Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Rex A. Skidmore, dalam bukunya yang berjudul Introduction to Social Work

Tahun 1991, menyebutkan bahwa menurut Mary Richmond yang merupakan pelopor
penggunaan metode casework secara ilmiah mengatakan bahwa social casework
merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian seseorang
melalui penyesuaian diri yang dilakukan secara sadar, melalui relasi individual, antara
orang dengan lingkungan sosialnya.
Menurut Hellen Harris Perlman dalam buku Social Case Work A Problem Solving
Process, mengatakan bahwa social casework adalah suatu proses yang digunakan oleh
badan-badan sosial (human welfareagencies) tertentu secara terorganisir untuk
membantu individu-individu agar mereka dapat memecahkan masalah-masalah yang
mereka hadapi di dalam kehidupan sosial mereka secara lebih efektif.
Sejarah Perkembangan Social Case Work selanjutnya Skidmore juga menjelaskan
-

perkembangan social casework sebagai berikut:


Pada tahun 1843 di bentuklah suatu badan di Amerika yang menamakan dirinya
The Association for Improving the Condition of the Poor (AICP). Yang menjadi fokus
penanganannya atau pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kepada orang
miskin secara individual. Kemudian penanganan mereka langsung berkinjung
kerumahnya, memberikan inspirasi tentang respek dan kepercayaan terhadap diri
sendiri, merubah kebiasaan ekonomi, menyediakan relief yang sesuai dengan kebutuhan

mereka.
Kemudian pada tahun 1877 Amerika membentuk suatu badan baru yang
dinamakan Charity Organization (COS). pelayanan yang di berikan lebih mendalam
dengan melakukan investigasi terhadap pelamar untuk menentukan kebutuhan,
registrasi, pencatatan, relief-giving dan pemanfaatan relawan untuk mengunjungi
keluarga. Dari kunjungan rumah ini berkembang konsep Scientific Charity. Bibit bibit
Case work mulai bermunculan dan para relawanpun menemukan bahwa tidak semua

orang miskin sama dan tidak diperlakukan sama.


Pada tahun 1905 atas prakarsa Mary Richmond dan Frances H. McKlean
terbetuklah family welfare association yang mencakup lebih dari 300 keluarga yang

menawarkan layanan casework, lalu muncul jurnal Social casework terbitan Family
Service Association of Amerika.
Berdasarkan perkembangan casework yang telah dijelaskan diatas maka penulis
setuju, yang mana bahwa casework menggunakan metode atau dasar-dasar psikologi
karena manusia itu diberikan kapasitas untuk berpikir, berdiri sendiri dan membuat
pilihan agar dia bisa memanfaatkan lingkungan hidupnya
2.
1.
2.
3.
4.
5.
3.
1.
2.

Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan Model Psikososial ?
Apakah yang dimaksud dengan Funcional Model ?
Apakah yang dimaksud dengan Task Centre Model ?
Apakah yang dimaksud dengan model Modifikasi Perilaku ?
Apakah yang dimaksud dengan Intervensi Krisis?
Manfaat
Agar mahasiswa mengerti mengenai materi model psikososial, funcional model,

task center, model modifikasi perilaku dan intervensi krisis


Agar mahasiswa memahami tentang model psikososial, funcional model, task
center, model modifikasi perilaku dan intervensi krisis

BAB II
PEMBAHASAN
1.

Model Psikososial
Istilah psikososial dan penerapannya ke dalam suatu bentuk terapi memiliki suatu
tempat yang lama dan terkenal dalam sejarah pekerjaan sosial. Psikosial merupakan
salah satu model pertama yang dipekerjakan dan dikembangkan oleh Gordon Hamilton
dan rekan-rekannya dari Columbia School of Social Work. Secara historis, teori ini
merupakan teori-teori pekerjaan sosial yang paling tradisional, karena teori ini
menempatkan asal muasal dasarnya dan arus pemikiran terapeutik.

Sebagai hasil dari identifikasi awalnya dengan casework, adalah teori psikososial
yang paling diidentifikasikan secara dekat dengan pemikiran psikoanalitik dan
perkembangan selanjutnya dengan psikologi ego. Selanjutnya bahwa psikologi ego dan
pengetahuan tentang perilaku (the behavioral sciences) memberikan fondasi penting
untuk praktek dalam casework. Model ini mengidentifikasi hubungan sebab-akibat
antara individu dengan lingkungannya.
Dalam model psikososial didasarkan pada suatu keyakinan yang kuat bahwa
penanganan etis dan efektif adalah suatu proses terintegrasi tentang asesmen, diagnosis,
penganan dan evaluasi. Proses intervensi tidak diformalitaskan tetapi dibangun
1.
2.
3.
4.

berdasarkan empat prinsip:


Siapa klien
Apa kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam dirinya dan pada sumber
Apa yang klien inginkan
Apa yang pekerja sosial atau orang lain dapat lakukan untuk membantu klien
mencapai tujuannya

Sedangkan, dalam asesmen psikososial, pekerja sosial melakukan beberapa kegiatan:


1.
2.
3.

Pendefinisian masalah
Kepribadian klien, berupa ego function, perception, coping, impulse control
Situasi klien, berupa interaksi dengan keluarga, teman, rekan kerja, tetangga dan
masyarakat merupakan aspek fundamental keberfungsian seseorang dan sebab itu maka
perlu dilakukan asesmen.
Dalam pekerjaan sosial, situasi klien merujuk hubungan klien dengan significant
others. Situasi klien diartikan peranan, status, identitas, dan tanggungjawab klien
dalam konteks sosial. Meskipun model psikososial berakar dan berlandakan dari teori
psikodinamika, tapi model ini telah mengintegrasikan konsep dari teori-teori lain seperti
teori sistem, teori krisis, teori berpusat pada klien, dan teori-teori yang lainnya yang
telah mendorong praktik pekerjaan sosial kontemporer. Berikut adalah konsep dasar
model terapi psikososial:

1.

Pengakuan atas ketidaksadaran


Ketidaksadaran adalah suatu bagian yang penting dari kepribadian kita yang
mempengaruhi, tetapi tidak menentukan, segi-segi keberfungsian kepribadian saat ini.
Meskipun mayoritas praktik pekerjaan sosial berorientasi kepada kondisi klien saat ini,

2.

komponen struktur kepribadian yang sangat kuat tidak boleh diabaikan.


Kesadaran diri yang bertanggung jawab
Klien tidak hanya dipengaruhi oleh ketidaksadarannya, tetapi juga oleh praktisi. Dengan
demikian, tanggapan-tanggapan kepada klien sebebas mungkin dari reaksi yang

3.

berlebihan atau distorsi yang dipengaruhi oleh kita sendiri.


Pentingnya supervisi dan konsultasi
Dalam hal ini masih adanya penekanan pada suatu hubungan formal dengan rekan

sejawat sehingga menjamin objektivitas dalam interaksi dengan klien.


Kekuatan relasi terapeutik
Relasi ini dapat berisi unsur-unsur relasi yang signifikan dari masa lalu klien.
5.
Suatu persepsi yang positif tentang potensi manusia
Tugas kita sebagai pekerja sosial ialah membangun berdasarkan kekuatan-kekuatan
4.

orang dan sumber-sumber sistem untuk melanjutkan pertumbuhan yang positif pada
6.

individu dan keluarga.


Menyadari hakikat patologi
Walaupun sistem berorientasi optimistik dan kekuatan, sitem memahami bahwa patologi
dengan segala wujudnya benar-benar ada. Oleh karena itu, penting, agar kita memahami

hakikatnya dan pengaruhnya terhadap klien dan keluarganya.


7.
Pentingnya diagnosis psikosial
Diagnosis merupakan suatu proses multifaced, dinamis, yakni para praktisi melakukan
pertimbangan-pertimbangan yang berfungsi sebagai landasan bagi tindakan-tindakan
8.

yang akan dilakukan atas dasar nama pekerja sosial mengembang tanggung jawabnya.
Pentingnya penanganan tidak langsung
Merupakan interaksi pekerja sosial dengan berbagai sistem dalam kehidupan seorang
klien untuk menciptakan perubahan-perubahan yang akan membantu klien dalam

9.

mencapai tujuan-tujuannya.
Berfokus pada kehidupan sehari-hari
Berasal dari pandangan positifnya tentang hakikat dan kemampuan manusia adalah
penanganan untuk membantu klien menghadapi masalah kehidupan sehari-hari yang

10.

mana untuk mengusahakan bantuan kepada mereka.


Penggunaan waktu strategis
Bekerja dengan klien dapat berlangsung singkat mulai dari beberapa menit saja hingga
beberapa tahun. Jangka waktu pendek tidak lebih baik daripada jangka waktu panjang,
maupun sebaliknya. Waktu yang diluangkan bergantung pada kebutuhan dan keinginan
klien, dan hal itu membuat penanganan sebagai sesuatu yang berharga.
4

Secara singkat, penanggulangan dalam model psikososial ini jelas ditujukan pada
faktor perilaku individu. Disebut model psikososial, karena perilaku seseorang
bergantung pada dinamika dengan lingkungannya, baik dari segi perkembangan dan
pendidikannya maupun dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tujuannya adalah
untuk membantu orang-orang mencapai tingkat tertinggi kemmapuan mereka melalui
suatu pemahaman akan masa lalu mereka, masa kini, dan potensinya. Pencegahan pada
model ini ditujukan pada perbaikan pada kondisi pendidikan atau lingkungan
psikososialnya, seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat serta pemberian informasi
tentang masalah-masalah sosial yang ada.
2.

Functional Model
Model fungsional dalam metode casework telah dikembangkan oleh Jessie Taft
(1937) dan Virginia Robinson (1942). Pekerja sosial mengasumsikan tanggung jawab
untuk merawat klien. Dalam pendekatan ini, klien dibantu untuk menyesuaikan
peristiwa masa lalu yang mempengaruhi fungsi saat ini. Pandangan psikoanalisis dan
efeknya pada praktek casework berlanjut sampai tahun 1950-an ketika neo-Freudian
mengubah konsep manusia dari 'diciptakan' untuk pencipta diri.
Fungsionalis menganggap aktivitas manusia sebagai sesuatu yang disengaja dan
tidak hanya sebagai akibat dari dorongan oleh kekuatan internal dan eksternal.
Kepribadian manusia dianggap seperti dalam " process of becoming", dan terusmenerus bekerja untuk terealisasi semua kapasitasnya.
Manusia dianggap sebagai fashioner nasib sendiri, dan mampu menciptakan dan
menggunakan pengalaman dalam dan luar untuk membentuk tujuannya sendiri. Berbeda
dengan diagnostik, fungsionalisme menekankan pengalaman sekarang dan kekuatannya
untuk melepaskan potensi pertumbuhan. Pengobatan yang digunakan dalam model
fungsional membantu klien hanya dalam satu fase atau bagia dari total masalah karena
asumsi bahwa perubahan pada siapa pun dalam bagian hidupnya bisa membawa 'efek
yang bermanfaat' pada keseimbangan psikologisnya klien.
Masalah manusia disebabkan oleh ketidakstabilan hubungan, karena itu, interaksi
antara pekerja sosial (helper) dan klien digunakan untuk perubahan positif melalui
pengalaman, yang diperoleh dalam hubungan casework, dari cara yang positif, produktif
dan konstruktif memanfaatkan diri dalam proses membantu.

Model fungsional sangat penting untuk penggunaan dalam fungsi lembaga untuk
proses membantu. Hal ini dianggap sebagai pemersatu dan arah-memberi kepada proses
ini yang memberikan fokus dan isi untuk interaksi membantu. Hal ini karena
penggunaan fungsi lembaga dalam pekerjaan sosial disebut 'profesi dilembagakan'.
Model fungsional percaya bahwa lembaga menyediakan realitas batas di mana klien
dapat menguji dan menemukan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah dan
membuat penyesuaian yang memuaskan atau penyesuaian dengan realitas yang lebih
luas. Pekerja sosial menyiapkan kondisi seperti yang ditemukan dalam fungsi lembaga
dan prosedur; klien mencoba untuk menerima, menolak, untuk mencoba untuk
mengontrol, atau memodifikasi fungsi itu sampai akhirnya dia datang untuk berdamai
dengan itu cukup untuk menentukan atau menemukan apa yang dia inginkan, jika ada,
dari situasi ini. (Taft, 1937). Sehingga secara singkat, model fungsional ini menekankan
pada hubungan, penggunaan waktu yang dinamis dan fungsi lembaga.
3.

Task Centered Casework


Task Centered Casework (TCC) adalah sebuah pendekatan jangka pendek yang
direncanakan, 6-8 sesi dimana fokus yang tajam dan berkesinambungan dipertahankan.
TCC

mengikuti

model

pemecahan

menunjukkan kemauan untuk menyelesaikan

masalah
pada

dimana

masalah

klien harus

tertentu

dan

masalahnya harus dikelola bersama pekerja sosial dan klien. Tujuan utamanya adalah
untuk membimbing klien atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya.
Pendekatan yang dikembangkan oleh Reid dan Epstein lebih memfokuskan diri pada
proses pemecahan masalah yang dilakukan agar efektif yaitu dengan melibatkan klien.
Pendekatan ini berasumsi bahwa klien mengakui dan menerima, bisa tertangani bila ada
kerjasama, bisa didefinisikan secara jelas, dari rasa ketidakpuasan klien dengan
lingkungan sekitar serta adanya keinginan untuk berubah.
Berikut adalah teknik/metode dalam task centered casework (TCC):
1.
Mengidentifikasi target masalah/ fokus masalah.
2.
Mengklasifikasikan jenis-jenis masalah yang di hadapi klien.
a.
Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal adalah kondisi yang ditimbulkan oleh kekuatan yang saling
bertentangan di antara 2 orang. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada manusia. Istilah
konflik Interpersonal sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan
pendapat, persaingan dan permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti

perbedaan keinginan. Oleh karena konflik Interpersonal bersumber pada keinginan,


maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.
b.

Relasi sosial yang tidak puas,


Relasi sosial diartikan sebagai cara-cara individu bereaksi terhadap dirinya (Anna
Alishahbana, dkk.: 1984). Relasi atau hubungan sosial ini menyangkut juga penyesuaian
diri terhadap lingkungan seperti makan sendiri, berpakaian sendiri,patuh pada peraturan
dan lain-lain. Hubungan sosial diawali dari rumah sendiri yang kemudian berkembang
dalam lingkup sosial yang lebih luas, seperti sekolah dan teman sebaya, kesulitan anak
berhubungan sosial dengan teman sebaya ini biasanya disebabkan oleh pola asuh yang
penuh dengan unjuk kuasa oleh orang tua. Situasi kehidupan dalam keluarga berupa
pola asuh orang tua yang salah, pada umumnya masih bias diperbaiki oleh orang tua itu
sendiri, tetapi situasi pergaulan dengan teman-teman sebaya cenderung sulit di perbaiki
(Sunarto : 1998).
Hubungan sosial ini sangat penting peranannya. Dalam hubungan sosial akan
terdapat adanya rasa aman atau tidak aman. Keberhasilan sesorang di dalam hidupnya
semata-mata tidak ditentukan oleh kepandaian otaknya saja. Masih ada faktor lain yang
penting, yaitu pergaulan sosial. Bagaimana seseorang itu bergaul dengan lingkungannya
akan memberikan pengaruh terhadap keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Kita lihat
contoh disekeliling kita, ada orang yang pandai tetapi sangat sulit untuk bergaul, dan
ada orang yang kurang pandai tetapi sangat mudah bergaul, yang berarti hubungan
sosialnya baik. Sehingga dapat dikatakan orang yang mudah bergaul itulah yang dapat
merasakan kebahagiaan.
Dengan alasan di atas tadi jelaslah bahwa setiap orang ingin mengusahakan
hubungan sosial yang baik, yang memuaskan untuk dapat sukses dalam usahanya
mencapai ketenangan batin. Dalam hubungan sosial, ada kiat-kiat yang dapat membantu
kita agar hubungan sosial berjalan dengan baik. Yang dimaksud di sini, adalah suatu
pengertian, dari kita terhadap orang lain. Dalam psikologi, dikenal istilah individual
differences, maksudnya adalah adanya perbedaan individual. Individu tidaklah sama,
masing-masing mempunyai ciri-ciri berbeda. Oleh sebab itu tidak semua orang

mempunyai sifat dan sikap hubungan sosial yang sama.


c.
Masalah dalam organisasi formal
Konflik organisasional timbul karena beberapa sumbernya, dan berbagai sumber
utama konflik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1.
2.
3.
4.
5.

Kebutuhan untuk membagi sumber daya- sumber daya yang terbatas,


Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan,
Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja,
Perbedaan nilai-nilai atau persepsi,
Gaya-gaya individual
Dalam suatu organisasi terdapat empat bidang struktural, dan di bidang itulah
konflik sering terjadi, yaitu:

1.
2.

Konflik hirarkis, adalah konflik antar berbagai tingkatan organisasi,


Konflik fungsional, adalah konflik antara berbagai departemen fungsional

3.
4.

organisasi,
Konflik lini-staf, adalah konflik antara lini dan staf,
Konflik formal informal, adalah konflik antara organisasi formal dan organisasi

d.

informal.
Kesulitan dalam penampilan peranan
Yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan tidak terlaksananya peranan-peranan
dalam kehidupan personal dan sosial dari individu yang dikarenakan adanya hambatanhambatan yang menyebabkan kesulitan dalam menampilkan peranan-peranan individu

e.

yang seharusnya.
Masalah Keputusan
Yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan adanya kebingungan-kebingungan
atau kebimbangan-kebimbangan seseorang dalam pengambilan suatu keputusan. Di
dalam pengambilan keputusan seorang konselor harus bisa mengatasi masalah-masalah
dengan cara memegang teguh prinsip-prinsip etika dan nilai yang ada dalam masyarakat

f.

untuk menjadi pegangan dalam pengambilan keputusan.


Stres Emosional Reaktif
Stres emosi yang reaktif adalah suatu perasaan atau kondisi yang ditujukan kepada

g.

orang lain secara tiba-tiba timbul atau muncul.


Sumber Daya yang tidak Memadai
Sumber daya yang tidak memadai misalnya dari sumber daya manusia, sumber
daya alam, sumber daya teknologi dan lain-lain sehingga menimbulkan masalah bagi
kehidupan klien.

3.

Merencanakan tugas-tugas pemecahan masalah


Perencanaan adalah proses perumusan kegiatan atau tugas-tugas yang akan
dilakukan pekerja sosial dengan klien dalam mencapai pemecahan masalah klien.
Pekerja sosial bersama klien dalam merencanakan tugas-tugas pemecahan masalah
harus didasarkan pada asesmen agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemecahan masalah
tersebut.

4.

Menentukan reward dan tujuan


Pekerja sosial menentukan insentif (pendorong atau perangsang) agar klien
mempunyai motivasi untuk melakukan perubahan dengan memberikan reward. Selain
itu pekerja sosial perlu menjelaskan tujuan pemecahan masalah dan manfaat apa yang

5.

akan diterima oleh klien jika masalah yang dialami klien tersebut terpecahkan.
Mengatasi Hambatan
Perlu diketahui perbedaan antara masalah dan hambatan. Masalah merupakan
kesulitan-kesulitan yang telah disepakati dari awal oleh pekerja sosial dan klien,
sedangkan hambatan merupakan kesulitan-kesulitan yang muncul selama proses
pemecahan masalah. Hambatan ini perlu diatasi untuk memperlancar proses pemecahan

masalah dan harus cepat tertangani agar tidak menimbulkan masalah baru.
6.
Simulasi dan bimbingan praktis
Pekerja sosial perlu memberikan simulasi atau pelatihan-pelatihan serta bimbingan
praktis berkaitan dengan tugas-tugas yang akan dilakukan klien dalam proses
pemecahan masalahnya. Misalnya klien yang akan melamar pekerjaan dan harus
melakukan interview atau wawancara sedangkan ia sendiri mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi ataupun kurang percaya diri, maka klien tersebut dapat melakukan
simulasi atau latihan dengan pekerja sosial terlebih dahulu. Pekerja sosial juga
memberikan bimbingan-bimbingan berkaitan dengan hal tersebut.
7.
Kajian tugas-tugas pemecahan masalah (evaluasi)
Dalam hal ini, pekerja sosial perlu mengevaluasi dan melihat perkembangan dari
klien apakah tugas pemecahan masalah tersebut sudah berjalan efektif dan dapat
mencapai sasaran atau tidak.
8.
Analisis kontekstual
Yaitu menentukan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam tugastugas pemecahan masalah serta bagaimana mengatasinya.
9.
Terminasi
Terminasi adalah suatu proses pengakhiran kerjasama di antara pekerja sosial dengan
klien (berakhirnya kontrak kerja). Dalam terminasi, pekerja sosial perlu menunjukan
kemajuan-kemjuan yang dialami oleh klien baik kemampuan klien itu sendiri maupun
hasil pencapaian tujuan. Selain itu pekerja sosial harus memberikan dukungan
(membesarkan hati klien) dan meyakinkan klien bahwa dia seseorang yang kuat,
mandiri dan memiliki kemampuan untuk memcahkan masalah sendiri. Selain itu,
pekerja sosial perlu menjelaskan bahwa proses terminasi tersebut bukan berarti
putusnya komunikasi atau hubungan silahturahmi di antara pekerja sosial dengan klien
melainkan sebatas pemutusan proses pertolongan.

4. Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku itu seperti namanya, berkaitan dengan perilaku, apa yang
orang lakukan. Perilaku di sini dimaksudkan dalam arti luas, termasuk perilaku terbuka
yang mudah diamati, perilaku rahasia seperti pikiran yang umumnya disimpulkan dari
apa yang orang memberitahu kita, berbagai emosi, dan aktivitas halus dari sistem saraf.
Dalam semua kasus kita mendefinisikan perilaku seobjektif mungkin dalam batas-batas
kepraktisan situasi dan batas-batas teknologi.
Modifikasi perilaku muncul dari sekolah psikologi disebut behaviorisme,
pendekatan yang menunjukkan bahwa studi psikologi harus menekankan pemahaman,
prediksi, dan kontrol perilaku. Skinner (1974) adalah juru bicara utama bagi
behaviorisme hari. Dia menyarankan bentuk behaviorisme disebut radikal behaviorisme,
yang mengakui dan mempelajari peristiwa mental sebagai perilaku internal. Pandangan
Skinner dan pendekatan behaviorisme tidak sama seperti semua behavioris berlatih
modifikasi perilaku. Namun, Skinner adalah bacaan penting bagi siswa dari modifikasi
perilaku.
Jenis behaviorisme yang disarankan di sini bukanlah upaya untuk mengurangi
semua perilaku manusia untuk refleks sederhana atau stimulus-respon asosiasi.
Sebaliknya, itu adalah apresiasi dari berbagai kompleksitas perilaku manusia dan upaya
untuk memahami kompleksitas ini dalam hal hubungan timbal balik dari perilaku
komponen. Melanggar perilaku ke dalam komponen-komponennya tidak perlu
mengurangi pemahaman seseorang secara keseluruhan, melainkan memfasilitasi
pengembangan

program

perubahan

yang

efektif.

Perilaku

komponen

tidak

dikonseptualisasikan sebagai tanggapan khusus yang belajar rangsangan tertentu, tetapi


lebih

merupakan

kelas

perilaku

belajar

untuk

kelas

situasi.

Dengan berfokus pada perilaku, modifikasi perilaku memberikan informasi praktis


tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi nyata.
Modifikasi perilaku secara umum dapat didefinisikan sebagai hampir segala
tindakan yang bertujuan mengubah perilaku. Definisi yang tepat dari modifikasi

10

perilaku adalah usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses blajar maupun prinsipprinsip psikologis hasil eksperimen lain pada perilaku manusia (Bootzin, 1975).
Sebagai ilustrasi dari definisi tersebut adalah sebagai berikut:
Bu Andi orang seorang demawan yang cukup di kenal di kompleks perumahan
tersebut. Setiap hari Minggu berbondong-bondong didatangi pengemis ke rumahnya.
Pada suatu saat Bu Andi merasakan capai, dan ia berpikir bahwa satu-satunya hari untuk
istirahat hanya hari Minggu tersebut. Ia ingin tinggal tenang di rumahnya, tidak cara
menghentikan kedatangan para pengemis terebut. Ia mempertanyakan: apakah yang
terjadi

bila

ia

menghentikan

dermawannya?

Apakah

pengemis

tidak

akan

mengganggunya lagi .
Pada contoh diatas, yang akan diubah oleh Bu Andi adalah perilaku pencari dana
yang datang pada setiap hari minggu. Datang setiap hari Minggu adalah hasil belajar.
Karena itu dengan menerapkan teori belajar, perilaku tersebut mestinya dapat diubah.
Dalam pandangan kaum behavioristik aliran klasik, modifikasi perilaku dapat
diartikan sebagai penggunaan secara sistematik teknik kondisioning pada manusia untuk
menghasilkan perubahan frekuensi perilaku tertentu /mengontrol lingkungan perilaku
tersebut.
Modifikasi perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip eksperimental didirikan
perilaku untuk masalah perilaku. Saat ini, ia menarik paling banyak dari studi, bukan
teori, dalam bidang pembelajaran dan motivasi, meskipun modifikasi perilaku tidak
terbatas pada daerah-daerah tersebut. Ketika digunakan dalam pengaturan yang
terutama dilihat sebagai klinis, modifikasi perilaku sering disebut terapi perilaku atau
terapi pendingin. Modifikasi perilaku kadang-kadang disamakan dengan operant
conditioning, yang hanya bagian dari modifikasi perilaku dan analisis eksperimental
lebih akurat disebut perilaku.
Modifikasi perilaku dapat diartikan sebagai:
a) upaya, proses, atau tindakan untuk mengubah perilaku,

11

b) aplikasi prinsip-prinsip belajar yg teruji secara sistematis untuk mengubah perilaku


tidak adaptif menjadi perilaku adaptif,
c) penggunaan secara empiris teknik-teknik perubahan perilaku untuk memperbaiki
perilaku melalui penguatan positif, penguatan negatif, dan hukuman, atau
d) usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupun prinsip-prinsip
psikologi hasil eksperimen pada manusia.

A. Pengertian Modifikasi Perilaku Menurut Para Ahli


a. Menurut Edward Thorndike pada tahun 1911 dalam artikelnya Provisional laws of
acquired behavior or learning
Modifikasi perilaku menunjuk kepada teknik mengubah perilaku, seperti mengubah
perilaku dan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus melalui penguatan perilaku
adaptif dan/atau penghilangan perilaku maladaptif melalui hukuman.

b. Menurut Eysenk
Modifikasi Perilaku adalah upaya mengubah perilaku dan emosi manusia dgn cara yang
menguntungkan berdasarkan teori yg modern dalam prinsip psikologi belajar.

c. Powers & Osbon (1976) memberi batasan modifikasi perilaku sebagai penggunaan
secara sistematis teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan
frekuensi perilaku sosial tertentu atau tindakan mengontrol lingkungan periaku tersebut.

d. Wole (1973) modifikasi perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip belajar yang telah
teruji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaptif, kebiasaankebiasaan yang tidak adaptif dilemahkan dan dihilangkan, perilaku adaptif ditimbulkan
dan dikukuhkan.

12

Berdasarkan pengertian tersebut maka yang dapat disimpulkan bahwa modifikasi


perilaku adalah cara atau teknik untuk mengubah perilaku maladaptif seseorang.

B. Karakteristik Modifikasi Perilaku


Terdapat empat ciri utama modifikasi perilaku, yaitu:
a. Fokus pada perilaku (focuses on behavior)
Fokus pada perilaku artinya menempatkan penekanan pada perilaku yang dapat
diukur berdasara atas dimensi-dimensinya, seperti frekuensi, durasi, dan intensitasnya.
Karena itu metode modifikasi perilaku selalu mengamati dan mengukur setiap tahap
perubahan sebagai indikator dari berhasil atau tidaknya program bantuan yang
diberikan. Dalam modifikasi perilaku, akan menghindari label-label interpretatif dan
sistem diagnostik (avoid interpretive labels and diagnostic systems), serta fokus pada
perilaku yang berkekurangan atau yang berlebihan (focus on behavioral deficits or
behavioral excess). Dalam modifikasi perilaku, mengkategorikan apakah suatu perilaku
sebagai berlebihan atau kekurangan merupakan langkah yang mutlak, sehingga dapat
dipahami secara pasti mana perilaku yang termasuk excesses atau berlebihan dan akan
dikurangi atau yang termasuk deficit atau berkekurangan dan akan ditingkatkan.
Modifikasi perilaku berfokus pada perilaku yang harus diubah. Seseorang yang
perilakunya harus mendapatkan teknik modifikasi perilaku adalah:
1.
2.

Menunjukkan perilaku yang berbeda dari yang diharapkan di sekolah atau


masyarakat dan
Membutuhkan perbaikan.

Salah satu contohnya adalah siswa yang menunjukkan beberapa bentuk perilaku yang
dinilai berbeda dari apa yang diharapkan di dalam kelas. Pendekatan yang paling
efektif dan efisien adalah untuk menentukan masalah perilaku tertentu dan menerapkan
data-berbasis instruksi untuk memulihkan itu. (Lewis, Heflin, & DiGangi, 1991, p.9)
Ada dua bentuk target perilaku dalam modifikasi perilaku:

13

Behavioral exceses adalah perilaku target yang negatif (tidak layak) yang ingin
dikurangi frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku merokok.
Behavioral deficit adalah aladah target perilaku yang positif (lanyak) yang ingin
ditingkatkan frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku gemar membaca.

b.

Menekankan pengaruh belajar dan lingkungan (emphasizes influences of learning

and the environment)


Modifikasi perilaku juga menekankan pengaruh belajar dan lingkungan, artinya bahwa
prosedur dan teknik tritmen menekankan pada modifikasi lingkungan tempat dimana
individu tersebut berada, sehingga membantunya dalam berfungsi secara lebih baik
dalam masyarakat. Lingkungan tersebut dapat berupa orang, objek, peristiwa, atau
situasi yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap kehidupan
seseorang.

c.

Mengikuti pendekatan ilmiah (takes a scientific approach)

Mengikuti pendekatan ilmiah artinya bahwa penerapan modifikasi perilaku memakai


prinsip-prinsip dalam psikologi belajar, dengan penempatan orang, objek, situasi, atau
peristiwa sebagai stimulus, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

d.

Menggunakan metode-metode aktif dan pragmatik untuk mengubah perilaku (uses

pragmatic and active methods to change behavior)


Menggunakan metode-metode aktif dan pragmatik untuk mengubah perilaku
maksudnya bahwa dalam modifikasi perilaku lebih mengutamakan aplikasi dari metode
atau teknik-teknik yang telah dikembangkan dan mudah untuk diterapkan.

C. Prinsip-Prinsip dalam Modifikasi Perilaku

14

1.

Kebanyakan tingkah laku manusia adalah hasil belajarnya, karena itu dapat diubah

2.

dengan belajar.
Target tingkah laku yang mudah diubah adalah tingkah laku yang dapat diamati

dan dapat diukur. Tingkah laku itu perlu dirinci dengan jelas indikatornya.
3. Tingkah laku dapat diubah dengan memanipulasi kondisi belajar.
4. Meskipun ada keterbatasan tertentu (pengaruh temperamen atau emosional),
semua anak berfungsi lebih efektif , jika mengalami konsekuensi yang tepat.
5. Reinforcement merupakan konsekuensi yang memperkuat tingkah laku yang
diinginkan.
6. Hukuman merupakan konsekuensi yg melemahkan tingkah laku yg tidak
7.

diinginkan.
Tingkah laku seseorang dapat diatur, diubah dengan memberikan konsekuensi
terhadap tingkah laku orang itu sendiri.

D. Teknik Modifikasi Tingkah Laku


Pendekatan pengubahan tingkah laku didasarkan pada teori yang mantap,
yaitu prinsip prinsip psikologi behavioral. Pada dasarnya bahwa semua tingkah
laku itu dipelajari, baik tingkah laku yang di sukai maupun tingkah laku yang
tidak disukai. Seorang melakukan tindakan menyimpang tersebut karena satu atau
dua alasan, yaitu :
1. Telah mempelajari tingkah laku yang menyimpang itu, atau
2. Belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya.

Teknik-teknik pengubahan perilaku antara lain:


a. Penguatan positif
Penguatan positif berupa memberikan stimulus positif, berupa ganjaran atau
pujian terhadap perilaku atau hasil yang memang diharapkan, misalnya berupa
ungkapan seperti Nah seperti ini kalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi mudah
dibaca. Jenis-jenis penguatan positif itu ada yang:
1. Penguatan primer (dasar) yaitu penguatan-penguatan yang tidak dipelajari dan
selalu diperlukan untuk berlangsungnya hidup, seperti, makanan, air, udara yang

15

segar dan sebagainya. Suasana seperti ini dapat membentuk perilaku siswa yang
baik dan betah di dalam kelas
2. Penguatan sekunder (bersyarat) yang menjadi penguat sebagai hasil proses
belajar atau dipelajari, seperti diperhatikan, pujian (penguat sosial), nilai angka,
rangking (penguatan simbolik), kegiatan atau permainan yang disenangi siswa
(penguatan bentuk kegiatan).

b. Penghukuman
Penghukuman merupakan pemberian stimulus yang tidak menyenangkan
untuk menghilangkan dengan segera perilaku peserta didik yang tidak
dikehendaki.
Tindakan hukuman dalam pergelolaan kelas masih bersifat kontroversial
(dipertentangkan). Sebagian menganggap bahwa hukuman merupakan alat yang
efektif untuk dengan segera menghentikan tingkah laku yang tidak dikehendaki,
sekaligus merupakan contoh yang tidak dikehendaki bagi siswa lain. Sebagian
lain melihat bahwa akibat sampingan dari hubungan pribadi antara guru (yang
menghukum) dan siswa (terhukum) menjadi terganggu, atau siswa yang dihukum
menjadi Pahlawan di mata teman-temannya.
Pendekatan penghukuman ini dianggap bermanfaat bila untuk segera
menghentikan, menghilangkan penampilan tingkah laku yang tak disukai untuk
segera dan sambil melaksanakan sistem penguatan yang tepat bagi kelayakan
penampilan perilaku tertentu yang disukai.
c. Penguatan Negatif
Penguatan negative adalah berupa peniadaan tingkah laku yang tidak
disukai (biasanya berupa hukuman) yang selalu diberikan, karena seseorang yang
bersangkutan telah meninggalkan tingkah laku yang menyimpang. Dengan
demikian diharapkan tingkah laku seseorang yang lebih baik itu akan ditingkatkan
frekuensinya (Nurhadi, 1983: 177-180)

16

Ada

beberapa

hal

yang

perlu

memperoleh

perhatian

dalam

mengimplementasikan pendekatan modifikasi perilaku teknik penguatan negative


yaitu hindari pemberian stimulus yang menyakitkan, berikan stimulus secara
bervariasi, berikan penguatan dengan segera, sasarannya jelas dan keantusiasan.
d. Penghilangan
Penghilangan adalah upaya mengubah perilaku seseorang dengan cara
menghentikan pemberian respon terhadap suatu perilaku peserta didik yang
semula dilakukan dengan respon tersebut. Pengilangan ini menghasilkan
penurunan frekuensi tingkah laku yang semula mendapat penguatan.
e. Penundaan
Penundaan merupaan tindakan tidak jadi memberikan ganjaran atau
pengecualian pemberian ganjaran untuk orang-orang tertentu. Penundaan seperti
ini menurunkan frekuensi penguatan dan menurunkan frekuensi tingkah laku yang
dimaksud itu.

5. Intervensi Krisis
A. Definisi Intervensi Krisis
Roberts dan Yeager mendefinisikan suatu krisis sebagai suatu respons subyektif
terhadap suatu peristiwa hidup yang menekan atau traumatik atau sederet peristiwa
peristiwa yang dirasakan oleh seseorang sebagai hal yang berbahaya, mengancam, atau
amat mengganggu, yang tidak terpecahkan menggunakan metoda metoda
penanggulangan tradisional.
Suatu krisis berbeda dengan suatu situasi yang menekan. Walaupun merasa tak nyaman
dan seringkali kecemasan yang menggusarkan, namun individu individu sanggup

17

memanfaatkan mekanisme mekanisme penanggulangan untuk mengatasi suatu situasi


yang menekan, sedangkan dalam situasi situasi krisis, mekanisme mekanisme
penanggulangan lama dari individu individu itu tidak bekerja dan individu individu
tak sanggup menanggulangi dan mengatasi situasi tersebut (Wright, 1991).
Sebagaimana diilustrasikan sebelumnya, masing masing orang bisa saja memandang
suatu situasi atau peristiwa dalam suatu cara yang berbeda, seseorang bisa saja
memandangnya sebagai suatu situasi yang menekan dan mengatasi rintangan tersebut
sementara orang lain mungkin saja tak sanggup menyesuaikan diri atau menanggulangi
situasi tersebut dan dengan demikian merasakannya sebagai suatu krisis. Perbedaan ini
acapkali merupakan suatu akibat dari kepribadian, sumber sumber, dukungan
dukungan, dan keterampilan keterampilan penanggulangan dan pengalaman
pengalaman masa lampau seseorang dengan penekan penekan atau stressor stressor
(Roberts dan Yeager, 2009).
Oleh sebab itu, suatu krisis diawali atau diprakarsai melalui suatu kombinasi atau
gabungan dari tiga faktor yang saling terkait, yakni:
(1)

Suatu peristiwa yang menekan atau berbahaya

(2)

Persepsi individu tentang peristiwa tersebut

(3)

Kesanggupan dari mekanisme mekanisme dan sumber sumber penanggulangan

individu untuk mengatasi peristiwa tersebut (Roberts, 2005).

Selama suatu krisis dipandang sebagai hal yang subyektif, terdapat sejumlah peristiwa
peristiwa yang dapat berlaku sebagai suatu peristiwa yang menekan, traumatik atau
berbahaya bagi individu individu, keluarga keluarga dan/atau komunitas
komunitas. Peristiwa peristiwa dapat bersifat personal atau swasta (private), yang
seringkali mempengaruhi individu-individu dan/atau keluarga-keluarga dan dapat
meliputi peristiwa-peristiwa misalnya kehilangan orang yang dikasihi, kontemplasi/
bermenung-menung tentang bunuh diri, pikiran-pikiran yang merugikan diri sendiri atau
orang lain, penyerangan atau victimization (penipuan atau pengorbanan), transisi-

18

transisi hidup yang sulit (sebagai contohnya perceraian, keuangan, pengangguran,


perubahan-perubahan mental atau fisiologis.
B. Karakteristik Krisis
Menurut Roberts, seseorang dalam krisis seringkali dilukiskan oleh adanya
karakteristik-karakteristik berikut ini:
(1) Merasakan suatu peristiwa yang mengendap sebagai hal yang penuh makna dan
mengancam
(2) Kelihatan tak sanggup memodifikasi atau mengurangi dampak dari peristiwaperistiwa yang menekan dengan metoda-metoda penanggulangan tradisional
(3) Mengalami meningkatnya rasa takut, ketegangan dan/atau kebingungan
(4) Memperlihatkan tingginya tingkat rasa tak nyaman subyektif
(5) Berjalan dengan cepat sampai ke suatu keadaan krisis yang aktif, suatu keadaan
ketaksetimbangan.

C. Tujuan Intervensi Krisis

Tujuan dari intervensi krisis antara lain:


a) secara klasik bertujuan untuk memutus serangkaian peristiwa yang mengarah pada
gangguan kenormalan keberfungsian orang.
b) untuk mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis.
c) untuk mendukung/menyokong metoda-metoda pelanggan yang ada atau menolong
individu-individu membangun kembali kemampuan-kemampuan penanggulangan dan
pemecahan masalah seraya menolong mereka untuk mengambil langkah-langkah
konkret ke arah upaya mengelola perasaan-perasaan mereka dan mengembangkan suatu
rencana aksi.

19

d) dapat memberikan suatu kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi


dengan

cara

membangkitkan

kekuatan-kekuatan

lama,

sumber-sumber

dan

keterampilan-keterampilan penanggulangan dari individu dan, pada waktu yang sama,


mendorong perkembangan kekuatan-kekuatan baru, sumber-sumber dan keterampilanketerampilan penanggulangan yang baru semuanya yang dapat dimanfaatkan ketika
menghadapi suatu peristiwa yang menekan atau berbahaya di masa depan

D. Prinsip Intervensi Krisis

1. Tujuan intervensi krisis adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum


krisis.
2. Penekanan intervensi ini adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan
dari fungsi individu.
3. Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah digunakan secara sistematis
(serupa dengan proses keperawatan), yang meliputi:
a. Mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji kelebihan dan
kekurangan sistem pendukung individu dan keluarga.
b. Merencanakan hasil yang spesifik dan tujuan yang didasarkan pada prioritas.
c. Memberikan penanganan langsung (misal: menyediakan rumah singgah bila klien
diusir dari rumah, merujuk klien ke rumah perlindungan bila terjadi penganiyaan oleh
suami atau istri).
d. Mengevaluasi hasil dari intervensi.
4. Hierarki Maslow. Kerangka kerja Hierarki Maslow tentang kebutuhan dapat
membantu menentukan prioritas intervensi, meliputi:
a. Sumber daya fisik diperlukan untuk bertahan hidup (misal: makanan, rumah singgah,
keselamatan).

20

b. Sumber daya sosial diperlukan untuk mendapatkan kembali rasa memiliki (misal:
dukungan keluarga, jaringan kerja sosial, dan dukungan komunitas).
c. Sumber daya psikologis diperlukan untuk mendapatkan kembali harga diri (misal:
penguatan yang positif dan pencapaian tujuan).
5. Petugas intervensi krisis. Peran petugas intervensi krisis mencakup berbagai fungsi
seperti berikut ini:
a. Membentuk hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme.
b. Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan, bila perlu.
c. Memberikan anjuran dan alternatif (missal: membuat rujukan ke lembaga yang tepat,
seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).
d. Membantu klien memilih alternatif.
e. Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya
yang diperlukan klien.

E. Sifat Intervensi Krisis


Sifat dari pendekatan intervensi krisis adalah penanganan yang harus cepat dapat
segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan dalam pemberian bantuan
terhadap mereka yang tertimpa krisis yaitu seperti individu individu, keluarga
keluarga dan/atau komunitas komunitas dalam jangka pendek pada sifat dasarnya dan
berakhir hanya antara satu sampai enam minggu.

21

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan perkembangan casework yang telah dijelaskan diatas maka
penulis setuju, bahwa casework menggunakan metode atau dasar-dasar
psikologi karena manusia itu diberikan kapasitas untuk berpikir, berdiri sendiri
dan membuat pilihan agar dia bisa memanfaatkan lingkungan hidupnya
dimasyarakat,serta melihat bahwa manusia itu unik yang mempunyai kapasitas
untuk tumbuh dan berkembang juga membentuk sifat tata laku yang sejajar
dengan lingkungan dimana ia berada. Dengan model model case work diatas
diharapkan penanganan klien secara individu dan keluarga akan efektif
sehingga pelayanan pelayanan pekerja sosial pun bisa maksimal

22

Daftar Pustaka

Paine, Malcolm. 2006. Modern Social Work Theory, Bandung : Blue Kampus Dago
Tiga Enam Tujuh
Roberts, Albert R., Gilbert J. (2007). Buku Pintar Pekerja Sosial, Jakarta: BPK Gunung
Mulia
http://faculty.buffalostate.edu/mahlerre/423/TCCmodel.htm
http://wahdadupetro.blogspot.com/2012/11/social-case-work.html
Miltenberger, R.G. 2004. Behavior Modification Principles and Procedures Third
Edition. United States of Amerika: Thomson Learning Academic Resource Center.

23

Irwanto, Elia, H., Hadisoepadma, A., Priyani, R.MJ., Wismanto, B.Y., dan Fernandes,
C. 1994. Psikologi Umum Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
www.yourarticlelibrary.com/sociology/functional-casework/36542/

24

Anda mungkin juga menyukai