Anda di halaman 1dari 7

Biomass To Liquid (Kayu dan Rerumputan)

Masih berbicara tentang sumber energi alternatif sebagai bentuk upaya manusia
menyelamatkan generasi yang akan datang dari krisis energi. BTL atau Biomass To
Liquid adalah suatu teknologi pengolahan biomassa menjadi senyawa-senyawa turunan
dari synthesis gas yang biasa digunakan sebagai bahan bakar.
Berbeda dengan GTL yang berbahan baku gas alam, pada BTL memerlukan proses yang
lebih kompleks dalam penyiapan bahan baku, karena bahan baku BTL yakni biomassa
harus digasifikasi terlebih dahulu kemudian gas tersebut harus dibersihkan dari
komponen lain : NOx, SOx, partikel-partikel, dan lain-lain untuk memperoleh synthetis
gas dengan kemurnian tinggi.
Bahan baku biomassa dibedakan menjadi dua jenis utama, yaitu pohon berkayu (woody)
dan rumput-rumputan (herbaceous). Saat ini material berkayu diperkirakan merupakan
50% dari total potensial bioenergi dunia. 20% yang lain adalah jerami yang diperoleh dari
hasil samping pertanian. Spesifikasi utama dari tanaman yang dapat dijadikan bahan baku
untuk memproduksi bahan bakar BTL disajikan pada tabel berikut yang dilengkapi
dengan karakteristi bahan baku batu bara dan gas alam pada GTL sebagai perbandingan:

Tabel karakteristik batu bara, gas alam, material berkayu dan material rumput-rumputan

Bahan Baku Berkayu

Gambar Bahan yang potensial untuk produksi BTL dari kiri ke kanan: serpihan kayu,
serbuk gergaji, kulit kayu dan pellet kayu.
Batang kayu merupakan contoh aplikasi biomassa untuk energi yang pertama kali
dikenal. Pembakaran kayu untuk penerangan dan penghangat telah dikenal oleh manusia
sejak ribuan tahun yang lalu.
Bagaimanapun penggunaan batangan kayu untuk tujuan energi saat ini bersaing dengan
penggunaan non-energi yang mempunyai nilai lebih seperti untuk produksi pulp, industri
furnitur, dan lain-lain. Sehingga menyebabkan tingginya harga bahan baku BTL serta
semakin meningkatkan konsumsi terhadap pohon. Oleh sebab itu, bahan baku berkayu
yang dimaksud di sini adalah bahan berkayu hasil sisa pengolahan kertas, furnitur, dan
lain lain.
Proses gasifikasi material berkayu biasanya tidak mungkin dilakukan secara langsung,
karena berbagai alasan seperti ukuan partikel yang terlalu besar atau terlalu berlainan,
kandungan air dan pengotor. Oleh karenanya biomassa berkayu memerlukan perlakuan
pendahuluan dan transformasi menjadi bahan baku yang tepat untuk proses gasifikasi dan
proses yang lebih lanjut. Bahan baku tersebut bisa berupa serpihan kayu, serbuk kayu
atau dalam bentuk pellet.
Ketika mencacah kayu yang masih baru, kandungan air dari serpihan kayu bisa sangat
tinggi (45-55% berat). Tingginya kandungan air dapat menghambat proses gasifikasi,
sehingga kandungan airnya harus diturunkan menjadi 5-25%. Terdapat tiga cara untuk
menurunkan kandungan air dalam biomassa berkayu :
1. Pengeringan secara alami material berkayu : pohon dibiarkan di atas tanah,
kandungan air dapat turun secara alami dari 50-55% menjadi 35-45%.
2. Pengeringan alami serpihan kayu : serpihan kayu dapat disimpan di luar ruangan
atau di dalam ruangan dekat reaktor gasifikasi untuk pengeringan lebih jauh.
Penyimpanan di luar ruangan dapat menurunkan kadar air dari 50% hingga sekitar
30%. Namun penyimpanan di luar dapat menyebabkan berkurangnya berat kayu
karena dekomposisi biologi dan atau infeksi serangga (terutama pada spesies kayu
lunak) terutama pada keadaan lembab.
3. Pengeringan buatan biomassa berkayu : secara umum pengeringan dengan cara ini
harus dihindari, karena memerlukan energi dan biaya tambahan yang tinggi.

Bahan Baku Rumput-rumputan


Penggunaan biomassa rumput-rumputan untuk energi masih dalam tahap pengembangan.
Meskipun masih dalam tahap pengembangan, energi potensial biomassa rumputrumputan sangat menjanjikan, karena sebagian besar biomassa tersebut berasal dari
material sisa pertanian seperti jerami. Pengubahan bahan baku rumput-rumputan untuk
umpan gasifikasi lebih mudah dari pada menggunakan material berkayu, karena biomassa
rumput-rumputan hanya memerlukan pencacahan.
Tanaman Energi

Kiri: Mischantus yang baru di tanam; Kanan : Mischantus saat umur dua tahun.
Penanaman rumput-rumputan untuk tujuan energi merupakan suatu hal yang relatif baru.
Spesies utama tanaman untuk energi adalah mischantus (rumput glagah), red canary
grass, dan switchgrass. Mischantus merupakan pilihan yang menarik, karena
pertumbuhannya memerlukan pupuk dan pestisida yang lebih sedikit daripada tanaman
yang lain, dengan perolehannya mencapai 15 ton per hektar pada kondisi yang optimum.
Kelemahan utamanya adalah sulitnya rehabilitasi lahan untuk penggunaan yang lain
karena struktur akar mischantus yang sangat dalam. Perolehan yang lebih rendah di dapat
dari switchgrass ( sampai dengan 10 ton per hektar). Untuk jenis red canary grass
perolehannya lebih rendah lagi yaitu 5-7 ton per hektar.
Dibandingkan tanaman jangka pendek yang lain, jenis rumput-rumputan mempunyai
kadar air yang lebih rendah. Meskipun demikian, spesies rumput-rumputan menunjukkan
beberapa kelemahan dibandingkan dengan biomassa berkayu. Lebih rendahnya densitas,
yang dapat menaikkan biaya transportasi dan penanganan. Kandungan komponen yang
tidak diinginkan (kalium, klorin, sulfur, abu), yang dapat menurunkan perolehan syngas,
korosi pada peralatan, penggumpalan dan fouling. Karena beberapa alasan tersebut,
biomassa rumput-rumputan biasanya tidak digasifikasikan secara langsung untuk
produksi BTL, tetapi diproses dalam bentuk produk setengah jadi berupa minyak
pirolisis.
Sisa Biomassa Tanaman Rumput-rumputan (Jerami)
Jerami (gambar 2.3 ) merupakan bahan rumput-rumputan utama yang dipakai untuk
energi akhir-akhir ini. Sama seperti tanaman rumput-rumputan yang lain, jerami biasanya
mempunyai kandungan kadar air yang lebih rendah dari pada biomassa berkayu.

Sebaliknya jerami mepunyai nilai kalor, densitas dan titik leleh abu yang lebih rendah,
dan kandungan abu, klorin, kalium dan sulfur yang lebih tinggi. Kalium dan klorin dapat
direduksi dengan mudah dengan membiarkan jerami di ladang, saat turun hujan sejumlah
besar kalium dan klorin akan tercuci oleh air hujan. Alternatifr yang lain, jerami yang
masih baru dapat langsung dicuci pada temperatur sedang (50-60 C). karena pencucian,
kandungan air pada jerami akan menjadi sangat besar sehingga diperlukan pengeringan
setelah proses pencucian.

Produksi Syngas dari Biomassa


Produksi syngas berkualitas tinggi dari biomassa, yang akan digunakan sebagai umpan
untuk produksi BTL memerlukan perhatian khusus. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa
produksi syngas dari biomassa masih merupakan komponen yang baru dari konsep GTL.
Syngas yang diperoleh dari gas alam dan batu bara merupakan teknologi yang telah lama
dikenal.
Gasifikasi dapat didefinisikan sebagai degradasi termal dengan keberadaan suplai agen
pengoksidasi (mengandung oksigen) dari luar seperti udara, steam,oksigen. Berbagai
metode gasifikasi telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar
untuk tujuan pembangkit listrik. Akan tetapi, untuk produksi BTL yang efisien diperlukan
komposisi gas yang sangat berbeda. Dikarenakan pada pembangkit listrik syngas
digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan di proses BTL syngas digunakan sebagai
umpan untuk mendapatkan produk yang lain. Perbedaan tersebut mempunyai implikasi
berkenaan dengan kemurnian dan komposisi gas.
Untuk produksi BTL, yang terpenting adalah banyaknya CO dan H2 (makin banyak,
makin bagus). Keberadaan komponen hidrokarbon dan inert harus dihindari atau
setidaknya jumlahnya serendah mungkin. Hal tersebut dapat didapatkan melalui beberapa
jalan:

Banyaknya komponen selain CO dan H2 dapat direduksi melalui transformasi


lebih lanjut komponen tersebut menjadi CO dan H2. Bagaimanapun hal tersebut
juga memerlukan energi dan biaya yang lebih besar (dua proses gasifikasi dan
transformasi). Hasilnya, efisiensi energi dari keseluruhan proses produksi syngas
dan BTL juga berkurang, menyebabkan biaya produksi yang lebih tinggi.
Banyaknya berbagai macam komponen dapat diperkecil melalui dekomposisi
biomassa yang lebih sempurna. Pendekatan ini sepertinya lebih sesuai ditinjau
dari efisiensi energi dan biaya. Minimalisasi kandungan berbagai jenis
hidrokarbon dapat diperoleh dengan menaikkan temperatur proses gasifikasi, serta
mempercepat waktu tinggal umpan di dalam reaktor. Oleh karena pendeknya
waktu tinggal, ukuran partikel harus cukup kecil agar proses gasifikasi sempurna
dan efisien dapat berlangsung.
Dalam proses gasifikasi untuk pembangkit listrik biasanya menggunakan udara
sebagai pengoksidasi, karena udara merupakan pengoksidasi paling murah. Akan
tetapi penggunaan udara menghasilkan nitrogen pada gas produk dalam jumlah
besar. Keberadaan nitrogen dalam jumlah besar pada gas produk akan

mengganggu untuk produksi BTL. Menghilangkan nitrogen melalui liquifasi di


bawah temperature kriogenik memerlukan energi yang sangat besar. Di antara
pilihan lain yang potensial (steam, CO2, O2), oksigen merupakan pengoksidasi
yang paling sesuai untuk pabrik BTL.

Gasifier untuk BTL

Gas (sebelah kiri) dan char (sebelah kanan) indirect gasifier


Fluidised bed gasifier umumnya tidak menjumpai pembatasan skala dan lebih fleksibel
mengenai ukuran partikel umpan. Meskipun demikian, gasifier tersebut masih
mempunyai batas spesifikasi umpan, karena resiko adanya slagging dan fouling,
aglomerasi dan korosi. Temperature operasi fluidised bed gasifier dengan hembusan
udara relative rendah (800-1000 C), yang mengakibatkan dekomposisi umpan kurang
sempurna, meskipun waktu tinggalnya lama. Atmospheric atau pressurised circulating
fluidised bed gasifier dengan hembusan oksigen dan gas atau char indirect gasifiers
(gambar 3.3) dengan hembusan steam merupakan solusi yang lebih baik untuk produksi
BTL. Kedua metode gasifikasi tersebut mereduksi jumlah nitrogen dalam gas produser
secara signifikan. Pada metode pertama, hal tersebut terjadi karena penggantian udara
dengan oksigen. Sedangkan pada metode kedua, nitrogen keluar pada gas cerobong (flue
gas) bukan pada gas produsen, karena gasifikasi dan pembakaran dilakukan terpisah
energi untuk gasifikasi didapatkan dari pembakaran char dari gasifier pertama pada
reaktor kedua.
Untuk mendapatkan ukuran partikel biomassa yang halus merupakan tantangan utama
dari segi efisiensi energi dan biaya. Penggilingan kayu memerlukan lebih banyak energi
dari pada penggilingan material lain, misalnya sekitar lima kali lebih besar dari pada
penggilingan batu bara. Lebih susah lagi pencacahan biomassa rumput-rumputan menjadi
partikel berukuran begitu kecil, meskipun masih mungkin dilakukan. Efisiensi energi
gasifikasi lebih lanjut di reduksi dengan penghilangan gas inert (biasanya CO2) dalam
jumlah besar dari gas produser. Jumlah gas inert dipengaruhi oleh densitas umpan
makin kecil densitas, makin banyak jumlah gas inert. Dengan begitu, alternative bentuk
umpan biomassa (melalui pre-treatment) perlu dipikirkan untuk entrained flow gasifier.
Pilihan pre-treatment biomassa yang mungkin adalah torrefaction, pyrolysis dan pragasifikasi.

Torrefaction merupakan perlakuan termal biomassa (terutama kayu) tanpa adanya


oksigen selama 15-60 menit pada temperature 200-3000C dan tekanan atmosferik.
Hasilnya, biomassa akan berubah menjadi produk yang mirip kokas. Tranformasi
torrefaction adalah proses dengan efisiensi tinggi (konversi 85-95%). Energi yang dipakai
pada torrefaction terbayar sepenuhnya dengan 8-10 kali lebih rendah konsumsi energi
penggilingan kayu yang telah di torrefaction dibandingkan penggilingan kayu yang masih
baru.
Pada pyrolysis, biomassa padat (terutama rumput-rumputan) diubah menjadi keadaan
cairan material setengah jadi (pyrolysis slurry) yang kemudian diumpankan ke gasifier.
Tidak seperti gasifikasi, pyrolysis merupakan degradasi termal tanpa adanya suplai
pengoksidasi dari luar, Hasilnya, perolehan pyrolysis sebagian besar cairan (sampai 80%
basis massa) dan beberapa tar dan char. Pyrolysis sangat cocok untuk biomassa rumputrumputan karena pre-treatment alternatif (pencacahan) jauh lebih susah dan mahal
dibandingkan kayu.
Gambar berikut adalah konfigurasi sistem secara menyeluruh untuk memproduksi syngas
dari biomassa dengan persiapan pyrolysis untuk pemrosesan lebih lanjut menjadi bahan
bakar BTL.

Gambar Carbo-V Process of Choren Industries GmbH untuk memproduksi syngas dari
biomassa

Setelah dipirolisis (pada low-temperature gasifier/NTV), gas pirolisis biomassa dan char
(biocoke) diunpankan ke gasifier dan akan didapatkan gas bebas tar dengan kandungan
CO dan H2 tinggi. Gas yang bersih didinginkan hingga 200 C dalam heat exchanger,
dengan demikian meningkatkan efisiensi energi keseluruhan proses dengan memproduksi
steam kualitas tinggi. Selanjutnya gas dibersihkan dari partikel debu (di deduster) dan
dari komponen selain CO dan H2 (di washer). Pada akhirnya akan didapatkan syngas
yang bersih, terdiri dari CO dan H2. Pembersihan gas secara cukup menunjukkan poin
penting dalam produksi syngas dan BTL. Katalis dalam sintesis BTL dapat dengan
mudah teracuni oleh logam alkali, halide, senyawa sulfur, CO2 dan sebagainya,
meskipun dengan jumlah yang sangat kecil.

Anda mungkin juga menyukai