Anda di halaman 1dari 16

KEBUDAYAAN MINAHASA

A. LETAK GEOGRAFIS
Propinsi Sulawesi Utara terletak di jazirah utara Pulau Sulawesi dan
merupakan salah satu dari tiga propinsi di Indonesia yang terletak di sebelah utara
garis khatulistiwa. Dua propinsi lainnya adalah Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi
Daerah Istimewa Aceh. Dilihat dari letak geografis Sulawesi Utara terletak pada
0.300-4.300 Lintang Utara (LU) dan 1210-1270 Bujur Timur (BT).
Wilayah Propinsi Sulawesi Utara mempunyai batas-batas:
Utara : Laut Sulawesi, Samudra Pasifik dan Republik Filipina
Timur : Laut Maluku
Selatan : Teluk Tomini
Barat : Propinsi Gorontalo

B. SUKU MINAHASA
Minahasa adalah kawasan didalam propinsi di semenanjung Sulawesi Utara di
Indonesia, sesuatu daerah yang indah, terletak di bagian utara timur pulau Sulawesi,
yang mencakup 27.515 km persegi, terdiri dari empat daerah - Bolaang Mongondow,
Gorontalo, Minahasa dan kepulauan Sangihe dan Talaud.
Minahasa juga terkenal oleh sebab tanahnya yang subur yang menjadi rumah tinggal
untuk berbagai variasi tanaman dan binatang, didarat maupun dilaut. Tertutup dengan
daunan hijau pepohonan kelapa dan kebun-kebun cengkeh, tanah itu juga menyumbang
variasi buah-buahan dan sayuran yang lengkap. Fauna Sulawesi Utara mencakup antara
lain binatang langkah seperti burung Maleo, Cuscus, Babirusa, Anoa dan Tangkasii
(Tarsius Spectrum).
Kebanyakan penduduk Minahasa adalah orang yang beragama Kristen, yang ramah
dan salah satu suku-bangsa yang paling dekat dengan negara barat. Hubungan pertama
dengan orang Europa terjadi saat pedagang Espanyol dan Portugal tiba disana. Saat
orang Belanda tiba, agama Kristen tersebar terseluruhnya. Tradisi lama jadi
terpengaruh oleh keberadaan orang Belanda. Kata Minahasa berasal dari confederasi
masing-masing suku-bangsa dan patung-patung yang ada jadi bukti sistem suku-suku
lama.
Orang Minahasa adalah suatu suku bangsa yang mendiami suatu daerah pada bagian
timur laut jazirah sulawesi utara. Luas daerah ini, termasuk kota Manado dan Bitung.
Luas daerah ini termasuk kota-kota Manado dan Bitung, kurang dari 6.000 km 2. Dalam
ucapan umum orang Minahasa menyebut diri mereka orang Manado atau Touwenang
(orang Wenang), orang Minahasa, atau pula Kawanua. Tetangga-tetangganya di sebelah
utara adalah orang Sangir dan orang Talaud, serta orang Bolaang Mongondow di sebelah
selatan.
Penduduk Minahasa dapat dibagi ke dalam delapan kelompok subetnik, yaitu :
a.
Tounsa
b.
Toumbulu
c.
Tountemboan
d.
Toulour
e.
Tounsawang

f.
g.
h.
Setiap kelompok

Pasan
Panosakan
Bantik
subetnik ini memiliki bahasa sendiri yang disebut dengan nama subetnik

itu sendiri.
Malayu Manado adalah bahasa umum yang dipergunakan dalam komunikasi antara
orang-orang dari sub-sub etnik Minahasa maupun antara mereka denga penduduk dari
suku-suku bangsa lainnya, baik dalam lingkungan pergaulan kota maupun dalam lingkungan
pergaulan desa. Bahkan lebih dari itu, terutama di kota-kota, secara umum terlihat
orang-orang menggunakan Malayu Manado sebagai bahasa ibu, menggantikan bahasa
pribumi Minahasa atau bahasa suku bangsa yang bersangkutan. Peranan Malayu Manado
seperti di kota-kota ini sudah terlihat pula secara jelas di desa-desa yang penduduknya
merupakan campuran dari berbagai subetnik tersebut di atas. Generasi terakhir dari
orang MInahasa di kota-kota dan di desa-desa yang dimaksud tidak dapat lagi
menggunakan bahasa pribumi subetnik yang bersangkutan. Proses indigenisasi Malayu
Manado sedang berlangsung dengan pesat, membentuk suatu cirri identitas etnik dan
bagian dari sistem budaya Minahasa.

C. KEPENDUDUKAN
Sekarang ini wilayah yang dianggap wilayah etnik orang MInahasa yang terdiri dari
delapan

kelompok

tersebut

di

atas,

terbagi

pada

tiga

wilayah

administrasi

pemerintahan, yaitu Kabupaten Minahasa, Kota Madya Manado, dan Kota Bitung.
Mayoritas dari penduduk di ketiga wilayah ini ialah suku bangsa Minahasa. Selain tiga
wilayah tersebut, di Provinsi Sulawesi Utara juga terdapat Kab. Gorontalo, Kab. Bolaang
Mongondow, Kab.Sangihe Talaud, Kodya Gorontalo, dan Kodya Bitung.
Kabupaten MInahasa mampunyai 468 desa (kampung), sebagai kesatuan-kesatuan
administrasi yang dipimpin oleh kepala desa, secara adat disebut Hukum Tua (Kuntua).
Dewasa ini, kesatuan administrasi desa telah dirubah menjadi kelurahan dan dipimpin
oleh seorang Lurah.

Apa yang sekarang dikenal sebagai aparatur pemerintah desa

terdiri dari Kepala Desa / Lurah, Orang-orang Tua Desa, dan Pamong Desa yang

mengepalai sub-sub wilayah di dalam desa dan yang bertugas sebagai juru tulis,
pengukur tanah, pengurus perkebunan, pengurus pengairan, dan pejabat urusan agama.
Di seluruh Minahasa terdapat 27 kecamatan.
Kecuali desa sebagai kesatuan administrasi tersebut ada juga perkampungan yang
berupa kompleks perumahan bersama dengan kebun-kebun dan sawah-sawah yang secara
administratif merupakan bagian dari suatu desa. Ada kalanya suatu bagian desa
ditingkatkan menjadi desa dengan kepala desa sendiri.
Suatu masyarakat pedesaan dapat pula merupakan kelompok dari beberapa desa.
Masyarakat seperti itu memperlihatkan ciri-ciri kesatuan adat tertentu dan sering kali
memiliki suatu bahasa atau dialek tersendiri. Suatu kelompok desa yang sudah demikian
besarnya itu, biasanya juga merupakan tempat kedudukan Kepala Kecamatan (Camat).
Baik desa anak, desa, maupun kelompok desa-desa seperti itu, disebut wanua.
Pola perkampungan di Minahasa bersifat menetap, dalam arti bahwa suatu desa
cenderung tidak berkurang penduduknya atau lenyap karena ditinggalkan akibat ladangladang yang makin jauh. Desa itu sendiri memang merupakan pusat aktifitas social dari
para petani. Kecuali itu, setiap desa dalam perkembangannya bersifat mengelompok
menjadi padat dan luas.
Kelancaran komunikasi antar desa terutama untuk jarak-jarak yang agak jauh banyak
ditentukan oleh kendaraan-kendaraan seperti bis kecil dan kendaraan bermotor lainnya,
namun demikian ini hanya terbatas pada jalan-jalan yang baik. Di desa-desa yang tidak
dapat dilalui oleh kendaraan-kendaraan bermotor, maka gerobak yang ditarik oleh sapi
(roda sapi) atau gerobak yang ditarik oleh kuda ( roda kuda) menjadi alat pengangkutan
yang pokok. Roda sapi juga penting sebagai alat pengangkutan yang menghubungkan desa
dengan lokasi pertanian. Jaringan jalan-jalan desa seperti itu, yang disebut jalan roda,
menghubungkan tempat-tempat pertanian dengan desa, atau beberapa desa yang
berdekatan. Kebanyakan dari jalan-jalan tersebut tidak dapat dilalui oleh kendaraan
bermotor.

D. EKONOMI

Ekonomi pedesaan sebagai suatu aspek yang mengandung ciri-ciri perilaku petani
Minahasa tentu bukan padanan istilah ekonomi nasional. Ekonomi pedesaan merupakan
suatu kompleks pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma yang terwujud sebagai
pranata-pranata social yang mengatur proses dan mekanisme produksi, ditribusi, dan
konsumsi yang diturunkan secara antargenerasional, yang dipengaruhi oleh ekonomi
nasional, perubahan sosial budaya umum, dan perubahan-perubahan ekologis dalam
lingkungan-lingkungan sumber-sumber ekonomi. Kecuali itu, dari segi kebudayaan,
proses-proses produksi, ditribusi, dan konsumsi dari setiap kegiatan ekonomi tidak
terlepas dari segi-segi lain, seperti teknologi, aturan dan organisasi kerja, upacara
keagamaan, nilai dan etos kerja, motivasi, dan lain-lain, kesemuanya merupakan pola-pola
mata pencaharian yang menunjukkan perbedaan dengan sistem ekonomi nasional, atau
modern, atau formal. Namun demikian ini bukan berarti ekonomi nasional terpisah dari
ekonomi pedesaan. Seperti dikemukakan di atas, ekonomi nasional mempengaruhi dan
merupakan salah satu factor yang meyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam
ekonomi pedesaan maupun segi-segi kebudayaan lainnya. Dapat pula dikatakan bahwa
ekonomi pedesaan merupakan suatu kategori ekonomi di dalam ekonomi nasional.
Di Minahasa, jaringan jalan raya tergolong baik, serta adanya pelabuhan Bitung dan
bandara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko di kota, dan kegiatankegiatan ekonomi modern lainnya memang secara erat berhubungan dengan, dan sangat
mempengaruhi, ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang
masih tradisional. Ekonomi pedesaan di Minahasa mempunyai bentuk tersendiri yang
menunjukkan adanya perbedaan dari masyarakat- masyarakat pedesaan lainnya, seperti
Sangir, Gorontalo, Bolaang Mongondow, Jawa, Bali, dan sebagainya, terutama dari segi
sosiobudaya. Namun, pernyataan ini tidak mengabaikan adanya kenyataan-kenyataan
variasi intrabudaya di dalam setiap masyarakat etnis ini, bukan hanya seperti yang
dimaksud dengan keragaman pola-pola kegiatan ekonomi tersebut di atas tetapi juga
keragaman antarlokalitas pedesaan yang diperlihatkan oleh setiap kegiatan ekonomi
karena keragaman sub budaya maupun karena variasi lingkungan fisik yang melahirkan

bentuk adaptasi yang berbeda-beda. Berbagai prasarana, sarana, dan pranata ekonomi di
Minahsa sekarang telah mengalami perkembangan, jauh berbeda dari masa-masa,
katakanlah Orde Baru. Jalan, jembatan, dan pengangkutan darat telah cukup
berkembang, menyebabkan tidak ada lagi desa - yang memiliki peranan ekonomis berarti
yang masih terisolasi. Sekalipun desa-desa secara ekonomis tergolong tidak penting
dengan jaringan jalan yang tidak beraspal, namun dapat dijangkau dengan kendaraan
umum. Sekarang, desa-desa terpencil yang yang hanya dapat dicapai dengan gerobak
sangat terbatas jumlahnya. Namun peranan gerobak ini masih dapat mencukupi
kebutuhan distribusi dan pengankutan keluar desa-desa jenis ini. Rata-rata panjang
jalan gerobak (jalan roda) ini sampai pada jalan atau desa lain yang terletak dalam
jaringan lalulintas kendaraan bermotor adalah sekitar 5 km, suatu jarak yang relatif
singkat. Panjang jalan di kabupaten Minahasa adalah 722.052 km; terdiri dari jalan
Negara 213,860 km, jalan provinsi 118.075 km, dan jalan kabupaten 390.605 km
(BAPPEDA tingkat II Minahasa 1985 : 63). Selain kemajuan sarana dan prasarana
pengangkutan darat, bandara Sam Ratulangi dan pelabuhan samudra Bitung terus
mengalami pengembangan dan peningkatan daya tamping pemakai-pemakainya maupun
bagi berbagai kegiatan ekonomi, langsung maupun tidak langsung.
Berbagai pabrik, pertokoan yang menjual barang-barang mewah maupun kebutuhan
sehari-hari, kegiatan-kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar pulau maupun lokal,
dan masih banyak lagi lainnya, kesemuanya tergolong pada kegiatan ekonomi modern,
menunjukkan gejala-gejala perkembangan ekonomi.
Kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik dipenuhi dengan adanya pembangkit listrik
tenaga air pada sungai Tondano di desa Tanggari selain pembangkit listrik tenaga air
terjun di Tonsea Lama yang sudah dibangun sejak sebelum Perang Dunia II, yang
menyebabkan peningkatan pertumbuhan berbagai industri dan kegiatan ekonomi lainnya.
Demikian pula pusat pendayagunaan panas bumi seperti yang terdapat di Lahendong.
Dalam sektor pertanian sudah sejak masa sebelum Perang Dunia II berkembang
perkebunan rakyat tanaman industri, terutama kelapa, cengkeh, kopi, dan pala.
Perkebunan-perkebunan tersebut terus mengalami peningkatan intensifikasi dan

ekstensifikasi dengan metode dan teknologi pertanian modern. Komoditi lain seperti
coklat, vanili, jahe putih, dan jambu mete, juga sudah digiatkan secara intensif.
Persawahan juga menunjukkan perkembanga dalam peningkatan produksi padi,
misalnya perbaikan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan bibit unggul.
Pertebatan ikan mas dengan mempraktekkan metode baru (menggunakan air yang
mengalir deras ke dalam tebat-tebat yang terbuat dari semen) sudah dijalankan di
banyak desa, terutama oleh petani-petani kaya.
Perladangan tradisional (kebun kering) yang umum di MInahasa ialah perladangan
jagung, umumnya untuk konsumsi petani sendiri. Bisanya petani menanam pula dalam
kebun jagung berbagai jenis sayur, tanaman bumbu masakan, dan buah-buahan
(terutama kelapa, alpukat, papaya, jeruk, nangka, sirsak, jambu biji, jambu air) untuk
konsumsi sendiri. Pemerintah Daerah telah mengusahakan peningkatan produksi melalui
Koperasi Unit Desa (KUD).
Selain pengembangan perikanan laut yang dilaksanakan oleh perikani yang berpusat
di Aertembaga, terutama penangkapan dan pengolahan cakalang. Nelayan tradisional
mulai meningkatkan produksi berbagai jenis ikan dan binatang laut dengan menggunakan
peralatan yang lebih baik. Teknologi tradisional dipergunakan pula dalam penangkapan
jenis-jenis biotic sumber protein di danau-danau dan sungai-sungai. Desa-desa di
sekeliling danau Tondano ada segolongan penduduk yang khusus menjalankan kegiatan
menangkap berbagai jenis ikan dan binatang danau. Golongan nelayan ini mengisi sebagian
dari kebutuhan protein hewani yang dapat diperoleh di pasar di kota-kota.
Hutan merupakan sumber energi maupun materi untuk berbagai kebutuhab
penduduk. Berbagai jenis kebutuhan makanan (binatang dan tumbuhan) untuk kebutuhan
sehari-hari maupun untuk pesta, bersumber dari hutan. Jenis binatang yang umum
dimakan ialah babi hutan, tikus hutan (ekor putih), dan kalong. Sedangkan yang lainnya
jarang dimakan karena sudah tergolong langka atau tidak umum dimakan oleh orang
Minahasa seperti rusa, anoa, babirusa, monyet, ular piton, biawak, ayam hutan, telur
burung maleo, dan jenis-jenis unggas lainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar baik yang
terdapat di hutan maupun lingkungan-lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan

yang memenuhi kebutuhan sayuran, terutama pangi, rebung, dan pakis. Demikian pula
hutan menghasilkan berbagai jenis buah-buahan seperti mangga, pakoba, dan kemiri.
Selain itu, enau (tumbuhan ini tumbuh di hutan maupun kebun) merupakan sumber nira
sebagai minuman yng terkenal di Minahsa (disebut saguer), maupun bahan gula merah.
Hutan juga merupakan sumber daya untuk berbagai kebutuhan kayu sebagai bahan
untuk membuat berbagai alat, dan bahan untuk bangunan gedung dan rumah. Selain dari
pada itu, hutan dan lingkungan fisik lainnya merupakan tempat bertumbuhnya tanamantanaman yang member bahan-bahan untuk berbagai kebutuhan umum, seperti rotan,
kayu bakar, dan daun rumbia (bahan atap rumah). Sayang sekali luas hutan di Minahasa
semakin berkurang terutama karena ekstensifikasi perkebunan cengkeh yang dilakukan
oleh penduduk desa dan kota.

E. SISTEM PEMERINTAHAN
Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat
seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga
yang gelarnya adalah Paedon Tua atau Patuan yang sekarang kita kenal dengan sebutan
Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi.
Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta
didalam mengambil Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak
boleh memerintah rakyat dengan sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak
dan cucu-cucunya, keluarganya sendiri Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu
dan setelah itu dilakukan harus dengan mapalus Didalam bekerja terdapat pengatur atau
pengawas yang di Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut
Sumesuweng.
Di Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lasimnya di daerah lain
pada saman itu, seperti di kerajaan Bolaang,Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat
beberapa dari golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagai
raja. seperti raja Bolaang, raja Ternate, raja Sanger yang mereka dengar dan temui
disaat barter bahan bahan keperluan rumah tangga. Setelah cara tersebut dicoba

diterapkan dimasyarakat Minahasa oleh beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan


yang memicu terjadinya pemberontakan serentak di seluruh Minahasa oleh golongan
rakyat /Pasiyowan Telu, Alasannya karena, bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan
Opo Toar Lumimuut, dimana kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang.
Akibat pemberontakkan itu, tatanan kehidupan di Minahasa menjadi tidak menentu,
peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak, Perebutan tanah pertanian antar
keluarga Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu
mengambil tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori
oleh Tonaas-tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.
Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara
sungai Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah
sungai Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah
kerajaan Bolaang Mongondow, sampai kira-kira abad ke 14.
Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilih
Tonaas Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu
dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea.mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga
golongan Minahasa tsb.

F. RUMAH ADAT

Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua tangga
didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga
tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu
tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya .

G. BAHASA

Di Minahasa ada sekitar lima bahasa daerah diantaranya bahasa Totemboan,


Tombulu, Tonsea, Bantik, Tonsawang. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota
Tomohon selain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga
menggunakan bahasa daerah Minahasa. Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari
delapan macam jenis bahasa daerah yang dipergunakan oleh delapan etnis yang ada,
seperti Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll. Bahasa daerah yang paling sering digunakan
di Kota Tomohon adalah bahasa Tombulu, karena memang wilayah Tomohon termasuk
dalam etnis Tombulu. Selain bahasa percakapan di atas, ternyata ada juga masyarakat di
Minahasa dan Kota Tomohon khususnya para orang tua yang menguasai Bahasa Belanda
karena pengaruh jajahan dari Belanda serta sekolah-sekolah jaman dahulu yang
menggunakan Bahasa Belanda. Saat ini, semakin hari masyarakat yang menguasai dan
menggunakan Bahasa Belanda tersebut semakin berkurang seiring dengan semakin
berkurangnya masyarakat berusia lanjut.

H. PAKAIAN ADAT
Di masa lalu busana sehari-hari wanita Minahasa terdiri dari baju sejenis kebaya,
disebut wuyang (pakaian kulit kayu). Selain itu, mereka pun memakai blus atau gaun yang
disebut pasalongan rinegetan, yang bahannya terbuat dari tenunan bentenan. Sedangkan
kaum pria memakai baju karai, baju tanpa lengan dan bentuknya lurus, berwarna hitam
terbuat dari ijuk. Selain baju karai, ada juga bentuk baju yang berlengan panjang,
memakai krah dan saku disebut baju baniang. Celana yang dipakai masih sederhana, yaitu
mulai dari bentuk celana pendek sampai celana panjang seperti bentuk celana piyama.
Pada perkembangan selanjutnya busana Minahasa mendapatkan pengaruh dari bangsa
Eropa dan Cina. Busana wanita yang memperoleh pengaruh kebudayaan Spanyol terdiri
dari baju kebaya lengan panjang dengan rok yang bervariasi. Sedangkan pengaruh Cina
adalah kebaya warna putih dengan kain batik Cina dengan motif burung dan bungabungaan. Busana pria pengaruh Spanyol adalah baju lengan panjang (baniang) yang
modelnya berubah menyerupai jas tutup dengan celana panjang. Bahan baju ini terbuat
dari kain blacu warna putih. Pada busana pria pengaruh Cina tidak begitu tampak.

I. ALAT MUSIK
-

Kolintang
Kolintang adalah instrument musik tradisional yang sudah sangat terkenal di
Indonesia. Instrument kolintang telah diketahui sejak jaman dahulu dan telah
dipopulerkan oleh masyarakat melalui berbagai macam pertunjukan. Instrument ini

semuanya terbuat dari kayu dan disebut "mawenang".


Musik Bambu
Musik bambu adalah alat musik yang dibuat dari bambu dan dimainkan oleh kurang

lebih 40 orang. beberapa jenis musik bambu adalah :


Musik Bambu Melulu : seluruh instrument terbuat dari bambu
Musik Bambu Klarinet : sebagian instrument terbuat dari bambu dan sebagian dari

"bia"
Musik Bambu Seng ; beberapa instrument terbuat dari bambu
Musik Bia : instrument terbuat dari bia.

J. TARI-TARIAN
-

Tari Maengket
Maengket adalah tari tradisional Minahasa dari zaman dulu kala sampai saat ini
masih berkembang. Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa
mengenal pertanian terutama menanam padi di lading. Kalau dulu Nenek Moyang
Minahasa, maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan
yang hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah berkembang
teristimewa

bentuk

dan

tarinya

tanpa

meninggalkan

keasliannya

terutama

syair/sastra lagunya. Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu : - Maowey Kamberu Marambak Lalayaan.

Tari Maowey Kamberu


Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur
kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang
berlipat ganda/banyak.

Tari Marambak

Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan, rakyat Minahasa


Bantu membantu membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan
pesta naik rumah baru atau dalam bahasa daerah disebut rumambak atau menguji
kekuatan rumah baru dan semua masyarakat kampong diundang dalam pengucapan
syukur.
-

Tari Lalayaan
Lalayaan adalah tari yang melambangkan bagaimana pemuda-pemudi Minahasa pada
zaman dahulu akan mencari jodoh mereka. Tari ini juga disebut tari pergaulan mudamudi zaman dahulu kala di Minahasa.

Tari Katrili
Menurut legenda rakyat Minahasa, tari katrili adalah salah satu tari yang dibawa
oleh Bangsa Spanyol pada waktu mereka datang dengan maksud untuk membeli hasil
bumi yang ada di Tanah Minahasa. Karena mendapatkan hasil yang banyak, mereka
menari-nari tarian katrili. Lama-kelamaan mereka mengundang seluruh rakyat
Minahasa yang akan menjual hasil bumi mereka didalam menari bersama-sama sambil
mengikuti irama musik dan aba-aba. Ternyata tarian ini boleh juga dibawakan pada
waktu acara pesta perkawinan di tanah Minahasa.
Sekembalinya Bangsa Spanyol kenegaranya dengan membawa hasil bumi yang dibeli di
Minahasa, maka tarian ini sudah mulai digemari Rakyat Minahasa pada umumnya. Tari

katrili termasuk tari modern yang sifatnya kerakyatan.


Tari Kabasaran
Adalah Tari Perang, merupakan tarian tradisional Minahasa yang menceritakan
bagaimana suku Minahasa mempertahankan tanah Minahasa dari musuh yang hendak
mendudukinya. Tari Perang ini memperagakan bagaimana menggunakan Pedang Perisai
dan Tombak. Tarian Kabasaran ini ditarikan untuk acara-acara khusus seperti
Penyambutan tamu dan atau diberbagai Acara.

K. PARIWISATA
-

Waruga

Dalam bahasa kuno Minahasa, kata waruga berasal dari dua kata: wale dan maruga.
Wale artinya rumah, dan maruga artinya badan yang hancur lebur menjadi abu. Salah
satu sisa megalit yang begitu terkenal dan dominan di Minahasa adalah waruga (peti
kubur batu). Ini bukan sembarang peti kubur biasa. Yang istimewa, peti kubur ini terdiri
atas dua bagian: badan dan tutup. Tiap-tiap bagian itu terbuat dari sebuah batu utuh
(monolith). Umumnya, berbentuk kotak segiempat (kubus) untuk bagian badannya dan
hanya sedikit yang berbentuk segidelapan atau bulat. Di dalam bagian badan waruga
terdapat rongga sebagai kubur jasad orang yang meninggal. Posisi mayat di dalam batu
ini dalam keadaan jongkok, sesuai posisi bayi dalam rahim ibu. Yang laki-laki, tangan
berada dalam posisi kunci tangan dan perempuan kepal tangan.Posisi mayat tersebut
terkait dengan filosofi manusia mengawali kehidupan dengan posisi jongkok dan
semestinya mengakhiri hidup dengan posisi yang sama. Filosofi ini dikenal dalam bahasa
lokal adalah whom. Setiap waruga biasanya dipakai untuk satu famili. Ada juga waruga
yang dipersiapkan untuk mayat yang berasal dari kesamaan profesi sebelum wafat. Di
dalam waruga seringkali ditemukan tulang-tulang manusia yang berasosiasi dengan benda
lain, macam keramik Cina, perhiasan, alat-alat logam dan manik-manik. Waktu dikubur,
barang-barang kesayangan mereka semasa hidup harus disertakan juga sebagai bekal
kubur. Karena itu, di bagian bawah mayat ada piring yang besar. Maksudnya, supaya
perhiasan tadi tidak jatuh ke bawah tetapi justru jatuh ke piring tadi .
- Watu Pinawetengan
Batu ini merupakan bongkahan batu-batu besar alamiah, sehingga bentuknya tidak
beraturan. Pada bongkahan batu tersebut terdapat goresan-goresan berbagai motif
yang dibuat oleh tangan manusia. Goresan-goresan itu ada yang membentuk gambar
manusia, menyerupai kemaluan laki-laki dan perempuan dan motif garis-garis serta motif
yang tak jelas maksudnya. Para ahli menduga, goresan-goresan ini merupakan simbol
yang berkaitan dengan kepercayaan komunitas pendukung budaya megalit.
Watu Pinawetengan telah sejak lama menjadi tempat permohonan orang, seperti
kesembuhan dari penyakit dan perlindungan dari marabahaya. Dengan melakukan ritual
ibadah yang dipandu seorang tonaas (mediator spiritual), sebagian orang percaya doa

mereka akan cepat dikabulkan. Arie Ratumbanua juru kunci Watu Pinawetengan
menegaskan, masyarakat yang datang ke sini bukan bertujuan menyembah batu,
melainkan menjadikan batu sebagai tempat atau sarana ibadah. Soal asal-usul batu ini,
masyarakat setempat percaya di sinilah tempat bermusyawarah para pemimpin dan
pemuka masyarakat Minahasa asli keturunan Toar-Lumimuut (nenek moyang masyarakat
Minahasa) pada masa lalu. Para pemimpin itu bersepakat untuk membagi daerah menjadi
enam kelompok etnis suku-suku bangsa yang tergolong ke dalam kelompok-kelompok
etnis Minahasa .

Taman Laut Bunaken


Taman Laut Bunaken berada di Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken. Taman laut

bunaken berjarak sekitar 7 mil dari pelabuhan Manado dan dapat ditempuh selama 30 menit
dengan menggunakan kapal cepat. Keindahan taman laut bunaken sudah tidak bisa
disangsikan lagi. Tidak lengkap rasanya berkunjung ke Kota Manado tanpa mengunjungi
lokasi wisata yang satu ini. Dengan kata lain taman laut bunaken merupakan destinasi wajib
bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Manado. Dipulau ini anda bisa melihat keindahan
alam bawa laut yang bisa memanjakan mata anda, berbagai terumbu karang dengan berbagai
bentuk, dan berbagai jenis biota laut seperti ikan kura-kura, mandarin fish, kuda laut, ikan
pari, dan jika anda beruntung anda bisa melihat ikan purba raja laut (Coelacanth) dan masih
banyak lagi biota laut lainya.

Wisata Alam

Tari Maengket
mmmmmmmmm

Anda mungkin juga menyukai