalam piknometer hingga setengah penuh. Ferdiana menimbang piknometer
tersebut yang hasilnya dicatat oleh Monica. Setelah itu, Stefani menambahkan air
sampai pada batas leher piknometer. Setelah dilakukan penimbangan dan
pencatatan hasil oleh Ferdiana dan Monica, piknometer tersebut dibersihkan dan
diisi air sampai batas leher ole h Stefani, lalu ditimbang dan dicatat hasilnya oleh
Leman..

I.2.2.

Tujuan :

Untuk menentukan berat jenis pasir dalam keadaan SSD untuk keperluan Mix
Design.

I.2.3. Kesimpulan :
Gs yang diperoleh adalah 2,225, dimana sudah memenuhi persyaratan, yaitu
berkisar antara 1,6 sampai 3,2.
I.2.4. Foto Percobaan
2

I.3

Menentukan Water Content Pasir (Wc)


Standart uji :ASTM-128
I.3.1 Mekanisme Kerja
Liziad mengambil cawan kosong dan menimbang cawan tersebut, kemudian
hasilnya dicatat oleh Ferdiana. Leman memasukkan pasir dalam keadaan SSD ke
dalam cawan tersebut hingga setengah bagian. Stefani menimbang cawan tersebut
dan kemudian memasukkannya ke dalam oven untuk mendapatkan hasil SSD.
Setelah 24 jam, cawan dikeluarkan dari oven untuk kembali ditimbang dan dicatat
oleh Robert. Stefani dan Ferdiana kemudian menghitung Wc yang didapatkan dari
data tersebut. Hal ini dilakukan lagi untuk keadaan pasir asli.
I.3.2 Tujuan
Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam pasir baik dalam keadaan
asli maupun SSD.
Untuk digunakan dalam perhitungan Mix Design.
I.3.3 Kesimpulan
Wc pasir dalam keadaan asli adalah 3,058 % dan Wc untuk pasir dalam keadaan
SSD adalah 6,571 %.
I.3.4 Foto Percobaan

3
I.4

Analisa Saringan Pasir

Standart uji : ASTM C-136


I.4.1 Mekanisme Kerja
Robert mengambil pasir di dalam karung, kemudian ditimbang oleh Danny
sebanyak 1 kg. Sementara itu, Ferdiana dan Monica masing-masing menimbang
berat ayakan kosong dan mencatat hasilnya. Liziad dan Leman menyiapkan dan
mengurutkan ayakan dasar hingga 5 mm. Kemudian Leman dibantu oleh Robert
mengayak dan kemudian ayakan yang sudah disaring ditimbang oleh Stefani.
I.4.2 Tujuan
Untuk mengetahui susunan campuran pasir, sebab pasir yang dipakai terdiri
dari butir-butir yang beraneka-ragam besarnya. Oleh sebab itu, gradasi pasir dapat
diketahui dengan analisa saringan, yang biasanya dinyatakan dalam modulus
kehalusan yaitu modulus untuk mengukur kehomogenan suat bagian agregat
terhadap keseluruhan.
I.4.4 Kesimpulan

Fineness Modulus yang memenuhi standart menurut ASTM C-136 berkisar antara
2.3 3.1 . Jadi fineness modulus yang diperoleh dari percobaan, yaitu 3,267 tidak
memenuhi syarat.

Berdasarkan table Grading zone BS 882: part 2:1973, pasir yang digunakan untuk
percobaan termasuk zone I.

I.4.4 Foto Percobaan

4
I.5 Pemeriksaan Kotoran Pasir Secara Kasar

I.5.1 Mekanisme Kerja


Danny mengambil pasir dari karung kemudian memasukkannya ke dalam gelas
ukur. Setelah itu ditambahkan air bersih ke dalamnya lalu gelas ukur dikocokkocok. Setelah itu, gelas ukur didiamkan selama 1 jam, lalu dilakukan pengukuran
oleh Monica dan Ferdiana.
I.5.2 Tujuan
Mencari kadar kandungan kotoran, lempung, lanau, dan debu halus. Sebab
kotoran, lempung dan lanau ini akan membentuk surface coating yang akan
memperlemah ikatan antara pasta semen dengan agregat. Selain itu, karena bahanbahan ini merupakan partikel yang kurang keras maka dapat terjadi mutu beton
yang berkurang.
I.5.3

Kesimpulan :
Pasir yang akan digunakan untuk percobaan cukup bersih sehingga dapat dipakai
sebagai campuran beton.

I.5.4 Foto Percobaan

I.6.

Pemeriksaan Bahan Organis Pasir


Standart uji : ASTM C-66
I.6.1 Mekanisme Kerja
Leman mengambil gelas ukur dan mengisinya dengan pasir hingga setengah
penuh. Kemudian Robert mengisi gelas ukur tersebut dengan air dan NaOH lalu
mengocok supaya larutan tercampur. Setelah didiamkan selama 1 hari, hasil warna air
dan NaOH diukur dan dicatat oleh Stefani bersama-dama dengan Liziad.
I.6.2 Tujuan
Berusaha untuk mengetahui sampai sejauh mana kandungan bahan-bahan organik
dalam pasir. Sebab bahan-bahan organis ini selain mengurangi mutu beton,
kadangkala dapat juga menyebabkan hambatan pada pengikatan semen.
I.6.3 Kesimpulan
Menurut ASTM C-66 bila warna larutan adalah jernih berarti terjadi penurunan
kekuatan 10-20%. Pasir ini bisa dipakai sebagai campuran beton.
I.6.4 Foto Percobaan

6
I.7 Menentukan Berat Volume Kerikil

Standard uji : ASTM C-29


I.7.1 Mekanisme Kerja
Danny mengambil kerikil dari karung, sementara Monica mengukur berat
tabung dan mencatatnya. Kemudian Danny dan Leman memasukkan kerikil ke dalam
tabung sedikit demi sedikit yang kemudian dijatuhkan di ketinggian tertentu oleh
Robert. Setelah itu, Ferdiana menimbang tabung dan hasil dicatat oleh Monica,
sementara Stefani melakukan perhitungan pada hasil yang didapat.
I.7.2

Tujuan

Untuk mengetahui berat volume kerikil, yang berguna untuk pembuatan kotak-kotak
kayu di lapangan karena para pekerja di lapangan tidak menggunakan timbangan
untuk menentukan jumlah material beton.
I.7.3

Kesimpulan :
Berat volume kerikil adalah 1,46 gr / cm3. Sementara berat volume agregat
berkisar antara 1.2 1.75 gr / cm3. Jadi, berat volume kerikil yang akan digunakan
sudah memenuhi persyaratan BS 812 : Part 103 : 1985.

I.7.4

Foto Percobaan

I.8 Menentukan Berat Jenis Kerikil (Gs) dalam Keadaan SSD


Standard uji : ASCM C-127
I.8.1

Mekanisme Kerja
Robert mengambil piknometer dan menimbangnya dalam keadaan kosong.
Sementara itu, Leman mengambil kerikil dari kolam dan dilap hingga
permukaannya kering (SSD). Kerikil tersebut dimasukkan ke dalam piknometer
hingga setengah penuh. Ferdiana menimbang piknometer tersebut yang hasilnya
dicatat oleh Monica. Setelah itu, Stefani menambahkan air sampai pada batas
leher piknometer. Setelah dilakukan penimbangan dan pencatatan hasil,
piknometer tersebut dibersihkan dan diisi air sampai batas leher oleh Stefani, lalu
ditimbang dan dicatat hasilnya oleh Danny. Hal ini dilakukan lagi untuk kerikil
dalam keadaan asli.

I.8.2

Tujuan
Menentukan berat jenis kerikil (Gs) dalam keadaan SSD.

I.8.3

Kesimpulan
Gs yang diperoleh dari percobaan adalah 2,96, yang telah memenuhi persyaratan
yaitu berkisar antara 1.6 sampai 3.2.

I.8.4

Foto Percobaan

I.9

Menentukan Water Content Kerikil (Wc)


Standard uji : ASTM C-127
I.9.1

Mekanisme Kerja
Liziad mengambil cawan kosong dan menimbang cawan tersebut, kemudian
hasilnya dicatat oleh Ferdiana. Leman memasukkan kerikil dalam keadaan SSD
ke dalam cawan tersebut hingga setengah bagian. Stefani menimbang cawan
tersebut dan kemudian memasukkannya ke dalam oven untuk mendapatkan hasil
SSD. Setelah 24 jam, cawan dikeluarkan dari oven untuk kembali ditimbang dan
dicatat oleh Robert. Stefani dan Ferdiana kemudian menghitung Wc yang
didapatkan dari data tersebut. Hal ini dilakukan lagi untuk keadaan kerikil asli.

I.9.2

Tujuan
Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam kerikil.

I.9.3

Kesimpulan
Wc yang diperoleh dari hasil perhitungan baik dalam keadaan asli maupun SSD
adalah:

I.9.4

Wc (asli)

= 1,119 %

Wc (SSD)

= 1,502 %

Foto Percobaan

I.10

Analisa Saringan Kerikil


Standard uji : ASTM C-136

I.10.1

Mekanisme Kerja
Robert mengambil pasir di dalam karung, kemudian ditimbang oleh
Danny sebanyak 1 kg. Sementara itu, Ferdiana dan Monica masing-masing
menimbang berat ayakan kosong dan mencatat hasilnya. Liziad dan Leman
menyiapkan dan mengurutkan ayakan dasar hingga 5 mm. Kemudian Leman
dibantu oleh Robert mengayak dan kemudian ayakan yang sudah disaring
ditimbang oleh Stefani.

I.10.2 Tujuan
Untuk mengetahui susunan campuran kerikil, sebab pasir yang dipakai
terdiri dari diameter yang beraneka ragam besarnya. Maka dengan analisa
saringan, gradasi kerikil dan modulus kehalusan dapat diketahu yaitu untuk
mengukur derajat kehomogenan suatu bagian agregat terhadap keseluruhan.
I.10.3 Kesimpulan

Fineness Modulus menurut ASTM C-136 berkisar antara 5.5 8.5. Jadi
fineness modulus yang diperoleh dari percobaan, yaitu 7.351 telah
memenuhi persyaratan.

Berdasarkan table BS 882 : Part 2 :1973, kerikil yang paling dapat


digunakan digunakan dalam percobaan termasuk single size aggregate
dengan ukuran 40 mm, meskipun ada beberapa yang tidak memenuhi
batas atas dan batas bawah

I.10.4 Foto Percobaan

10
BAB II
PEMERIKSAAN SEMEN
II.1 Menentukan Konsistensi Normal
II.1.1

Tujuan
Konsistensi normal adalah kekentalan antara campuran air dan semen
dalam pembuatan adonan dimana dinyatakan dalam jumlah air (dalam %)
terhadap berat semen yang dipergunakan untuk percobaan. Jumlah air untuk
konsistensi normal berkisar antara 24% - 33%. Konsistensi normal ini
mempengaruhi persyaratan fisik umum dari pasta semen, yaitu waktu
pengikatan dan kekentalan bentuk.

II.1.2

Kesimpulan
Volume air yang digunakan untuk percobaan 132 cc. Volume air terhadap berat
semen 33 %. Jadi, hasil yang didapatkan sudah memenuhi persyaratan ASTM
C 187 untuk konsistensi normal yaitu 24 33 %.

11

II.2. Menentukan Waktu Pengikatan


II.2.1

Tujuan
Pengikatan / set adalah perubahan bentuk dari bentuk cair menjadi
bentuk padat, tapi belum mencapai kekuatan. Pengikatan ini terjadi akibat
reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan butir semen, terutama pada butir
trikalsium aluminat. Karena itu, ditambahkannya gypsum berguna untuk
memodifikasi hidrasi awal ( initial set ) yaitu waktu yang dibutuhkan dari saat
mencampur semen dan air sampai pasta semen menjadi kaku dan mulai sukar
dikerjakan. Sedangkan waktu pengikatan akhir ( final set ) terjadi setelah
waktu pengikatan awal, yaitu saat pasta menjadi padatan yang utuh. Pada
umumnya, waktu pengikatan awal minimum adalah 45 menit, sedangkan
waktu pengikatan akhir adalah 6 10 jam.

II.2.2 Kesimpulan
Waktu pengikatan pada percobaan ini adalah 66 menit (pada saat jarum 5
mm), setting time ini sudah memenuhi persyaratan ASTM C 191, yaitu
berkisar antara 45 180 menit.

12

BAB III
MIX DESIGN
III.1 Foto Percobaan

13

BAB IV
PENGUJIAN BETON
IV.1 Pengujian Beton Segar (Slump Test)
Standar uji slump test ini diberikan oleh BS 1881 : Part 1: 1970 dan ASTM C 14374.
IV.1.1 Mekanisme Kerja
Danny menuang campuran beton ke dalam slump cone, yang telah
disiapkan oleh Leman. Liziad kemudian merojok campuran di dalam slump
cone tersebut. Slump cone kemudian dibuka dan dilakukan pengukuran
ketinggian
IV.1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kelecakan beton dan perubahan kadar air pada material.
IV.1.3 Kesimpulan
Slump yang terjadi memenuhi persyaratan mix design, yaitu berkisar
antara 80 120 mm. Berarti kelecakan beton sudah sesuai dengan yang
diharapkan, demikian juga jumlah air pada campuran beton sudah sesuai
sehingga tidak perlu ditambah atau dikurangi.
IV.1.4 Foto Percobaan

14

IV.2 Pengujian Beton Keras (Compression Test / ASTM C-39)


Standard Uji : ASTM C-39
IV.2.1 Mekanisme Kerja
Ferdiana dan Leman mengeluarkan beton dari kolam pada H-1. Lalu
keesokan harinya Liziad, Danny, dan Robert menimbang beton yang sudah
kering dan dilakukan compression test, lalu Monica dan Stefani Mencatat
hasil test beton.
IV.2.2 Tujuan
Untuk mengetahui apakah kuat tekan beton yang dibuat sudah sesuai
dengan yang direncanakan. Mutu beton yang direncanakan dalam percobaan
kali ini adalah 300 kg/cm2.
IV.2.3 Kesimpulan
Mutu beton yang direncanakan sebesar 300 kg/cm 2 sedangkan yang
dihasilkan ternyata 149.94 kg/cm2. Berarti, mutu beton yang diperoleh lebih
kecil daripada mutu beton yang direncanakan. Hal ini dapat terjadi karena
beberapa faktor, misalnya :

kondisi kandungan air dalam agregat kasar dan halus tidak sesuai dengan
perhitungan mix design. (hasil konversi kandungan air agregat dari mix
designSSD.

Tidak teliti dalam penimbangan berat agregat, semen dan air rencana.

Rojokan saat mixing ke dalam bekisting tidak merata sehingga terdapat


gelembung udara yang tertahan di dalam beton dan mengurangi kekuatan
tekan pada beton.

Jenis material yang kurang baik.

IV.2.4 Foto Percobaan

15

BAB V
UPV TEST & HAMMER TEST
V.1 UPV Test
V.1.1 Mekanisme Kerja
Sebelum melakukan test UPV, kami mendengarkan penjelasan dari asisten
lab, Dwi dan Olivia mengenai cara pemakaian dan pembacaan alat Ultrasonic
Pulse Velocity. Sebelum melakukan percobaan UPV, alat dikalibrasi oleh Danny
dengan memberikan lotion di atas permukaan lalu diukur/dikalibrasi sampai dengan
nilai 25,2. Setelah itu Liziad, Leman, Robert, dan Stefani mengambil 4 sampel
beton untuk dianalisa. Permukaan diberi lotion kembali oleh Leman agar
permukaan alat tes rata. Kemudian, sempel beton dijepit dengan alat. Lalu
didapatkan pembacaan dari UPV dan dicatat oleh Monica.
V.1.2 Tujuan
Untuk menentukan uniformity atau keseragaman
beton.

Dengan

pengujian

ini

kita

dapat

mendapatkan estimasi mutu beton.


V.1.3 Kesimpulan
Semakin besar kecepatan dari UPV test maka
mutu beton semakin tinggi pula karena

keseragaman beton cukup baik.


V.1.4 Foto Percobaan

16

V.2 Hammer Test


6.2.1 Mekanisme Kerja
Setelah uji UPV, dilakukan hammer test pada beton. Sebelum test, hammer
dikalibrasi oleh Robert. Sampel beton ditimbang terlebih dahulu oleh Liziad, Danny,
dan Stefani sebelum dibawa ke alat compression machine. Sebelumnya, beton di tes
dengan hammer sebanyak 5 kali di lokasi yang berbeda dalam 1 sampel. Setelah itu,
beton diuji tekan oleh laboran dengan alat compression kemudian dibaca oleh Lizad
dan dicatat oleh Monica.
V.2.2 Tujuan

Untuk mengetahui kesesuaian mutu beton sesuai dengan perencanaan.

Untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari rebound hammer test ini
dengan compression test.

V.2.3 Kesimpulan

Mutu beton yang diperoleh dari Rebound Hammer Test untuk mutu beton K-300
(143.71 kg/cm2)

lebih rendah dari 80% mutu beton sehingga beton belum

memenuhi syarat.
Mutu beton yang diperoleh pada percobaan ini masih mutu beton murni hasil
percobaan, yang belum dikurangi dengan margin (M). Hal ini disebabkan karena
untuk suatu mutu beton, kita hanya melakukan satu kali Rebound Hammer Test,
sehingga kita tidak dapat memperoleh nilai margin (M). Oleh karena itu,

kesimpulan di atas hanya bersifat pendekatan saja.


Hasil yang diperoleh dari Rebound Hammer Test (143.71 kg/cm2) lebih rendah
daripada compression test (149.94 kg/cm2). Mutu beton yang akurat adalah yang
diperoleh dari compression machine karena rebound hammer yang menguji kuat
tekan beton di daerah permukaan saja.

17

V.2.4

Foto Percobaan

18

Anda mungkin juga menyukai