Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kejang Demam


1

Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,40c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI,
2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di
Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam
sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh,
2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami
demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang
perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan
kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah
kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas
rentang normal yaitu 38,8C dan disertai dengan kejang

10

11

Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan


Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya.
a. Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak
besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan
lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-lekuk

membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.


1) Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan pusat dari :
Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf
kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel
saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks
serebri.
Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang
otak sebagian lain dibagian medulla spinalis.
Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis
bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran
utama
Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain.
2) Otak Kecil (Serebelum)
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi
gerakan.Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar
otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk

12

diantara rangkaian arteri carotis interna dan vertebral, lingkaran inilah


yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri
carotis interna, anterior dan arteri serebral bagian tengah dan arteri
penghubung anterior dan posterior. Arteri pada sirkulus willisi memberi
alternative pada aliran darah jika salah satu aliran darah arteri mayor
tersumbat.
b. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007
diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla
spinalis melalui sistem ventrikular. Cairan Serebrospinal atau Liquor
Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel lateral
ketiga dan keempat, secara organik dan non organik LCS sama dengan
plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi. LCS mengandung
protein, glukosa dan klorida, serta immunoglobulin.Secara normal LCS
hanya mengandung sel darah putih sedikit dan tidak mengandung sel darah
merah.Cairan LCS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.

c. Medula Spinalis
Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh
melangkah.
d. Saraf Somatik

13

Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf
motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi
saraf otak dan saraf spinal.
e.

Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :

Saraf servikal 8 pasang


Saraf torakal 12 pasang
Saraf lumbal 5 pasang
Saraf sacrum/sacral 5 pasang
Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik

masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari
medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf
spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus
(anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus
untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak
membentuk anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara tulang kosta
(nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat
autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk
daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke
perifer terjadi penyeberang (kontra lateral) yaitu yang berada di kiri
menyeberang ke kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi

14

kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota


gerak yang sebelah kanan.
f. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti
jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf
simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
-

Kesiagaan meningkat
Denyut jantung meningkat
Pernafasan meningkat
Tonus otot-otot meningkat
Gerakan saluran cerna menurun
Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari,

semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja,


olahraga, cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan menurun
- Denyut jantung melambat
- Pernafasan tenang
- Tonus otot-otot menurun
- Gerakan saluran cerna meningkat
- Metabolisme tubuh menurun
g. Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa
olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus

15

subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf
sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa
hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi
yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik
yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus.
Bau-bauan yang dapat merangsang timbulnya nafsu makan dan induksi
salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan
muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan
area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis
talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin
berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan
sistem limbik.
2) Saraf Optikus
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di
retina.Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat
arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada
dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial
serabut-serabut dari berbagai bagian fundus maih utuh sehingga

16

serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian


inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian
nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan
visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang
berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa
serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan
dan berjalan didalam trakus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks visual
lobus

oksipital.

Dalam

perjalanannya

serabut-serabut

tersebut

memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah


melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma
optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri
berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3) Saraf Okulomotorius
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan
substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di
dalam

substansia

grisea

(Nukleus

otonom).

Nukleus

motorik

17

bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior,


dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior.
Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat
sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan
otot siliaris.
4) Saraf Troklearis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di
depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf troklearis mempersarafi otot
oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan
abduksi dalam derajat kecil.
5) Saraf Trigeminus
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi
otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf
trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu saraf oftalmikus,
maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah
kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior
telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6) Saraf Abdusens

18

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons


bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel
ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7) Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik
fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke
dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi
wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital,
otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior
serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu
serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler
yang

mengndung

serabut-serabut

aferen

yang

mengurusi

keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral
ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior
lobus temporalis.

19

9) Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut,
saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu gonglion
intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot stiloglosal,
saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil
dan sepertiga posterior lidah.
10) Saraf Vagus
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion
superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya
terletak pada daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua
visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding
usus, jantung dan paru-paru.
11) Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks
kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang
terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi
memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila
lengan diangkat ke atas.
12) Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada
setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua

20

menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf


motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus,
hipoglosus dan genioglosus.
h. Aktivitas Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon
menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
1 = Tidak ada respon
2 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)
3 = Normal (++)
4 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
5 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)
i. Refleks-refleks pada sistem persyarafan
1) Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi
kurang lebih 30. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa
kontraksi otot quadriceps femoris yaitu, ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90, supinasi
dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari
pemeriksa ditempatkan pada tendon, biceps (diatas lipatan siku)
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat
bila terjadi fleksi sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari
atau sendi bahu.
3) Refleks triceps

21

Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps


diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2
cm diatas olekranon)
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit
meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada
klonus yang sementara.
4) Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas
tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks
hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5) Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas
dan kearah yang digores.
6) Refleks babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini,
goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari
kaki.
j. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan

22

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)


dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada berarti kaku kuduk positif (+).
2) Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan
lain didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian
kepala klien difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski I positif (+)
bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut.
3) Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada
sendi panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut
135 terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing), terjadi
jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan
atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan

23

tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar


kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing),
terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
c. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus
keluar dan kaki plantar fleksi.

Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada
sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan
peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8C dan terjadi
disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu

tubuh (Dona Wong L, 2008).


Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1 C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan
terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan
listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya

24

dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai


ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya
ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya,
kejadian kejang pada suhu 38C, anak tersebut mempunyai ambang kejang
yang rendah, sedangkan pada suhu 40 C atau lebih anak tersebut mempunyai
ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah (Latief et al., 2007).

Bagan 2.1
Proses Penyakit
Suhu Tubuh Meningkat
Gangguan Keseimbangan Membran Sel
Pelepasan Ion Na dan K
Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar

Gangguan Muatan Listrik

KEJANG
(Sumber: Nugroho, 2011)

Manifestasi Klinis

25

Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik
klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun
tanda- tanda kejang demam meliputi :
a. Demam yang biasanya di atas (38,9 C)
b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
b. Penurunan kesadaran
c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
d. Muntah
e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam
waktu yang singkat (Lyons, 2012)
6

Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan

penunjang

yang

diperlukan

dalam

mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut :


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al.,
2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari
15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai
(Farrell dan Goldman, 2011).
b. Pungsi lumbal

26

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal


dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada
pasein kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk
bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk
dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada
kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro
dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam
sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang
yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada
kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral
(Jonston, 2007).
d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan

pencitraan

seperti

computed

tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI)


jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan
neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya
lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan
tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB
membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).

27

Manajemen Medik
a. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang
mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal
dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila kejangnya
belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya
dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2
kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/
kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti,
dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien
harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti, pemberian

28

obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang


demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi
IDAI, 2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan.
Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk
mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi
risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk mengurangi
demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita
menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai
empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/
dosis, juga sampai empat dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anakanak di atas usia enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10
mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari
pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira,
2010).
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang
demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari
15 menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian
kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental
dan hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat
dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam,
kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang demam
berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk pengobatan jangka

29

panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis)
atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan
pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan
pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara
bertahap selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).
b. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et
al., 2011 dan Capovilla et al., 2009):
1) Baringkan pasein di tempat yang rata.
2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka
misalnya ikat pinggang.
4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
7) Monitor suhu tubuh.
8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu
tubuh yang tinggi.
9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat
antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.

30

Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):


1) Hilangkan obstruksi jalan napas.
2) Siapkan akses vena.
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan
darah, SaO2).
4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5
mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan menangguhkan
ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10
menit.
6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli
anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam
Sederhana
1. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan
keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang

31

Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya
gangguan nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena
pasien merasakan demam terutama pada malam hari
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien

32

Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar


(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur
dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk
pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan
prinsip-prinsip

(inspeksi,

auskultasi,

palpasi,

perkusi),

disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui


adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi
yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan (Wijaya,2013).

2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan
suhu tubuh
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)

3. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam
sederhana adalah sebagai berikut :

33

Tabel 2.1
Rencana Tindakan keperawatan
N
O
1.

Diagnosa
Keperawatan
Peningkatan suhu
tubuh
berhubungan
dengan
proses
patologis

Resiko
tinggi
kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan
peningkatan suhu

Tujuan
Tupan:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 4 x 24
suhu
tubuh
normal.
Tupen:
Setelah
dilakukan
tindakan
perawatan
selama 3 x 24
jam
proses
patologis teratasi
dengan kriteria:
TTV stabil
Suhu
tubuh
dalam
batas
normal

Perencanaan
Intervensi
Rasional
1. Pantau
suhu 1.
Suhu 38,9-41,1
0
pasien
(derajat
C
menunjukkan
dan
pola):
proses
penyakit
perhatikan
infeksius akut.
menggigil?
diaforesi.
2. Pantau
suhu 2.
Suhu ruangan,
lingkungan,
jumlah selimut harus
batasi/tambahkan
dirubah
untuk
linen tempat tidur
mempertahankan
sesuai indikasi.
suhu
mendekati
normal
3. Berikan kompres 3.
Dapat
hangat:
hindari
membantu
penggunaan
mengurangi demam,
kompres alkohol.
penggunaan
air
es/alkohol mungkin
menyebabkan
4. Berikan selimut
kedinginan
pendingin
4.
Digunakan untu
kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu
terjadi
Kolaborasi:
gangguan pada otak.
5. Berikan
antipiretik sesuai 5.
Digunakan
indikasi
untuk
mengurangi
demam dengan aksi
sentral

Tupan:
setelah 1. Ukur/catat haluaran
dilakukan
urin.
tindakan
perawatan selama
3 x 24 jam 2. Pantau tekanan

1. Penurunan haluaran
urin dan berat jenis
akan
menyebabkan
hipovolemia.
2. Pengurangan dalam

34

tubuh

kekurangan
volume
cairan
tidak terjadi

darah dan denyut


jantung

Tupen:
setelah
dilakukan
tindakan
perawatan selama
2 x 24 jam
peningkatan suhu
tubuh
teratasi,
dengan kriteria:
Tidak ada tanda- 3. Palpasi denyut
perifer.
tanda dehidrasi
Menunjukan
4. Kaji membran
adanya
mukosa kering,
keseimbangan
turgor kulit yang
cairan
seperti
tidak elastis
output
urin
adekuat
Turgor kulit baik
Membran mukosa Kolaborasi:
mulut lembab
5. Berikan cairan
intravena, misalnya
kristaloid dan
koloid

6. Pantau nilai
laboratorium

3.

Tidak
efektifnya
bersihan
jalan
nafas
b.d
peningkatan sekresi
mucus

Tupan:
setelah
dilakukan
tindakan
perawatan selama
4 x 24 jam jalan
nafas
kembali
efektif
Tupen:

setelah

1. Anjurkan pasien
untuk
mengosongkan
mulut dari
benda/zat tertentu.
2. Letakkan pasien
pada posisi miring,
permukaan datar,
miringkan kepala

sirkulasi
volume
cairan
dapat
mengurangi tekanan
darah/CVP,
mekanisme
kompensasi awal dari
takikardia
untuk
meningkatkan curah
jantung
dan
meningkatkan
tekanan
darah
sistemik.
3. Denyut yang lemah,
mudah hilang dapat
menyebabkan
hipovolemia.
4. Hipovolemia/cairan
ruang ketiga akan
memperkuat
tandatanda dehidrasi.

5. Sejumlah besar cairan


mungkin dibutuhkan
untuk
mengatasi
hipovolemia
relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
kehilangan
dengan
meningkatkan
permeabilitas kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan
didalam
hidrasi/viskositas
darah.
1. Menurunkan risiko
aspirasi atau
masuknya sesuatu
benda asing ke faring.
2. Meningkatkan aliran
(drainase) sekret,
mencegah lidah jatuh
dan menyumbat jalan

35

dilakukan
tindakan
perawatan selama
2 x 24 jam
peningkatan
sekresi
mukus
teratasi,
dengan
kriteria:
Suara nafas
vesikuler
Respirasi rate
dalam batas
normal

selama serangan
kejang.
3. Tanggalkan pakaian
pada daerah
leher/dada dan
abdomen.
4. Masukan spatel
lidah/jalan nafas
buatan atau
gulungan benda
lunak sesuai dengan
indikasi.

5. Lakukan
penghisapan sesuai
indikasi

nafas.
3. Untuk memfasilitasi
usaha
bernafas/ekspansi
dada.
4. Jika masuknya di
awal untuk membuka
rahang, alat ini dapat
mencegah tergigitnya
lidah dan
memfasilitasi saat
melakukan
penghisapan
lendiratau memberi
sokongan terhadap
pernafasan jika di
perlukan.
5. Menurunkan risiko
aspirasi atau asfiksia.

Kolaborasi :
6. Berikan tambahan
oksigen/ventilasi
manual sesuai
kebutuhan pada
fase posiktal.

Resiko perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
b.d intake yang
tidak adekuat

Tupan:
setelah 1. Buat tujuan berat
dilakukan
badan minimum dan
tindakan
kebutuhan nutrisi
perawatan selama
harian.
5 x 24 jam
perubahan nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tidak
terjadi
2. Gunakan
pendekatan
Tupen:
setelah
konsisten, duduk
dilakukan
dengan pasien saat

6. Dapat menurunkan
hipoksia serebral
sebagai akibat dari
sirkulasi yang
menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.
1. Malnutrisi adalah
kondisi gangguan
minat yang
menyebabkan depresi,
agitasi dan
mempengaruhi fungsi
kognitif/pengambilan
keputusan.
2. Pasien mendeteksi
pentingnya dan dapat
beraksi terhadap
tekanan, komentar

36

tindakan
makan, sediakan
perawatan selama
dan buang makanan
3 x 24 jam intake
tanpa persuasi
nutrisi
adekuat,
dan/komentar.
dengan kriteria:
3. Berikan makan
Makan klien habis
sedikit dan makanan
BB klien normal
kecil tambahan,
yang tepat.
4. Buat pilihan menu
yang ada dan
izinkan pasien untuk
mengontrol pilihan
sebanyak mungkin.

5. Pertahankan jadwal
bimbingan berat
badan teratur.

apapun yang dapat


terlihat sebagai
paksaan memberikan
fokus padad makanan.
3. Dilatasi gaster dapat
terjadi bila pemberian
makan terlalu cepat
setelah periode puasa.
4. Pasien yang
meningkat
kepercayaan dirinya
dan merasa
mengontrol
lingkungan lebih suka
menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Memberikan catatan
lanjut penurunan
dan/atau peningkatan
berat badan yang
akurat.

4. Pelaksanaan
Menurut

Iyer

et

al

(1996)

yang

dikutip

oleh

Nursalam

(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk


mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien

37

sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi


hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan
dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai