Hiv
Hiv
tubuh, HIV masuk dalam family retroviridae berbentuk sferis dan menganding inti
bentuk kerucut yang padat dikelilingi selubung lipid yang berasal dari membran sel
penjamu.dalam tubuh ODHA (orang dengan HIV/AIDS), virus bergabung dengan
DNA pasien, sehingga sekali pasien terinfeksi HIV maka seumur hidupnya akan
terinfeksi HIV, 50% pasien masuk tahap AIDS sesudah 10 tahun terinfeksi,
perjalanan HIV tersebut menunjukkan bahwa penyakit ini brsifat kronis sesuai
dengan kerusakan system kekebalan tubuh secara bertahap.
Patogenesis HIV pertama virus masuk melalui kontak seksual, inokulasi
parenteral, dan perjalanan virus dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya, pada kontak
seksual masuknya virus di permudah oleh penyakit menular seksual lainya.
penularan parenteral dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu penyalah gunaan obat
intravena, penderita hemofilia yang menerima konsentrat faktor VIII atai IX dan
resipien acak transfusi darah. HIV pada anak-anak teruatama terjadi karena
penularan dari ibu ke bayi secara vertical yaitu in utero, intrapartum dan ingesti.
keaadaan imunosupresi berat diakibatkan infeksi dan hilangnya sel T CD4+ serta
gangguan pada sel T helper, mula-mula selubung gp120 HIV berikatan pada molekul
CD4, ikatan ini membuka suatu lokasi pengenalan baru untuk gp120, kemudian
gp41 akan mengalami perubahan konfromasional yang memudahkan vusi sel-virus.
infeksi HIV ditandai oleh hilangnya CD4+ secara terus menerus dan kahirnya
terkuras
dari
darah
perifer.
Pada sistem saraf makrofag dan selketurunan monosit merupakan jenis sel
terbanyak dalam otak terinfeksi HIV. sebagian peneliti berpendapat defisit neurologis
disebabkan oleh produk virus dan faktor terlarut seperti sitokin TNF yang dihasilkan
makrofag. juga nitrit oksid yang telah diinduksi dalam neuron olehh gp4.
Diagnosis HIV dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. dari anamnesis dan pemeriksaan fisik biasanya di
temukan pada fase akut ditemukan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorok, mialgia,
demam, ruam, dan meningitis aseptik, pada fse akut ini terjadi sekitar 3-17 minggu
setelah pajanan, biasanya setelah viremia mereda sel T CD4+ akan kembali normal,
namun berkurangnya virus dalam plasma bukan berarti berakhirnya reolikasi virus,
replikasi akan terus berjalan didalam makrofag dan sel T CD4+ jaringan. pada fase
kronis pasien tidak menunjukkan limfadenopati persisten tetapi banyak penderita
yangg mengalami infeksi oportunistik seperti sariawan dan herpes zoster. Fase krisis
ditandai dengan viremia yang nyata gejala khasnya pasien akan mengalami demam
selama lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare.
pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah tes rapid HIV antibody,
kemudian untuk mengkonfirmasi hasilnya bisa dilakukan tes ELISA, dapat juga
dilakuukan deteksi lain dengan biakan virus, mengukur antigen p24, dan pengukuran
DNA, RNA HIV dengan PCR(pollymerase chain reaction)
Tatalaksa HIV yaitu secara suportif penderita diberikan supan nutrisi yang baik
serta multivitamin, psikososiaal dan dukungan agama, serta istirahat yang cukup.
pengobatan asimptomatik dapat diberikan antipiretik, antiinflamasi, obat diare, dll.
pengobatan antiretroviral bertujuan untuk menekan replikasi virus dengan obat ani
retroviral (ARV) kombinasi yang diberikan yaitu indinavir, retrovir, dan lamifudin,
berdasarkan WHO pemberian antiretroviral yaitu:
1.
2.
3.
c. Patogenesis
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi
tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat
infeksi yang berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini
merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection
atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau
re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga
menimbulkan
kompleks
antigen-antibodi
di
dalam
(kompleks
virus-
sirkulasi
darah
(4).
Meningginya nilai
dimusnahkan
oleh
sistem
retikuloendotelial
dengan
akibat
kapiler
dan
melepaskan
trombosit
faktor
yang
(4)
dan
pengahancuran
fibrin
menjadi
fibrin
degradation
product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem kinin yang
berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler.
d. Diagnosa
- Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah sampai tidak teraba, tekanan
nadi yang menurun, kulit dingin dan lembab.
(1)
nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat seringkali
-
trombositopenia
dan
darah meningkat.
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ke-3 terlihat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke-8. Limfosit ini disebut
sebagai limfosit plasma biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat
hapus tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai
puncaknya pada hari ke-6 demam. LPB merupakan campuran antara limfositB dan limfosit-T.
e. Tatalaksana
Syok
merupakan
keadaan
kegawatan.
Cairan
pengganti
adalah
Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3
bagian cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular
ini dibagi lagi menjadi cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%). (10)
Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid.
Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan,
tidak mahal dan tidak meninbulkan reaksi alergi. Namun hanya seperempat
bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan
lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh
larutan ini adalah ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%.
Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu
mempertahankan tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan
reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin,
dextran dan gelatin.
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb,
tetesan secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan
dinaikkan
lagi
menjadi
20
ml/kgbb
disamping
pemberian
koloid
10-20
Pemberian Oksigen
Transfusi Darah
Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
pemantauan adalah :
Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30
mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).
Rawat di PICU
f. Prognosis
Syok yang terjadi pada saat demam mempunyai prognosis yang buruk. Namun
dengan penanganan yang tepat pasien dapat pulang dalam keadaan yang baik.
DD/DBD
GRADE
Demam
Dengue
LABORATORIUM
Demam
disertai
2
keadaan
berikut :
Nyeri kepala
Mialgia
Rash
Atralgia
Manifestasi perdarahan tanpa
adanya plasma leakage
Demam
disertai
manifestasi
perdarahan (torniquet +) ada
plasma leakage
Trombositopenia
(
<
150.000
sel/mm3 )
Peningkatan
Hematokrit
( 5 10 % )
DBD
DBD
II
Grade I
spontan
DBD (DSS)
III
ditambah
perdarahan
Trombositopenia
(
<
100.000
sel/mm3 )
Hematokrit
Meningkat . 20%
Trombositopenia
(
<
100.000
sel/mm3 )
Hematokrit
Meningkat
Trombositopenia
(
<
100.000
sel/mm3 )
Hematokrit
Meningkat
DBD (DSS)
IV
Trombositopenia
(
<
100.000
3
sel/mm )
Hematokrit
Meningkat
Tinea Barbe
a. Definisi
b. Penyebab
Biasanya oleh golongan Trichophyton dan Microsporum
c . Faktor Resiko
- Umur
: Selalu pada orang dewasa, tak pernah padaanak-anak
- Jenis kelamin : Biasanya pada pria dewasa.
- Ras
: Dapat mengenai bangsa apa saja, tapi lebih seringpada kulit
putih Bangsa/ras
- Daerah
: Daerah tropis dengan kelembaban tinggi
- Kebersihan
: Banyak padaorang-orangdengan higiene kurang baik
- Lingkungan
: Lingkungan kotor merupakan faktor yang mempermudah
infeksi
Efloresensi/sifat :
Rambut daerah yang terkena menjadi rapuh sifatnya dan tidak mengkilat,
tampak reaksi radang
e. Diagnosa
1. Kerokan kulit atau rambut jenggot yang terkena (terputus-putus, tidak
mengkilap) dengan larutan KOH 10-20%, dilihat langsung di bawah mikroskop
untuk mencari hifa atau infeksi endotriks/ eksotriks.
2. Biakan pada media agar Sabouraud.
3. Sinar Wood: fluoresensi kehijauan.
f. Penatalaksanaan
Umum
Khusus
g. Prognosa
Umumnya baik.
h. Pencegahan
Dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh terutama di daerah dagu.
Sebaiknya jenggot dicukur bersih. jaga juga kebersihan lingkungan disekitar untuk
menghindari penyebaran jamur penyebab tinea barbae.
Tinea Fasialis
a. Definisi
b. Etiologi
Penyebab
tersering
Tinea
Fasialis
adalah
Trichophyton
rubrum
dan
Trichophyton mentagrophytes.
c. Gambaran Klinis
- Penderita mengeluh gatal yang kadang-kadang meningkat waktu berkeringat.
- Kelainan yang dilihat dari Tinea fasialis dalam klinik merupakan lesi bulat atau
lonjong , berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel
dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang yang sering disebut dengan
sentral healing, sementara yang di tepi lebih aktif. Kadang-kadang terlihat erosi dan
krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak bercak terpisah
satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan
pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan
tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang
dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali. Pada tinea
fasialis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan
ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela
paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et
corporis. Bentuk kronik yang disebabkan oleh T. rubrum kadang-kadang terlihat
bersama-sama dengan tinea unguinum.
d. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis, hasil pemeriksaan sediaan
langsung yang positif dan biakan. Kadang kadang diperlukan pemeriksaan
dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang
3650
Ao.
Pemeriksaan
sediaan
langsung
dengan
KOH
10-20%
e. Diagnosis Banding
Tidak sukar untuk menentukan diagnosis tinea fasialis pada umumnya,
namun ada beberapa penyakit kulit yang gambarannya mirip, misalnya :
1. Dermatitis seboroika Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat
menyerupai
tinea
fasialis,
biasanya
dapat
terlihat
pada
tempat-tempat
g. Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi tinea
fasialis antara lain : Mengurangi kelembaban dari tubuh penderita dengan
menghindari pakaian yang panas (karet, nylon), memperbaiki ventilasi rumah
dan menghindari berkeringat yang berlebihan. Menghindari sumber penularan
yaitu
binatang,
kuda,
sapi,
kucing,
anjing,
atau
kontak
penderita
lain.
h. Prognosis
Prognosis pada umumnya baik.