Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Pengertian
Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kepada pasien/klien adalah dalam melakukan diskusi
tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada
pekerjaannya.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu

pertukaran

pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.


Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan
yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga
profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam
lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh pertukaran suatu negara dimana pelayanan diberikan. Bagi
perawat, hubungan kerjasama dengan dokter sangat penting apabila ingn
menunjukkan fungsinya secara independen. Tujuan kolaborasi perawat adalah
untuk membahas masalah-masalah tentang klien dan untuk meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

pamahaman tentang kontrbusi setiap anggota tim serta untuk mengidentifikasi


cara-cara meningkatkan mutu asuhan klien. Agar hubungan kolaborasi dapat
optimal, semua anggota profesi harus mempunyai keinginan untuk bekerjasama.
Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja
saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagai nilainilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi
terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

Hubungan kolaborasi tim kerja di Rumah Sakit


Dokter

Perawat

Ahli Gizi

Fokus Klien/
Pasien

Laboratorium

Dll

Administrasi

IPSRS
Radiologi

Tim satu disiplin ilmu meliputi : tim perawat, tim dokter, tim administrasi,
dan lain-lain.
Tim

pelayanan

kesehatan

interdisiplin

merupakan

sekelompok

professional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda
keahlian. Tim akan berfungsi baik, jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim

Universitas Sumatera Utara

dalam memberikan pelayanan kesehatan efektif, bertanggung jawab dan saling


menghargai sesama anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam tim inter
disiplin. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan
seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan
anggota tim lain sebagai membuat relevan pemberian pengobatan.
Tim multi disiplin meliputi: tim operasi, tim infeksi nasokomial, dan lainlain. Elemen kunci kolaborasi dalam kerjasama tim multidisiplin dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi tim seperti :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik profesional.
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya.
c. Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja.
d. Meningkatnya kofensifitas antar professional.
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar professional.
f. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, menghargai dan memahami orang
lain.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Dasar-dasar Komperensi Kolaborasi


a. Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam berkolaborasi, karena kolaborasi
membutuhkan pemecahan masalah yang

lebih komplek, dibutuhkan

komunikasi efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim.


b. Respek dan kepercayaan
Respek dan kepercayaan dapat disampaikan secara verbal maupun non verbal
serta dapat dilihat dan dirasakan dalam penerapannya sehari-hari.
c. Memberikan dan menerima feed back
Feed back dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri,
kepercayaan diri, emosi, lingkungan serta waktu, feed back juga dapat bersifat
negative maupun positif.
d. Pengambilan keputusan
Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan
kolaborasi yang efektif guna menyatukan data kesehatan pasien secara
komperensip sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota tm.
e. Manajemen konflik
Untuk menurunkan komplik maka masing-masing anggota harus memahami
peran

dan

fungsinya,

melakukan

klarifikasi

persepsi

dan

harapan,

mengidentifikasi kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran serta


melakukan negosiasi peran dan tanggung jawabnya.
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kriteria, yaitu:
(1) adanya saling percaya dan menghormati, (2) saling memahami dan menerima

Universitas Sumatera Utara

keilmuan masing-masing, (3) memiliki citra diri positif, (4) memiliki kematangan
professional yang setara (yang timbul dari pendidikan dan pengalaman), (5)
mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan (6) keinginan untuk
bernegoisasi.
Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling
ketergantungan (interdefensasi) untuk kerjasama dan bekerjasama. Bekerjasama
dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama
mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau target yang telah
ditentukan dapat tercapai. Selain itu menggunakan catatan klien terintegrasi dapat
merupakan suatu alat untuk berkomunikasi antara profesi secara formal tentang
asuhan klien.
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika : 1) semua profesi memiliki
visi dan misi yang sama, 2) masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari
pekerkaannya, 3) anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik, 4)
masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang bergabung dalam
tim.

2.3 Faktor-faktor Sosial yang Mempengaruhi Komunikasi


Adapun faktor-faktor sosial yang mempengaruhi komunikasi meliputi:
usia, jenis kelamin, kelas sosial, etnik, status sosial, bahasa, kekuasaan, peraturan
sosial, peran sosial.

Universitas Sumatera Utara

2.4. Faktor Penghambat Kolaborasi Perawat dengan Dokter


Hubungan perawat-dokter adalah suatu bentuk hubungan interaksi yang
telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif
yang berbeda dalam memandang pasien, dalam praktiknya menyebabkan
munculnya hambatan-hambatan tehnik dalam melakukan proses kolaborasi.
Kendala psikologi keilmuan dan individual, faktor sosial, serta budaya
menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi
yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan
pasien.
Hambatan kolaborasi perawat dengan dokter sering dijumpai pada tingkat
professional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian professional dalam
aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan
biasanya fisik lebih besar dibandingkan perawat, sehingga iklim dan kondisi
sosial masih mendukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari komplik
perawat dengan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap
pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya. Dari hasil observasi peneliti di
rumah sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan belum
dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter.
Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan
instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi
asuhan keperawatan meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil
wawancara peneliti dengan beberapa perawat rumah sakit pemerintah dan swasta,

Universitas Sumatera Utara

mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan


kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa
perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta
kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung. Isu-isu tersebut jika tidak
ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat
upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa
pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan
sebagai profesi.
Berkaitan dengan isu kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan
dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vakosional
menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan
tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangat komplek. Tanggung jawab hukum
juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian, yaitu :
malpraktik medis dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari
pemerintah maupun para pihak yang terkait mengenai tanggung jawab hukum dari
perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi juga harus berbenah dan
memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan. Komunikasi
dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu
ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien
secara komperensip sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota tim
dalam pengambilan keputusan.
Menurut penelitian Charles Amaludin, pelaksanaan kolaborasi perawat
dengan dokter di IRNA Non Bedah Dewasa Rumah Sakit Dr.Mohammad Husin

Universitas Sumatera Utara

Palembang tahun 2006 dengan jumlah populasi 90 orang perawat dengan


menggunakan tehnik sample nonprobability sampling maka didapat jumlah
sampel sebanyak 26 0rang perawat dengan hasil penelitian dikategorikan baik
(51,3%) dan frekuensi 13,3.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai