Anda di halaman 1dari 33

I.

PENDAHULUAN
1.1. TRANSPORTASI
Fungsi : membawa penumpang dan barang dari satu
tempat ke tempat lain
Faktor yang harus dipertimbangkan :
Keamanan
Biaya yang rendah
Waktu
1.2. MACAM TRANSPORTASI
a. Transportasi Darat (Jalan Raya, Kereta Api)
b. Transportasi Air (Transportasi Laut, Danau,
Sungai)
c. Transportasi Udara

dan

1.3. TRANSPORTASI UDARA


Merupakan jenis transportasi yang dominan untuk
perjalanan jauh.
Keuntungan :
Kecepatan
Kecepatan jelajah kurang sedikit dari kecepatan
suara khususnya yang bermesin turbo-jet dan turbofun
Perjalanannya kontinyu (terus menerus)
Kontinyu melintasi daratan dan air tanpa kehilangan
waktu
Kemampuan untuk mencapai (tempat yang tak
terjangkau)
Mempunyai kemampuan untuk membuka tempattempat yang tak terjangkau oleh transportasi lain.
Misalnya di pedalaman Kalimantan dan Irian Jaya.
Kelemahan :
Biaya Operasional

Hanya bisa mengakomodasi sedikit penumpang dan


sejumlah
kecil
muatan/barang,
sedangkan
operasional (biaya pesawat, fasilitas lain-lain)
biayanya tinggi, karena itu ongkos pesawat menjadi
cukup tinggi.
Kapasitas
Kemampuan membawa beban/muatan terendah
dibandingkan dengan transportasi lain, sehingga
biaya transpory persatuan berat mahal.
Kondisi Cuaca
Untuk mendarat dan lepas landas tergantung kondisi
cuaca (tidak bisa beroperasi pada hari-hari berkabut)
Peraturan-peraturan Penerbangan
Untuk penerbangan Internasional harus diperhatikan
Peraturan-peraturan yang diterapkan oleh ICAO.
1.4. SEJARAH TRANSPORTASI UDARA
17 Desember 1903, Carolina Utara, Orville Wright,
Tukang Sepeda, mengangkat dirinya ke udara
setinggi 120 kaki.
1916, layanan penerbangan Internasional pertama
antara Toulouse dan Barcelona
1919, Pelayanan London Paris
27 Agustus 1939 di Jerman, Penerbangan dengan
pesawat jet pertama, buatan Heinkel Jerman.
Pesawat pertama di Indonesia yang dioperasikan
sebagai pesawat komersil adalah D-3 bernama
Seulawah yang mendarat di bandara Rangoon
tanggal 26 Januari 1949.

II. ORGANISASI PENERBANGAN


2.1. UMUM
Macam Penerbangan :
Penerbangan Umum
1. Penerbangan Bisnis
2. Penerbangan Komersil
3. Penerbangan yang bersifat latihan
4. Penerbangan pribadi
Penerbangan Militer
Penerbangan khusus yang dilakukan untuk kepentingan
militer (Angkatan Udara)
Penerbangan Umum Komersial dan Penerbangan Militer
dapat dioperasikan secara terpisah maupun bersamasama
2.2. INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION
(ICAO)
(Organisasi Penerbangan Sipil Internasional)
Merupakan salah satu badan khusus dari PBB yang
bermarkas di Montreal Canada.
Tujuan ICAO :
1. Menjamin
perkembangan
penerbangan
sipil
internasional yang aman dan teratur di seluruh dunia
2. Mendorong seni-seni rancangan dan pengoperasian
pesawat untuk tujuan-tujuan damai
3. Mendorong pembangunan usaha penerbangan,
bandara, dan fasilitas-fasilitas navigasi udara bagi
penerbangan internasional
4. Memenuhi kebutuhan masyarakat dunia akan
tersedianya transportasi udara yang aman, teratur,
efisien, dan ekonomis.

5. Mencegah pemborosan ekonomi yang disebabkan


oleh persaingan tidak sehat
6. Menghindari diskriminasi antara negara-negara yang
ambil bagian
7. Meningkatkan
keamanan
navigasi udara internasional

penerbangan

dalam

8. Meningkatkan secara umum perkembangan seluruh


aspek aeromatika sipil internasional
2.3. FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION (FAA)
(Badan Penerbangan Federal)
Fungsi FAA :
1. Mendorong berdirinya perusahaan penerbangan sipil,
tempat-tempat mendarat, dan fasilitas-fasilitas
penerbangan lainnya
2. Memilih perusahaan penerbangan federal dan
mendapatkan, mendirikan, mengoperasikan, dan
melakukan penelitian dan pengembangan dan
memelihara fasilitas-fasilitas navigasi penerbangan
bersama dengan perusahaan penerbangan sipil
3. Membuat peraturan untuk pengendalian dan
perlindungan lalu lintas udara yang bergerak dalam
perdagangan udara
4. Melaksanakan
atau
mengawasi
pekerjaan
pengembangan teknis dalam bidang aeronatika dan
pembangunan/ pengembangan
fasilitas-fasilitas
aeronatika
5. Menyediakan registrasi pesawat
6. Meminta pemberitaan dan mengeluarkan perintahperintah sehubungan dengan bahaya perdagangan
udara.

III. GAMBARAN UMUM LAPANGAN TERBANG


Hal-hal yang dipakai di Bandara dan berhubungan erat
dengan pekerjaan-pekerjaan sipil antara lain :
1. Airport
Merupakan area daratan atau air yang secara teratur
digunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat.
Tempat ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk
menyimpan dan memperbaiki pesawat sebagai
tambahan fasilitas-fasilitas umum lainnya untuk
penumpang dan barang
2. Aerodrome
Suatu area tertentu di darat atau di air (termasuk
bangunan, instalasi, dan peralatan) yang tujuannya
digunakan baik secara keseluruhan maupun sebagian
untuk kedatangan, keberangkatan, dan gerakan
pesawat di darat (sebelum mengudara). Tidak seperti
airport, tempat ini mungkin tidak perlu digunakan
untuk semua jadwal penerbangan.
3. Landing Area (tempat pendaratan)
Suatu bagian dari lapangan terbang yang digunakan
untuk mendarat dan lepas landas pesawat, tidak
termasuk area terminal
4. Landing Strip (jalur pendaratan)
Area yang panjang dan sempit membentuk bagian
dari bandara yang cocok untuk mendarat dan lepas
landas pesawat. Terdiri dari landas pacu dan bahu
landas pacu di kedua sisi landas pacu
5. Runway (landas pacu)
Area segiempat yang ditentukan di aerodrome yang
disiapkan untuk mendarat dan lepas landas pesawat.
Biasanya diberi perkerasan kecuali untuk aerodrome
yang kecil.
6. Taxiway

Area yang ditentukan di aerodrome dimana pesawat


akan meluncur ke dan dari landas dan apron
7. Apron
Area yang ditentukan yang digunakan
untuk
mengakomodasi
pesawat
untuk
memuat
dan
membongkar/menurunkan penumpang dan barang,
parkir, mengisi bahan bakar, dsb.
Apron biasanya diperkeras dan dirancang dekat
dengan bangunan terminal
8. Holding Apron
Area tertentu yang terletak di ujung landas pacu yang
berfungsi untuk mengecek peralatan pesawat dan
kerja mesin sebelum lepas landas dan memungkinkan
pesawat
untuk
menunggu
sebelum
dipersilahkan/diijinkan untuk lepas landas.
9. Holding Bay
Area tertentu dimana pesawat bisa ditunda atau
didahului
untuk
mempermudah/memungkinkan
gerakan pesawat dipermukaan/didarat efisien.
10. Turning Area
Area tertentu yang terletak di ujung landas pacu yang
digunakan untuk gerakan memutar/belok pesawat.
Area ini biasanya tidak selalu ada, tergantung pada
lebarnya landas pacu.
11. Overrun
Area tertentu diluar landas pacu dan secara terpusat
terletak digaris tengah tambahan landas pacu, yang
dipakai untuk mengakomodasi pesawat jika terjadi
pembatalan lepas landas
12. Fillet
Bagian tambahan dari perkerasan yang terdapat di
persimpangan atau perempatan jalur lalu lintas untuk
memudahkan
pesawat
melakukan
gerakan
memutar/belok dan mencagahnya ke bahu.

13. Shoulder
Area didekat pinggir jalur yang dicor disiapkan untuk
memberikan transisi antara jalur yang diperkeras dan
permukaan didekatnya
14. Hangar
Bangunan besar yang didirikan di lapangan terbang
dengan tujuan untuk memeriksa, menservis, dan
memperbaiki pesawat.
15. Terminal Area
Bagian dari lapangan terbang diluar area/tempat
pendaratan yang menjadi titik penting bagi aktivitasaktivitas di lapangan terbang. Tempat ini termasuk
bangunan terminal dan operasional, area parkir
kendaraan, hanggar untuk servis pesawat, dll.
16. Terminal Building
Bangunan di area terminal yang menyediakan
tempat/ruangan
untuk
menjalankan
bisnis
penerbangan, fasilitas-fasilitas untuk kepentingan
penumpang, kantor untuk manajemen lapangan
terbang dan fungsi-fungsi aeronatika lainnya
17. Airport Control Tower
Satu unit bangunan yang dibangun didalam lapangan
terbang untuk menyediakan pelayanan pengatur lalu
lintas udara untuk lalu lintas lapangan terbang.
18. Heliport
Area untuk mendarat dan lepas landas helikopter.

IV. KLASIFIKASI AIRPORT DAN RANCANGAN PESAWAT


4.1. Klasifikasi Airport
a. Aturan ICAO no.14 tentang Aerodrome, 1971 dan
1976
Code
Panjang Dasar Landas Pacu
Number
A
> 2.100 M (7.000 ft)
B
1.500 m (5.000 ft) - < 2.100 m (7.000
ft)
C
900 m (3.000 ft) - < 1.500 m (5.000
ft)
D
750 m (2.000 ft) - < 900 m (3.000
ft)
E
600 m (2.000 ft) - < 750 m (2.500
ft)
b. Aturan ICAO no.14 tentang Aerodrome, 1983 dan
1990

1. RUNWAY
A. Panjang Dasar Landasan
Panjang Dasar Runway ditentukan oleh kondisi
bandara yang diasumsikan sebagai berikut :
Ketinggian Lapangan Terbang merupakan tinggi
permukaan Laut
Suhu di Bandara adalah standar yaitu 15 C (959
F)
Runway mendatar dalam arah longitudinal
Tidak ada angin yang bertiup di Runway
Pesawat
bermuatan
penuh
sesuai
dengan
kapasitasnya
Tidak ada angin yang bertiup dalam perjalanan ke
tujuan
Suhu dalam perjalanan adalah suhu standar
B. Persyaratan Panjang Landasan
Elemen yang diperlukan untuk merancang runway
meliputi :
Panjang Runway yang sebenarnya
Lebar Runway
Gradien effektif
Kemiringan longitudinal
Tingkat perubahan kemiringan longitudinal
Kemiringan Transversal
Jarak Pandang
Lebar dan Panjang Jalur Pendaratan
Jarak pemisah antara runway yang parallel
Syarat-syarat panjang runway bias ditentukan
dengan memperhitungkan panjang dasar runway dan
koreksi-koreksi/ perubahan-perubahan/ penyesuaian
yangditerapkan untuk perubahan ketinggian, suhu,
dan gradien/ kemiringan runway untuk lokasi
konstruksi sebenarnya/ asli.

C. Koreksi/Penyesuaian untuk Ketinggian


Jika ketinggian bertambah maka kepadatan udara
berkurang.
Hal
ini
kemudian
mengurangi
terangkatnya
sayap
pesawat
dan
pesawat
memerlukan kecepatan darat yang lebih besar
sebelum bias naik ke udara. Untuk mencapai
kecepatan yang lebih besar/tinggi, diperlukan
panjang
runway
yang
lebih
panjang.
ICAO
memberikan koreksi/ penyesuaian pada tingkat/
angka 7% untuk masing-masing 300 meter (1000
kaki) ketinggian diatas rata-rata permukaan laut
Fe = 1 + 0,07 x h/300
Fe : Cerrection for elevation
h : Elevation of airport
D.Koreksi/Penyesuaian untuk Temperatur
Naiknya suhu di Bandara diatas suhu yang ditetapkan
berakibat sama dengan jika ketinggian naik.
Penyesuaian karena suhu tingkatnya adalah satu
persen untuk setiap 1 C damana suhu yang
diterapkan di Bandara melampaui suhu standar
atmosfer (15 C) untuk ketinggian tersebut.
Untuk setiap kenaikan seribu meter dari ketinggian
bandara diatas rata-rata permukaan laut, suhu turun
6,5 C. Karena itu penyesuaian rumus untuk suhu
akan menjadi :
Ft = 1 + 0,01 x T (15 0,0065 x h )
Ft : Correction for Temperature
T : Airport Temperature (C) (suhu yang diterapkan di
bandara tersebut)
h : Elevation of Airport (m)
Suhu lapangan terbang yang ditetapkan dihitung dari
suhu bulanan dari suhu rata-rata harian (Ta) untuk
bulan yang paling panas sepanjang tahun, ditambah

1/3 selisih suhu ini (Ta), dan rata-rata bulanan dari


suhu maximum harian (Tm)
Tr = Ta + 1/3 ( Tm Ta )
Contoh :
Data berikut mengacu pada suhu harian dari bulan
yang paling panas ( Juni) dari periode 1080 1990
untuk lokasi bandara tertentu. Hitunglah suhu
tetap/yang ditetapkan lapangan terbang.
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
-

Temperatur (C)
Maksimum Rata-rata
34,5
34,5
34,7
35,0
35,0
35,0
34,8
35,0
35,0
35,1
35,3
35,5
35,3
35,5
35,6
525,8

30,5
30,5
30,7
30,9
30,9
30,9
30,8
30,9
30,9
30,0
31,3
31,4
31,3
31,4
31,3
463,7

Tanggal
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
-

Temperatur (C)
Maksimum Rata-rata
35,7
35,8
36,0
36,1
36,1
36,3
36,3
36,5
36,6
36,6
36,7
36,6
36,7
34,8
37,0
543,8

31,2
30,8
31,3
31,3
31,3
31,5
31,2
31,5
31,8
31,9
32,0
32,0
32,0
31,2
32,2
473,2

Penyelesaian :
Tm = 1/30 x (525,8 + 543,8) = 35,65 C
Ta = 1/30 x (463,7 + 473,2) = 31,23 C
Tr = Ta + 1/3 (Tm Ta)
= 31,23 + 1/3x 4,42 =
32,7C
Koreksi/Penyesuaian untuk Gradient/Kemiringan
Gradien Efektif adalah selisih maksimum ketinggian
antara titik tertinggi dan terendah dari garis pusat
runway dibagi dengan panjang runway. Pesawat
membutuhkan lebih banyak energi jika lepas landas
di runway yang lebih terjal, sehingga landas pacu
yang lebih panjang diperlukan untuk mencapai
kecepatan darat yang dibutuhkan. Runway harus

disesuaikan untuk kemiringan pada tingkat/naik


sepuluh persen untuk setiap satu persen dari gradien
effektif.
Rumus penyesuaian gradien adalah :
Fg = 1 + 0,1 x G
Fg : Correction for Gradient
G : Effective gradient of runway (%)
Dengan
mempertimbangkan
penyesuaianpenyesuaian yang didiskusikan diatas, panjang
runway yang sebenarnya atau panjang runway yang
dirancang bias ditentukan dengan menggunakan
rumus berikut :
La = Lb x Fe x Ft x Fg
La : Panjang runway sebenarnya
Lb : Panjang dasar runway
Harus diingat bahwa penyesuaian ini hanya
merupakan taksiran dan sumber informasi terbaik
adalah manual/panduan operasi penerbangan dari
pesawat yang dirancang.
Dalam merancang lapangan terbang runwaynya
harus cukup panjang mengakomodasi pesawat yang
membutuhkan panjang terbesar/terpanjang.
Contoh :
Panjang runway pada kondisi standar adalah 1,620
m. Lokasi lapangan terbang memiliki ketinggian 270
m, dan suhu tetapnya adalah 32,9 C. Runway
dibangun dengan gradien efektif/ kemiringan efektif
0,2%.
Hitunglah panjang runway yang disesuaikan.
Penyelesaian :
a. Correction for elevation
Fe =
1 + 0,07 x h/300
=
1 = 0,007 X 270/300 = 1,063

b. Correction for temperature


Ft =
1 + 0,01 x T (15 0,0065 x h)
= 1 + 0,01 x 32,9 (15 0,0065 x 270) =
1,197
c. Correction for gradient
Fg =
1 + 0,1 x G = 1 + 0,1 x 0,2 = 1,02
d. Corrected runway length
La =
Lb x Fe x Ft x Fg
= 1,620 x 1,063 x 1,197 x 1,02 = 2,103 m

2. TAXIWAY
Kecepatan sebuah pesawat di Taxiway sangat lebih
rendah dari kecepatannya di runway sewaktu
pendaratan dan lepas landas. Karena itu standar
rancangan
taxiway
tidaklah
seketat
standar
rancangan untuk runway. Berikut ini adalah elemenelemen rancangan dari sebuah taxiway :
1. Length taxiway (panjang)
2. Width taxiway (lebar)
3. Width of safety area (lebar area keamanan)
4. Longitidinal Slope (Kemiringan longitudinal
5. Transverse Slope (kemiringan tranversal)
6. Rate of cange of longitudinal slope (angka perubahan
kemiringan longitudinal)
7. Sight distance (jarak pandang)
8. Turning radius or fillet (radius putar/belok/fillet)
9. Tempat pemisah antara taxiway dan runway dan
antara dua taxiway yang parallel
3. APRON
Sejumlah besar factor harus dipertimbangkan jika
merancang apron. Faktor-faktor ini meliputi :
A. Surface gradient (gradien permukaan)
B. Size of gate position (ukuran posisi gerbang/pintu
C. Number of gate position (jumlah posisi gerbang)
D.Aircraft parking system ( system perkir pesawat)

E. Passenger handling concept (konsep penanganan


penumpang)
A. Surface Gradient
Gradien permukaan mempunyai dampak pada
taxing dan penggandengan pesawat, saluran
buangan yang memadai, utilitas yang permanen, dan
pengisian bahan bakar. Surface gradien harus jauh
dari bagian depan terminal demi saluran buangan
yang layak dan keamanan kalau-kalau ada tumpahan
bahan bakar.
B. Size of Gate Positions
Posisi gerbang/pintu adalah tempat menaikkan
muatan yang dibutuhkan untuk setiap jenis pesawat.
Ukuran posisi gerbang/pintu tergantung pada :
a. Ukuran pesawat dan radius berputar/belok
minimumnya
b. Cara pesawat memasuki dan meninggalkan posisi
gerbang/pintu dengan tenaganya sendiri atau
dengan didorong oleh traktor.
c. Konfigurasi parkir pesawat
1. Nose in
2. Angle Nose in
3. Nose out
4. Angle Nose out
5. Parallel
Keuntungan dan kerugian konfigurasi parkir
pesawat adalah sebagai berikut :
1. Nose in dan Angle Nose in
Keuntungan :
Pada waktu taxiing tidak begitu berisik karena
tidak perlu berputar
Luapan hawa panas tidak terarah ke arah
bangunan terminal
Pintu depan pesawat dekat dengan bangunan
terminal
Kerugian :

Diperlukan
tenaga
yang
besar
ketika
menggerakkan pesawat keluar dari posisi
gerbang/pintu setelah menaikkan muatan
Pintu belakang pesawat yang digunakan untuk
menaikkan
muatan
menjadi
jauh
dari
bangunan terminal.
2. Nose out dan Angle Nose out
Keuntungan :
Tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit ketika
menggerakkan pesawat
keluar dari posisi
gerbang/pintu setelah menaikkan muatan
Pintu belakang pesawat yang digunakan untuk
menaikkan muatan menjadi dekat dengan
bangunan terminal
Kerugian :
Luapan hawa panas terarah ke arah bangunan
terminal
3. Parallel
Keuntungan :
Pintu depan dan belakang pesawat dekat
dengan bangunan terminal
Kerugian :
Konfigurasi
ini
membutuhkan
banyak
tempat/ruang
Luapan hawa panas terarah ke dekat posisi
gerbang/pintu.
C. Number of Gate Positions
Ini terutama tergantung pada gerakan-gerakan
puncak perjam dan waktu dimana setiap pesawat
tetap berada dalam posisi gerbang. Waktu ini juga
dikenal dengan waktu ramp, dan waktu ini
beragam dari beberapa menit untuk pesawat kecil
hingga lebih dari satu jam tergantung pada ukuran
(pesawat) jumlah posisi gerbang yang dibutuhkan
bisa dilihat dari hubungan berikut :

Ng = Cr x Tg/(60 x 2 )
Ng : Number of gate position
Cr : Capacity of runway
Tg : Average gate occupancy time (waktu rata-rata
penggunaan gerbang)
D.Aircraft Parking System
Sistem parkir pesawt tidak hanya mempengaruhi
ukuran apron tetapi juga mempengaruhi fasilitasfasilitas untuk system penanganan penumpang dan
barang. Pesawat-pesawatnya bisa dikumpulkan dekat
bangunan terminal dengan berbagai cara seperti
berikut :
a. Frontal System
Dalam system ini pesawat diparkir di apron tepat
disebelah/ didekat garis bangunan terminal. Ini
merupakan system sederhana yang ditemukan di
bandara-bandara
kecil
dimana
bangunan
terminalnya berukuran kecil dan jumlah posisi
gerbangnya sedikit. Sistim ini juga dipakai jika
konsep pemrosesan kedatangan penumpang
diterapkan.
b. Open apron System
Disini pesawat diparkir secara bebas di apron dekat
dengan bangunan terminal tetapi tidak tepat di
sebelah/didekatnya. Sistem posisi parkir ini dan
dalam hal ini penumpang berjalan di apron antara
bangunan terminal dan pesawat. Sistem ini yang
paling banyak dipakai di bandara-bandara di
Indonesia, misalnya di Bandara Adisucipto, Ahmad
Yani, Adi Sumarmo, dll. Jika system ini
diterapkan/dipakai di bandara dengan volume lalu
lintas yang tinggi dan jumlah posisi parkir yang
besar, konsep proses pengantaran/penyampaian
yang mobil/bisa bergerak (pindah) pasti diperlukan.
Sistem ini digunakan di Bandara Juanda.
c. Finger System
Sistem ini digunakan dalam kombinasi dengan
konsep
proses
jari
dermaga.

Perluasan/penambahan jumlah posisi gerbang bisa


dilakukan tanpa penambahan ukuran pada system
proses itu sendiri. Sistem inim juga memungkinkan
digunakannya fasilitas-fasilitas untuk menaikkan
penumpang ke pesawat seperti nose briges
d. Satellite System
Pesawat diparkir dalam kelompok disekeliling unitunit banguna terminal dihubungkan seperti satelit.
Jika pesawat bisa parkir bebas di sekeliling
banguna satelit,pola manuver dan taxiing
sederhana bisa dilakukan/dicapai. Sistem ini tentu
saja membutuhkan apron yang lebih besar/luas
daripada ketiga system lainnya.
E. Passenger Handling Concept
Sebelumnya telah disebutkan bahwa system parkir
pesawat harus dipilih dengan memperhitungkan
konsep penanganan penumpang yang banyak
dipakai di lapangan terbang yaitu :
a) Gate Arrival (Gerbang kedatangan)
Gate arrival atau system frontal merupakan system
yang sangat sederhana dan murah/ekonomis,
tetapi hanya dipakai di bandara-bandara kecil yang
hanya memerlukan sedikit posisi gerbang. Ini
merupakan posisi desentralisasi, konsep yang
bertujuan membawa kendaraan sedekat mungkin
ke pesawat. Bangunannya dirancang dekat posisi
gerbang pesawat, sehingga mengurangi jarak jalan
yang harus ditempuh penumpang.
b)Pier Finger
Adalah konsep proses sentralisasi. Pemrosesan
penumpang dan bagasinya sebagian besar
dilaksanakan dalam gedung terminal yang
mungkin
tidak
mempunyai
cukup
ruang/tempat/batas untuk mengakomodasi jumlah
yang sama dari gerbang dengan menambah batas
tanpa menambah batas tanpa menambah lantai

jumlah besar. Karakteristik utama dari konsep ini


adalah bahwa konsep ini memungkinkan untuk
menyediakan kapasitas pemrosesan penumpang
dalam jumlah besar tanpa membutuhkan tanah
yang berlebihan.
c) Pier Satellite
Satelit adalah bangunan kecil yang terletak di
Apron. Ini merupakan modifikasi dari konsep dasar
pier finger. Pesawat diparkir mengelilingi
rotunda yang melingkar (bangunan satelit) di
ujung, bukan disepanjang sisi-sisi jarinya (finger).
Keuntungan dari rancangan ini adalah bahwa akan
tersedia
lebih
banyak
ruang
sehingga
mempermudah
penumpang
berkumpul
dan
aktivitas pertiketan didekat gerbang-gerbang
pesawat
d)Remote Satellite
Dalam system ini pesawat diparkir mengelilingi
unoit satelit yang dihubungkan ke bangunan
terminal utama dengan/melalui lorong bawah
tanah atau koridor. Sistem ini memungkinkan
desentralisasi
sebagian
dari
aktivitas
prosessing.Beberapa
aktivitas
prosessing
(ticketing, pengumpulan penumpang, dan bongkar
muat pesawat) dilakukan di unit satelit dan
aktivitas sisanya dilakukan di bangunan terminal
utama.
e)

Mobile convayance
Dalam system ini, pesawat diparkir berkelompok
jauh dari bangunan terminal penumpang. Sistem
pengiriman bergerak seperti bus atau ruang
bergerak digunakan untuk membawa penumpang
ke dan dari pesawat. Ciri utama system ini adalah
kemandirian/terpisahnya antara operasi pesawat
dan operasi bangunan terminal penumpang. Hal ini
memberikan
keuntungan
fleksibilitas
dalam
menyesuaikan perubahan-perubahan karakteristik
pesawat seperti ukuran dan syarat-syarat manuver.
Sistem ini digunakan di bandara Juanda, Surabaya.

ANALISA ANGIN
Sebagai pedoman pokok, landasan pada sebuah lapangan
terbang arahnya harus sedemikian rupa sehingga searah
dengan Prevailing Wind (arah angin dominan)
Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas,
pesawat dapat mengadakan manuver sejauh komponen
angin samping (cross wind) tidak berlebihan.
Maksimum cross wind yang diijinkan tergantung dari :
Ukuran pesawat
Konfigurasi Sayap
Kondisi perkerasan landasan
Persyaratan FAA
Untuk Cross wind untuk semua lapangan terbang,
landasan harus mengarah sehingga pesawat dapat
mendarat pada 95 % dari waktu dengan komponen cross
wind tidak melebihi 13 knots (15 mph)
Persyaratan ICAO
Pesawat dapat mendarat atau lepas landas, pada sebuah
lapangan terbang pada 95 % dari waktu dengan
komponen cross wind tidak melebihi :
37 km.jam (80 knots), dengan ARFL (Aeroplane
Reference Field Length) 1.500 m atau lebh, kecuali bila
landasan mempunyai daya pengereman yang jelek

24 km/jam (13 knots), dengan ARFL antara 1.200 m


1.499 m.

19 km/jam (10 knots), dengan ARFL kurang dari


1.200 m

(Annex 14 edisi ke VIII Maret 83)

Sesudah dipilih komponen cross wind maksimum yang


diijinkan, arah landasan yang paling memenuhi syarat
bisa ditentukan dengan mengadakan perhitungan dari
karakter angin dari kondis-kondisi dibawah ini :
a.

Seluruh liputan angin tanpa mengindahkan pengaruh


jarak pandangan atau tingginya awan (cloud ceiling)

b.

Kondisi angin ketika tinggi awan antara 200 feet dan


1.000 feet atau jarak penglihatan antara 1 sampai 3
mill

Arah landasan bisa dihitung berdasar pada data arah


angin. Dari data tersebut kita buat wind rose
Tabel 1.

ARAH ANGIN

Utara
Utara Timur Laut
Timur Laut
Timur Timur Laut
Timur
Timur Tenggara
Tenggara
Selatan Tenggara
Selatan
Selatan Barat
Daya
Barat Daya
Barat Barat Daya
Barat
Barat Barat Laut

PROSENTASE ANGIN
4 15
mi/h

15 31
mi/h

31 47
mi/h

TOTAL

4,8
3,7
1,5
2,3
2,4
5,0
6,4
7,3
4,4
2,6
1,6
3,1
1,9
5,8
4,8

1,3
0,8
0,1
0,3
0,4
1,1
3,2
7,7
2,2
0,9
0,1
0,4
0,3
2,6
2,4

0,1
.
.
.
.
.
0,1
0,3
0,1
.
.
.
.
0,2
0,2

6,2
4,5
1,6
2,6
2,8
6,1
9,7
15,3
6,7
3,5
1,7
3,5
2,2
8,6
7,4

Barat Laut
Utara Barat Laut
Pelan
TOTAL

7,8

4,9
0 4 mi/h

0,3

13,0
4,6
100,0 %

Prosentase angin yang berkaitan dengan arah yang bisa


memenuhi persyaratan 95 % (dari waktu) dengan
bermacam kecepatan diberi tanda arsiran, seperti pada
sektor yang diarsir dari wind rose.
Dari daerah yang diarsir lihat tiga garis parallel, satu
sumbu melalui pusat lingkaran, dua batas kanan kiri.Garis
melalui pusat lingkaran adalah sumbu landasan yang
direncanakan, garis batas kanan kiri menunjukkan batas
kecepatan 15 mph (13 knots), adalah komponen cross
wind yang diijinkan
Dengan batas lingkaran 13 knots, putar daerah yang
diarsir dengan pusat lingkaran sebagai sumbu, dari tiap
kedudukan perputaran, hitung prosentase waktu dari
tiupan angin.
Putar dan hitung sampai didapat harga maksimum.
Apabila satu garis batas luar memotong segmen arah
angin, hitunglah segmen tadi dengan pembulatan ke atas
sebesar 0,1 %
Bacalah arah mata angin lingkaran terluar dari wind rose,
yang dipotong oleh sumbu landasan yaitu garis ditengah
dari arsiran yang melalui pusat lingkaran, inilah arah
landasan.
Pada gambar tampak landasan dengan arah 150 330
memberikan operasi 95 % dari waktu mempunyai
komponen cross wind tidak lebih dari 13 knots (15 mph)

PERENCANAAN PERKERASAN STRUKTURAL PADA


LAPANGAN TERBANG
Perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat,
permukaan yang rata menghasilkan jalan pesawat yang
comfort, dari fungsinya maka harus dijamin bahwa tiaptiap lapisan dari atas kebawah cukup kekerasan dan
ketebalannya sehingga tidak mengalami Distress
(perubahan karena tidak mampu menahan beban)
Perkerasan flexible terdiri dari lapisan-lapisan surface
coarse, base coarse dan subbase coarse, masing-masing
bisa satu lapis bisa lebih. Semuanya digelar diatas tanah
asli yang dipadatkan disebut Subgrade, lapisan subgrade
bisa terletak di atas timbunan atau galian
Aspal beton atau beton semen portland
Pondasi Atas : Agregat berbahan pengikat (misalnya dengan
aspal atau semen portland) atau tanpa bahan pengikat
Pondasi Bawah : Bahan yang dibuat atau agregat alam
(Catatan : Pada struktur perkerasan yang tebal, terdapat
beberapa lapisan pondasi bawah
Tanah dasar yang dipersiapkan : Bahan dipadatkan ditempat
(Catatan : Juga dapat diperbaiki dengan zat tambah
(admixture)).
Tanah Dasar Asli
Surface cource terdiri dari campuran aspal dan agregate,
mempunyai rentang ketebalan dari 5 cm, atau lebih.
Fungsi utamanya adalah agar pesawat dikendarai diatas
permukaan yang rata & keselamatan penerbangan, untuk
menumpu beban roda pesawat dan menahan beban
repetisi, serta membagi beban tadi kepada lapisanlapisan di bawahnya.

Base Coarse bisa dibuat dari material yang dipersiapkan


(dicampur dengan semen atau aspal), bisa juga dari
bahan-bahan alam tanpa campuran.
Seperti halnya surface coarse lapisan ini harus mampu
menahan beban, serta pengaruh-pengaruhnya dan
membagi/meneruskan beban tadi kepada lapisan
dibawahnya.
Subbase coarse dibuat dari material yang diperbaiki dulu,
bisa juga material alam, sering lapisan ini dibuat dengan
menghamparkan pitrun (sirtu) apa adanya dari tempat
pengambilan (Quarry) lalu dipadatkan.
Fungsi utamanya sama dengan base coarse. Tetapi tidak
selalu perkerasan flexible memerlukan subbase coarse,
dilain pihak perkerasan flexible yang tipis kadang-kadang
membutuhkan lebih dari satu lapis subase coarse.
Perkerasan rigid terdiri dari slab-slab beton tebal 20 cm
60 cm, digelar diatas lapisan yang telah dipadat, lebih
disukai apabila lapisan di bawah beton dicampur dengan
semen atau aspal setebal 10 15 cm, hal ini agar efek
pompa (pumping) bisa ditekan sekecil mungkin.
Lapisan yang berdampingan di bawah lapisan beton
kadang-kadang disebut subbase, bukan base coarse,
sebab kualitasnya tidak perlu setinggi material yang ada
dibawah lapisan surface coarse pada perkerasan flexible
Ada beberapa metode perencanaan perkerasan lapangan
terbang antara lain adalah :
1. Metode US Corporation of engineers lebih dikenal
dengan metode CBR
2. Metode FAA
3. Metode LCN dari inggris
4. Metode Asphalt Institute
5. Metode Canadian Departement of Transportation.
Namun demikian, tidak ada yang dianggap standard oleh
badan-badan dunia penerbangan ICAO, ada yang dipakai
secara luas di dunia tetapi bukan standard adalah yang
dikembangkan oleh CORPS OF Engineer, tentara Amerika,
didasarkan kepada test CBR.

MENENTUKAN KETEBALAN
Perhitungan ketebalan tiap lapisan didasarkan kepada
grafik-grafik yang telah dipersiapkan (Gambar 6.9 s/d
6.14)
Grafik ini dibuat untuk perhitungan berat pesawat kotor,
dimana 95 % berat totalnya ditumpu pada dua roda
pendaratan utama :
Kurva gambar 6.9 sampai 6.11 diperhitungkan untuk
melayani 24.000 kali gerakan lepas landas,
Kurva 6.12 sampai 6.14 untuk melayani 100.000 kali
gerakan lepas landas.
Gerakan pendaratan tidak diperhitungkan sebab berat
pendaratan selalu lebih kecil (non critical) dibanding berat
lepas
landas.
Kurvenya
sendiri
dibuat
dengan
memodifikasi kurva-kurva yang dibuat oleh Corps Of
Engineer U.S. yang dasarnya metode CBR.
Ketebalan surface dan base coarse bisa dihitung dengan
kurva 6.9 sampai 6.14 itu. Area yang kritis yaitu taxiway,
landas pacu 300 m dari ujung-ujung threshold, dan apron
tebalnya diperhitungkan penuh sesuai kurve.
Sedangkan area non kritis pada umumnya diperhitungkan
0,9 kali ketebalan kritis.
Didalam menentukan ketebalan perkerasan, terlebih dulu
harus ditentukan pesawat rencana yaitu yang bebannya
menghasilkan ketebalan perkerasan yang paling besar,
pesawat rencana tidak perlu harus yang terberat.
Didalam rancangan lalu lintas pesawat, perkerasan harus
melayani beragam macam pesawat, yang mempunyai
tipe roda pendaratan berbeda-beda, dan berlainan
beratnya. Pengaruh dari semua jenis model lalu lintas
harus dikonversikan ke dalam pesawat rencana dengan
Equivalent Annual Departure dari pesawat-pesawat
campuran tadi.
Rumus konversinya :

Log R1 = (log R2) (W2/W1)


R1 = Equivalent annual departure pesawat rencana
R2 = Annual departure pesawat-pesawat campuran
dinyatakan dalam roda pendaratan pesawat rencana
W1 = Beban roda dari pesawat rencana
W2 = Beban roda dari pesawat yang ditanyakan
Bagi pesawat berbadan lebar, dianggap mempunyai berat
300.000 lbs dengan roda pendaratan dual tandem, dalam
perhitungan Equivalent annual departure.
Tipe roda pendaratan juga berlainan bagi tiap-tiap jenis
pesawat, maka perlu dikonversikan juga. Di bawah ini
diberikan faktor konversinya.
Konversi dari
Single Wheel
Single Wheel
Dual Wheel
Double Dual Tandem
Dual Tandem
Dual Tandem
Dual Wheel
Double Dual Tandem

Ke
Dual Wheel
Dual Tandem
Dual Tandem
Dual Tandem
Single Wheel
Dual Wheel
Single Wheel
Dual Wheel

Faktor
pengali
0,8
0,5
0,6
1,00
2,00
1,70
1,30
1,70

Tipe roda pendaratan menentukan, bagaimana berat


pesawat dibagi bebannya kepada roda-roda dan
diteruskan ke perkerasan, selanjutnya akan menentukan
berapa tebal tebal perkerasan yang bisa mampu melayani
berat seluruh pesawat itu.
Tentu tidak praktis untuk membuat kurva grafik bagi
setiap jenis tipe roda pendaratan.
Pengujian atas konfigursi roda pendaratan, area kontak
roda dan tekanan roda, menunjukkan bahwa parameterparameter di atas mempunyai kecenderungan tertentu
berkaitan dengan berat kotor pesawat.
Maka dibuatlah grafik kurva untuk perencanaan ketebalan
perkerasan atas dasar penganggapan tertentu bagi
konfigurasi roda-roda pendaratan pesawat.

Penganggapan tadi adalah sebagai berikut :


a. Pesawat dengan roda pendaratan tunggal :
Diperhitungkan apa adanya (Single Gear Air Craft)
b. Pesawat Dual Gear :
Penyelidikan atas konfigurasi roda semacam ini
menunjukkan bahwa jarak antara roda-roda lebih
kurang 0.51 m (20 inc) cukup memedai untuk pesawat
ringan. Untuk pesawat berat jarak antara poros roda =
0.86 m = 34 inc cukup memadai
c. Pesawat Dual Tandem Gear :
Jarak antara poros-poros dual wheelnya 0,51 m = 20
inch, jarak tandemnya 1,14 m = 45 inch untuk
pesawat ringan. Untuk pesawat yang lebih berat jarak
antara poros dual wheel 0,76m = 30 inch dan jarak
tandemnya 1,40 m = 55 inch.
d. Pesawat Berbadan lebar :
Seperti B-747, DC-10, L-1011 bagi pesawat jenis ini
bentuk roda pendaratan serta berat pesawatnya
sangat berlainan dengan yang lain-lain, maka untuk
pesawat berbadan lebar khusus dibuat kurve
tersendiri
Tekanan roda pesawat mempunyai variasi dari 75 sampai
200 psi (516 sampai 1380 Kpa) tergantung kepada
konfigurasi roda pendaratan dan berat total pesawat.
Supaya dicatat bahwa tekanan roda berpengaruh kecil
saja terhadap tegangan perkerasan, walaupun berat total
bertambah, oleh karena itu tekanan roda pesawat sebesar
200 psi = 1380 Kpa cukup aman, apabila parameter lain
tidak bertambah.
Grafik-grafik yang dibuat oleh FAA berdasarkan kepada
pengalaman-pengalaman dari Corps of Engineer yang
diangkat dari metode CBR telah teruji bahwa perhitungan
dengan memakai grafik-grafik FAA bisa dipakai sampai 20
tahun, bebas dari perbaikan yang berarti kecuali ada
perubahan lalu lintas pesawat, berbeda jauh dengan
ramalan lalu lintas pesawat.

Rehabilitasi sebelum 20 tahun diperlukan terutama pada


lapisan permukaan, terutama untuk menjamin Skid
Resistance (permukaan jangan licin)
Didalam menentukan ketebalan perkerasan flexible,
diperlukan nilai CBR dari material subgrade, nilai CBR
lapisan Subbase, berat total/berat lepas landas pesawat
rencana dan jumlah annual departure dari pesawat
rencana
beserta
pesawat-pesawat
yang
sudah
dikonversikan
Grafik-grafik
pada
gambar
6.15
sampai
6.23
menunjukkan ketebalan perkerasan yang dibutuhkan total
dan ketebalan Surfacenya. Gambar 6.24 menunjukkan
ketebalan minimum, base coarse, ketebalan perkerasan
total, yang dihitung sebelumnya dan nilai CBR.
Untuk annual departure lebih dari 25.00, tebal perkerasan
totalnya harus ditambah dengan mengikuti tabel 6.7 dan
tebal surfacenya ditabah 1 inch (3 cm)
Grafik perencanaan gambar 6.15 sampai 6.23 dipakai
untuk menentukan tebal perkerasan total T dan
kebutuhan tebal surface coarse. Untuk base dan Subbase
Coarse dipakai ketebalan 0,9 T karena lapisan ini non
kritis, sedangkan tebal surface coarse dipakai seperti apa
adanya grafik itu.
Lapisan base coarse pada bagian transisi, ketebalan T
direduksi sampai 0,7 T saja, tetapi subbasenya harus
dipertebal sehingga permukaan satu dan lainnya
seimbang, aliaran air permukaan lancar, lihat gambar
6.25
PERENCANAAN FLEXIBLE METODE FAA DALAM CONTOH
1. Rencanakan lapisan-lapisan perkerasan flexible yang
melayani pesawat rencana dengan roda pendaratan
dual gear, berat lepas landas 75.000 lbs (34.000 kg)
Eguivalent Annual Departure 6.000 dari pesawat

rencana, harga CBR Subbase = 20% dan Subgrade


6%.
Tabel 6.7 Tebal perkerasan bagi tingkat departure >
25.000
Tingkat Annual Departure
50.000
100.000
150.000
200.000
Perhitungan :

% 25.000 tebal Departure


104
108
110
112

a. Tebal perkerasan total, bisa dihitung dengan memakai


gambar 6.16 dengan CBR = 6 pada absis paling atas
ikuti garis tegak lurus ke bawah berpotongan dengan
berat pesawat rencana 75.000 lbs.
Dari titik ini tarik garis horisontal ke samping
berpotongan dengan equivalent annual departure
6.000, dari sini turun ke bawah memotong absis
bawah pada titik 21,3 inch, itu adalah tebal
perkerasan total, 21,3 inch = 51,2 cm
b. Tebal Subbase
Gunakan gambar yang sama, dari titik CBR 20,
proyeksikan ke bawah dan seterusnya seperti di atas,
sampai absis bawah didapat ketebalan Subbase 8,6
inch = 21,8 cm.
Angka ini berarti, ketebalan surface dan base diatas
lapisan subbase dengan CBR 20 diperlukan 21,8 cm =
8,6 inch.
Maka tebal subbase 21,3 8,6 = 12,7 inch (32,2 cm)
c. Tebal Permukaan
Tertulis catatan pada gambar 6.16 itu, bahwa tebal
lapisan surface untuk daerah kritis = 4 inch = 100
mm, sedangkan daerah non kritis 3 inch = 75 mm
d. Tebal Base Coarse
Ketebalannya bisa dihitung dengan mengurangkan 8,6
inch 4 = 4,6 inch = 11,7 cm.

Hasil perhitungan base coarse ini harus diuji terhadap


grafik 6.24, dibandingkan tebal base coarse minimum
yang dibutuhkan.
Perhatikan gambar 6.24, tebal minimum base coarse
adalah 6 inchi = 15,2 untuk daerah kritis Dari ordinat
paling kiri, ambil angka 21,3 inch, tarik garis
horisontal, berpotongan dengan garis CBR Subgrade
ambil angka CBR 6, dari sini tarik ke bawah
berpotongan dengan absis bawah, di situ terbaca
tebal base coarse minimum, dalam contoh ini = 6 inch
= 15,2 cm.
Selisih base coarse 6 4,6 = 1,4 inch tidak
ditambahkan pada tebal total perkerasan, tetapi
diambil dari tebal subbase, maka tebal subbase =
12,7 1,4 = 11,3 inch = 28,7 cm
e. Ketebalan Daerah Tidak Kritis
Dipakai faktor pengali 0,9 kali base dan subbase yang
kritis . Factor 0,7 T hanya berlaku pada base coarse
karena subbase dilalui oleh drainase melintang
landasan. Bagian transisi dan surface seperti terlihat
pada gambar 6.25.
Kesimpulan
Hasil hitungan diadakan pembulatan ke atas sebagai
berikut :
Tebal Lapisan
Kritis
Non Kritis
Pinggir
Inc. cm Inc. cm Inc. cm
Surface Aspal
4
10
3
8
2
5
Base Coarse
6
15
5
13
4
10
Subbase Coarse
11
28
10
25
8
20
Drainage Melintang
0
0
3
8
7
18

Anda mungkin juga menyukai