MODUL PROTESA
GIGI TIRUAN LEPASAN SEBAGIAN BILATERAL FREE END
MODIFIKASI I KENNEDY
Operator
: Iwan Ristiawan
NIM
: 20060340020
Nama Pasien
: Suparmi
MODUL PROTESA
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
ABSTRAK
Pengertian gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) menurut Mc. Craken (1973) gigi
tiruan sebagian adalah suatu restorasi gigi di dalam mulut yang menggantikan satu
atau beberapa gigi yang hilang dan bagian lain dari rahang yang tidak bergigi
sebagian, mendapatkan dukungan tambahan dari jaringan dibawahnya dan sebagian
dari gigi asli yang tertinggal yang dipakai sebagai gigi pilar. Tujuan dilakukan
pembuatan GTSL (gigi tiruan sebagian lepasan) sebagai : mengembalikan fungsi
estetik, mengembalikan fungsi pengunyahan, mengembalikan fungsi bicara,
memperbaiki oklusi, membantu mempertahankan dari kerusakan lebih lanjut jaringan
dan gigi yang tertinggal.
Pada refleksi kasus seorang perempuan berumur 25 tahun datang ke RSGMP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan mengeluhkan Pasien mengeluhkan
gigi yang sisa akar dicabut dan diganti dengan gigi palsu. Pasien sebelumnya
memasang gigi palsu ditukang gigi dan terasa tidak nyaman kemudian ingin
mengganti dengan gigi palsu lepasan. Pasien mengaku tidak ada pencabutan pada
perawatan yang dilakukan tukang gigi tetapi dilakukan penggrindingan. Pasien
memakai gigi palsu yang tidak dapat dilepas dengan akrik dan berbau. Terdapat sisa
akar pada gigi 11, 12, 13, 14, 15 16, 21, 22, 23, 24, 32, 33, 34, 44.
Perawatan yang dilakukan pada refleksi kasus ini dengan perawatan GTSL
dengan rencana dilakukan pencentakan, bite rim, akrilik dan anasir gigi kemudian
insersi dan senjutnya kontrol rutin untuk mengetahui kondisi pasca GTSL.
BAB. I
PENDAHULUAN
Protesa (=prosthesis) dimaksudkan suatu penggantian buatan atau tiruan yang
dibuat untuk menggantikan salah satu bagian tubuh yang hilang ataupun sejak lahir
tidak ada ; misalnya tangan, kaki, mata, gigi, dan sebagainya. Oleh karena itu seni
dan ilmu yang bersangkutan dengan pembuatan, pemasangan dan perawatan dengan
suatu protesa, disebut prostetik (prosthetics). Orang yang keahliannya dalam bidang
ini, dinamakan ahli prostetik (=prosthetist). Bila hal ini diterapkan dalam bidang
kedokteran gigi, maka bagian seni dan ilmu kedokteran gigi yang bersangkutan
dengan pekerjaan memperbaiki serta mempertahankan fungsi mulut dengan suatu
penggantian tiruan bagi satu atau lebih gigi yang hilang serta jaringan sekitarnya,
termasuk jaringan orofasial, dinamakan prostodonsia atau prostodonti (prosthodontics
= ilmu gigi tiruan). Dikenal juga istilah Prosthetic Dentistry atau Dental Prosthetic,
istilah-istilah yang sekarang sudah tidak dipakai lagi.
Menurut definisi ADA (American Dental Association), prostodonsia adalah ilmu
dan seni pembuatan suatu penggantian yang sesuai bagi hilangnya bagian koronal
gigi, satu atau lebih gigi asli yang hilang serta jaringan sekitarnya, agar suapay fungsi,
penampilan, rasa nyaman, dan kesehatan yang terganggu karenanya, dapat
dipulihkan.
Prostodonsia secara garis besar dibagi dalam tiga cabang ilmu, yaitu:
1. Prostodonsia Lepasan (Ilmu Geligi Tiruan Lepasan = Removable Prosthodontics)
2. Prostodonsia Cekat (Ilmu Geligi Tiruan Cekat = Fixed Prosthodontics)
3. Prostetik Maksilo Fasial (Maxillo Facial Prosthetics =Prostetik yang mengenai
wajah dan tulang rahang).
A. Indikasi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
a) Hilangnya satu gigi atau lebih
b) Keadaan yang baik dari gigi yang masih tertinggal dan memenuhi syarat
sebagai gigi pegangan
c) Keadaan prosessus alveolaris yang masih baik
1. Open face, dibuat tanpa gusi tiruan dibagian bukal/ labial (anterior)
2. Close face, dibuat dengan gusi tiruan dibagian bukal/ labial (anterior)
E. Efek Buruk
Pada pemakaian GTSL harus diperhatikan apabila pemakaian GTSL yang tidak
cermat, desain yang kurang sempurna, juga mempunyai dampak yang kurang baik
bagi kesehatan pasien diantaranya :
b. Retensi
c. Stabilisasi
d. Oklusi
b. Klas II
Menggunakan dua buah klamer yang letaknya saling berhadapan dan
membentuk garis diagonal serta melewati median line
c. Klas III
Menggunakan tiga buah klamer yang letaknya sedemikian rupa sehingga
apabila klamer-klamer itu dihubungkan dengan suatu garis lurus, merupakan
suatu segitiga yang terltak ditengah gigi tiruan
d. Klas IV
Menggunakan empat buah klamer yang letaknya sedemikian rupa sehingga
apabila klamer-klamer itu dihubungkan dengan suatu garis lurus, merupakan
suatu segi empat yang terletak ditengah gigi tiruan.
BAB. II
DESKRIPSI KASUS
A. Pemeriksaan Subyektit
Pasien mengeluhkan gigi yang sisa akar dicabut dan diganti dengan gigi
palsu. Pasien sebelumnya memasang gigi palsu ditukang gigi dan terasa tidak
nyaman kemudian ingin mengganti dengan gigi palsu lepasan. Pasien mengaku
tidak ada pencabutan pada perawatan yang dilakukan tukang gigi tetapi dilakukan
penggrindingan.
B. Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan Intra Oral
Pasien memakai gigi palsu yang tidak dapat dilepas dengan akrik dan berbau.
Terdapat sisa akar pada gigi 11, 12, 13, 14, 15 16, 21, 22, 23, 24, 32, 33, 34,
b.
44.
Foto Klinis
c. Diagnosa
Diagnosis
Rahang Atas
:
kennedy
Kelas
IV
BAB. III
TATA LAKSANA KASUS
5.
Pengambilan foto rontgen OPG untuk mengetahui keadaan gigi yang lainnya.
6. Desain Alat yang akan dibuat pada pasien :
Bite rim atas anterior harus sejajar dengan garis pupil (garis yang
menghubungkan kedua pupil dan jalannya sejajar dengan garis incisal)
dan bite rim RA bagian posterior sejajar dengan garis chamfer.
Median line dari pasien yang diambil sebagai terusan dari tengah yang
Garis caninus yaitu tepat pada sudut mulut dalam keadaan rest posisi
record blok dipasang dengan posisi bite rim RA terlihat 2 mm di bawah garis bibir
atas saat rest position.
Bila dilihat dari depan, bite rim RA tampak sejajar dengan garis pupil (dilihat
dengan bantuan oklusal guide plane)
Bila dilihat dari samping, bite rim RA tampak sejajar dengan garis chamfer
Bila bite rim RB dipasang, bite rim RA dan RB harus tertutup secara
sempurna (tidak blh ada celah dan merupakan satu garis lurus)
Kemudian ketiga titik tersebut ditandai dengan benang dan diisolasi. Selanjutnya
record blok dipasang dengan posisi bite bite rim RA terlihat 2 mm di bawah garis
bibir atas saat rest posisi.
Bila dilihat dari depan, bite rim RA tampak sejajar dengan garis pupil ( dilihat
dengan bantuan oklusal guide plane)
Bila dilihat dari samping, bite rim RA tampak sejajar dengan garis chamfer
Bila bite rim RB dipasang, bite rim RA dan RB harus tertutup secara senpurna
(tidak boleh ada celah dan merupakan satu garis lurus)
Kemudian dicari vertical dimensi (inter oklusal distance) dengan metode
pengukuran jarak pupil dan sudut mulut dangan jarak hidung dan dagu (PM dan
HD), pada keadaan rest position PM = HD. Pada keadaan relasi sentrik, dimensi
vertical : physiological rest position freeway space (PM = HD 2mm). Free
way space 2 mm diperoleh dengan cara mengurangi bite rim RB.
9. Centric relation Record
Centric relation record adalah suatu relasi mandibula terhadap maxilla
pada suatu relasi vertical yang ditetapkan pada posisi paling posterior. HD = PM
2 mm. Dua millimeter diperoleh dengan cara mengurangi bite rim RB dengan
maksud senagai freeway space. Cara menentukan relasi sentrik yaitu dengan
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga prosessus condyloideus
akan tertarik ke fossa paling belakang karena tarikan dari motot dan menelan
ludah berulang-ulang. Pasien disuruh melakukan gerakan mandibula berulangulang sampai pasien terbiasa dengan oklusi tersebut. Setelah mendapat posisi
sentrik, bite rim diberi tanda tempat median line dan garis ketawa.
Setelah diperoleh relasi sentrik, dilakukan fixaxi dengan cara dibuat
groove berbentuk V (double V groove) pada kanan dan kiri RA bagian posterior
( daerah P1 dan M1 RA), kemudian groove diberi vaselin. Pada bite rim RB diberi
tambahan wax atau gulungan malam kecil yang telah dilunakkan di bawah double
V groove RA menyesuaikan groove RA kemudian katupkan dengan bite rim RA,
kemudian pasien disuruh menggigit kembali pada oklusi sentrik.
Incisal guide ditentukan setelah pemasangan gigi anterior atas dan bawah dan
telah memenuhi nilai estetis. Pada pemasangan gigi anterior harus diingat high lip
line, median line dan caninus line. Gigi anterior bawah menyesuaikan yang atas.
10. Pemasangan pada altikulator
Pemasangan pada articulator (free plane articulator). Setelah oklusal bite rim RA
dan RB selesai difixir, letakkan oklusal bite rim RA pada mounting table dengan
pedoman :
Garis tengah bite rim dan model RA berhimpit dengan garis tengah mounting
table
Tepi luar bite rim RA menyinggung garis incisal edge dari mounting table
Jarum horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar anterior bite
rim RA dan tepat pada garis tengah bite rim.
Oklusal bite rim RA difixir dengan menuang adonan gips pada bagian atas
model kerja. Mounting table dilepas dari articulator. Selanjutnya bite rim RB
dipasang dan dipaskan dengan bite rim RA, diberi karet dan kemudian difixir
dengan adonan gips plaster.
11. Pembuatan klamer
12. Pemasangan gigi pengganti
13. Model malam
14. Flasking
15. Boiling out
16. Packing
17. Processing
18. Deflasking
19. Finishing dan polishing
20. Insersi gigi tiruan sebagian yang sudah di akrilik.
Dilakukan insersi yaitu pemasangan GTSL dalam mulut pasien. Jadi pada saat
dilakukan insersi harus diperhatikan :
Retensi : di cek dengan mengerak-gerakkan pipi dan bibir, protesa lepas atau
tidak
Oklusi : di cek balancing side, working side serta ada tidaknya premature
tersebut sampai biasa. Malam hari ketika tidur protesa dilepas agar jaringan otototot dibawahnya dapat beristirahat. Pasien membersihakn protesanya setiap kali
sehabis makan. Apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil,
pasien dianjurkan untuk segera kembali ke klinik dan control sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan guna pengecekan lebih lanjut dan bila nantinya tidak ada
gangguan, pasien bisa terus memakainya.
Kondisi jaringan pendukung baik tidak ada ditemukan adanya lesi atau
kelainan yang menyertai. Beberapa plat dibagian posterior dan anterior
mengganjel.
c. Perawatan
DHE (Dental Health Education).
Pengurangan plat pada daerah yang dirasa kurang nyaman.
Melakukan tindakan scalling pada beberapa gigi yang masih ada.
d. Assassment
Kondisi membaik dari segi estetik dan pengunyahan. Tetapi perlu adanya
evaluasi lanjut terkait retentif alat.
BAB. IV
PERTANYAAN KRITIS
1. Mengapa pada kondisi Free end bilateral sering mengalami tidak retentive
alatnya?
BAB. V
LANDASAN TEORI
A. Kondisi Tulang Rahang yang Mengalami Free End Bilateral
Keadaan free end bilateral sering dijumpai pada rahang bawah dan
biasanya telah telah beberapa tahun kehilangan gigi secara klinis, dijumpai
keadaan :
1 Derajat resorpsi residual ridge bervariasi.
2 Tenggang waktu pasien tidak bergigi akan mempengaruhi stabilitas geligi
tiruan yang akan dipasang.
3
4
5
6
kondisi.
Gigi antagonis sudah mengalami ekstrusi dalam berbagai derajat.
Jumlah gigi yang masih tertinggal dibagian anterior umumnya sekitar 6-10
gigi saja.
Ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi temporo mandibula.
Sehingga indikasi pada kondisi free end bilateral menggunakan geligi
tiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan perluasan basis distal
BAB. VI
REFLEKSI
Pada refleksi kasus ini :
1
resesi gingival.
Maintanance
Perlu adanya follow up dan kontrol pasca insersi GTSL tersebut. Apabila
mengalami alat kurang stabil perlu dilakukan relining dan rebasing pada GTSL.
Sering dijumpai kondisi GTSL dengan bilateral free end mengalami kegagalan
perawatan alat tidak retentive pada saat dipakai.
BAB. VII
KESIMPULAN
Pada refleksi kasus ini dapat disimpulkan bahwa perawatan pada kasus GTSL
perlu adanya evaluasi alat pasca insersi. Pada kondisi ini sering mengalami alat yang
kurang retentive dikarenakan tulang pasca pencabutan mengalami resorpsi residual
yang banyak maka dari kondisi alat menjadi tidak stabil sehingga perlu kontrol
lanjutan untuk mengetahui kondisi GTSL yang dipakai pada pasien. Selain itu juga
pasien untuk menjaga oral hygine dengan cara menyikat gigi pada gigi yang masih
ada dikarenakan kondisi yang masih ada sudah mengalami ekstrusi dan resesi pada
beberapa gigi geliginya.
LAMPIRAN