Anda di halaman 1dari 17

PENUGASAN

BLOK11: HEMATOPOETIK DAN LIMFORETIKULER

ANEMIA

OLEH :
YAUMIL AGISNA SARI
H1A012063

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


NUSA TENGGARA BARAT
2015

ANEMIA

PENDAHULUAN
DEFINISI
Anemia didefi nisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi
hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah
kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.1
Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar
hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan
untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan.1
Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan
harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.1
ETIOLOGI
Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia :2
1. Pendekatan kinetic
Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya
hemoglobin.
2. Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit
(Mean corpuscular volume/MCV)dan res-pons retikulosit.
Laporan/data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri subakut, osteomielitis
dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis
berkaitan dengan anemia.Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti
demam, penurunan berat badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan
waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara
produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.1
Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti pada infeksi kronis, tetapi lebih
sulit karena terapi yang efektif lebih sedikit. Penyakit kolagen dan artritis reumatoid merupakan
2

penyebab terbanyak. Enteritis regional, kolitis ulseratif serta sindrom inflamasi lainnya juga
dapat disertai anemia pada penyakit kronis.1,3
Penyakit lain yang sering disertai anemia adalah kanker, walaupun masih dalam stadium dini
dan asimtomatik, seperti pada sarkoma dan limfoma. Anemia ini biasanya disebut dengan anemia
pada kanker.1

GEJALA KLINIS

Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga
kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan,
karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen.1
Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor :1
Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan
Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif )
Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme kompensasi
peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g%
(Ht 15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada kadar Hb lebih tinggi selama
aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung karena penyakit jantung
yang mendasarinya.1
Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala
dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears).
Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam
jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/ atau infark miokard).1
Anemia yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi berkurangnya
volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala mudah lelah, lassitude
(tidak bertenaga), dan kram otot. Gejala dapat berlanjut menjadi postural dizzines, letargi,
sinkop; pada keadaan berat, dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian.1
PENYEBAB

Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia1:


3

Pendekatan kinetik
Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb.
Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean
corpuscular volume/MCV) dan res-pons retikulosit.
Pendekatan kinetik
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen1:
Berkurangnya produksi sel darah merah
Meningkatnya destruksi sel darah merah
Kehilangan darah.
Berkurangnya produksi sel darah merah
Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya.
Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah1:
Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat;
dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan
darah (defi siensi Fe)
Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia, infiltrasi
tumor)
Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin pada
gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme])
Anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya
Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal
dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan
sedikit berkurangnya masa hidup erirosit.
Peningkatan destruksi sel darah merah
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup
sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110120 hari.2 Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk
menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah
merah kira-kira 20 hari.1
4

Pendekatan morfologi
Penyebab anemia dapat diklasifi kasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan
darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai vo-lume
80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti
limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus
darah tepi disebut makrositik.1
Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic
cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah merah
dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean
tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefisien variasi volume sel darah merah atau RBC
distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW
menunjukkan adanya variasi ukuran sel.
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifi kasikan menjadi1,3,5:
Anemia makrositik (gambar 1)

Anemia mikrositik (gambar 2)

Anemia normositik (gambar 3)

Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia
makrositik dapat disebabkan oleh.1,6:
Peningkatan retikulosit
Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang
menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkat-an MCV
Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defisiensi folat atau
cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea)
Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)
Penggunaan alkohol
Penyakit hati
Hipotiroidisme.

Anemia mikrositik
Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV
kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit.
Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan
gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi.
Penyebab anemia mikrositik hipokrom1:
Berkurangnya Fe: anemia defi siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defisiensi
tembaga.
Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan didapat.
Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.
Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat
disebabkan oleh1,3:
Anemia pada penyakit ginjal kronik.
Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
Anemia hemolitik:
Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis
herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell).
Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus,
berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat,
anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom
hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).
EVALUASI PENDERITA
Evaluasi penderita dengan anemia diarahkan untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan1:
Apakah penderita mengalami perdarahan saat ini atau sebelumnya?
Apakah didapatkan adanya bukti peningkatan destruksi sel darah merah (hemolisis)?
Apakah terdapat supresi sumsum tulang?
Apakah terdapat defi siensi besi? Apakah penyebabnya?
Apakah terdapat defi siensi asam folat dan vitamin B12? Apakah penyebabnya?
Riwayat penyakit
7

Beberapa komponen penting dalam riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia1:
Riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya, melena padapenderita ulkus
peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal).
Waktu terjadinya anemia: baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru terjadi pada
umumnya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang berlangsung lifelong,
terutama dengan adanya riwayat keluarga, pada umumnya merupakan kelainan herediter
(hemoglobinopati, sferositosis herediter).
Etnis dan daerah asal penderita: talasemia dan hemoglobinopati terutama didapatkan pada
penderita dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-Sahara, dan Asia Tenggara.
Obat-obatan. Obat-obatan harus dievaluasi dengan rinci. Obat-obat tertentu, seperti alkohol,
asam asetilsalisilat, dan antiinfl amasi nonsteroid harus dievaluasi dengan cermat.
Riwayat transfusi.
Penyakit hati.
Pengobatan dengan preparat Fe.
Paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan.
Penilaian status nutrisi.
Pemeriksaan fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisistem dan untuk
menilai beratnya kondisi penderita.
Pemeriksaan fisik perlu memperhatikan1,4:
adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.
pucat: sensitivitas dan spesifi sitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau
konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit dideteksi di
ruangan dengan cahaya lampu artifisial. Pada penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan pada
58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.
penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang dapat
disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif (seperti pada leukemia mielositik
kronik), lesi litik ( pada mieloma multipel atau metastasis kanker).
8

petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.


kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defisiensi Fe.
Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia sideroblastik familial).
Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
Pemeriksaan laboratorium
Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, dan
hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan
retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa).
Pada banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang menggambarkan
variasi ukuran sel.1
Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik.
Beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter.1
Sel darah merah berinti (normoblas)
Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan
pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik
lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada pende-rita dengan bone
marrow replacement.
Pada penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat menunjukkan
adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat.1
Hipersegmentasi neutrofi
Hipersegmentasi neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5%
neutrofi l berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofi l berlobus >6. Adanya hipersegmentasi
neutrofi l dengan gambaran makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA
(defi siensi vitamin B12 dan asam folat).1
Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel
darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte
production index.
9

Produksi sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit harus
dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia.
Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan retikulosit
prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam
sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan
secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal
ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis.
Jumlah leukosit dan hitung jenis
Adanya leukopenia pada penderita anemia
dapat disebabkan supresi atau infi ltrasi sumsum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau
asam folat.
Adanya leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, infl amasi atau keganasan hematologi.
Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan petunjuk ke arah penyakit
tertentu1:
Peningkatan hitung neutrofi l absolut pada infeksi
Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia
Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu
Penurunan nilai neutrofi l absolut setelah kemoterapi
Penurunan nilai limfosit absolut pada infeksi HIV atau pemberian kortikosteroid
Jumlah trombosit
Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik.
Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan anemia,
misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang, destruksi trombosit
autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defisiensi folat atau B12. Peningkatan jumlah
trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif, defisiensi Fe, infl amasi, infeksi atau
keganasan. Perubahan morfologi trombosit (trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat
ditemukan pada penyakit mieloproliferatif atau mielodisplasia.1
Pansitopenia
Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia. Pansitopenia
berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defisiensi folat, vitamin B12, atau keganasan

10

hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat ditemukan pada penderita dengan
splenomegali dan splenic trapping sel-sel hematologis.1
Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostik.1
Contoh:
Pada seorang penderita, Hb turun dari 15g% menjadi 10 g% dalam 7 hari. Bila disebabkan oleh
ganguan produksi total (hitung retikulosit= 0) dan bila destruksi sel darah merah berlangsung
normal (1% per hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari. Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% =
1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun lebih banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan
supresi sumsum tulang saja bukan merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya
kehilangan darah atau destruksi sel darah merah.1
katan RDW
RINGKASAN
Anemia (hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita) merupakan
gejala dan tanda dari penyakit-penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya. Anemia dapat
disebabkan karena berkurangnya produksi, meningkatnya destruksi atau kehilangan sel darah
merah. Berdasarkan morfologi, anemia dapat diklasifi kasikan menjadi anemia makrositik,
anemia mikrositik, dan anemia normositik. Gejala klinis, parameter MCV, RDW, hitung
retikulosit, dan morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab
anemia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schrier SL. Approach to the adult patient with anemia. January 2011. [cited 2011, June 9 ].
Available from: www.uptodate.com
2. Schrier SL. Approach to the diagnosis of hemolytic anemia in the adult. January 2011. [cited
2011, June 9 ]. Available from: www.uptodate.com
3. Teff eri A. Anemia in adults : A contemporary approach to diagnosis. Mayo Clin Proc.
2003;78:1274-80.
4. Mehta BC. Approach to a patient with anemia. Indian J Med Sci. 2004;58:26-9.
5. Karnath BM. Anemia in the adult patient. Hospital Physician 2004:32-6.
6. Schrier SL. Macrocytosis. January 2011. [cited 2011, June 9 ]. Available from:
www.uptodate.com
7. Perkins S. Diagnosis of anemia. Sneek Peek Prac Diag of Hem Disorders, p : 3-16.
11

PATOGENESIS
Pemendekan Masa Hidup Eritrosit
Anemia pada penyakit kronis diduga merupakan suatu sindrom stres hematologik, yang
terjadi karena diproduksinya sitokin secara berlebihan. Sitokin yang berlebihan ini yang akan
menyebabkan sekuestrasi makrofag. Produksi sitokin yang berlebihan terjadi karena kerusakan
jaringan akibat infeksi, inflamasi, atau kanker.Sindrom stres hematologik ini terdiri dari
peningkatan destruksi eritrosit di limpa, peningkatan ambilan besi oleh makrofag yang
tersekuestrasi, penurunanan produksi eritropoietin di ginjal, dan penurunan respon eritropoiesis
di sumsum tulang. Selain menyebabkan sekuestrasi makrofag, sitokin yang berlebihan juga akan
menyebabkan peningkatan aktivitas fagositosis makrofag dan sebagai bagian dari filter limpa
menjadi kurang toleran terhadap kerusakan minor eritrosit. Pada keadaan malnutrisi, terjadi
penurunan

transformasi

T4 menjadi

T3 yang

mengakibatkan

terjadinya

hipotiroid

fungsional.Hipotiroid fungsional menyebabkan penurunan kebutuhan terhadap hemoglobin yang


mengangkut besi sehingga produksi eritropoietin berkurang.1
Gangguan Produksi Eritrosit
1. Gangguan metabolisme besi.
Pada anemia jenis ini cadangan besi normal tetapi kadar besi rendah. Jadi, anemia
disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Pada umumnya terdapat gangguan
absorpsi Fe walaupun ringan. Ambilan Fe oleh sel sel usus dan pengikatan apoferitin intrasel
masih normal sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa defek yang terjadi pada anemia ini
yaitu gangguan pembebasan Fe dari makrofag dan sel- sel hepar pada pasien.1
2. Gangguan fungsi sumsum tulang.
Yaitu respon eritropoietin terhadap anemia yang inadekuat.Hal ini terkait dengan sitokinsitokin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera yaitu IL-1, TNF-, dan IFN-gamma.Kadar IFNgamma berhubungan langsung dengan beratnya anemia. TNF yang dihasilkan oleh makrofag
12

aktif akan menekan eritropoiesis pada pembentukan BFU-E dan CFU-E. IL-1 akan menekan
CFU-E pada kultur sumsum tulang manusia.1
DIAGNOSIS
Diagnosa anemia penyakit kronik Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan
melalui beberapa pemeriksaan, antara lain dari: 4,5
1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat,
konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lainlain.
2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:
a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 711 gr/dL.
b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik
ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia
penyakit kronik.
c. Volume korpuskuler ratarata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau
menurun sedikit ( 80 fl).
d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL). Keadaan ini timbul segera
setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya anemia.
Konsentrasi protein pengikat Fe (transferin) menurun menyebabkan saturasi Fe yang
lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi Fe ini relatif mungkin
mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang kurang dari
Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur.
e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250 mug /
dL).
f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%). g. Feritin serum: normal atau
meninggi (> 100 ng/mL). Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan
sumsum tulang dan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte
Protophorphyrin), namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil
pemeriksaan sumsum tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur
selsel sumsum tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi
protoporfirin eritrosit bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia
penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien
anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya

13

anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas lebih
sering dilakukan pada pasien pasien anemia defisiensi besi.4,5,6
Tabel 1.Klasifikasi anemia berdasarkan MCV dan RDW2

Diagnosis Banding
Banyak pasien dengan infeksi kronik, inflamasi, dan keganasan mengalami anemia, tetapi
anemia yang terjadi pada pasien tersebut dapat disebut sebagai anemia pada penyakit kronis jika
memenuhi ciri- ciri sebagai berikut: anemia sedang, selularitas sumsum tulang normal, kadar Fe
serum dan TIBC rendah, kadar Fe dalam makrofag yang terdapat dalam sumsum tulang normal
atau meningkat, serta feritin serum yang meningkat.
Beberapa penyebab anemia berikut ini merupakan diagnosis banding atau mengaburkan
diagnosis

anemia

pada

penyakit

kronis:

anemia

dilusional, drug-induced

marrow

suppression atau drug induced hemolysis, perdarahan kronis, thalasemia minor, gangguan ginjal,
metastasis pada sumsum tulang.1,2

14

Bagan 1. Perbedaan anemia defisiensi Fe dan anemia penyakit kronis2


PENATALAKSANAAN
Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat
beberapa pilihan dalam mengobati anemia jenis ini, antara lain:1,2,3

1. Transfusi.
Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamik. Tidak ada
batasan yang pasti pada kadar hemoglobin berapa kita harus memberi transfusi. Beberapa
literatur disebutkan bahwa pasien anemi penyakit kronik yang terkena infark miokard,
transfusi dapat menurunkan angka kematian secara bermakna. Demikian juga pada pasien
anemia akibat kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 g/dL.
15

2. Preparat Besi.
Pemberian

preparat

besi

pada

anemia

penyakit

kronik

masih

terus

dalam

perdebatan.Sebagian pakar masih memberikan preparat besi dengan alasan besi dapat
mencegah pembentukan TNF-. Alasan lain, pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal,
preparat besi terbukti dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan
kontra, sampai saat ini pemberian preparat besi masih belum direkomendasikan untuk
diberikan pada anemia pada penyakit kronis.
3. Eritropoietin.
Data penelitan menunjukkan bahwa pemberian eritropoietin bermanfaat dan sudah
disepakati untuk diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal, mieloma multipel,
artritis reumatoid dan pasien HIV. Selain dapat menghindari transfusi beserta efek
sampingnya, pemberian eritropoietin mempunyai beberapa keuntungan, yakni mempunyai
efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi TNF- dan IFN-. Dilain pihak,
pemberian eritropoietin akan menambah proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan
rekurensi pada kanker kepala dan leher.
Saat ini terdapat 3 jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, beta dan darbopoietin.Masingmasing berbeda struktur kimiawi, afinitas terhadap reseptor dan waktu paruhnya sehingga
memungkinkan kita memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus.
Dengan demikian mekanisme terjadinya anemia pada penyakit kronis merupakan hal yang
harus dipahami oleh setiap dokter sebelum memberikan transfusi, preparat besi maupun
eritropoietin.

16

PENUTUP
Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang
terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang telah
berlangsung 12 bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin. Penyakit kronis
sebagai penyebab anemia sangat bervariasi.Penyakit kolagen dan artritis reumatoid merupakan
penyebab terbanyak.Enteritis regional, kolitis ulseratif,serta kanker juga dapat disertai
anemia.Diagnosa anemia penyakit kronis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis anemia dan
pemeriksaan penunjang.Kemajuan dalam pemahaman kita tentang patofisiologi anemia penyakit
kronis

telah

memungkinkan

munculnya

strategi

terapi

baru.Terapi

ini

termasuk

pengobatanterhadap penyakit yang mendasari dengan penggunaan agen erythropoietic, besi,


atau transfusi darah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Supandiman I,Fadjari H, Sukrisman L. Anemia Pada Penyakit Kronis. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi kelima.Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit
Dalam,2009;hal.1138.
2. Oehadian, Amaylia. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. CDK-194. Vol. 39 no. 6,
2012. Tersedia di: http://www.kalbemed.com/portals/6/04_194cme-pendekatan%20klinis
%20dan%20diagnosis%20anemia.pdf [diakses pada 10 April 2015].
3. Kumar, Cotran, Robbins.Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Buku Ajar Patologi.Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,2007;hal.463.
4. BitShawish H, Mosley JE. Anemia of Chronic Disease. Dalam: Anemia in The Elderly.
Tersedia di: Anemia in The Elderly, www. Cyberounds.com [diakses pada 10 April 2015].
5. Leonardo Sa, Papelbaum M. Anemia of Chronic Disease. Tersedia di : Hematology http: //
www. medstudents.com [diakses pada 10 April 2015].
6. Kumar P, Clark M. Anaemia of Chronic Disease. Dalam: Clinical Medicine. Third ed.

ELBS. 1994; Hal. 303.

17

Anda mungkin juga menyukai