Anda di halaman 1dari 7

Sistem kekuasaan tertinggi sebelum dilakukan amandemen dinyatakan dalam

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut: Kedaulatan rakyat


dipegang oleh suatu badan, benama MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia (Vertretungogatan des willens des Statsvolkes). Majelis ini menetapkan
Undang-Undang Dasar dan menetapkan Ganis-Garis Besar Haluan Negara. Majelis
ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedangkan
presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah
ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis tunduk dan
bertanggungjawab kepada Majelis (Mandataris) dan Majelis. Presiden wajib
menjalankan putusan-putusan Majelis, dan tidak neben akan tetapi
untergeordnet kepada Majelis.
Namun menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 kekuasaan tertinggi di tangan
rakyat dan di laksanakan menurut UUD pasal 1 ayat 2. Hal ini berarti terjadi suatu
reformasi kekuasaan tertinggi dalam Negara secara kelembagaan tinggi Negara,
walaupun esensinya tetap rakyat yang memiliki kekuasaan. MPR menurut UUD 1945
hasil amandemen 2002, hanya memiliki kekuasaan melakukan perubahan UUD,
melantik presiden dan wakil presiden, serta memberhentikan presiden dan wakil
presiden sesuai masa jabatan, atau jikalau melanggar suatu konstitusi. Oleh karena
itu presiden bersifat neben bukan Untergeordnet, karena presiden dipilih
langsung oleh rakyat, UUD 1945 hasil amandemen 2002, pasal 6A ayat (1).

d. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan yang tertinggi di samping


MPR dan DPR Tertinggi
Kekuasaan Presiden menurut UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen, dinyatakan
dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut:
Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara
pemerintahan negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara,
kekuasaan dan tanggungjawab adalah ditangan Presiden (Concentration of power
responsibility upon the president).
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, presiden merupakan
penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden
dipilih langsung oleh rakyat UUD 1945 pasal 6A ayat (I). Jadi menurut UUD 1945 ini
tidak lagi merupakan mandataris MPR, melainkan dipilh Iangsung oleh rakyat.

e. Presiden Tidak Bertanggungjawab Kepada DPR

Sistem ini menurut UUD 1945 sebelum amandemen dijelaskan dalam Penjelasan
UUD 1945, namun dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 juga memiliki isi yang
sama, sebagai berikut:
Disamping presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden harus
mendapat persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang (Gezetzgebung)
pasal 5 ayat (I) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara
(Staatsbergrooting) sesuai dengan pasal 23. Oleh karena itu Presiden harus bekerja
sama dengan Dewan akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan,
artinya kedudukan Presiden tidak tengantung Dewan.

f. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak


bertanggungjawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Sistem ini dijelaskan dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 maupun dalam
penjelasan UUD 1945, sebagai berikut:
Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh menterimenteri Negara (Pasal 17 ayat (I) UUD 1945 Hasil Amandemen), Presiden
mengangkat dan memberhentikan Menteri-Menteri Negara (Pasal 17 ayat (2) UUD
1945 Hasil Amandemen 2002). Menteri-menteri Negara tidak bertanggungjawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

g. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas


Sistem ini dinyatakan secara tidak eksplisit dalam UUD 1945 hasil
amandemen 2002 dan masih sesuai dengan penjelasaan UUD 1945 dijelaskan
sebagai berikut:
Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen 2002, Presiden dan Wakil presiden
dipilih oleh rakyat secara langsung (UUD 1945 hasil Amandemen 2002 pasal 6A
ayat (1). Dengan demikian dalam system kekuasaan kelembagaan Negara Presiden
tidak lagi merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan DPR dan MPR. Hanya
jikalau presiden melanggar Undang-Undang maupun Undang-Undang Dasar, maka
MPR dapat melakukan Impeachment.
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, ia bukan Diktaktor, artinya kekuasaan tidak tak-terbatas. Diatas telah
ditegaskan bahwa ia bukan mandataris Permusyawaratan Rakyat, namun demikina
ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR kecuali itu ia harus memperhatikan
sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.

6. Negara Indonesia adalah Negara Hukum


Menurut Penjelasaan UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum,
Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasaan.
Sifat Negara hukum hanya dapat ditunjukkan jikalau alat-alat perlengkapannya
bertindak menurut dan terikat kepada aturan0aturan yang ditentukan lebih dahulu
oleh-alat-alat perlengkapan yang dikuasai untuk mengadakan aturan-aturan itu.
Ciri-ciri suatu Negara hukum adalah:
a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan
dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain
dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya
dapat dipahami dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
Pancasila sebagai dasar Negara yang mencerminkan jiwa bangsa
Indonesia harus menjiwai semua peraturan hukum dan pelaksananya,
ketentuan ini menunjukkan bahwa di Negara Indonesia dijamin adanya
perlindungan hak-hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum,
bukan kemauan seseorang yang menjadi dasar kekuasaan. Menjadi suatu
kewajiban bagi setiap penyelenggaraan Negara untuk menegakkan
keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila yang selanjutnya
melakukan pedoman peraturan-peraturan pelaksanaan. Disamping itu
sifat hukum yang berdasarkan Pancasila, hukum mempunyai fungsi
pengayoman agar cita-cita luhur bangsa Indonesia tercapai dan
terpelihara.
Namun demikian untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran
perlu adanya Badan-badan kehakiman yang kokoh kuat yang tidak mudah
dipengaruhi oleh lembaga-lembaga Iainnya. Pemimpin eksekutif
(Presiden) wajib bekerja sama dengan badan-badan kehakiman untuk
menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan sehat.
Dalam era reformasi dewasa ini bangsa Indonesia benar-benar akan
mengembalikan peranan hukum, aparat penegak hukum beserta seluruh
sistem peraturan perundang-undangan akan dikembalikan pada dasardasar negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 hasil
amandemen 2002 yang mengemban amanat demokrasi dan perlindungan
hak-hak asasi manusia.
Adapun pembangunan hukum di Indonesia sesuai dengan tujuan negara
hukum, diarahkan pada terwujudnya Sistem hukum yang mengabdi pada
kepentingan nasional terutama rakyat, melalui penyusunan materi hukum
yang bersumberkan pada Pancasila sebagai sumber filosofinya dan UUD

1945 sebagai dasar konstitusionalnya, serta aspirasi rakyat sebagai


sumber materialnya.

BAR VI
RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian Rule of Law dan Negara Hukum
Pengertian Rule of Law dan negara hukum pada hakikatnya sulit
dipisahkan. Ada sementara pakar mendeskripsikan bahwa pengertian
negara hukum dan Rule of Law itu hampir dapat dikatakan sama, namun
terdapat pula sementara pakar menjelaskan bahwa meskipun antara
negara hukum dan Rule of Law tidak dapat dipisahkan namun masingmasing memiliki penekanan masing-masing. Menurut Philipus M. Hadjon
misalnya bahwa negara hukum yang menurut istilah bahasa Belanda
rechtsstaat lahir dan suatu perjuangan menentang absolutisme, yaitu dan
kekuasaan raja yang sewenang-wenang untuk mewujudkan negara yang
didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan Oleh karena itu
dalam proses perkembangannya rechtsstaat itu lebih memiliki ciri yang
revolusioner. Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan
raja maupun penyelenggara Negara harus dibatasi dan diatur melalui
suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam
hubungarinya dengan segala peraturan perundang-undaaan itulah yang
sering diistilahkan dengan Rule of Law. Oleh karena itu menurut Hadjon,
Rule of Law Iebih memiliki ciri yang evolusioner sedangkan upaya untuk
mewujudkan negara hukum atau rechtsstaat Iebih mecniliki ciri yang
revolusioner, misalnya gerakan revolusi Perancis serta gerakan melawan
absolutisme di Eropa lainnya baik dalam melawan kekuasaan raja,
bangsawan maupun golongan teologis.
Oleh karena itu menurut Friedman, antara pengertian negara hukum atau
rechtsstaat dan Rule of Law sebenamya saling mengisi (Friedman, 1960:
546). Oleh karena itu berdasarkan bentuknya sebenamya Rule of Law
adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Oleh karena itu setiap

organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara


mendasarkan pada Rule of Law. Berdasarkan pengertian tersebut maka
setiap negara yang legal senantiasa menegakkan Rule of Law. Dalam
hubungan ini Pengertian Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya
sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam suatu negara. Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan
mendasarkan pada Rule of Law dalam kehidupan kenegaraannya,
meskipun negara tersebut adalah negara otoriter. Atas dasar alasan ini
maka diakui bahwa sulit menentukan pengertian Rule of Law secara
universal, karena seciap masyarakat melahirkan pengertian itupun secara
berbeda pula (lihat Soegito, 2006: 4), dalam hubungan inilah maka Rule of
Law dalam hal munculnya bersifat endogen, artinya muncul dan
berkembang dan suatu masyarakat tertentu.
Munculnya keinginan untuk melakukan pembatasan yuridis terhadap
kekuasaan. pada dasarnya disebabkan politik kekuasaan cenderung korup.
Hal inl dikhawatirkan akan menjauhkan fungsi dan peran negara bagi
kehidupan individu dan masyarakat. Atas dasar pengertian tersebut maka
terdapat keinginan yang sangat besar untuk melakukan pembatasan
terhadap kekuasaan secara normatif yuridis untuk menghindari kekuasaan
yang dispotik (Hitchner, 1981: 69). Dalam hubungan inilah maka
kedudukan konstitusi menjadi sangat penting bagi kehidupan masyarakat.
Konstitusi dalam hubungan ini dijadikan sebagai perwujudan hukum
tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah
sekalipun sesuai dengan prinsip government by law not by man
(pemerintahan berdasarkan hukum, bukan berdasarkan manusia atau
penguasa).
Carl J. Friedrich dalam bukunya Constitutional Government and
Democracy: Theory and Practice in Europe and America, memperkenalkan
istilah negara hukum dengan istitah rechtsstaat atau constitutional state.
Demikian juga tokoh lain yang membahas rechtsstaat adalah Friederich J.
Stahl, yang menurutnya terdapat empat unsur pokok untuk berdirinya
satu rechtsstaat, yaitu: (I) hak-hak manusia; (2) pemisahan atau
pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; (3) pemerintahan
berdasarkan peraturan-peraturan; dan (4) peradilan administrasi dalam
perselisihan(Muhtaj, 2005: 23).
Bagi negara Indonesia ditentukan secara yuridis formal bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Hal itu tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang secara eksplisit dijelaskan
bahwa ....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.....
Hal ini mengandung arti bahwa suatu keharusan Negara Indonesia yang
didirikan itu berdasarkan atas Undang-Undang Dasar Negara

Dengan pengertian lain dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia


bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum atau dan bukan negara
kekuasaan atau rechtsstaat. Di dalamnya terkandung pengertian adanya
pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya
prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut system
kostitusional yang diatur dalam Undang Undang Dasar, adanya prinsip
peradilan yang bebas dan tidak memikat yang menjamin persamaan
setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap
orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak
penguasa. Dalam paham negara itu hukum itu, hukumlah yang menjadi
komando tertingi dalam penyelenggaraan negara. Dalam
penyelenggaraan negara yang sesungguhnya memimpin adalah hukum
itu sendiri. Oleh karena itu berdasarkan pengertian ini Negara Indonesia
pada hakikatnya menganut prinsip Rule of Law, and not of Man, yang
sejalan dengan pengertian nomocratie. yaitu kekuasaan yang dijalankan
okh hukum atau nomos.
Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan jaminan
bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu
sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh karena itu
prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut
prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat atau democratische
rechtsstat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan ditafsirkan dan
ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka atau
machtsstaat. Prinsip Negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan
mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam UndangUndang Dasar. Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada
di tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar atau
constitutional democracy yang diimbangi dengan penegasan bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau
demokratis (democratische rechtsstaat) Asshiddiqie, 2005: 69-70).
Prinsip-prinsip Rule of Law
Sebagaimna dijelaskan di depan bahwa pengertian Rule of Law tidak
dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechtsstaat.
Meskipun demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law
harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubungannya
dengan realisasi Rule of Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam
Introduction to the Law of The Constituion memperkenal istilah the rule
of law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum.
Menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of Law,
yaitu: (I) supremasi aturan-aturan hukum. tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau

memang melanggar hukum; (2) kedudukan yang sama di muka hukum.


Hal ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara; dan
(3) terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang serta
keputusan-keputusan pengadilan.
Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan
dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas
dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara tidak bersifat
proaktif melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan
negara hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaksud dalam
konstitusi semata. Dengan perkataan lain negara tidak hanya sebagai
penjaga malam (nachtwachterstaat). Dalam pengertian seperti ini
seakan akan negara tidak berurusan dengan kesejahteraan rakyat.
Setelah pertengahan abad ke-20 mulai bergeser bahwa negara harus
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu negara
tidak hanya sebagai penjaga malam saja, melainkan harus aktif
melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial-ekonomi.
Gagasan baru inilaa yang kemudian dikenal dengan welvaartstaat,
verzorgingsstaat, welfare state, social service state, atau negara hukum
materal. Perkembangan baru inilah yang kemudian menjadi raison detre
untuk melakukan revisi atau bahkan melengkapi pemikiran Dicey tentang
negara hukum format.
Dalam hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum
internasional, International Comission of Jurists (ICJ), secara intens me-

Anda mungkin juga menyukai