Suatu ketika seorang laki-laki beserta anaknya membawa seekor keledai ke pasar. Di tengah
jalan, beberapa orang melihat mereka dan menyengir, "Lihatlah orang-orang dungu itu. Mengapa
mereka tidak naik ke atas keledai itu?"
Laki-laki itu mendengar perkataan tersebut. Ia lalu meminta anaknya naik ke atas keledai.
Seorang perempuan tua melihat mereka, "Sudah terbalik dunia ini! Sungguh anak tak tahu diri!
Ia tenang-tenang di atas keledai sedangkan ayahnya yang tua dibiarkan berjalan."
Kali ini anak itu turun dari punggung keledai dan ayahnya yang naik. Beberapa saat kemudian
mereka berpapasan dengan seorang gadis muda. "Mengapa kalian berdua tidak menaiki keledai
itu bersama-sama?"
Mereka menuruti nasehat gadis muda itu. Tidak lama kemudian sekelompok orang lewat.
"Binatang malang...., ia menanggung beban dua orang gemuk tak berguna. Kadang-kadang orang
memang bisa sangat kejam!"
Sampai di sini, ayah dan anak itu sudah muak. Mereka memutuskan untuk memanggul keledai
itu. Melihat kejadian itu, orang-orang tertawa terpingkal-pingkal, "Lihat, manusia keledai
memanggul keledai!" sorak mereka.
Jika anda berusaha menyenangkan semua orang, bisa jadi anda tak akan dapat menyenangkan
siapa pun. (Anonim)
bekerja."
"Hah!" si penanya terlonjak kaget. Seketika, ia terbangun dari tidurnya. Diam sejenak, oh
ternyata semua ini hanya mimpi. Ia pun segera ke kamar mandi. Syukurlah, air PAM mengucur
deras. Segar! Setelah itu, ia memanggang roti dan membuat kopi untuk sarapan. Enak! Apalagi
sambil baca koran baru. Tak berapa lama ia keluar rumah, taksi langganannya sudah siap
menunggu. Sesampai di kantor, ia menjadi lebih bersemangat dalam bekerja.
Apa yang bisa membuat rutinitas hidup ini menyenangkan? Jawabannya, ketika kita bisa
bersyukur atas semua yang kita miliki! (Kcm)
menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli
makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia
betul-betul tolol.
Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya
kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa
berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan
kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."
Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik.
Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian
tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah
mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman
dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari
sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas,
namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu
hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas
dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."
"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak
banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat.
Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat
dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.
Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda
liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali
lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.
"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan
berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam
usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi."
Orand tua itu berbicara lagi, "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi.
Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau
kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang
sepotong-sepotong."
Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak
muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia
sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak
karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka
akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin
tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.
"Kamu benar, orang tua," mereka menangis, "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya.
Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu.
Ilustrasi: Kupu-kupu
Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Tatapan matanya
kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya,
namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada
suara yang menyapanya. Ada orang lain disana.
"Sedang apa kau disini anak muda?" tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. "Apa
yang kau risaukan..?"
Anak muda itu menoleh ke samping, "Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang
kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku
telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam
diriku. Kemanakah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"
Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah
lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin
jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku." Mereka berpandangan.
"Ya ... tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu," sang Kakek mengulang
kalimatnya lagi.
Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama,
dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang
bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan di sana. Sang kakek, melihat dari
kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.
Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan.
Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan
buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini.
Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak
dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar.
Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang
pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat.
Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah." Tampak sang Kakek
yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi
kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.
"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu
arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak,
mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan
menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."
"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang
dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu.
Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari
Hari ini mata bajaknya pecah lagi. Ia lalu memikirkan bahwa semua kesulitan yang dialaminya
disebabkan oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada batu itu.
Lalu ia mengambil linggis dan mulai menggali lubang di bawah batu. Betapa terkejutnya ia
ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar beberapa inchi saja. Sebenarnya batu itu
bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa. Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu
sambil tersenyum gembira. Ia teringat bahwa semua kesulitan yang di alaminya selama bertahuntahun oleh batu itu ternyata bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.
Kita sering ditakuti oleh bayangan seolah permasalahan yang kita hadapi tampak besar, padahal
ketika kita mau melakukan sesuatu, persoalan itu mudah sekali diatasi.
Maka, atasi persoalan anda sekarang. Karena belum tentu sebesar yang anda takutkan, dan belum
tentu sesulit yang anda bayangkan. (Anonim)
Ilustrasi: Kisah Seekor Belalang
Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari
kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gembira ia melompat-lompat menikmati
kebebasannya. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun dia keheranan
mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, "Mengapa kau bisa melompat
lebih tinggi dan lebih jauh, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia ataupun bentuk tubuh ?".
Belalang itu pun menjawabnya dengan pertanyaan, "Di manakah kau selama ini tinggal? Karena
semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan".
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang membuat lompatannya
tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.
Renungan:
Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan
belalang. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan yang beruntun, perkataan
teman atau pendapat tetangga, seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang
membatasi semua kelebihan kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apapun yang
mereka voniskan kepada kita tanpa pernah berpikir benarkah Anda separah itu? Bahkan lebih
buruk lagi, kita lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.
Tidakkah Anda pernah mempertanyakan kepada nurani bahwa Anda bisa "melompat lebih tinggi
dan lebih jauh" kalau Anda mau menyingkirkan "kotak" itu? Tidakkah Anda ingin membebaskan
diri agar Anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini Anda anggap diluar batas kemampuan
Anda?
Beruntung sebagai manusia kita dibekali Tuhan kemampuan untuk berjuang, tidak hanya
menyerah begitu saja pada apa yang kita alami. Karena itu teman, teruslah berusaha mencapai
apapun yang Anda ingin capai. Sakit memang, lelah memang, tapi bila Anda sudah sampai di
puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar.
Kehidupan Anda akan lebih baik kalau hidup dengan cara hidup pilihan Anda. Bukan cara hidup
seperti yang mereka pilihkan untuk Anda. (Anonim)
ILUSTRASI: PANAH
Sally, seorang gadis muda, mengemukakan pengalamannya di sebuah sekolah seminari ... sebuah
pelajaran dari Dr. Smith, yang terkenal dengan kerumitannya.
Suatu hari Sally masuk ke kelas dan segera menyadari bahwa akan ada sesuatu yang
menyenangkan hari itu. Di dinding ada satu papan sasaran yang besar, di meja terletak banyak
anak panah.
Dr. Smith meminta setiap murid untuk membuat gambar orang yang tidak mereka sukai atau
orang yang telah melukai hati mereka; kemudian mereka akan diperbolehkan melempar anak
panah pada gambar tersebut.
Seorang gadis, teman Sally, menggambar wajah gadis lain yang telah merebut pacarnya. Yang
lain manggambar wajah adiknya. Sally menggambar wajah teman lamanya dengan sangat detail
sampai dia tidak lupa menambahkan jerawatnya. Dia sangat puas setelah melihat semuanya
lengkap.
Seluruh isi kelas kemudian berbaris dan mulai melemparkan anak panah, diiringi suara tawa
riang. Beberapa di antara mereka melempar anak panah begitu kuatnya sampai merobek sasaran.
Sally menunggu gilirannya ... kemudian dia kecewa, karena waktu sudah habis.
Dr. Smith meminta semua murid untuk duduk kembali di kursi masing-masing. Sambil duduk,
Sally memikirkan rasa kecewanya karena belum memiliki kesempatan untuk melempar.
Dr. Smith mulai melepas sasaran dari dinding. Di balik sasaran terdapat gambar wajah Yesus ...
Suasana kelas menjadi hening ... semua murid menatap gambar Yesus yang telah hancur; seluruh
wajahNya berlubang dan sobek bahkan matanya tertembus.
Dr. Smith hanya berkata ... "Apa yang kamu lakukan untuk saudaraKu yang paling hina, kamu
melakukannya untukKu". (Matius 25:40).
Tidak ada lagi kata-kata, semua mata berkaca-kaca menatap wajah Yesus ... (Anonim)
tetapi tidak ada yang mau mengajak pria itu untuk masuk ke dalam, termasuk aku.
Beberapa lama kemudian kebaktian dimulai. Kami semua menunggu Pendeta yang akan maju ke
depan dan menyampaikan Firman Tuhan, ketika pintu gereja terbuka.
Muncullah pria tunawisma itu berjalan di lorong gereja dengan kepala tertunduk.
Semua orang menarik nafas dan berbisik-bisik dan terkejut.
Pria itu terus berjalan dan akhirnya sampai di panggung, dia membuka topi dan mantelnya.
Hatiku terguncang.
Di sana berdiri pendeta kami ... dialah "gelandangan" itu.
Tidak ada seorangpun yang berbicara.
Pendeta mengambil Alkitabnya dan meletakkannya di mimbar.
"Jemaat, saya kira tidak perlu bagi saya untuk mengatakan apa yang akan saya khotbahkan hari
ini. Jika kamu terus menghakimi dan menilai orang, kamu tidak akan punya waktu untuk
mengasihi mereka." (Anonim)
Jangan pernah meremehkan orang-orang yang bekerja di belakang layar, yang tidak begitu
menonjol pekerjaannya. Lihatlah siapa saja di rumah anda yang kelihatannya paling "tidak
berguna", mungkin itu adalah orangtuamu yang sudah tua, kakek, nenek yang kelihatannya
hanya duduk-duduk sepanjang hari, pembantu yang pekerjaannya kelihatan tidak terlalu
berharga, petugas kebersihan di gereja, pendoa yang tidak pernah kelihatan tampil di depan atau
siapapun yang pernah anda remehkan. Belajar untuk melihat sisi baik kehadiran mereka dan
bagaimana mereka kalau tidak ada di rumah atau di gereja anda.
Tanpa sadar kita sering berkata dengan sombongnya, "Biarkan saja dia pergi, biarkan dia keluar!
Toh di rumah ini dia tidak berguna?" atau "Untuk apa ditahan-tahan, masih banyak orang yang
bisa mengerjakan apa yang dia kerjakan." Suatu saat kita akan merasakan bahwa kita telah
kehilangan orang-orang terbaik yang pernah ada di rumah atau di gereja kita.
Semua kita telah diperlengkapi dengan keahliaan masing-masing yang berbeda dengan maksud
agar bisa saling bekerjasama, saling melengkapi dan saling menolong. Walaupun ada sebagian
orang yang tidak terlalu menonjol dalam keahlian tertentu tapi belajarlah untuk menghargai
manfaat dari kehadiran mereka dan kemampuan yang dipercayakan kepada mereka.
Doa: Ya Tuhan aku bersyukur untuk orang-orang yang Tuhan tempatkan di sekelilingku. Berilah
aku hati yang bisa menghargai keberadaan mereka dan tidak meremehkan meskipun
kelihatannya apa yang mereka lakukan bernilai kecil. Ajarilah aku untuk selalu dapat
bekerjasama dengan orang lain. Dalam nama Yesus aku memohon, Amin. (Anonim)
Jika Anda melihat ke depan kepada semua masalah Anda ... maka hidup bisa kelihatan besar dan
luar biasa beratnya. Tapi Anda tidak usah harus menanggung masalah-masalah kehidupan itu
semua. Anda cuma harus menanggung dan mengatasi masalah Anda dalam satu hari ini. Hidup
sepanjang mil bisa menjadi kesengsaraan namun hidup setiap inci adalah suatu yang mudah !!
Anda tidak perlu memecahkan masalah kehidupan Anda ... yang Anda perlukan adalah
menghadapi dan mengatasi masalah hari ini. (Anonim)
Apa yang terlalu berarti di dalam hidup kita sehingga kita enggan berkorban sedikit saja bagi
sesama? Toh akhirnya semua yang ada akan binasa. Daun hijau yang baik mewakili orang-orang
yang masih mempunyai "hati" bagi sesamanya. Yang tidak menutup mata ketika melihat
sesamanya dalam kesulitan. Yang tidak membelakangi dan seolah-olah tidak mendengar ketika
sesamanya berteriak minta tolong. Ia rela melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain dan
sejenak mengabaikan kepentingan diri sendiri. Merelakan kesenangan dan kepentingan diri
sendiri bagi sesama memang tidak mudah, tetapi indah.
Ketika berkorban, diri kita sendiri menjadi seperti daun yang berlobang, namun itu sebenarnya
tidak mempengaruhi hidup kita. Kita akan tetap hijau, Allah akan tetap memberkati dan
memelihara kita.
Bagi "daun hijau", berkorban merupakan satu hal yang mengesankan dan terasa indah serta
memuaskan. Dia bahagia melihat sesamanya bisa tersenyum karena pengorbanan yang ia
lakukan. Ia juga melakukannya karena menyadari bahwa ia tidak akan selamanya tinggal sebagai
daun hijau. Suatu hari ia akan kering dan jatuh.
Demikianlah hidup kita, hidup ini hanya sementara kemudian kita akan mati. Itu sebabnya isilah
hidup ini dengan perbuatan-perbuatan baik: kasih, pengorbanan, pengertian, kesetiaan, kesabaran
dan kerendahan hati.
Jadikanlah berkorban itu sebagai sesuatu yang menyenangkan dan membawa sukacita tersendiri
bagi anda. Dalam banyak hal kita bisa berkorban. Mendahulukan kepentingan sesama,
melakukan sesuatu bagi mereka, memberikan apa yang kita punyai dan masih banyak lagi
pengorbanan yang bisa dilakukan. Jangan lupa bahwa kita pernah menerima pengorbanan yang
tiada taranya dari Yesus hingga kita bisa diselamatkan seperti sekarang ini. Amin. (Anonim)
Lalu, ditunjukkannya pada laki-laki bahwa tugas itu sangat tidak masuk akal dan salah. Pikiran
tersebut kemudian membuat laki-laki itu putus asa dan patah semangat. "Mengapa aku harus
bunuh diri seperti ini?" pikirnya. "Aku akan menyisihkan waktuku, dengan sedikit usaha, dan itu
akan cukup baik."
Dan itulah yang direncanakan, sampai suatu hari diputuskannya untuk berdoa dan membawa
pikiran yang mengganggu itu kepada Tuhan. "Tuhan," katanya "Aku telah bekerja keras sekian
lama dan melayaniMu, dengan segenap kekuatannku melakukan apa yang Kau inginkan. Tetapi
sampai sekarang aku tidak dapat menggerakkan batu itu setengah milimeterpun. Mengapa?
Mengapa aku gagal?'
Tuhan mendengarnya dengan penuh perhatian,"Sahabatku, ketika aku memintamu untuk
melayaniKu dan kau menyanggupi, Aku berkata kepadamu, tugasmu utuk mendorong batu itu
dengan seluruh kekuatanmu, seperti yang telah kau lakukan. Tidak sekalipun Aku mengatakan
bahwa kau mesti menggesernya. Tugasmu hanyalah mendorong. Dan kini kau datang padaKu
dengan tenaga terkuras, berpikir bahwa kau telah gagal. tetapi apakah benar? Lihatlah dirimu.
Lenganmu kuat dan berotot, punggungmu tegap dan coklat, tanganmu keras karena tekanan
terus-menerus, dan kakimu menjadi gempal dan kuat. Sebaliknya kau telah bertumbuh banyak
dan kini kemampuanmu melebihi sebelumnya. Meski kau belum menggeser batu itu. Tetapi
panggilanmu adalah menurut dan mendorong dan belajar untuk setia dan percaya akan
hikmatKu. Ini yang kau telah selesaikan. Aku, sahabatku, sekarang akan memindahkan batu itu."
Terkadang, ketika kita mendengar suara Tuhan, kita cenderung menggunakan pikiran kita untuk
menganalisa keinginanNya, sesungguhnya apa yang Tuhan inginkan adalah hal-hal yang sangat
sederhana agar menuruti dan setia kepadaNya ... Dengan kata lain, berlatih menggeser gununggunung, tetapi kita tahu bahwa Tuhan selalu ada dan Dialah yang dapat memindahkannya.
Ketika segalah sesuatu kelihatan keliru ... lakukan P.U.S.H (push = dorong)
Ketika pekerjaanmu mulai menurun ... lakukan P.U.S.H (push = dorong)
Ketika orang-orang tidak berlaku seperti yang semestinya mereka lakukan ... lakukan P.U.S.H
(push = dorong)
Ketika uangmu seperti "lenyap" dan tagihan-tagihan mulai harus dibayar ... lakukan P.U.S.H
(push = dorong)
P.U.S.H - Pray Until Something Happens!! (Berdoalah sampai sesuatu terjadi). (Anonim)
POHON TUA
Suatu ketika di sebuah padang, terdapat sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun oleh
dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah
hingga dalam. Pohon itu tampak gagah dibandingkan dengan pohon-pohon lain di sekitarnya.
Pohon itu pun menjadi tempat hidup bagi beberapa burung di sana. Mereka membuat sarang, dan
bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami
telur-telur mereka di dalam pohon yang besar itu. Pohon itu pun merasa senang karena ia
mendapatkan teman saat mengisi hari-harinya yang panjang.
Orang-orang bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah dan berteduh
pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk dan membuka bekal makan di bawah
naungan dahan-dahannya yang rindang. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap
selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon bangga mendengar perkataan tadi.
Waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, rantingrantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan
yang dulu dimilikinya. Burung-burung pun mulai enggan bersarang di sana. Orang yang lewat,
tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.
Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku?
Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan
yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa
tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini?" Sang pohon terus
menangis, membasahi tubuhnya yang kering.
Musim telah berganti, namun keadaannya belum berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam
kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap
malam, mengisi malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.
"Cittt ... cericirit ... cittt" Ah suara apa itu? Ternyata, ada seekor anak burung yang baru menetas.
Sang pohon terhenyak dalam lamunannya. "Cittt ... cericirit ... cittt, suara itu makin keras
melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas
kelahiran burung-burung baru. Satu ... dua ... tiga ... dan empat anak burung lahir ke dunia. "Ah,
doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon.
Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat
sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung jenis tertentu
tertarik untuk bersarang di sana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang
yang kering daripada sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini
hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar.
Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali
membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang tunas tersenyum. Ah,
rupanya, air mata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan
pengabdiannya pada alam.
***
Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik? Allah memang selalu punya rencanarencana rahasia buat kita. Allah, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu
memberikan jawaban-jawaban buat kita. Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah di
tebak, namun, yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita.
Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya kita karunia yang
berlimpah. Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat
disiasati. Saat Allah memberikan cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Allah, sedang
MENUNDA memberikan kemuliaan-Nya. Allah tidak memilih untuk menumbangkannya, sebab,
Dia menyimpan sejumlah rahasia. Allah, sedang menguji kesabaran yang dimiliki.
Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang
sedang dipersiapkan-Nya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Allah, selalu bersama
orang-orang yang sabar. (Anonim)
TEMPAYAN RETAK
Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua
ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak,
sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat
membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan
itu hanya dapat membawa air setengah penuh. selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari, si
tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya.
Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat
menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak yang malang itu merasa
malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan
setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si
tukang air, "Saya sunggh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."
"Kenapa?" tanya si tukang air, "Kenapa kamu merasa malu?"
"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya
dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa
bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu
rugi." Kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata,
"Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga
indah di sepanjang jalan."
Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari
bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan dan itu membuatnya sedikit terhibur.
Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah
bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bungabunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan
yang lain yang tidak retak itu? Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku
memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan
setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua
tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita.
Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah
sekarang."
Setiap dari kita memiliki cacat dan kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan
retak. Namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias-Nya.
Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan
kekuranganmu. Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan
Tuhan. Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.
JEJAK KAKI
Semalam aku bermimpi sedang berjalan menyisir pantai bersama Tuhan,
Di cakrawala terbentang adegan kehidupanku,
Pada setiap adegan aku melihat dua pasang jejak kaki dipasir.
Sepasang jejak kakiku dan yang sepasang lagi jejak kaki Tuhan.
Setelah adegan terakhir dari kehidupanku, terhampar di hadapanku
Aku menoleh kebelakang melihat jejak kaki dipasir.
Aku memperhatikan bahwa berkali-kali sepanjang jalan hidupku ,
Terutama pada saat saat paling gawat dan mencekam, hanya terdapat sepasang jejak kaki saja.
Hal ini membuat aku benar benar sangat kecewa, maka aku bertanya kepada Tuhan,
"Tuhan dimanakah Engkau ?
Engkau mengatakan bila aku memutuskan untuk mengikuti Engkau,
Engkau akan berjalan bersama aku sepanjang jalan hidupku.
Namun aku memperhatikan bahwa pada saat saat paling gawat dan beban berat menimpa
hidupku,
hanya ada sepasang jejak kaki saja.
Dan aku tidak mengerti mengapa pada waktu aku sangat membutuhkan Engkau, justru Engkau
meninggalkan aku."
Tuhan menjawab,
"Anak-Ku, engkau sangat berharga di mata-Ku, Aku sangat mengasihi engkau dan Aku tidak
akan meninggalkan engkau.
Pada waktu engkau dalam bahaya dan dalam penderitaan engkau hanya melihat sepasang jejak
kaki saja,
karena pada waktu itu Aku menggendong engkau."
Sampai masa tuamu,Yesus Tuhan tetap Dia, dan sampai masa putih rambutmu,Yesus
menggendong kamu. (Yesaya 46:4)
Indah sekali untuk mengetahui bahwa kita melakukan sesuatu yang tepat, pada waktu yang tepat,
di tempat yang tepat, dengan cara yang tepat dan bersama orang-orang yang tepat. Itulah yang
terjadi apabila kita dipimpin oleh Roh Kudus. (Billy Joe Daugherty, Led By The Spirit)
SEMUT
Kita tahu bahwa Semut adalah binatang yang sangat kecil. Tetapi tahukah Anda bahwa mereka
mempunyai filosofi yang sangat sederhana namun sangat hebat? Semut mempunyai empat
filosofi yang luar biasa. Yaitu:
Pertama, semut tidak pernah menyerah.
Bila anda menghalang-halangi dan berusaha menghentikan langkah mereka, mereka selalu akan
mencari jalan lain. Mereka akan memanjat ke atas, menerobos ke bawah atau mengelilinginya.
Mereka terus mencari jalan keluar. Tidak sekali-kali menyerah untuk menemukan jalan menuju
tujuannya.
Kedua, semut menganggap semua musim panas sebagai musim dingin.
Ini adalah cara pandang yang penting. Semut-semut mengumpulkan makanan musim dingin
mereka di pertengahan musim panas. Sebuah kisah kuno mengajarkan, "Jangan mendirikan
rumahmu di atas pasir di musim panas."
Ketiga, semut menganggap semua musim dingin sebagai musim panas.
Ini juga penting. Selama musim dingin, semut mengingatkan dirinya sendiri, "Musim dingin
takkan berlangsung selamanya. Segera kita akan melalui masa sulit ini." Maka ketika hari
pertama musim semi tiba, semut-semut keluar dari sarangnya. Dan bila cuaca kembali dingin,
mereka masuk lagi ke dalam liangnya. Lalu, ketika hari pertama musim panas tiba, mereka
segera keluar dari sarangnya. Mereka tak dapat menunggu untuk keluar dari sarang mereka.
Keempat, seberapa banyak semut akan mengumpulkan makanan mereka di musim panas untuk
persiapan musim dingin mereka? Semampu mereka! Filosofi yang luar biasa, filosofi "semampu
mereka".
"Semut, Bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas."
( Amsal 30:25 )
sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah
mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan
Tuhan baginya, karena Tuhan Maha Penyayang dan penuh kasih'. (Yakobus 5:10-11).
Paulus mengalimatkan kaitan ini secara lebih terinci: 'Kita malah bermegah juga dalam
kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan
ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan' (Roma 5:3-4).
Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Penderitaan dan musibah tidak dapat
dihindarkan. Itu adalah bagian dari hidup.
Hidup adalah ibarat roda, sebentar di atas, sebentar di bawah. Hidup ini ada enaknya dan ada
tidak enaknya, yaitu masuk dalam panci dan direbus dalam air mendidih. Soalnya, apakah kita
akan keluar dari panci panas itu sebagai telur rebus yang keras ataukah sebagai ubi yang lembut?
Apakah kita akan keluar dari sebuah musibah sebagai orang yang kaku dan keras atau
sebaliknya, sebagai orang yang berhati lembut ? Agaknya, dalam suatu musibah, kita boleh
belajar berbisik: 'Tuhan, biarlah saya menjadi seperti ubi... seperti sepotong ubi rebus yang
lembut, hangat, dan manis'.
SEBUAH KEBEBASAN
Suatu ketika, ada seorang guru yang meminta murid-muridnya untuk membawa satu kantung
plastik bening ke sekolah. Lalu, ia meminta setiap anak untuk memasukkan beberapa kentang di
dalamnya. Setiap anak, diminta untuk memasukkan sebuah kentang, untuk setiap orang yang tak
mau mereka maafkan.
Mereka diminta untuk menuliskan nama orang itu, dan mencantumkan tanggal di dalamnya. Ada
beberapa anak yang memiliki kantung yang ringan, walau banyak juga yang memiliki plastik
kelebihan beban. Mereka diminta untuk membawa kantung bening itu siang dan malam. Kemana
saja, harus mereka bawa, selama satu minggu penuh.
Kantung itu, harus ada di sisi mereka kala tidur, di letakkan di meja saat belajar, dan ditenteng
saat berjalan. Lama-kelamaan kondisi kentang itu makin tak menentu. Banyak dari kentang itu
yang membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Hampir semua anak mengeluh dengan
pekerjaan ini.
Akhirnya, waktu satu minggu itu selesai. Dan semua anak, agaknya banyak yang memilih untuk
membuangnya daripada menyimpannya terus menerus.
Teman, pekerjaan ini, setidaknya, memberikan hikmah spiritual yang besar sekali buat anakanak. Suka-duka saat membawa-bawa kantung yang berat, akan menjelaskan pada mereka,
bahwa, membawa beban itu, sesungguhnya sangat tidak menyenangkan.
Memaafkan, sebenarnya, adalah pekerjaan yang lebih mudah, daripada membawa semua beban
itu kemana saja kita melangkah. Ini adalah sebuah perumpamaan yang baik tentang harga yang
harus kita bayar untuk sebuah kepahitan yang kita simpan, dan dendam yang kita genggam terus
menerus. Getir, berat, dan meruapkan aroma yang tak sedap, bisa jadi, itulah nilai yang akan kita
dapatkan saat memendam amarah dan kebencian.
Sering kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita beri maaf. Namun, kita
harus kembali belajar, bahwa, pemberian itu, adalah juga hadiah buat diri kita sendiri. Hadiah,
untuk sebuah kebebasan.
Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah, dan kedegilan hati.
Yak 1:2-4 "Saudara-saudaraKu, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke
dalam berbagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu menghasilkan
ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya kamu menjadi
sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun."
Apabila anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena Allah sedang membentuk
anda. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai. Anda
akan melihat betapa cantiknya Allah membentuk anda.
dan mengikutinya turun untuk memberikan bantuan dan perlindungan. Keduanya akan tetap
bersama dengan angsa yang jatuh tadi sampai angsa tersebut mampu terbang kembali atau mati,
dan baru keduanya meneruskan perjalanan mereka sendiri atau bergabung dengan formasi
lainnya untuk mengejar kelompoknya tadi.
Kalau kita mempunyai naluri seekor angsa, kita akan saling memberikan semangat seperti itu.
Berpikir Sederhana
Terpetik sebuah kisah, seorang pemburu berangkat ke hutan dengan membawa busur dan
tombak. Dalam hatinya dia berkhayal mau membawa hasil buruan yang paling besar, yaitu
seekor rusa. Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak atau jaring penyerat, tetapi
menunggu di balik sebatang pohon yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan.
Tidak lama ia menunggu, seekor kelelawar besar kesiangan terbang hinggap di atas pohon kecil
tepat di depan si pemburu. Dengan ayunan parang atau pukulan gangang tombaknya, kelelawar
itu pasti bisa diperolehnya. Tetapi si pemburu berpikir, "untuk ada merepotkan diri dengan
seekor kelelawar? Apakah artinya dia dibanding dengan seekor rusa besar yang saya incar?"
Tidak lama berselang, seekor kancil lewat. Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan
menjilat-jilat ujung tombaknya tetapi ia berpikir, "Ah, hanya seekor kancil, nanti malah tidak ada
yang makan, sia-sia." Agak lama pemburu menunggu. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki
Setelah ibu selesai menulis surat, ia melihat mereka masing-masing sibuk dengan pekerjaannya.
Hanya si bungsu yang bersiap-siap memakai jas hujan untuk mengantarkan surat.
Si ibu menyerahkan surat kepadanya dan berkata, "di luar hujan lebat dan gelap, apakah Engkau
tidak takut nak?" "Mama, saya tidak takut karena saya cinta padamu!" jawab si bungsu.
Siapakah di antara anak-anak itu yang sungguh-sungguh mencintai ibunya?
"Jikalau barang seseorang mengasihi Aku, ia akan menuruti perkataanKu, maka BapaKu itu akan
mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan akan diam bersama-sama dengan dia." (Yoh
14:23)
Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua
itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu
memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu
menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya
yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati
pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata.
Pemuda itu melihat ke dalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari
sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir kedalamnya. Mereka berdua
kemudian berpelukan dan berjalan beriringan. (Anonim)
PENDERITAAN
Seorang anak perempuan mengeluh pada sang ayah tentang kehidupannya yang sangat berat. Ia
tak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan bermaksud untuk menyerah. Ia merasa capai untuk
terus berjuang dan berjuang. Bila satu persoalan telah teratasi, maka persoalan yang lain muncul.
Lalu, ayahnya yang seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci dengan air
kemudian menaruh ketiganya di atas api. Segera air dalam panci-panci itu mendidih. Pada panci
pertama dimasukkannya beberapa wortel. Ke dalam panci kedua dimasukkannya beberapa butir
telur. Dan, pada panci terakhir dimasukkannya biji-biji kopi. Lalu dibiarkannya ketiga panci itu
beberapa saat tanpa berkata sepatah kata.
Sang anak perempuan mengatupkan mulutnya dan menunggu dengan tidak sabar. Ia keheranan
melihat apa yang dikerjakan ayahnya. Setelah sekitar dua puluh menit, ayahnya mematikan
kompor. Diambilnya wortel-wortel dan diletakkannya dalam mangkok. Diambilnya pula telurtelur dan ditaruhnya di dalam mangkok. Kemudian dituangkannya juga kopi ke dalam cangkir.
Segera sesudah itu ia berbalik kepada putrinya, dan bertanya: "Sayangku, apa yang kaulihat?"
"Wortel, telur, dan kopi," jawab anaknya.
Sang ayah membawa anaknya mendekat dan memintanya meraba wortel. Ia melakukannya dan
mendapati wortel-wortel itu terasa lembut. Kemudian sang ayah meminta anaknya mengambil
telur dan memecahkannya. Setelah mengupas kulitnya si anak mendapatkan telur matang yang
keras. Yang terakhir sang ayah meminta anaknya menghirup kopi. Ia tersenyum saat mencium
aroma kopi yang harum. Dengan rendah hati ia bertanya "Apa artinya, bapa?"
Sang ayah menjelaskan bahwa setiap benda telah merasakan penderitaan yang sama, yakni air
yang mendidih, tetapi reaksi masing-masing berbeda. Wortel yang kuat, keras, dan tegar, ternyata
setelah dimasak dalam air mendidih menjadi lembut dan lemah. Telur yang rapuh, hanya
memiliki kulit luar tipis yang melindungi cairan di dalamnya. Namun setelah dimasak dalam air
mendidih, cairan yang di dalam itu menjadi keras. Sedangkan biji-biji kopi sangat unik. Setelah
dimasak dalam air mendidih, kopi itu mengubah air tawar menjadi enak.
"Yang mana engkau, anakku?" sang ayah bertanya. "Ketika penderitaan mengetuk pintu
hidupmu, bagaimana reaksimu? Apakah engkau wortel, telur, atau kopi?"
Bagaimana dengan ANDA, sobat?
Apakah Anda seperti sebuah wortel, yang kelihatan keras, tetapi saat berhadapan dengan
kepedihan dan penderitaan menjadi lembek, lemah, dan kehilangan kekuatan?
Apakah Anda seperti telur, yang mulanya berhati penurut? Apakah engkau tadinya berjiwa
lembut, tetapi setelah terjadi kematian, perpecahan, perceraian, atau pemecatan, Anda menjadi
keras dan kepala batu? Kulit luar Anda memang tetap sama, tetapi apakah Anda menjadi pahit,
tegar hati, serta kepala batu?
Atau apakah Anda seperti biji kopi? Kopi mengubah air panas, hal yang membawa kepedihan
itu, bahkan pada saat puncaknya ketika mencapai 100 C. Ketika air menjadi panas, rasanya
justru menjadi lebih enak.
Apabila Anda seperti biji kopi, maka ketika segala hal seolah-olah dalam keadaan yang terburuk
sekalipun Anda dapat menjadi lebih baik dan juga membuat suasana di sekitar Anda menjadi
lebih baik.
Bagaimana cara Anda menghadapi penderitaan? Apakah seperti wortel, telur, atau biji kopi?
(Anonim)
Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun, anjing yang satu ini
tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki
tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu
wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat.
Segera saja ia menyalak keras-keras, dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang
menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri,
"Tempat ini sungguh menakutkan, aku takkan pernah mau kembali ke sini lagi."
Semua wajah yang ada di dunia ini adalah cermin wajah kita sendiri. Wajah bagaimanakah yang
tampak pada orang-orang yang anda jumpai? (Japanese Folktale)
MEMIKUL SALIB
Ada 3 orang; A, B, dan C diberi tugas oleh Tuhan untuk memikul salib yang sama besar dan
sangat berat menuju puncak sebuah bukit. Di sana Tuhan berjanji akan menjemput mereka ke
Surga.
Di tengah jalan ketiga orang itu melihat sebuah gergaji, si B mulai berpikir dan menghasut kedua
temannya untuk memotong salib mereka supaya salib itu menjadi ringan. Namun kedua
temannya tidak menuruti usul si B karena mereka taat dan mengasihi Tuhan. Kasih mereka
kepada Tuhan membuat mereka mau dan rela memikul tanggung jawab yang Tuhan sudah
berikan tanpa keluhan.
Singkat cerita si B memotong salibnya, sehingga dengan mudah ia mendahului kedua temannya.
Sampai di puncak bukit, si B melihat sebuah jurang yang teramat lebar memisahkan puncak
bukit itu dengan gerbang Surga. Di seberang jurang terlihat malaikat Tuhan yang sudah menanti
kedatangan mereka.
Dengan bersemangat si B menanyakan jalan mana yang bisa dipakainya untuk sampai ke
gerbang Surga, tapi malaikat Tuhan itu menjawab, "Tuhan sudah sediakan jalan itu".
Si B sangat bingung karena dia sama sekali tidak melihat jalan yang
dimaksud sang malaikat Tuhan.
Beberapa saat kemudian, si A dan C tiba di puncak bukit tersebut. Seperti halnya si B, mereka
bertanya tentang jalan ke seberang pada malaikat Tuhan, mereka mendapatkan jawaban yang
sama, "Tuhan sudah menyediakan jalan itu".
Kemudian Roh Kudus bukakan pikiran mereka berdua dan mereka mengerti sesuatu, ukuran
salib yang berat dan besar itu sudah Tuhan buat tepat sama dengan jarak antara puncak bukit dan
gerbang Surga, itulah jalan yang Tuhan sudah sediakan.
Mereka segera sadar akan hal itu dan bergegas meletakkan salib mereka dan mulai menyeberang.
Si B kebingungan karena salib yang Tuhan beri untuk dia sudah dia potong hingga tidak bisa
berfungsi sebagai jembatan. Namun dipikirnya dia dapat meminjam salib A atau C untuk
menyeberang. Tapi sungguh kasihan, begitu A dan C selesai menyeberang dengan salib mereka,
salib itu tiba-tiba menghilang. Itu berarti si B tidak dapat menyeberang ke pintu Surga...
Dari ilustrasi ini, ditunjukkan bahwa seringkali kita menganggap Tuhan begitu kejam
mengijinkan "salib" itu ada dalam hidup kita, kita juga sering mengeluh karena sepertinya
pemrosesan (yang pahit) itu tidak kunjung selesai.
Akibatnya kita terlalu sering mencari jalan keluar sendiri dan tidak mau taat pada
Tuhan,sehingga memotong salib yang seharusnya kita pikul. Namun, justru "salib" itulah yang
akan menolong kita mengerti akan kasih Tuhan pada kita. Ia ijinkan kita mengalami pemrosesan
yang sulit supaya kita menjadi semakin sempurna.
"..karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya
sebagai anak." Ibrani 12:6
"Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap
baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam
kekudusan-Nya. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan
sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan
damai kepada mereka yang dilatih olehnya." Ibrani 12:10-11
PERANGKAP
Teman, saya pernah membaca suatu hal yang menarik tentang perangkap. Suatu sistem yang
unik, telah dipakai di hutan-hutan Afrika untuk menangkap monyet yang ada disana. Sistem itu
memungkinkan untuk menangkap monyet dalam keadaan hidup, tak cedera, agar bisa dijadikan
hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika.
Sang pemburu monyet, akan menggunakan sebuah toples berleher panjang dan sempit, dan
menanamnya di tanah. Toples kaca yang berat itu berisi kacang, ditambah dengan aroma yang
kuat dari bahan-bahan yang disukai monyet-monyet Afrika. Mereka meletakkannya di sore hari
dan mengikat (menanam) toples itu erat-erat ke dalam tanah. Keesokan harinya, mereka akan
menemukan beberapa monyet yang terperangkap, dengan tangan yang terjulur, dalam setiap
botol yang dijadikan jebakan.
Tentu, kita tahu mengapa ini terjadi. Monyet-monyet itu tak melepaskan tangannya sebelum
mendapatkan kacang-kacang yang menjadi jebakan. Mereka tertarik pada aroma yang keluar dari
setiap toples, lalu mengamati, menjulurkan tangan, dan terjebak. Monyet itu, tak akan dapat
terlepas dari toples, sebelum ia melepaskan kacang yang sedang digenggamnya. Selama ia tetap
mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula ia terjebak. Toples itu terlalu berat untuk
diangkat, sebab tertanam di tanah. Monyet tak akan dapat pergi kemana-mana.
Teman, kita mungkin tertawa dengan tingkah monyet itu. Kita bisa jadi terbahak saat melihat
kebodohan monyet yang terperangkap dalam toples. Tapi, mungkin, sesungguhnya, kita sedang
menertawakan diri kita sendiri. Betapa sering, kita mengengam setiap permasalahan yang kita
miliki, layaknya monyet yang mengenggam kacang. Kita sering mendendam, tak mudah
memberikan maaf, tak mudah melepaskan maaf, memendam setiap amarah dalam dada, seakan
tak mau melepaskan selamanya.
Seringkali, kita, yang bodoh ini, membawa "toples-toples" itu kemana pun kita pergi. Dengan
beban yang berat, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang
terperangkap dengan persoalan pribadi yang kita alami.
Teman, bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lalu, dan menatap hari
esok dengan lebih cerah? Bukankah lebih menyenangkan, untuk memberikan maaf bagi setiap
orang yang pernah berbuat salah kepada kita? Karena, kita pun bisa jadi juga bisa berbuat
kesalahan yang sama. Bukankah lebih terasa nyaman, saat kita membagikan setiap masalah
kepada orang lain, kepada teman, agar di cari penyelesaiannya, daripada terus dipendam?
perhatikan."
Saya jadi terpikir, seringkali ketika kita dalam masalah/pergumulan, kita berteriak memohon
pertolongan pada Tuhan, dan kita merasa Tuhan diam saja. Ketika membaca cerita ini saya jadi
sadar, sebabnya bukan karena Tuhan tidak menjawab, tapi karena saya lebih fokus pada diri saya
sendiri dan permasalahannya daripada fokus pada Tuhan dan pertolonganNya.
Saya memasang telinga agar Tuhan menjawab sesuai dengan keinginan dan cara saya dan
menolak suara Tuhan yang mengatakan bahwa Dia menyediakan jalan lain yang lebih baik!
(Anonim)
Waktu terus berjalan dan si batu dan mutiara pun berteman dengan akrab. Setiap kali pedagang
itu beristirahat, dia selalu menggosok kembali batu dan mutiara itu. Namun pada suatu ketika,
setelah selesai menggosok keduanya, tiba-tiba saja pedagang itu memisahkan batu kecil dan
mutiara itu. Mutiara itu ditempatkannya kembali di dalam kantongnya semula, dan batu kecil itu
tetap di dalam kantongnya sendiri.
Maka sedihlah hati batu kecil itu. Tiap-tiap hari dia menangis, dan memohon kepada pedagang
itu agar mengembalikan mutiara itu bersama dengan dia. Namun seolah-olah pedagang itu tidak
mendengarkan dia. Maka putus asalah batu kecil itu, dan di tengah-tengah keputus asaannya itu,
berteriaklah dia kepada pedagang itu, "Oh tuanku, mengapa engkau berbuat demikian? Mengapa
engkau mengecewakan aku?"
Rupanya keluh kesah ini didengar oleh pedagang batu tersebut. Kemudian dia berkata kepada
batu kecil itu, "Wahai batu kecil, kamu telah kupungut dari pinggir jalan. Engkau yang semula
buruk kini telah menjadi indah. Mengapa engkau mengeluh? Mengapa engkau berkeluh kesah?
Mengapa hatimu berduka saat aku mengambil mutiara itu daripadamu? Bukankah mutiara itu
miliku, dan aku bebas mengambilnya setiap saat menurut kehendakku? Engkau telah kupungut
dari jalan, engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Ketahuilah bahwa bagiku,
engkau sama berharganya seperti mutiara itu, engkau telah kupungut dan engkau kini telah
menjadi milikku juga. Biarlah aku bebas menggunakanmu sekehendak hatiku. Aku tidak akan
pernah membuangmu kembali".
Mengertikah apakah maksud cerita di atas? Yang dimaksud dengan batu kecil itu adalah kita-kita
semua, sedangkan pedagang itu adalah Tuhan sendiri. Kita semua ini buruk dan hina di
hadapanNya, namun karena kasihnya itu Dia memoles kita, sehingga kita dijadikannya indah
dihadapanNya.
Sedangkan yang dimaksud dengan mutiara itu adalah berkat Tuhan bagi kita semua. Siapa yang
tidak senang menerima berkat? Berkat itu dapat berupa apa saja dalam kehidupan kita seharihari, mungkin berupa kegembiraan, kesehatan, orangtua, saudara dan sahabat, dan banyak lagi.
Apakah kita pernah bersyukur, setiap kali kita mendapat berkat itu? Dan apakah kita tetap
bersyukur, jika seandainya Tuhan mengambil semuanya itu dari kita? Bukankah semua itu
milikNya dan Ia bebas mengambilnya kembali kapanpun Ia mau? Bersyukurlah selalu
kepadaNya, karena Dia tidak akan pernah mengecewakan kita semua.
Yeremia 29:11
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu,
demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu
tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin
Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya
sesuatu untuk mengganjal perut".
Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"
Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar".
"Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali", kata
pria itu.
Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang
suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada
mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini".
Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
"Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama", kata pria itu hampir bersamaan.
"Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.
Salah seseorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria
berjanggut di sebelahnya, "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu
pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-Sayang. Sekarang, coba tanya
kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu."
Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa
heran. "Ohho...menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk
ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan."
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "sayangku, kenapa kita tak mengundang si
Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang
pertanian kita."
Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan
masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke
dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang."
Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini
ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita."
Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama
Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."
Si Kasih-sayang berdiri, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria
berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan
dan si Kesuksesan.
"Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?"
Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau
si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si
Kasih-sayang, maka, kemana pun Kasih sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya.
Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab,
ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat.
Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka,
kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."
JUARA
Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan.
Suasana sungguh meriah siang itu, sebab ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang
dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri,sebab
memang begitulah peraturannya.
Ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang
masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Mark-lah yang paling tak sempurna. Beberapa
anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya. Yah, memang,
mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya,
tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark
bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.
Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di
garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap
4 mobil, dengan 4 "pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah
di antaranya. Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai.
Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa.
Matanya terpejam, dengan tangan bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia
berkata, "Ya, aku siap!". Dor!!! Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai
mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang
bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing.
"Ayo..ayo... cepat..cepat, maju..maju", begitu teriak mereka. Ahha...sang pemenang harus
ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan... Mark-lah pemenangnya. Ya, semuanya
senang, begitu juga Mark. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih."
Saat pembagian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan,
ketua panitia bertanya.
"Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?"
Mark terdiam. "Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan" kata Mark. Ia lalu melanjutkan,
"Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain,
aku, hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah."
Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan
yang memenuhi ruangan.
Teman, anak-anak, tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark, tidaklah
bermohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark, tak memohon Tuhan untuk
meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan
mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang, dan menyakiti yang lainnya.
Namun, Mark, bermohon pada Tuhan, agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia
berdoa, agar diberikan kemuliaan, dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.
Mungkin, telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa pada Tuhan untuk mengabulkan
setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor
satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa
pada Tuhan, untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata.
Padahal, bukankah yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya?
Kita, sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita sering merasa
cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui? Saya
yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan
mudah menyerah.
Jadi, teman, berdoalah agar kita selalu tegar dalam setiap ujian. Berdoalah agar kita selalu dalam
lindungan-Nya saat menghadapi itu ujian tersebut.
Aku heran mengapa ibu menggunakan benang hitam dan putih begitu semrawut menurut
pandanganku. Beberapa saat kemudian aku mendengar suara ibu memanggil,
"Anakku, mari kesini dan duduklah di pangkuan ibu".
Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar
belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak
percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benang yang ruwet.
Kemudian ibu berkata, "Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau
tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu
hanya mengikutinya. Sekarang, dengan melihatnya dari atas engkau dapat melihat keindahan
dari apa yang ibu lakukan".
Sering selama bertahun-tahun, kita melihat ke atas dan bertanya kepada Allah Bapa, "Bapa, apa
yang Engkau lakukan?"
Ia menjawab, "Aku sedang menyulam kehidupanmu".
Dan aku membantah, "Tetapi nampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak yang
hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah?"
Kemudian Bapak menjawab, "Anakku, kamu teruskan pekerjaanmu, dan Aku juga
menyelesaikan pekerjaanKu di bumi ini, satu saat nanti aku akan memanggilmu ke surga dan
mendudukkan kamu di pangkuanKu dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu".
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu,
demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan". (Yer 29:11)
KATA-KATA KEHIDUPAN
Sekelompok kodok sedang berjalan-jalan melintasi hutan. Malangnya, dua di antara kodok
tersebut jatuh kedalam sebuah lubang. Kodok-kodok yang lain mengelilingi lubang tersebut.
Ketika melihat betapa dalamnya lubang tersebut, mereka berkata pada kedua kodok tersebut
bahwa mereka lebih baik mati. Kedua kodok tersebut mengacuhkan komentar-komentar itu dan
mencoba melompat keluar dari lubang itu dengan segala kemampuan yang ada. Kodok yang
lainnya tetap mengatakan agar mereka berhenti melompat dan lebih baik mati.
Akhirnya, salah satu dari kodok yang ada di lubang itu mendengarkan kata-kata kodok yang lain
dan menyerah. Dia terjatuh dan mati. Sedang kodok yang satunya tetap melanjutkan untuk
melompat sedapat mungkin. Sekali lagi kerumunan kodok tersebut berteriak padanya agar
berhenti berusaha dan mati saja. Dia bahkan berusaha lebih kencang dan akhirnya berhasil.
Akhirnya, dengan sebuah lompatan yang kencang, dia berhasil sampai di atas. Kodok lainnya
takjub dengan semangat kodok yang satu ini, dan bertanya "Apa kau tidak mendengar teriakan
kami?" Lalu kodok itu (dengan membaca gerakan bibir kodok yang lain) menjelaskan bahwa ia
tuli.
Akhirnya mereka sadar bahwa saat di bawah tadi mereka dianggap telah memberikan semangat
kepada kodok tersebut.
Apa yang dapat kita pelajari dari ilustrasi di atas?
Kekuatan hidup dan mati ada di lidah. Kata-kata positif yang diberikan pada seseorang yang
sedang "jatuh" justru dapat membuat orang tersebut bangkit dan membantu mereka dalam
menjalani hari-hari.
Sebaliknya, kata-kata buruk yang diberikan pada seseorang yang sedang "jatuh" dapat
membunuh mereka. Hati hatilah dengan apa yang akan diucapkan.
Suarakan 'kata-kata kehidupan' kepada mereka yang sedang menjauh dari jalur hidupnya.
Kadang-kadang memang sulit dimengerti bahwa 'kata-kata kehidupan' itu dapat membuat kita
berpikir dan melangkah jauh dari yang kita perkirakan.
Semua orang dapat mengeluarkan 'kata-kata kehidupan' untuk membuat rekan dan teman atau
bahkan kepada yang tidak kenal sekalipun untuk membuatnya bangkit dari keputus-asaanya,
kejatuhannya, kemalangannya.
Sungguh indah apabila kita dapat meluangkan waktu kita untuk memberikan spirit bagi mereka
yang sedang putus asa dan jatuh.
Sampaikanlah pesan ini kepada orang yang sedang kamu pikirkan sekarang ini.