Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut F. Gary Cunningham (2005), gangguan hipertensi termasuk
salah satu dari tiga trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi
yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu karena kehamilan.
Bagaimana kehamilan memicu atau memperpanjang hipertensi masih belum
terpecahkan walaupun sudah dilakukan riset intensif selama beberapa dekade
dan gangguan hipertensi masih merupakan salah satu masalah yang signifikan
dalam ilmu kebidanan.
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga
oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan
sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat
dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipertensi dalam kehamilan benar-benar dipahami oleh semua
tenaga medik baik di pusat maupun didaerah (Prawirahardjo, Sarwono, 2008)
Menurut The Working Group (2000), terdapat 5 diagnosis gangguan
hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan yaitu :
1.

Hipertensi gestasional
TD 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan, tidak ada
proteinuria, TD kembali ke normal < 12 minggu postpartum, diagnosis
akhir hanya dapat dibuat postpartum, diagnosis akhir hanya dapat dibuat
postpartum, mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklamsia,
misalnya nyeri epigastrium atau trombositopenia

2.

Preeklamsia
Kriteria minimum yaitu TD 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu,
protenuria 300 mg/24 jam atau 1 pada dipstick. Peningkatan
kepastian preeklamsia : TD 160/100 mmHg, proteinuria 2,0 g/24 jam
1

atau pada dipstick, kreatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila


diketahui telah meningkat sebelumnya, trombosit < 100.000/mm 3,
hemolisis mikroanglopatik (LDH meningkat), SGPT (ALT) atau SGOT
(AST) meningkat, nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau
penglihatan lainnya, nyeri epigastrium menetap.
3.

Eklamsia
Preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.

4. Preeklamsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia on

chronic hypertension)
Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi tetapi tanpa
proteinuria sebelum gestasi 20 minggu, terjadi peningkatan proteinuria
atau tekanan darah atau hitung trombosit < 100.000/mm 3 secara
mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi
20 minggu.
5.

Hipertensi kronik
TD 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosa sebelum gestasi
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi
20 minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum.
(Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg

atau lebih dengan menggunakan fase V Karotkoff untuk menentukan tekanan


diastolik. Edema tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostik karena
kelainan ini terjadi pada banyak wanita hamil normal sehingga tidak lagi
dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik karena kelainan ini terjadi pada
banyak wanita hamil normal sehingga tidak lagi dapat digunakan sebagai
faktor pembeda.
Pada makalah ini, pembahasan akan difokuskan pada eklamsia dan
preeklamsia berat.

B. TUJUAN
1.

Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk memahami salah satu materi mata kuliah
Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal yaitu tentang
Eklamsia/Preeklamsia Berat

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian preeklamsia berat/eklamsia


b. Untuk mengetahui kriteria preeklamsia berat/eklamsia
c. Untuk mengetahui anamnesis preeklamsia berat/eklamsia
d. Untuk mengetahui faktor resiko preeklamsia berat/eklamsia
e. Untuk mengetahui komplikasi preeklamsia berat/eklamsia
f. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik preeklamsia berat
g. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium preeklamsia berat
h. Untuk mengetahui klasifikasi preeklamsia
i. Untuk mengetahui penanganan preeklamsia ringan, preeklamsia berat
dan eklamsia
C. MANFAAT
1.

Bagi Penulis
Meningkatkan pengetahuan penulis tentang eklamsia/preeklamsia berat

2.

Bagi Tenaga Kesehatan


Menerapkan deteksi dini dan penanganan yang tepat pada penderita
eklamsia dan atau preeklamsia berat

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Preeklamsia adalah sindrome spesifik kehamilan
berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel.
Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan
atau koma. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama
atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam
postpartum, terutama pada nullipara, dapat dijumpai sampai 10 hari
postpartum (Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)

B. Kriteria Preeklamsia
Adanya Preeklamsia disertai minimal salah satu dari :
1.

Tanda disfungsi sistem saraf

2.

Pandangan kabur, skotoma, gangguan mental, sakit kepala berat

3.

Tanda distensi peregangan kapsula hepar : nyeri kuadran kanan atas atau
epigastrik

4.

Kerusakan hepatoselular : konsentrasi transaminase (SGOT&SGPT)


serum minimal 2 kali normal

5.

Peningkatan tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110


mmHg pada dua kali pemeriksaan yang berjarak minimal 6 jam
4

6.

Trombositopenia kurang dari 100.000 per mm3

7.

Proteinuria : lebih dari 5 gram selama 24 jam urin tamping atau protein
dipstick lebih dari 3+ pada 2 sampel yang berbeda dengan jarak 4 jam

8.

Oliguria < 500 mL dalam 24 jam

9.

Gangguan pertumbuhan fetus intrauterine

10. Edeme paru atau sianosis


11. Kejadian serebrovaskular
12. Koagulopati
Oleh karena itu, setiap diagnosis preeklamsia harus disertai eksplorasi
terhadap gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium di atas, untuk mencegah
terjadinya overdiagnosis.
C. Anamnesis
1.

Adanya gejala : nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas di muka,


dyspneu, nyeri dada, mual muntah, kejang

2.

Penyakit terdahulu : adanya hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada


pemakaian kontrasepsi hormonal, penyakit ginjal dan infeksi saluran
kencing

3.

Riwayat penyakit keluarga : riwayat kehamilan dan penyulitnya pada ibu


dan saudara perempuannya

D. Faktor Resiko
1.

Primigravida

2.

Riwayat preeklamsia

3.

Tekanan darah yang meningkat pada awal kehamilan dan badan yang
gemuk

4.

Adanya riwayat preeklamsia pada keluarga

5.

Kehamilan ganda

6.

Riwayat darah tinggi pada maternal

7.

Diabetes pregestasional

8.

Sindroma antifosfolipid

9.

Penyakit vascular atau jaringan ikat

10. Usia maternal yang lanjut > 35 tahun

E. Komplikasi
1.

Komplikasi Awal
a. Kejang meningkatkan kemungkinan mortalitas maternal 10 kali lipat.
Penyebab kematian maternal karena eklamsia adalah kolaps sirkulasi
(henti jantung, edeme pulmo, dan syok), perdarahan serebral dan
gagal ginjal
b. Kejang meningkatkan kemungkinan kematian fetal 40 kali lipat,
biasanya disebabkan oleh hipoksia, asidosis dan asolusio plasenta
c. Kebutaan atau paralisis dapat terjadi karena lepasnya retina atau
perdarahan intrakranial
d. Perdarahan post partum
e. Toksik delirium

f. Luka karena kejang berupa laserasi bibir atau lidah dan fraktur
vertebra
g. Aspirasi pneumonia
2.

Komplikasi Jangka Panjang


a. 40% sampai 50% pasien dengan preeklamsia berat atau eklamsia
memiliki kemungkinan kejadian yang sama pada kehamilan
berikutnya
b. Hipertensi permanen, terjadi pada 30% sampai 50% pasien dengan
preeklamsia berat dan eklamsia

F. Pemeriksaan Fisik
1.

Kardiovaskular : evaluasi tekanan darah, suara jantung, pulsasi perifer

2.

Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paru

3.

Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar. Evaluasi


keadaan rahim dan janinnya

4.

Ekstremitas : menentukan adanya klonus

5.

Funduskopi : menentukan adanya retinopati grade I-III

G. Pemeriksaan Laboratorium
1.

Pemeriksaan urin : menentukan adanya proteinuria

2.

Pemeriksaan darah
No
1

2
3

Tes Diagnostik
Penjelasan
Hemoglobin dan Peningkatan Hb dan Hmt berarti :
hematokrit
a. Adanya
hemokonsentrasi
yang
mendukung diagnosis preeklamsia
b. Menggambarkan adanya hipovolemia
Penurunan Hb dan Hmt bila terjadi
hemolisis
Trombosit
Trombositopenia
menggambarkan
preeklamsia berat
Kreatinin serum, Peningkatannya menggambarkan :
asam urat serum, a. Beratnya hipovolemia
nitrogen
urea b. Tanda menurunnya aliran darah ke
darah (BUN)
ginjal
7

c. Oliguria
d. Tanda preeklamsia berat
Transaminasi
Peningkatan
transaminase
serum
serum
(SGOT, menggambarkan preeklamsia berat dengan
SGPT)
gangguan fungsi hepar
Lactid
acid Menggambarkan adanya hemolisis
dehydrogenase
Albumin serum Menggambarkan kebocoran endotel dan
dan
faktor kemungkinan keagulopati
koagulasi

4
5
6

H. Klasifikasi

1.

Preeklamsia Ringan
a. Pengertian
Preeklamsia ringan adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan tekanan darah 140/90 mmHG s/d 160/110 mmHg disertai
dengan proteinuria dan atau oedeme setelah umur 20 minggu atau
segera setalah persalinan. Gejala ini timbul sebelum umur kehamilan
20 minggu pada penyakit trofoblas.
b. Gejala Klinis

Gejala klinis preeklamsia ringan meliputi :


1) Kenaikan tekanana darah sistol 30 mmHg atau lebih; diastol 15
mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada
kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 s/d 160 mmHg,
diastol 90 s/d 110 mmHg
2) Protenuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau
secara kualitatif positif 2 (+2)
3) Edeme pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau
tangan
4) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2
kali berturut-turut

5) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklamsia
berat
c. Patofisiologi
Penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit
ini dianggap sebagai maladaption syndrome akibat vasospasme
general dengan segala akibatnya
d. Pemeriksaan dan Diagnosis
1) Kehamilan lebih dari 20 minggu
2) Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan
pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk
pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istrihat 10 menit)
3) Edeme tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral,
wajah atau tungkai
4) Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++)
e. Penatalaksanaan
1) Kehamilan kurang dari 37 Minggu
Jika belum ada perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu
secara rawat jalan :
a)

Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks dan


kondisi janin

b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda


bahaya preeklamsia dan eklamsia
c)

Lebih banyak istirahat

d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam)


e)

Tidak perlu diberi obat-obatan

f)

Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat dirumah sakit :


- Diet biasa

- Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin ( untuk


proteinuria) sekali sehari
- Tidak perlu diberi obat-obatan
- Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut
- Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan :
Nasihatkan untuk istirahat dan perhatiakn tanda-tanda
preeklamsia berat
Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan
darah, urin, keadaan janin serta gejala dan tanda-tanda
preeklamsia berat
Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali
- Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat.
Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan janin
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat
sampai aterm
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklamsia
berat
2) Kehamilan lebih dari 37 Minggu
a)

Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi


persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin

b) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan


prostaglandin atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea.
2.

Preeklamsia Berat dan Eklamsia


a. Pengertian
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai
dengan protenuria dan/atau pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
10

Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan


atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul
akibat kelainan neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya
menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia
b. Patofisiologi
Sama dengan preeklamsiadengan akibat yang lebih serius pada organorgan hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis
dan perdarahan pada organ-organ tersebut
c. Tingkatan Serangan Eklamsia
1) Tingkat invasi (permulaan)
Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak, kejang-kejang
halus terlihat pada muka. Tingkat ini berlangsung beberapa detik
2) Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis)
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi episthotonus.
Lamanya 15 sampai 20 detik
3) Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis)
Terjadilah kejang yang timbul hilang : rahang membuka dan
menutupbegitu pula mata : otot-otot muka dan otot-otot badan
berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat
hingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur atau lidahnya
tergigit. Ludah yang berbuih bercampur darah keluar dari
mulutnya , mata merah, muka biru, berangsur kejang berkurang
dan akhirnya berhenti. Lamanya 1 menit
4) Tingkat Coma
Setelah kejang clonis ini pasien jatuh dalam coma. Lamanya
coma ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kalau pasien sadar
kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi
(amnesi retrogad)
11

d. Penanganan Preeklamsia Berat dan Eklamsia


Penanganan preeklamsia berat dan eklamsia sama kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang
pada eklamsia. Semua kasus preeklamsia berta harus ditangani secara
aktif. Penanganan konservatif tidak dianjurkan karena gejala dan
tanda eklamsia seperti hiperrefleksia dan gangguan penglihatan sering
tidak sahih
1) Penanganan Kejang
a)

Beri obat anti konvulsan (MgSO4)

b) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan,


masker dan balon, oksigen)
c)

Beri oksigen 4-6 liter per menit

d) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan


diikat terlalu keras
e)

Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko


aspirasi

f)

Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu

2) Penanganan Umum
a)

Jika tekanan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, berikan


obat antihipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90-110
mmHg

b) Pasang infus dengan jrum besar (16 gauge atau lebih besar)
c)

Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload


cairan

d) Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan


proteinuria
e)

Jika jumlah urin kurang dari 30 ml per jam :

12

- Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan


I.V. (NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat) pada kecepatan 1
liter per jam
- Pantau kemungkinan edema paru
f)

Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejjang disertai aspirasi


muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin

g) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin


setiap jam
h) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
i)

Hentikan pemberian cairan I.V. dan berikan diuretik


misalnya furosemid 40 mg I.V. sekali saja jika ada edeme
paru

j)

Nilai npembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana


(bedside clotting test). Jika pembekuan tidak terjadi sesudah
7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

3) Pemberian Magnesium Sulfat Pada Preeklamsia Berat dan


Eklamsia
Magnesium Sulfat sebagai Antikonsulvan merupakan obat pilihan
untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklamsia berat
dan

eklamsia.

Cara

pemberian

magnesium

sulfat

pada

preeklamsia berat dan eklamsia yaitu :


a)

Dosis awal
- MgSO4 4 g I.V. sebagai larutan 40 % selama 5 menit
- Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 g larutan MgSO4
50%, masing-masing 5 g di bokong kanan dan kiri secara
I.M. dalam, ditambah 1 ml lignokain 2% pada semprit
yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu
pemberian MgSO4
- Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2 g
(larutan 40%) I.V. selama 5 menit
13

b) Dosis pemeliharaan
- MgSO4 1-2 g per jam per infus, 15 tetes/menit atau 5 g
MgSO4 I.M. tiap jam
- Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca
persalinan atau kejang berakhir
c)

Sebelum pemberian MgSO4, periksa :


- Frekuensi pernapasan minimal 16/menit
- Refleks patella (+)
- Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

d) Berhentikan pemberian MgSO4, jika :


- Frekuensi pernapasan < 16/menit

e)

Refleks patella (-)

Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

Siapkan antidotum
- Jika terjadi henti nafas : lakukan ventilasi (masker dan
balon, ventilator), beri kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam
larutan 10%) I.V. perlahan-lahan sampai pernapasan mulai
lagi

Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan


risiko terjadi depresi pernapasan neonatal. Dosis tunggal
diazepam jarang menimbulkan depresi pernapasan neonatal.
Pemberian terus menerus secara intravena meningkatkan risiko
depresi pernapasan pada bayi yang sudah mengalami iskemia
uteroplasental dan persalinan prematur. Pengaruh diazepam dapat
berlangsung beberapa hari
4) Pemberian Diazepam Pada Preeklamsia dan Eklamsia
Diazepam hanya dipakai jika MgSO4 tidak tersedia. Cara
pemberian diazepam adalah :
a)

Dosis awal
14

- Diazepam 10 mg I.V. pelan-pelan selama 2 menit


- Jika kejang berulang, ulangi dosis awal
b) Dosis pemeliharaan
- Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer Laktat per
infus
- Depresi pernapasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis >
30 mg/jam
- Jangan berikan > 100 mg/24 jam
c)

Pemberian melalui rektum


- Jika pemberian I.V. tidak mungkin, diazepam dapat
diberikan per rektal, dengan dosis awal 20 mg dalam
semprit 10 ml tanpa jarum
- Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan
10 mg/jam atau lebih, bergantung pada berta badan pasien
dan respons klinik

5) Pemberian antihipertensi
Jika tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih, berikan obat
antihipertensi. Tujuannya adalah untuk mempertahankan tekanan
diastolik diantara 90-100 mmHg dan mencegah perdarah serebral.
Obat pilihan adalah hidralazin.
a)

Berikan hidralazin 5 mg I.V. pelan-pelan setiap 5 menit


sampai tekanan darah turun. Ulang setiap jam jika perlu atau
berikan hidralazin 12,5 mg I.M. setiap 2 jam

b) Jika hidralazin tidak tersedia, berikan :


- labetolol 10 mg I.V. :
Jika respon tidak baik (tekanan diastolik tetap > 110
mmHg), berika labetolol 20 mg I.V.
Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respons
tidak baik sesudah 10 menit
15

- ATAU berikan nifedipine 5 mg sublingual. Jika tidak baik


setelah 10 menit, beri tambahan 5 mg sublingual
- Metildopa 3 x 250-500 mg/hari.
6) Persalinan pada pre eklamsia dan eklamsia
Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil.
Penundaan persalinan meningkatkan risiko untuk ibu dan janin
a)

Periksa serviks

b) Jika serviks matang, lakukan pemecahan ketuban, lalu


induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin
c)

Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12


jam (pada eklamsia) atau dalam 24 jam (pada preeklamsia),
lakukan seksio sesarea

d) Jika denyut jantung janin < 100/menit atau > 180/menit


lakukan seksio sesarea
e)

Jika serviks belum matang, janin hidup, lakukan seksio


sesarea

f)

Jika anestesia untuk seksio sesarea tidak tersedia atau jika


janin mati atau terlalu kecil :
- Usahakan lahir pervaginam
- Matangkan serviks dengan misoprostol, prostaglandin atau
kateter Foley

Catatan : Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa :


a)

Tidak terdapat koagulopati

b) Anestesia yang aman/terpilih adalah anestesia umum, sedang


anestesia spinal berhubungan dengan risiko hipotensi. Risiko
ini dapat dikurangi dengan memberikan 500-1000 ml cairan
I.V. sebelum anestesia
c)

Jika anestesia umum tidak tersedia, janin mati atau


kemungkinan hidup kecil, lakukan persalinan pervaginam
16

7) Perawatan Persalinan Pasca Persalinan Pada Preeklamsia dan


Eklamsia
a)

Antikonsulvan diteruskan sampai 24 jam setelah persalinan


atau kejang terakhir

b) Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih


110 mmHg atau lebih
c)

Pantau urin

8) Rujukan Pada Preeklamsia dan Eklamsia


Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika :
a)

Terdapat oliguria (urin kurang dari 400 ml per 24 jam)


selama 48 jam setelah persalinan

b) Terdapat koagulopati atau sindrom HELLP


c)

Koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang

17

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Keparahan preeklamsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas berbagai
kelainan yaitu tekanan darah diastolik, proteinuria, nyeri kepala, gangguan
penglihatan, nyeri abdomen atas, oliguria, kejang, kreatinin serum,
trombositopenia, peningkatan enzim hati, pertumbuhan janin terhambat, dan
edema paru. Semakin nyata kelainan tersebut, semakin besar indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Perbedaan antara preeklamsia ringan dan
berat dapat menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat dengan
cepat berkembang menjadi penyakit berat
B. Saran
Deteksi dini kejadian hipertensi dalam kehamilan harus dilakukan dengan
cermat karena akan mengakibatkan komplikasi baik jangka pendek maupun
jangka panjang

18

Anda mungkin juga menyukai