Anda di halaman 1dari 14

Administrasi Keuangan Peradilan Agama

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Manajemen Peradilan Agama

Dosen Pembimbing : Hotnidah Nasution, S.Ag.


-

M Luthfi Hidayatussaleh
- M Rizki
- M Zainudin
- Ogna Alif Utama

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA


PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (SAS)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2015 M
ADMINISTRASI KEUANGAN PERADILAN AGAMA
1

A. Pengertian Aministrasi Keuangan Peradilan Agama


Administrasi adalah : Suatu proses penyelenggaraan oleh seorang
administratur secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok yang telah
ditetapkan semula.
Keuangan dalam KBBI (2008:1767) diartikan : (1) segala sesuatu
yang bertalian dengan uang; (2) seluk beluk uang; (3) urusan uang; (4)
keadaan uang. Contoh dalam kalimat: biaya rumah sakit tidak terjangkau
oleh keuanganku. (artinya: kondisi uang/harta/kekayaanku tidak bisa
menjangkau biaya rumah sakit).
Peradilan Agama adalah : Salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara
tertentu (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
Tugas pokoknya adalah : memeriksa, memutuskan dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam dibidang a. Perkawinan, b. Waris, c.Wasiat, d. Hibah,
e. Zakat, f. Wakaf, g. Infaq, h. Shadaqah dan i. Ekonomi Syariah(Pasal 49
ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
Administrasi Peradilan Agama adalah :
Suatu
proses
penyelenggaraan
oleh
aparatur Pengadilan
Agama secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan,
pelaksanaan dan Pengawasan untuk mencapai tujuan pokok yang telah
ditetapkan semula
Proses meliputi (6) enam hal :
a. Menghimpun, b. Mencatat,
e. Mengirim, dan f. Menyimpan

c. Mengolah,

d. Menggandakan,

Diatur adalah : Seluruh kegiatan harus disusun dan disesuaikan satu


sama lainnya supaya terdapat keharmonisan dan kesinambungan tugas.
Teratur adalah
:
Kegiatan
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pengawasan yang dilaksanakan secara terus menerus dan terarah
sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlap) dalam melaksanakan
tugas, sehingga akan mencapai penyelesaian tugas pokok secara
maksimal.
Klasisfikasi Administrasi di Pengadilan Agama :
2

A. Administrasi Kepaniteraan :
Meliputi : Gugatan, Permohonan, dan Hukum
B. Administrasi Kesekretariatan :
Meliputi : Umum, Kepegawaian, dan Keuangan
Catatan :
Yang akan dibahas pada perkuliahan ini adalah yang berkaitan
dengan persoalan Administrasi Kesekretariatan yang lebih spesifik
terhadap bagian keuangan.

B. Dasar Hukum Administrasi Peradilan Agama


a. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman ;
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ;
c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama ;
d. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas UU Nomor 7 Tahun 1989 ;
e.
Keputusan
Ketua
Mahkamah
Agung
RI
Nomor
:
KMA/001/SK/I/1991 tentang Pola-Pola Pembinaan dan Pengendalian
Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama.

C. Struktur
Organisasi
Pengadilan Agama

Pengadilan

Tinggi

Agama

dan

D. Pengertian, Dasar Hukum, dan Macam-macam Biaya Perkara


Dasar hukum tentang keuangan perkara adalah ketentuan yang
tersebut dalam pasal 121 ayat (4) dan pasal 145 (4) R. Bg, yaitu biaya
perkara yang besarnya ditentukan oleh Ketua Pengadilan (PA).
Kemudian suatu perkara di Pengadilan baru dapat didaftarkan
apabila biaya sudah dibayar. Azas yang dianut oleh kedua peraturan
tersebut adalah TIDAK ADA BIAYA TIDAK ADA PERKARA, kecuali dalam
perkara prodeo sebagaimana ditentukan dalam pasal 237 HIR dan pasal
273 R. BG.

Mahkamah Agung RI dalam suratnya No. 43/TUAD/ AG/III/UM/XI/I992


tanggal 23 November 1992 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Tinggi Agama dan Pengadilan Agama seluruh Indonesia menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan biaya perkara menurut pasal 121 HIR dan
145 R.Bg adalah biaya kepaniteraan dan biaya proses.
Biaya kepaniteraan meliputi pungutan-pungutan sebagai pelayanan
pengadilan yang harus disetor ke kas Negara yang besarnya mengacu
kepada Keputusan Menteri Agama No. 162 Tahun 1988 yaitu kas Negara
sebesar Rp. 2.000,- ditafsirkan sebagai biaya pencatatan atas pendaftaran
perkara. dan Redaksi atau leger sebesar Rp. 1.500,- dipungut pada saat
diputusnya perkara yang diajukan kepada Pengadilan.
Menurut surat Mahkamah Agung Republik Indonesia No. MAl
KUMDIL/214/XII/k/1992 Tanggal 21 Desember 1992 dimana dijelaskan
bahwa hak-hak kepaniteraan (HHK) tersebut meliputi sebagai berikut :
a. Biaya
pendaftaran
perkara
tingkat
pertama
b. Biaya
Redaksi
c. Biaya
pencatatan
permohonan
banding
d. Biaya
pencatatan
permohonan
kasasi
e. Biaya
pencatatan
permohonan
peninjauan
kembali
f. Biaya
pencatatan
permohonan
Sita
Konservatoir
g. Biaya
pencatatan
permohonan
sita
revindikatoir
h. Biaya
pencatatan
permohonan
pencabutan
sita
i. Biaya
pencatatan
pelaksanaan
lelang
Biaya proses merupakan biaya-biaya pelaksanaan peradilan dalam
rangka menyelesaikan suatu perkara. Dalam pasal 90 ayat 1 Undangundang No.7 Tahun 1989 dijelaskan bahwa biaya proses ini meliputi :
a. Biaya panggilan Penggugat, Tergugat dan saksi-saksi
b. Biaya panggilan saksi ahli jika diperlukan
c. Biaya pengambilan sumpah
d. Biaya penyitaan
e. Biaya eksekusi
f. Biaya pemeriksaan setempat
g. Biaya untuk menyampaikan amar putusan

h. Biaya lain-lain atas perintah ketua pengadilan1


E. Buku Jurnal Keuangan Perkara
Buku Jurnal perkara mencatat tentang kegiatan penerimaan dan
pengeluaran uang perkara untuk setiap perkara, sehingga jurnal untuk
setiap perkara itu adalah merupakan rekening koran bagi pembayar
panjar perkara untuk tingkat pertama, banding. Kasasi dan peninjauan
kembali.
Jurnal keuangan perkara adalah merupakan pertanggungjawaban
panitera terhadap pihak ketiga selaku pembayar panjar perkara.
Setiap kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya perkara untuk
setiap perkara yang masuk harus dicatat dalam jurnal keuangan perkara
yang untuk satu perkara dengan perkara lainnya harus dibuat secara
berbeda dan terpisah, dan dibuat sejak perkara tersebut diterima dan
berakhir dengan menutup buku jurnal itu setelah perkara tersebut selesai
diputus.
Penutupan buku jurnal untuk perkara cerai talak dilaksanakan
sesudah perkara tentang pernberian ijin ikrar talak tersebut diputus.
Apabila permohonan ijin ikrar talak itu dikabulkan maka sisa uang
panjar, dipindahkan rnenjadi sisa awal dengan dipergunakan untuk biaya
pernanggilan sidang ikrat talak.
Pada setiap awal buku jurnal keuangan perkara ditulis jumlah
halaman rangkap buku jurnal tersebut dan ditandatangani oleh Ketua.
Kemudian pada setiap halarnan diberi nornor urut, pada halarnan pertarna
dan terakhir dibubuhkan tanda tangan Ketua, sedangkan pada setiap
halaman cukup diparaf saja oleh Ketua Pengadilan Agama.
Buku Jurnal yang dipergunakan di Pengadilan Agama terdiri dari;
1. KI-PAI/P, Buku Jurnal Perkara Permohonan
2. KI-PAI/G, Buku Jurnal Perkara Gugatan
3. KI-PA2, Buku Jurnal Perkara Banding
4. KI-PA3, Buku Jurnal Perkara kasasi
5. KI-PA4, Buku Jurnal Perkara PK.
6. KI-P AS, Buku Jurnal Biaya Eksekusi.
Buku jurnal yang dipergunakan di Pengadilan Tinggi Agama adalah :
K II PAl - Buku Jurnal Banding. Buku-buku Jurnal tersebut adalah bentuknya
sama, yaitu terdiri dari enarn kolom yaitu;
a) Nomor urut
b) Tanggal
c) Uraian
d) Jumlah penerirnaan
e) Jumlah pengeluaran
f) Keterangan
1 Manan, Abdul,Dr.,H.,SH.,M.Hum dan Ahmad Kamil,
Drs.,H.,SH.,M.Hum.Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan
Pengendalian Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama, Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
Agung RI, 2007, hlm. 59
6

Di atas dari kolom tersebut dicantumkan perkara dan nama


pembayar panjar perkara beserta nama lawannya.
Pada buku jurnal keuangan perkara untuk tingkat pertama
pemberian nomor perkara dapat dilakukan secara berurutan, karena
pemberian nomor memang berurutan tetapi untuk perkara Banding dan
kasasi serta peninjauan kembali tidak perlu berurutan sebab
penomorannya tidak ditentukan oleh Pengadilan tingkat pertama. Oleh
karena itu untuk mengetahui letak keuangan perkara dalam buku jurnal
tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali harus dicatat secara jelas
dalam kolom keterangan dari jurnal tingkat pertama.
Semua kegiatan-kegiatan pencatatan Buku Jurnal penyelesaian
perkara sebagaimana tersebut didalam KI.PAl/P - KI.PAl/G, KIPA2, K1PA3,
dan KI.PA4 setiap harinya, karena dilaporkan ke Panitera untuk
dimasukkan dalam buku lnduk Keuangan Perkara - KI. P A6.
Mengingatkan kegiatan pencatatan buku-buku Jurnal tersebut di
atas terdiri atas 5 (lima) macam dan kejadiannya tidak terjadi secara
berurutan menurut nomor perkara maka pekerjaan pemegang Kas buku
jurnal setiap harinya harus mencatat ulang dalam buku bantu. Buku
tersebut terdiri atas enam kolom
a. Nomor Urut.
b. Nomor Perkara.
c. Uraian.
d. Jumlah Penerimaan.
e. Jumlah Pengeluaran.
f. Keterangan.
Di atas dari kolom tersebut dicantumkan tanggal kegiatan pada hari
tersebut, misalnya tanggal 2 Januari 1994.
Menjelang usai kantor, maka buku bantu tersebut ditutup, dan
semua yang tertera dalam buku bantu tersebut adalah merupakan
kegiatan-kegiatan penerimaan dan pengeluaran uang perkara dalam
waktu satu hari yang dilakukan Pengadilan.
Demikian pula halnya semua kegiatan-kegiatan yang tercantum
dalam buku jurnal eksekusi (KI. PA5) hendaknya juga dicatat secara
khusus dalam buku bantu tersendiri dan ditutup untuk setiap hari
diserahkan pada Panitera atau petugas pemegang buku-buku induk.
Buku bantu (BB 1) sebagai pelaksanaan penerima dalam kegiatan
buku KIPAI/P, KIPA/G, KIPA2, KIPA3 dan KIPA4 untuk setiap hari diserahkan
kepada pemegang buku induk keuangan perkara (KIPA6).
Sedang Buku Bantu (BB2) sebagai pelaksanaan pemindahan
kegiatan buku KIPA5 untuk setiap hari, diserahkan pada pemegang buku
(KIP A 7). Pada dasarnya buku bantu, baik BB1 maupun BB2 dalam
bentuk yang sama dan dengan tata kerja seperti tersebut di atas, dapat
dipergunakan di Pengadilan Tinggi Agama.
Catatan Apabila akan dilakukan pemanggilan kepada pihak
berperkara untuk persidangan pengucapan Ikrar talak, hendaknnya meja
pertama dan meja ketiga sebelum menetapkan Jurusita yang diberi tugas

pemanggilan, agar terlebih dahulu meneliti apakah berkas sudah selesai


diminulasi.2
D.

Buku Induk Keuangan perkara


Semua kegiatan yang terjadi dalam buku jurnal keuangan perkara,
harus disalin dalam buku induk keuangan perkara berupa buku tabelaris.
Buku tabelaris ini mencatat semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran
biaya perkara untuk semua perkara yang masuk di Pengadilan dan dicatat
setiap hari. Dengan demikian maka dalam satu hari mungkin akan
tercatat kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya perkara untuk lebih
dari satu perkara.
Berbeda dengan jurnal keuangan perkara, maka buku tabelaris pada
dasarnya ditutup pada setiap akhir bulan oleh Panitera dan diketahui oJeh
Ketua Pengadilan. Akan tetapi apabila dipandang perlu, dalam rangka
pengawasan, Ketua Pengadilan atau Mahkamah Agung RI dapat menutup
buku tabelaris tersebut sewaktuwaktu tanpa menunggu akhir bulan.
Pada setiap penutupan buku induk keuangan tersebut, harus
dijelaskan keadaan uang menurut buku kas, keadaan uang yang ada
dalam brankas atau yang disimpan dalam Bank serta uraian yang
terperinci jenis mata uang yang ada dalam brankas. Apabila terdapat
selisih harus dijelaskan alasan terjadi selisih tersebut.
Ketua Pengadilan Agama sebelum menanda tangani buku induk
perkara, hendaknya meneliti kebenaran keadaan yang ada menurut buku
kas dan menurut keadaan yang nyata baik dalam brankas maupun di
bank, dengan disertai bukti-bukti yang ada.
Penutupan buku induk keuangan perkara dalam rangka
pengawasan, hendaknya dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sekali dan harus
dibuat berita acara penutupan kas. Buku induk yang berkenaan dengan
keuangan perkara adalah sebagai berikut :
1. Buku Induk Keuangan Perkara (KI-PA6)
2. Buku Keuangan Eksekusi (KI-PA7)
3. Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan (KI-PA8).
Sedangkan di Pengadilan Tinggi Agama hanya ada dua buku induk
keuangan perkara yaitu;
1. Buku Induk Keuangan Perkara (KII-P A2).
2. Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan (KI-PA-3).
Sebagaimana dengan buku jurnal, maka banyaknya halaman buku
induk keuangan perkara tersebut harus dinyatakan dalam lembaran
paling awal, sedangkan pada setiap halaman pertama dan terakhir harus
dibubuhkan tanda tangan Ketua Pengadilan, dan pada halaman lainnya
cukup di paraf saja.
Buku tabelaris keuangan perkara merupakan pertanggung jawaban
Panitera mengenai uang perkara yang ada dalam pengawasannya
berdasarkan pasal 101 ayat 1 Undang-undang No.7 Tahun 1989, dimana
dijelaskan bahwa Panitera bertanggung jawab terhadap pengurusan
semua biaya perkara.
2 Ibid, Manan, Abdul,Dr.,H.,SH.,M.Hum dan Ahmad Kamil, Drs.,H.,SH.,M.Hum.., hlm. 61
8

Khusus dalam hal eksekusi, pertanggungjawaban biaya eksekusi


adalah kepada pemohon eksekusi, sehingga karenanya semua biaya
eksekusi hams dibukukan dalam buku jumal eksekusi yang khusus dibuat
tersendiri dan semua kegiatan yang tersebut dalam jumal eksekusi harus
dimasukkan dalam buku tabelaris keuangan eksekusi yang khusus.
Pemisahan buku tabelaris keuangan perkara dan tabelaris biaya
eksekusi didasarkan karena keuangan yang tersebut dalam buku tabelaris
perkara adalah merupakan keuangan perkara yang masih dalam proses,
sedangkan keuangan biaya eksekusi ditujukan kepada parkara yang
sudah selesai, dan hanya berkenaan dengan masalah eksekusi suatu
putusan.
Buku penerimaan uang Hak-hak Kepaniteraan, merupakan buku
pertanggung jawab atas biaya kepaniteraan (Griffier Costen) terhadap
negara, yang disetor kepada bendahara rutin (UYHD) untuk selanjutnya
disetor kepada negara.
Dalam melaksanakan tugas pengisian kegiatan buku induk
penerimaan hak-hak Kepaniteraan (KIP A5) untuk Pengadilan Agama dan
KII PA3 untuk Pengadilan Tinggi Agama), maka pemegang buku induk
Pengadilan Agama segera memindahkan ke buku induk HHK yakni buku
KIP A5 dan untuk Pengadilan Tinggi Agama, kegiatan dari buku KII.PA2
segera dipindahkan ke KII.PA3.
Cara penyetoran ke bendaharawan rutin dilakukan setiap satu
minggu sekali, dengan memberi catatan dalam kolom keterangan tentang
tanggal, jumlah yang disetor. Setiap penyetoran harus diparaf oleh
bendaharawan rutin pada kolom keterangan buku penerimaan uang Hakhak kepaniteraan tersebut.3
E.

Biaya Perkara dalam Peraturan Perundang-undangan


Untuk Peradilan Agama , tentang keharusan adanya biaya perkara
diatur dalam Stb. Tahun 1882 nomor 152, pasal 4: Keputusan Pengadilan
Agama dituliskan dengan disertai alasan-alasannya yang singkat, juga
harus diberi tanggal dan ditandatangani oleh para anggota yang turut
memberi keoutusan. Dalam berperkara itu disebutkan pula jumlah ongkos
yang dibebankan kepada pihak-pihak yang berperkara.4
Ketentuan terakhir bagi Pengadilan Agama diatur di dalam pasal 91
A UU nomnor 50 tahun 2009 tentang Perubahan ke dua atas UU nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang isinya persis dengan apa yang
ditentukan di dalam pasal 57 A UU nomor 49 tahun 2009, dengan
ketentuan khusus tentang komponen biaya perkara sebagaimana
disebutkan dalam pasal 89 dan 90 UU nomor 7 tahun 1989 sebagai
berikut:
Ayat (1) pasal 89: Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan
kepada Pemohon atau Penggugat;
Ayat (1) pasal 90: Biaya perkara dalam bidang perkawinan meliputi:
3 Ibid, Manan, Abdul,Dr.,H.,SH.,M.Hum dan Ahmad Kamil, Drs.,H.,SH.,M.Hum.., hlm. 65
4 Masrum M Noor, Bebaskan Biaya Perkara di Pengadilan Agama (Hakim Pengadilan Tinggi
Agama Medan), 2012, hlm. 4

a. Biaya kepaniteraan dan meterai yang diperlukan;


b. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah dan biaya pengambilan
sumpah;
c.
Biaya pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang
diperlukan;
d. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah
Pengadilan;
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa pembayaran uang muka (vorskot) biaya perkara
merupakan salah satu syarat dan rukun bagi suatu gugatan atau
permohonan untuk dapat didaftarkan di pengadilan. Siapa saja yang
hendak mengajukan perkaranya di Pengadilan terlebih dahulu harus
membayar uang muka biaya perkara, jika Penggugat atau Pemohon tidak
membayar uang muka tersebut, maka perkaranya tidak akan didaftar di
pengadilan, kecuali jika di dalam surat gugatan atau permohonannya
disertai dengan permohonan ijin berpekara secara Cuma-Cuma atau
prodeo (pasal 238 HIR/274 R.Bg) dengan tata cara sebagaimana diatur
dalam SEMA nomor 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian bantuan
Hukum.
Adapun tentang berperkara secara prodeo telah dikeluarkan
petunjuk pelaksanaan surat edaran Mahkamah Agung tersebut dengan
Keputusan bersama Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan
Peradilan Agama dan Sekretaris Mahkamah Agung RI nomor
04/TUADA.AG/II/2011 dan nomor 020/SEK/SK/II/2011 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Surat Edaran Mahkamah Agung RI nomor 10 tahun 2010
tentang Pedoman Bantuan Hukum Lampiran B (khusus Peradilan Agama).
Permohonan berperkara secara prodeo ini akan diperiksa secara insidentil
oleh majelis hakim yang hasilnya ada dua kemungkinan; dikabulkan atau
ditolak. Jika permohonannya berperkara secara prodeo dikabulkan,
barulah Penggugat atau Pemohon bebas dari biaya perkara.
Dalam perkembangan praktek di Pengadilan Agama hingga saat ini,
biaya perkara yang diperhitungkan minimal meliputi:
- Biaya pendaftaran/pencatatan
- Biaya redaksi
- Biaya meterai
- Biaya panggilan/pemberitahuan kepada para pihak
- Biaya proses penyelesaian perkara dan pengelolaannya (ATK
perkara).
Biaya pendaftaran, redaksi dan meterai merupakan biaya perkara
yang berdasrakan PP nomor 53 tahun 2008 tentang PNBP 5, jumlahnya
sebanyak Rp 37.500,- semuanya harus disetor ke kas negara, biaya
panggilan/pemberitahuan yang besarnya ditetapkan oleh ketua
pengadilan merupakan ongkos panggilan atau pemberitahuan yang akan
dipertanggung jawabkan oleh Jurusita, sedangkan biaya proses, yang
5 Lihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2008 Tentang
Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya.
10

besarnya berdasarkan PERMA nomor 2 tahun 2009 maksimal Rp 50.000,penggunaannya akan dipertanggung jawabkan oleh Panitera.6
F.

Administrasi Biaya Perkara menurut Buku II edisi Revisi


a. Panitera bertanggung jawab atas pengelolaan biaya perkara
b. Dalam melaksanakan tugas tersebut Panitera menunjuk petugas
administrasi biaya perkara : Kasir, Pemegang Buku Induk Keuangan
Perkara dan Buku Keuangan lainnya.
c. Hak-hak Kepaniteraan yang berupa biaya pendaftaran dikeluarkan dari
Buku Jurnal Keuangan Perkara (KI-PA1) dan Buku Induk Keuangan
Perkara (KI-PA6) setelah diterimanya panjar biaya perkara.
d. Biaya materai dan hak redaksi dikeluarkan pada saat perkara diputus.
e. Setelah dikeluarkan dari KI-PA1 dan KI-PA6, biaya pendaftaran dan hak
redaksi dibukukan pada Buku Penerimaan Hak-hak Kepaniteraan (KIPA8).
f. Penerimaan dan pengeluaran uang hak kepaniteraan lainnya sebagai
PNBP dibukukan dalam buku tersendiri.
g. Semua pengeluaran uang yang merupakan hak-hak kepaniteraan
adalah sebagai pendapatan negara.
h.
Seminggu sekali Pemegang Kas menyerahkan uang hak-hak
kepaniteraan kepada bendaharawan penerima untuk disetorkan ke Kas
Negara. Setiap penyerahan, besarnya uang dicatat dalam kolom 19
(kolom keterangan) KI-PA8 dengan dibubuhi tanggal dan tanda tangan
serta nama Bendaharawan Penerima.
i. Pengeluaran uang yang diperlukan bagi penyelenggaraan peradilan
untuk ongkos-ongkos panggilan, pemberitahuan, pelaksaan sita,
pemeriksaan setempat, sumpah, penerjemah, dan eksekusi harus
dicatat dengan tertib dalam masing-masing buku jurnal.
j. Pemegang kas mencatat penerimaan dan pengeluaran uang setiap
hari dalam buku jurnal yang bersangkutan dan mencatat dalam buku
kas bantu yang dibuat rangkap dua, lembar pertama disimpan oleh
Pemegang Kas dan lembar kedua diserahkan kepada Panitera sebagai
laporan.
k. Panitera atau petugas yang ditunjuk dengan surat keputusan Ketua
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah, mencatat penerimaan
dan pengeluaran uang dalam Buku Induk Keuangan Perkara yang
bersangkutan.
l. Buku Keuangan Perkara terdiri dari :
1) Buku Jurnal Perkara Gugatan (KI-PA1/G)
2) Buku Jurnal Perkara Permohonan (KI-PA1/P)
3) Buku Jurnal Permohonan Banding (KI-PA2)
4) Buku Jurnal Permohonan Kasasi (KI-PA3)
5) Buku Jurnal Permohonan Peninjauan Kasasi (KI-PA4)
6) Buku Jurnal Permohonan Eksekusi (KI-PA5)
6 Lihat Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 2 tahun 2009 Tentang Biaya Proses
Penyelesaian Perkara dan Pengelolaaanya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang
Berada Di Bawahnya.

11

7) Buku Induk Keuangan Perkara (KI-PA6)


8) Buku Keuangan Biaya Eksekusi (KI-PA7)
9) Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan (KI-PA8a)
10)
Buku Keuangan Hak Kepaniteraan lainnya (KI-PA8b)
m. Buku Jurnal Keuangan Perkara digunakan untuk mencatat semua
kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya untuk setiap perkara :
1) Untuk perkara tingkat pertama (gugatan dan permohonan) dimulai
dengan penerimaan panjar dan ditutup pada tanggal perkara
diputus.
2) Untuk perkara banding, kasasi, dan peninjauan kembali dimulai
dengan penerimaan panjar dan ditutup pada tanggal pemberitahuan
putusan pada tingkat masing-masing kepada para pihak.
3) Permohonan eksekusi dimulai dengan penerimaan panjar dan
ditutup pada tanggal selesai pelaksanaan eksekusi.
4) Buku jurnal diberi nomor halaman, halaman pertama dan terakhir
ditandatangani Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah
dan halaman lainnya diparaf.
5) Banyaknya halaman pada setiap buku jurnal dinyatakan oleh Ketua
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah pada halaman awal
dan keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan
Agama atau Mahkamah Syar'iyah.
6) Apabila Buku Induk Keuangan Perkara penuh dan pindah ke buku
selanjutnya, maka dalam buku baru tersebut ditulis : Buku ini
merupakan lanjutan dari buku sebelumnya berisi ...... halaman,
dimulai dari halaman ..... s/d ...... (nomor halaman melanjutkan
nomor buku sebelumnya) dan ditandatangani oleh Ketua serta
distempel.
7) Buku Induk Keuangan Perkara digunakan untuk mencatat seluruh
kegiatan penerimaan dan pengeluaran dari seluruh perkara (kecuali
permohonan eksekusi), dan dicatat menurut urutan tanggal
penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Jurnal yang terkait, yang
dimulai setiap awal bulan dan ditutup pada akhir bulan.
8) Buku Keuangan Biaya Eksekusi digunakan untuk mencatat seluruh
kegiatan penerimaan dan pengeluaran eksekusi menurut urutan
tanggal penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Jurnal Eksekusi.
9) Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan, digunakan untuk
mencatat penerimaan uang hak-hak kepaniteraan, dan dalam kolom
keterangan diisi dengan tanggal, jumlah uang yang disetor, serta
tanda tangan dan nama Bendaharawan Penerima.
10)
Buku Induk Keuangan Perkara, Buku Keuangan Biaya Eksekusi
dan Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan diberi nomor
halaman. Halaman pertama dan terakhir ditandatangani oleh Ketua
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah dan halaman lainnya
diparaf.
11)
Banyaknya halaman dan adanya tanda tangan serta paraf
tersebut diterangkan pada halaman awal dari masng-masing buku,
dan keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan
Agama atau Mahkamah Syar'iyah.
12

12)
Penutupan Buku Induk Keuangan Perkara dan Buku Keuangan
Biaya Eksekusi dilakukan oleh Panitera dan diketahui oleh Ketua
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah.
13)
Pada setiap penutupan Buku Induk Keuangan tersebut, harus
dijelaskan sisa uang menurut buku kas, sisa uang dalam kas
maupun yang disimpan di bank, serta perincian dari uang tersebut.
14)
Apabila terdapat selisih antara jumlah uang menurut buku
kas dengan uang kas sesungguhnya, maka harus dijelaskan alasan
terjadinya selisih tersebut.
15)
Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah sebelum
menandatangani Buku Induk Keuangan Perkara, harus meneliti
kebenaran keadaan uang menurut buku kas dan menurut keadaan
yang nyata, baik dalam brankas maupun yang tersimpan di bank,
dengan disertai bukti penyimpanan uang di bank.
16)
Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah setiap
saat dapat memerintahkan Panitera untuk menutup Buku Induk
Keuangan Perkara dan meneliti kebenaran setiap penerimaan dan
pengeluaran uang perkara, sesuai dengan Buku Jurnal yang
berkaitan, dan meneliti keadaan uang menurut buku kas dan uang
yang ada dalam brankas maupun yang disimpan di bank, disertai
bukti-buktinya.
17)
Penutupan Buku Induk Keuangan Perkara atas dasar perintah
Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah tersebut di atas,
hendaknya dilakukan secara mendadak sekurang-kurangnya 3 (tiga)
bulan sekali, dengan dibuatkan berita acara pemerisaan.
18)
Buku Jurnal dan Buku Induk Keuangan setiap tahun harus
diganti dan tidak boleh digabung dengan tahun sebelumnya.7
F. Kesimpulan
Biaya perkara menurut pasal 121 HIR dan 145 R.Bg adalah biaya kepaniteraan dan
biaya proses. Biaya kepaniteraan meliputi pungutan-pungutan sebagai pelayanan pengadilan
yang harus disetor ke kas negara, seperti biaya pencatatan atas pendaftaran perkara, redaksi
atau leges yang dipungut saat diputusnya perkara yang diajukan. Sedang biaya proses
merupakan biaya-biaya pelaksanaan peradilan dalam rangka menyelesaikan suatu perkara
seperti : biaya panggilan penggugat / tergugat / saksi, sita, eksekusi, pemeriksaan setempat,
pemberitahuan amar putusan dari lain-lain atas perintah ketua pengadilan.
Buku keuangan perkara meliputi buku jurnal perkara dan buku induk keuangan
perkara. Buku jurnal mencatat tentang kegiatan penerimaan dan pengeluaran uang perkara
untuk setiap perkara untuk tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Sedangkan Buku induk keuangan perkara dalam bentuk tabelaris mencatat semua kegiatan
penerimaan dan pengeluaran biaya perkara untuk semua perkara yang masuk di pengadilan
dan dicatat setiap hari.
7 Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II Edisi
revisi 2010, jakarta: Mahkamah Agung RI, Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Agama,2010, hlm. 30-34.
13

DAFTAR PUSTAKA
Manan, Abdul,Dr.,H.,SH.,M.Hum dan Ahmad Kamil, Drs.,H.,SH.,M.Hum.Penerapan dan
Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Kepaniteraan
Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, Jakarta: Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, 2007
Masrum M Noor, Bebaskan Biaya Perkara di Pengadilan Agama (Hakim Pengadilan Tinggi
Agama Medan), 2012
Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II Edisi revisi
2010, jakarta: Mahkamah Agung RI, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama,2010
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 2 tahun 2009 Tentang Biaya Proses Penyelesaian
Perkara dan Pengelolaaanya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada
Di Bawahnya
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Jenis Dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Mahkamah Agung Dan
Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya
UU No. 50 Tahun 2009, jo UU No. 3 Tahun 2006, jo UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Pengadilan Agama

14

Anda mungkin juga menyukai