Anda di halaman 1dari 5

DIABETES MELITUS

Komplikasi DM pada usia lanjut ada yang akut dan ada pula yang
kronik. Komplikasi DM akut antara lain ketoasidosis, koma
diabetikum, dan sebagainya. Sedangkan komplikasi DM kronik
antara lain makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati.
Komplikasi akibat makroangiopati terutama akan meningkatkan
mortalitas,
sedangkan
komplikasi
mikroangiopati
akan
meningkatkan morbiditas. Komplikasi mikroangiopati antara lain
retinopati
diabetik
dan
nefropati
diabetik;
komplikasi
makroangiopati antara lain terjadinya atherosklerosis yang
menimbulkan komplikasi lebih lanjut pada serebrovaskular;
sedangkan komplikasi berupa neuropati, disebut juga neuropati
diabetik, yang tersering adalah neuropati perifer. Berbagai
komplikasi yang disebutkan di atas dapat menyebabkan jatuh pada
usia lanjut. Selain itu, kesalahan dalam mengkonsumsi obat
antidiabetik oral oleh karena kelebihan/kekurangan dosis dan
ketidakseimbangan antara asupan makanan dan obat antidiabetik
oral
dengan
aktivitas
sehari-hari
yang
menyebabkan
hipoglikemi/hiperglikemi juga dapat membuat jatuh pada usia lanjut.
Semuanya akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
1. Retinopati Diabetik dan Katarak Komplikata
Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia pada penderita DM
dengan dengan insidens dan berkembangnya retinopati. Manifestasi
dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran vaskular kecil)
dari arteriole retina. Akibatnya terjadi perdarahan, neovaskularisasi
dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Ganguan penglihatan lainnya adalah katarak disebabkan komplikasi
dari penyakit diabetes melitus (katarak komplikata). Pada katarak
komplikata akibat DM ini, terjadi penimbunan sorbitol dalam lensa
oleh karena kekurangan insulin. Perlu diketahui, bahwa hiperglikemi
pada DM menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan yang dapat mentranspor glukosa tanpa memerlukan
insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis
secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan
perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol
yang akan tertumpuk dalam sel/jaringan dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi jaringan tersebut. Penumpukan
sorbitol pada lensa ini mengakibatkan katarak dan kebutaan.
Kedua penyakit tersebut merupakan faktor resiko intrinsik sebagai

komplikasi DM. Katarak dapat dioperasi dengan cara memasang


lensa artifisial, sedangkan retinopati diabetik dapat diobati dengan
fotokoagulasi retina di mana sinar laser difokuskan pada retina
sehingga menghasilkan parut korioretinal yang di tempatkan
dikutub posterior retina. Pengobatan ini juga dapat menekan
neovaskularisasi dan perdarahan yang terjadi pada retinopati
diabetik. Oleh karena tidak diobati, maka mata pasien tersebut
menjadi kabur dan dapat menyebabkan pasien terjatuh, apalagi jika
didukung oleh kelemahan otot akibat proses penuaan dan faktor
lingkungan, seperti lantai yang licin, dan sebagainya.
2. Neuropati Diabetik
Diabetes melitus seringkali juga menimbulkan komplikasi di susunan
saraf pusat dan perifer. Baik di pusat maupun perifer, kerusakan
akibat diabetes melitus bersifat sekunder yaitu melalui vaskulitis.
Karena itu, endotelium arteri-arteri menjadi rusak yang
mempermudah pembentukan trombus. Permeabilitasnya menjadi
lebih
besar
yang
memperbesar
kemungkinan
masuknya
mikroorganisme dan toksin dari sawar darah otak dan
mempermudah terbentuknya mikro-aneurisme.
Neuropati diabetika merupakan komplikasi vaskulitis di susunan
saraf perifer. Anoksia akibat mikrotrombosis dan mudah terkena
substansi toksik merupakan mekanisme yang mendasari disfungsi
susunan saraf perifer, terutama komponen sensoriknya.
Neuropati diabetik, selain sebagai komplikasi dari vaskulitis juga
disebabkan karena pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol
dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan
neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan
kehilangan akson. Akibatnya, kecepatan konduksi motorik akan
berkurang, selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya
sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik yang disertai
hilangnya refleks-refleks tendon dalam dan kelemahan otot. Hal-hal
tersebut dapat memungkinkan pasien lansia pada kasus mengalami
jatuh.
3. Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik bermanifestasi secara dini sebagai proteinuria
dan merupakan komplikasi dari penyakit hipertensi yang mengenai

ginjal. Selain itu, pada nefropati diabetik, terjadi kebocoran


pembuluh darah glomerulus akibat penyakit diabetes sehingga
glukosa dapat keluar bersama urin dan terjadilah glukosuria.
Jatuh yang dialami oleh penderita usia lanjut pada skenario
kemungkinan disebabkan oleh karena banyaknya glukosa darah
yang terbuang melalui urin akibat nefropati diabetik sehingga kadar
glukosa dalam darah kurang. Terlebih lagi jika ternyata pada
anamnesis tambahan, pasien seringkali melakukan aktivitas fisik
yang cukup berat untuk orang seusianya tanpa didukung asupan
makanan yang adekuat disertai mengkonsumsi obat antidiabetik,
maka akan terjadi hipoglikemia dan otak kekurangan gukosa
sebagai satu-satunya sumber energi sehingga mengakibatkankan
pasien tersebut jatuh.
4. Hipoglikemi
Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita yang tidak mendapat
dosis obat antidiabetik yang tepat, tidak makan cukup atau dengan
gangguan fungsi hati dan ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada
orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi dalam tubuh
berkurang dan asupan makanan yang tidak adekuat karena
kurangnya nafsu makan yang umumnya terjadi pada orang tua.
Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena
timbul perlahan-lahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks
simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma yang
jika berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen.
Hipoglikemia juga dapat terjadi akibat penurunan ekskresi dan
metabolisme klorpropamid (salah satu obat antidiabetik oral
golongan sulfonilurea dengan waktu paruh yang lama) pada usia
lanjut. Oleh karena itu, pasien pada skenario kemungkinan terjatuh
akibat hipoglikemi setelah mengkonsumsi obat antidiabetik oral
tersebut sebagaimana telah dijelaskan di atas.
5. Hiperglikemia
Hiperglikemia juga dapat menyebabkan jatuh pada pasien tersebut.
Akan tetapi, sebelum menyimpulkan bahwa pasien jatuh oleh
karena hiperglikemia, perlu anamnesis tambahan apakah pasien
meminum obat antidiabetiknya teratur atau tidak, bagaimana
aktivitasnya sehari-hari dan jumlah kalori dan kandungan glukosa

makanan yang dikonsumsinya sehari-hari. Jika ternyata pasien tidak


patuh meminum obat sesuai yang dianjurkan oleh dokter (jarang
minum obat), disertai aktivitas fisik yang kurang, misalnya kurang
olahraga dan sering diet dengan makanan tinggi kalori, maka
kemungkinan pasien jatuh oleh karena hiperglikemi meskipun ia
minum obat.
Selain

itu,

penyakit

DM

juga

dapat

mencetuskan

terjadinya

atherosklerosis. Resistensi insulin yang terjadi pada penderita DM


bertambah dengan semakin bertambahnya usia. Resistensi insulin
ini akan meningkatkan sintesis VLDL di hati dan pada gilirannya
akan menaikkan kadar trigliserid dalam darah. Kenaikan VLDL ini
sedikit banyak juga akan menyebabkan kenaikan LDL karena pada
proses metabolismenya, dari VLDL melalui IDL akhirnya akan
terbentuk LDL. IDL dan LDL ini bersifat aterogenik yang akan
mengakibatkan terbentuknya plak atherosklerosis pada pembuluh
darah. Jika atherosklerosis ini terdapat pada pembuluh darah otak,
maka perfusi di otak kurang, otak kekurangan oksigen dan nutrisi
sehingga dapat menyebabkan jatuh.
STROKE
Riwayat stroke yang dialami oleh pasien 3 tahun yang lalu baik
hemoragik

stroke

ataupun

non

hemoragik

stroke,

keduanya

dapat

menyebabkan sinkop. Besar kemungkinan terjadi hipoksia otak yang dapat


menyebabkan kematian sel saraf yang bersifat irreversible. Hal tersebut
berdampak pada gangguan fungsi SSP yang menyebabkan gangguan respon
sensorik.

Anda mungkin juga menyukai