Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah
penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan
kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah
yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan
sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di
mana-mana.
Kuman.C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai
pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping
penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu
narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus
tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari bayi
(tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang
tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat diketahui ratarata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.
Berdasar tingkat kejadian ( epidemiologi ) tersebut maka kelompok tertarik
untuk membahas tentang ASKEP pada tetanus .
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka dapat dirumuskan masalah
dari makalah ini sebagai berikut:
1.3.2.7 Dapat mengetahui dan memahami bentuk bentuk pemeriksaan penunjang pada klien
tetanus
1.3.2.8 Dapat mengetahui dan memahami komplikasi pada klien tetanus
1.3.2.9 Dapat membuat Asuhan keperawatan pada klien tetanus secara teoritis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.1 Pengertian tetanus
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah
penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan
kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit
infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan
gejala kekakuan dan kejang otot.
1.2 Anatomi dan fisiologi dari clostridium tetani
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x
0,4 - 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan
hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang
letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang
otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C
akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat
hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Tetanus general
merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku
kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala
merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot
somatik meluas.Timbul kejang tetanik bermacam grup otot,
menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai
beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi
1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan
muka.Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan
XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Bab III
Asuhan Keperawatan Pada Tetanus
1. Pengkajian
a. Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Keluhan utama
kejang
3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi. Infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap
prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan
apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain.
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu
ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada
paralise, dan sebagainya ?
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing
dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang
berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
6. Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekerjaannya
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan
nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Kriteria hasil :
Tidak terjadi dehidrasi
Tidak terjadi penurunan BB
Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat.
2. Berikan makan minum personde tepat waktu.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi aspirasi
Bunyi napas terdengar bersih
Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi :
1. Berikan O2 nebulizer
2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
5. Berikan perawatan kebersihan mulut.
6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat
waktu
3. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang
berulang
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
1. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
INTERVENSI
RASIONAL
yang
di
penaganan berikutnya.
penyakitnya
dan
dapat melukainya
8. efek samping dan efektifnya obat
kencangkan
tempat tidur
lanjut.
6.
Catat
penyebab
mulainya
sianosis
dan berulang
dengan
menggunakan
obat
gejala-hgejala
lainnya pump.
yang timbul.
7. Sesudah kejang observasi TTV
setiap
15-30
obseervasi
menit
keadaan
dan
klien
Observasi
adanya
pernafasan
dan
depresi
gangguan
irama jantung
10.
Lakukan
pemeriksaan
pemeberian
antikonvulsan
INTERVENSI
RASIONAL
aktivitas
sesuai
dengan kemampuannya.
3.kerja sama yang baik akanmembantu
3. ajarkan pada klein dan keluarga
damapak
pertahanan
sehingga
tidak
penyerta/penyulit.
tubuh
timbul
baik
penyakit
(gangguan
penglihatan,
kulit,
synkope
dan
konvusion)
dasar
salah
terjadinya
satu
infeksi
berulang.
6. jaga kebersihan mulut dan gigi
secara teratur
4. Implementasi/Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien
( Santosa. NI, 1989;162 )
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif
dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai
atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan
analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 0,5
milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik.
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan
kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat melalui
tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot,
dan mempngaruhi sistem saraf pusat.
Pencegahan pada tetanus meliputi antara lain: Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11
Bulan, Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X, Pencegahan terjadinya luka &
merawat luka secara adekuat, Pemberian anti tetanus serum
4.2 Saran
Tetanus dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia
3-11 Bulan, Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X, Pencegahan terjadinya
luka & merawat luka secara adekuat, Pemberian anti tetanus serum.
DAFTAR PUSTAKA
An, Sudoyo w,dkk . ( 2006 ). Ilmu Penyakit Dalam Jilid Ii Edisi Iv.Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Doengoes, E.M .( 2000 ) . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Gayton. ( 1997 ). Fisiologi Kedokteran .Jakatra:EGC
Price, Sylvia, A . ( 1999 ) .Patofisiologi :Konsep Klinis Proses Prose Penyak Buku
I .Jakarta :EGC
Sudarth . ( 2002 ) . Keperwatan Medical Bedah Edisi 8 vol 2.Jakarta :EGC