Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan
masalah. Seperti halnya yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
yang menyatakan bahwa siswa dituntut untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, membuat model, dan menafsirkan solusi yang
diperoleh (Depdiknas, 2006:10). Salah satu pembelajaran matematika yang dapat melatih dan
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah pembelajaran soal cerita.
Pemberian soal matematika berbentuk cerita memberikan pengalaman bagi siswa untuk dapat
memecahkan masalah matematika dan gambaran hubungan masalah tersebut dengan kehidupan sehari-harinya. Namun, pada umumnya soal cerita dalam matematika sulit untuk
diselesaikan (Usman, 2007:343). Hal ini terjadi karena kurangnya kemampuan pemecahan
masalah siswa, khususnya dalam mengubah kalimat verbal (soal cerita) menjadi model matematika.
Sebagian besar para ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan
pertanyaan yang harus dijawab atau direspon, namun kenyataannya bahwa tidak semua
pertanyaan matematika otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi
masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak
dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku (Dewiyani,
2008:88).
Pemecahan masalah adalah usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai
suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai (Usman, 2007:345). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang
tinggi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gagne (Indriati, 2009:45) bahwa
keterampilan intelektual tinggi perlu dikembangkan melalui pemecahan masalah. Menurut
Krulik dan Rudnick (Sukayasa, 2012:3) mengatakan: It (problem solving) is the means by
which an individual uses previously acquired knowledge, skills, and understanding to satisfy
the demands of an unfamiliar situation. Maksud kutipan tersebut bahwa pemecahan masalah
diartikan dengan seseorang (individu) menggunakan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya,
keterampilan-keterampilan, dan pemahamannya untuk memenuhi permintaan dari suatu situasi
yang tidak dikenal. Dengan kemampuan pemecahan masalah yang didapat dari pelajaran
matematika, diharapkan peserta didik dapat membawanya untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-harinya (Susanto, 2012:38).
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap siswa memiliki kemampuan intelektual yang
berbeda-beda. Hal tersebut dapat dilihat dari cara siswa menyelesaikan soal cerita yang
diberikan. Siswa yang bermasalah dalam menyelesaikan soal cerita, dapat dipengaruhi juga
dari kemampuan berpikirnya. Dengan kata lain, siswa belum mampu mengelola cara berpikirnya apa yang seharusnya ia lakukan jika diberikan soal cerita.
Hal di atas juga dialami oleh siswa di SMPN 7 Palu. Berdasarkan dialog dengan salah
satu Guru matematika Kelas VII SMPN 7 Palu, diperoleh informasi bahwa nilai matematika
siswa kelas VII C yang terdaftar tahun ajaran 2011/2012, dalam menyelesaikan soal cerita
persegi panjang masih rendah yaitu 62,86% siswa tidak mencapai KKM matematika yang
telah ditetapkan yaitu 67. Hal ini dikarenakan tidak mampunya siswa menentukan hal-hal yang
harus dilakukan terlebih dahulu dalam menyelesaikan soal cerita.
Untuk memperkuat hasil dialog dengan guru tersesbut, maka dilakukanlah tes untuk
mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan soal cerita pada materi keliling dan luas
persegi panjang, di Kelas VIII tahun akademik 2012/2013 SMPN 7 Palu. Berdasarkan hasil tes
yang diikuti oleh 29 orang siswa, diperoleh bahwa 19 orang siswa tidak menjawab soal tes
yang diberikan. Hal ini disebabkan mereka tidak memahami maksud dari soal.
Menindaklanjuti hal di atas, maka peneliti menerapkan langkah Polya. Tujuannya adalah
untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Polya (1973:xvi)
menetapkan empat langkah yang dapat dilakukan agar siswa lebih terarah dalam menyelesaikan masalah matematika, yaitu understanding the problem, devising plan, carrying out the
plan, dan looking back yang diartikan sebagai memahami masalah, membuat perencanaan,
melaksanakan perencanaan, dan melihat kembali hasil yang diperoleh.
Teori yang mendukung langkah-langkah Polya adalah teori Ausubel, yang mengemukakan bahwa menerima dan menemukan adalah langkah pertama dalam belajar. Langkah
kedua adalah usaha mengingat atau menguasai apa yang dipelajari itu agar kemudian dapat
dipergunakan (Jaeng, 2006:35).
Dalam penerapannya, langkah-langkah Polya tidak berdiri sendiri dalam kegiatan
pembelajaran di kelas, melainkan merupakan bagian dari suatu kegiatan pembelajaran. Salah
satu model pembelajaran yang dapat diterapkan yakni model problem based instruction.
PBI adalah suatu proses pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah (Sudarman, 2007). Model pembelajaran berdasarkan masalah dilandasi oleh teori
belajar konstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan
nyata. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sudarman (2007) bahwa membuat permasalahan sebagai tumpuan pembelajaran, dapat membiasakan siswa dalam pemecahan masalah.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pengajaran yang efektif untuk pengajaran
proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini dapat membantu siswa untuk memproses
informasi yang sudah ada dalam benaknya dan menyusun pengetahuan baru. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Elniati (2007:17) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah
penggunaannya pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, dalam hal mengaitkan informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. Informasi baru yang dimaksud adalah
materi pelajaran/pengetahuan baru yang akan diterima.
Selain itu, langkah-langkah Polya dalam pemecahan masalah juga pernah digunakan
oleh Sumaga. Dari hasil penelitian beliau diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah menurut langkah Polya dapat meningkatkan
pemahaman siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Kasimbar dalam menyelesaikan soal cerita himpunan dan membuat siswa lebih terarah dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal
cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
deskripsi penerapan langkah Polya dalam model problem based instruction dapat meningkatkan kemampuan siswa pada penyelesaian soal cerita persegi panjang di Kelas VII SMP
Negeri 7 Palu.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, yang desainnya
mengacu pada model Kemmis dan Mc. Taggart (Depdikbud, 1992:21), terdiri atas empat tahap
yaitu perencanaan, tindakan dan pengamatan, serta refleksi. Subjek penelitian adalah Kelas VII
SMPN 7 Palu yang berjumlah 35 orang siswa, terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 16 siswa
perempuan. Jenis data yang diperoleh berupa data kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi, hasil wawancara dan catatan lapangan. Sementara data kuantitatif diperoleh dari hasil
belajar siswa.
Kriteria keberhasilan tindakan pada penelitian ini adalah setiap komponen aktivitas guru
dan siswa berada dalam kategori minimal baik. Pada siklus I, siswa dikatakan mampu apabila
siswa dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang berhubungan dengan keliling persegi
panjang menggunakan langkah-langkah Polya, dan pada siklus II, siswa dikatakan mampu
apabila siswa dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang berhubungan dengan luas persegi
panjang menggunakan langkah-langkah Polya.
HASIL PENELITIAN
Untuk keperluan penelitian, peneliti melakukan tes prasyarat yang diikuti oleh 29 orang
siswa. Hasil analisis menunjukkan, umumnya 15 orang siswa belum bisa menentukan dua pasang sisi pada persegi panjang yang sejajar dan membuat kesimpulan mengenai persegi
panjang. Siswa juga salah menentukan keliling dan luas persegi panjang. Hasil tes ini juga
menuntun pembagian kelompok belajar.
Pada pelaksanaan pembelajaran siklus I dan siklus II, setiap siklus terdiri dari dua
pertemuan. Pada pertemuan pertama siklus I, peneliti menyajikan materi soal cerita keliling
persegi panjang, dan pada pertemuan pertama pada siklus II, peneliti menyajikan materi soal
cerita luas persegi panjang. Untuk pertemuan kedua pada setiap siklus peneliti memberikan tes
akhir tindakan. Alokasi waktu setiap pertemuannya adalah 2 40 menit. Pembagian
bagian wak
waktunya
10 menit pendahuluan, 60 menit kegiatan inti dan 10 menit
menit penutup. Kemudian untuk tes akhir
tindakan 80 menit.Pada
Pada pembelajaran setiap siklus peneliti menerapkan tahap-tahap
tahap
model
problem based instruction,, yaitu: (1) orientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisasi
organisasi siswa
untuk belajar; (3) membimbing penyelid
penyelidikan
ikan individu maupun kelompok; (4) mengem
mengembangkan
dan menyajikan hasil karya; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan ma
masalah. Berikut ini uraian kegiatan yang dilaksanakan pada setiap tahap pembelajaran model
problem based instruction.
Pada tahap orientasi siswa pada masalah, kegiatan yang peneliti lakukan adalah mem
membuka pembelajaran dengan salam dan berdoa. Kemudian menyampaikan informasi materi dan
tujuan pembelajaran,
belajaran, peneliti juga memberikan motivasi kepada siswa. Selanjutnya adalah
apersepsi
persepsi yang berkaitan dengan tes prasyarat yang telah diberikan.
Pada tahap mengorganisasi
organisasi siswa untuk belajar, kegiatan yang peneliti lakukan adalah
membagi siswa dalam kelompok
kelompok-kelompok
kelompok belajar, memperkenalkan kepada siswa 4 langkah
pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya, menyajikan contoh masalah yang berber
bentuk soal cerita beserta penye
penyelesaiannya dengan menggunakan langkah-langkah
langkah Polya,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal
hal hal yang belum dimengerti.
Pada tahap membimbing penyelidikan
penyelidikan individu maupun kelompok, kegiatan yang
peneliti lakukan adalah memberikan masalah dalam bentuk soal cerita berupa LKS kepada
masing-masing
masing kelompok. Berikut masalah yang berbentuk soal cerita yang diberikan kepada
siswa:
ilingi sebuah lapangan yang panjangnya 110 meter dan lebarnya
Agung berlari mengelilingi
setengah dari panjang lapangan. Jika Agung berlari mengelilingi lapangan sebanyak tiga kali,
berapakah panjang lintasan lari yang ditempuh Agung?
Selanjutnya dalam menyelesaikan LKS, siswa menggunakan langkah
langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya, yaitu: (a) memahami masalah; (b) membuat
perencanaan; (c) melaksanakan perencanaan; (d) melihat kembali hasil yang diperoleh. Berikut
penyelesaiannya.
Langkah 1 memahami masalah
lah
Pada langkah ini, peneliti meminta setiap siswa memahami masalah dengan menuliskan
apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Ternyata pada saat menyelesaikan langkah meme
mahami masalah ada siswa yang bertanya. Berikut petikan dialognya.
NU: (mengacungkan
ngkan tangan). Bu seperti inikah langkah 1 nya?(sambil memperlihatkan hasil
jawabannya pada langkah memahami masalah, sebagaimana terlihat pada gambar 1).
Gambar 1. Jawaban NU dalam menuliskan yang diketahui dan ditanyakan pada soal
P : Iyah adik. Itu sudah bisakan.
RA: Jadi bu, kalau Agung berlari mengelilingi lapangan sebanyak tiga kali, berarti dicari dulu
Kelilingnya kemudian dikali 3 bu?
Langkah-langkah
langkah Polya
Bobot
AS
Informan
FM
MP
Langkah
gkah 1 Memahami masalah
Langkah 2 Membuat
buat perencanaan
Langkah 3 Melaksanakan perencanaan
Langkah 4 Melihat kembali hasil yang diperoleh
2
2
2
2
2
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
Langkah
gkah 1 Memahami masalah
Langkah 2 Membuat
buat perencanaan
Langkah 3 Melaksanakan perencanaan
Langkah 4 Melihat kembali hasil yang diperoleh
2
2
2
2
0
0
0
0
2
1
0
0
2
1
1
0
Skor maksimal
Skor perolehan
Skor akhir
16
5
31,25
9
56,25
8
50
Dari analisis tes akhir tindakan siklus I informan, terlihat bahwa soal nomor 1 informa
informan
AS hanya tuntas pada langkah 1. Sementara informan FM tuntas pada langkah 2 dan langkah
3, tetapi keliru pada saat menyelesaikan langkah 4. Kemudian informan MP belum tuntas
disetiap langkah Polya. Untuk soal nomor 2, informan AS tidak menyelesaikan soal
soa nomor 2.
Sedangkan informan FM dan MP hanya tuntas pada langkah 1 memahami masalah. Setelah
peneliti memeriksa jawaban siswa, peneliti melakukan wawancara terhadap ketiga informan
tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pada siklus I, diperoleh
diperoleh informasi
bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita keliling persegi
panjang. Dari hasil tes akhir tindakan siklus I milik AS, diperoleh bahwa AS masih mengalami
kesulitan dalam menentukan rencana apa yang akan disusun dalam menyelesaikan soal cerita
tersebut. Berikut petikan wawancara peneliti dengan AS:
P :
AS:
P :
AS:
P :
AS:
P :
AS:
Coba perhatikan hasil jawabanmu AS, mengapa kamu tidak menuliskan langkah 2?
Saya tidak tahu ibu rencana apa yang harus saya tulis.
Tetapi kamu tahu apa yang harus kamu cari terlebih dahulu untuk menyelesaikan soal tersebut?
Iya bu, saya tahu.
Apa yang harus kamu cari terlebih dahulu?
Saya harus mencari nilai keliling kebun dulu, baru bisa saya cari biayanya bu.
Mengapa kamu tidak menyelesaikan nomor 2?
Bagaimana nomor 1 saja saya belum bu, jadi saya sudah tidak sempat menyelesaikan nomor 2.
Waktu saya mau kerja sudah, eh, sudah waktunya pulang bu, jadi saya langsung kumpul.
Jadi, AS sebenarnya mampu menyelesaikan soal cerita tersebut, hanya saja AS tidak dapat
membuat perencanaan dari masalah yang diberikan. Untuk nomor 2 AS tidak selesai mengerjakan dikarenakan waktu yang tidak cukup. Hal yang sama pun dialami oleh FM,
berdasarkan hasil wawancara dengan FM diperoleh informasi bahwa FM masih mengalami
kesulitan dalam membuat rencana yang akan disusun dalam menyelesaikan soal cerita
tersebut. Untuk informan MP, berdasarkan hasil tes akhir tindakan pada siklus I, diperoleh
bahwa MP masih mengalami kesulitan dalam mengoperasikan perkalian pada penyelesaian
langkah 3 melaksanakan perencanaan. Berikut petikan wawancara peneliti dengan MP:
P : Perhatikan hasil jawabanmu MP, darimana kamu peroleh 240+100?
MP: Kan saya dapat kelilingnya 240 bu, kemudian saya masu cari biaya yang dikeluarkan, jadi saya
tambah dengan biaya permeternya bu.
P : Mengapa kamu tambahkan?. Mengapa tidak kamu kalikan, atau kamu kurangkan, atau kamu
bagi?.
MP: Sebenarnya saya juga bingung bu, mw diapakan, daripada saya tidak kumpul saya tambah saja
bu, begitu bu.
Jadi, sebenarnya MP sudah mampu menyelesaikan soal cerita tersebut, hanya saja perlu bimbingan yang lebih, khususnya dalam mengoperasikan perhitungan.
Siswa dikatakan tuntas pada setiap langkah Polya apabila memperoleh skor 2 pada
rubrik penskoran, dengan jumlah skor maksimal adalah 16. Siswa yang memperoleh skor 2
pada langkah memahami masalah apabila siswa mampu menuliskan dengan lengkap apa yang
diketahui dan ditanyakan dari soal cerita. Siswa yang memperoleh skor 2 pada langkah membuat perencanaan apabila siswa mampu membuat rencana yang akan digunakan untuk
memecahkan masalah, dan rencana yang dikemukakan jelas serta memberikan petunjuk pada
solusi/penyelesaian yang benar. Siswa yang memperoleh skor 2 pada langkah melaksanakan
perencanaan apabila siswa mampu melaksanakan rencana pemecahan sesuai dengan rencana
yang telah disusun. Siswa yang memperoleh skor 2 pada langkah melihat kembali hasil yang
diperoleh apabila siswa mampu memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh dan memberi
kesimpulan yang benar.
Tes akhir tindakan pada siklus II terdiri dari dua nomor soal. Berikut soal pada tes akhir
tindakan siklus II.
Seorang petani memiliki sawah yang berbentuk persegi panjang, dengan luas sawah itu
adalah 5400 meter persegi. Jika perbandingan panjang dan lebar sawah itu adalah 3: 2,
tentukanlah panjang dan lebar sawah tersebut?
Berikut jawaban siswa FM dalam menyelesaikan masalah di atas:
Langkah 1 memahami
emahami masalah
Pada langkah ini, FM sudah mampu menuliskan dengan lengkap apa yang diketahui dan
ditanyakan pada soal cerita yaitu, diketahui luas sawah adalah 5400 meter persegi dan
perbandingan panjangg dan lebar sawah itu adalah tiga banding dua,
dua, serta ditanyakan panja
panjang
dan lebar sawah.. Sebagaimana jawaban FM pada langkah memahami masalah
masalah berikut.
Gambar 12. Jawaban FM untuk langkah melihat kembali hasil yang diperoleh
Berdasarkan hasil tes akhir siklus II diperoleh bahwa informan sudah tidak mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan masalah soal cerita yang diberikan. Analisis tes akhir untuk
ketiga informan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Hasil analisis tes akhir tindakan siklus II untuk informan
No. Soal
Langkah-langkah
langkah Polya
Bobot
AS
Informan
FM
MP
Langkah
gkah 1 Memahami masalah
Langkah 2 Membuat
buat perencanaan
Langkah 3 Melaksanakan perencanaan
Langkah 4 Melihat kembali hasil yang diperoleh
2
2
2
2
1
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
1
Langkah
gkah 1 Memahami masalah
Langkah 2 Membuat
buat perencanaan
Langkah 3 Melaksanakan perencanaan
Langkah 4 Melihat kembali hasil yang diperoleh
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
14
87,5
15
93,75
14
87,5
Skor maksimal
Skor perolehan
Skor akhir
16
Dari hasil tes akhir tindakan siklus II informan, terlihat bahwa informan AS belum tuntas
pada langkah memahami masalah untuk nomor 1 dan nomor 2. Informan FM belum tuntas
pada langkah memahami masalah untuk nomor 1. Sedangkan informan MP belum tuntas pada
langkah 4 untuk nomor 1 dan langkah 2 untuk nomor 2.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pada siklus II, diperoleh informasi
bahwa pada umumnya siswa sudah mampu dalam menyelesaikan soal cerita luas persegi
panjang. Namun, ada beberapa kekeliruan
kekeliruan yang dilakukan informan, disebabkan kurang teliti.
Dari hasil tes akhir tindakan siklus II milik AS, diperoleh bahwa AS belum tuntas pada
langkah memahami masalah untuk nomor 1 dan nomor 2. Berikut petikan wawancara peneliti
dengan AS:
P :
AS:
P :
AS:
P :
AS:
Jadi, pada dasarnya FM sudah mampu menyelesaiakn soal cerita tersebut, hanya saja kurang
teliti, dan langkah-langkah lainnya dapat diselesaikan dengan baik. Dari hasil tes akhir
tindakan siklus II milik MP, diperoleh bahwa MP belum tuntas pada langkah memeriksa
kembali hasil yang diperoleh untuk nomor 1 dan langkah membuat perencanaan untuk nomor
2. Berikut petikan wawancara peneliti dengan MP:
P : Nah, untuk nomor 1 pada langkah membuat perencanaan, kamu menuliskan rumus yang akan
digunakan, rumus apa yang akan kamu gunakan?.
MP: Astaga saya tidak tulis.
P : Kenapa kamu tidak menuliskannya?.
MP: Saya lupa bu.
P : Coba kamu perhatikan hasil pekerjaanmu nomor 2 pada langkah memeriksa kembali hasil yang
diperoleh. Disinikan sudah ada 5400, mengapa pada saat kamu mengoperasikan 80 dikali dengan
90 hasilnya jadi 8400?.
MP: Salah itu bu, bukan 8400, sebenranya 5400, saya salah tulis bu. Baemana saya buruburu sudah
bu, banyak temanku yang sudah kumpul, jadi saya tidak periksa lagi bu.
Jadi, pada dasarnya MP sudah mampu menyelesaikan soal cerita tersebut, hanya saja masih
kurang teliti dan terburu-buru untuk mengumpulkan lembar jawaban.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Sebelum tindakan dilaksanakan, peneliti terlebih dahulu memberikan tes prasyarat yang
bertujuan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa pada materi prasyarat tentang gambar
persegi panjang, sifat-sifat persegi panjang, keliling dan luas persegi panjang. Hal ini bertujuan
untuk melihat konsep awal siswa. Hal ini sesuai dengan Hudojo (1990:4) yang menyatakan
bahwa sebelum mempelajari konsep B, seseorang perlu memahami dulu konsep A yang
mendasari konsep B. Sebab tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami
konsep B.
Pada pelaksanaan pembelajaran siklus I dan siklus II, setiap siklus terdiri dari dua
pertemuan. Pada pertemuan pertama siklus I, peneliti menyajikan materi soal cerita keliling
persegi panjang dan membimbing siswa menyelesaikan LKS. Sedangkan pada pertemuan
pertama pada siklus II, peneliti menyajikan materi soal cerita luas persegi panjang dan
membimbing siswa menyelesaikan LKS. Untuk pertemuan kedua pada setiap siklus peneliti
memberikan tes akhir tindakan. Pada pembelajaran setiap siklus peneliti menerapkan tahaptahap model problem based instruction, yaitu: (1) orientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok; (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah (Trianto, 2010:98).
Tahap orientasi siswa pada masalah merupakan tahap (1) dari tahap-tahap pada model
problem based instruction yang dikemukakan oleh Trianto (2010:98). Kegiatan peneliti pada
tahap ini adalah membuka pembelajaran, memberikan motivasi dengan memberikan masalah
soal cerita, agar siswa terbiasa dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari siswa. Pemberian motivasi sangatlah penting. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hudojo (1990:4) yang menyatakan bahwa betapa pentingnya menimbulkan motivasi belajar
siswa. Kegiatan selanjutnya apersepsi terkait materi sebelumnya.
Tahap mengorganisasi siswa untuk belajar merupakan tahap (2) dari tahap-tahap pada
model problem based instruction yang dikemukakan oleh Trianto (2010:98). Kegiatan peneliti
pada tahap ini adalah memberikan penjelasan serta contoh cara penyelesaian masalah soal
cerita persegi panjang menggunakan 4 langkah Polya kepada siswa. Setelah penyajian materi,
siswa dibagi dalam beberapa kelompok.
Tahap membimbing penyelidikan individu maupun kelompok merupakan tahap (3) dari
tahap-tahap pada model problem based instruction yang dikemukakan oleh Trianto (2010:98).
Kegiatan peneliti pada tahap ini adalah memberikan masalah dalam bentuk soal cerita berupa
LKS kepada masing-masing kelompok. Soal yang diberikan pada siklus I berupa soal cerita
tentang keliling persegi panjang sedangkan pada siklus II berupa soal cerita tentang luas
persegi panjang. Soal cerita yang peneliti berikan terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Laodesyamri (2010) bahwa penyajian soal
dalam bentuk cerita merupakan usaha menciptakan suatu cerita untuk menerapkan konsep
yang sedang dipelajari sesuai dengan pengalaman sehari-hari.
Selanjutnya dalam menyelesaikan LKS siswa menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya (1973:xvi) yakni understanding the problem,
devising plan, carrying out the plan, dan looking back. Peneliti menggunakan langkah Polya
dalam menyelesaikan soal cerita disebabkan langkah Polya merupakan langkah pemecahan
masalah yang sederhana. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sukayasa (2012:48),
bahwa fase-fase pemecahan masalah menurut Polya lebih populer digunakan dalam memecahkan masalah matematika dibandingkan yang lainnya. Hal ini disebabkan fase-fase dalam
proses pemecahan masalah yang dikemukakan Polya cukup sederhana dan aktivitas-aktivitas
pada setiap fase yang dikemukakan Polya cukup jelas. Pada saat kerja kelompok peneliti
mengontrol kerja siswa dalam kelompok dan memberikan bantuan seperlunya jika ada
kelompok yang mengalami kesulitan.
Tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya merupakan tahap (4) dari tahaptahap pada model problem based instruction yang dikemukakan oleh Trianto (2010:98).
Kegiatan peneliti pada tahap ini adalah memanggil perwakilan dari beberapa kelompok untuk
menuliskan jawaban kelompoknya di papan tulis dan kelompok lainnya menanggapi. Jika ada
jawaban dari kelompok yang salah, maka peneliti bertugas untuk meluruskan jawaban tersebut.
Tahap menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah merupakan tahap (5)
dari tahap-tahap pada model problem based instruction yang dikemukakan oleh Trianto
(2010:98). Kegiatan peneliti pada tahap ini adalah peneliti bersama dengan siswa membuat
kesimpulan dari materi yang telah dipelajari dan peneliti menutup pembelajaran.
Dari hasil pembelajaran pada siklus I, menunjukkan bahwa siswa sudah mampu
menyelesaikan soal cerita tentang keliling persegi panjang menggunakan langkah-langkah
Polya, dan pada siklus II, siswa sudah mampu menyelesaikan soal cerita tentang luas persegi
panjang menggunakan langkah-langkah Polya.
Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang menggunakan langkah Polya dalam model problem based instruction yang dapat meningkatkan
kemampuan siswa pada penyelesaian soal cerita persegi panjang di Kelas VII SMP Negeri 7
Palu, yakni: 1) orientasi siswa pada masalah; 2) mengorganisasi siswa untuk belajar; 3)
membimbing penyelidikan individu maupun kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan
hasil karya; dan 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap
membimbing penyelidikan individu maupun kelompok memuat empat langkah Polya, yaitu: a)
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dewiyani. 2008. Mengajarkan Pemecahan Masalah dengan Menggunakan Langkah Polya.
(Online), Vol. 12, no 2. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/122088796.pdf. Diakses
Tanggal 23 Desember 2012
Elniati, S. 2007. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi Konstruktivisme. (Online), Vol. 4 no 1. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/41071325.pdf.
Diakses tanggal 14 Februari 2013
Hudojo, H. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Indriati. Yusuf, H. dan Hiltrimartin, C. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative
Tipe STAD dengan Soal-soal Pemecahan Masalah pada Mata Pelajaran Matematika di
SMA Negeri 6 Palembang. (Online), Vol 3 no 1. http://eprints.unsri.ac.id/id/eprint/463.
Diakses Tanggal 3 Desember 2012
Jaeng, M. 2006. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Palu: FKIP UNTAD.
Laodesyamri. 2010. Soal Cerita Matematika. (Online). http://id.shvoong.com/writing-andspeaking/presenting/2063170-soal-cerita-matematika/. Diakses Tanggal 25 November
2012
Polya, G. 1973. How To Solve it. New Jersey: Princeton University Press.
Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. (Online), Vol. 2 no 2.
http://physicsmaster.orgfree.com/Artikel%20%26%20Jurnal/Wawasan%20Pendidikan/P
BL%20Model.pdf. Diakses Tanggal 14 Februari 2013
Sukayasa. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Fase-Fase Polya untuk
Meningkatkan Kompetensi Penalaran Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah
Matematika. Aksioma Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 01, Nomor 01, Maret
2012. Palu: Progran Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Tadulako.
Sumaga, Z. 2010. Penerapan Pembelajaran Pemecahan Masalah Menurut Langkah Polya
Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas VII A SMP Negeri 2 Kasimbar dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Tentang Himpunan. Skripsi tidak diterbitkan. Palu: FKIP
UNTAD.
Susanto, H. A. 2012. Pemahaman Mahasiswa Field Independent dalam Pemecahan Masalah
Pembuktian pada Konsep Guru. Aksioma Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 01,
Nomor 01, Maret 2012. Palu: Progran Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
Usman, S. 2007. Strategi Pemecahan Masalah dalam Penyelesaian Soal Cerita di Sekolah
Dasar. (Online), Vol . 2 no 2. http://isjd.pdii.lipi.go.idadminjurnal2207341351.pdf.
Diakses Tanggal 23 Desember 2012