Anda di halaman 1dari 6

Jenis-Jenis Stainless Steel

Austenitic Stainless Steel:


Seri 300 Mengandung Cromium dan Nickel, seri 200 adalah alloy yang mengandung
Cromium, Nickel dan Mangan. Terdapat perbedaan komposisi dan sifat Stainless stell pada
kelompok austenitic tapi karakteristik yang biasa. Mereka dapat dikeraskan dengan cold
treatment tapi tidak dengan heat treatment. Menjadi tidak bersifat magnet pada kondisi
annealed meskipun dapat menjadi bersifat sedikit magnetik dengan cold working. Dengan
cold working akan membuat material ini lebih mempunyai ketahanan yang baik terhadap
korosi, mudah dibentuk dengan kekuatan yang lebih baik. Tipe 304 (18-8 stainless) adalah
alloy yang sering digunakan pada kelompok austenitic dimana komposisi Cromium 18% dan
Nickel 8%.
Ferritic Stainless Steel:
Cromium Seri jenis 400 yang tidak bisa dikeraskan dengan heat treatment dan hanya bisa
dikeraskan sebagian dengan cold treatment. Sifatnya magnetik, mempunyai sifat elastisitas
yang beik, dan ketahanan terhadap korosi dan oksidasi. Jenis 430 yang umumnya digunakan
pada kelompok Ferritic Stainless Steel.
Martenistic Stainless Steel:
Cromium Seri jenis 400 yang bisa dikeraskan dengan heat treatment. Sifatnya magnetik dan
tahan korosi pada kondisi ruang, sifat elastis yang cukup baik, dan beberapa dapat di heat
treatment hingga gaya tariknya melebihi 200.000 psi. Tipe 410 yang umumnya digunakan
pada kelompok Martenistic
Precipitation-hardening Stainless Steel:
Jenis Cromium Nickel yang beberapa mengandung elemen alloy lain seperti tembaga dan
aluminum. Dapat diperkeras dengan campuran larutan tertentu
Duplex Stainless Steel:
Setelah dilakukan annealing Struktur sama seperti austenitic dan ferrite. Lebih tahan terhadap
korosi Clorida dibandingkan dengan austenitic

Pedoman Pemilihan Material


Karakteristik:
1. Korosi dan Ketahanan terhadap panas
2. Sifat mekanik
3. Pembuatan bagaimana produk diproses kembali (pengelasan, penempaan, dan
sebagainya)
4. Biaya termasuk biaya perawatan
1. Korosi dan Ketahanan terhadap panas
Cromium adalah alloy yang dapat tahan korosi dengan cara bergabung dengan
oksigen untuk membentuk film proteksi Cromium Oksida yang tipis dan tidak
kelihatan pada permukaan. Karena film adalah faktor yang penting, harus ada
pencegahan yang harus diteliti dalam mendesain dan pembuatannya untuk
menghindari kerusakan dari film.
Apabila film proteksi rusak, maka pada kondisi dimana terdapat oksigen akan
terbentuk kembali dan memberikan perlindungan maksimum.
Film proteksi stabil dan sifatnya protektif pada lingkungan yang normal namun dapat
dikembangkan dengan penambahan Cromium, Molibdenum, Nickel dan alloy yang
lain. Cromium meningkatkan stabilitas, Molibdenum meningkatkan ketahanan
terhadap masuknya Clorida, dan Nickel meningkatkan ketahanan film pada
lingkungan asam.
Pemilihan Material
Tipe 304: beragam apikasinya dan tahan terhadap lingkungan yang memproses
produk makanan (kecuali lingkungan yang kadar asam dan panas yang tinggi),
tahan terhadap bahan kimia organik, pewarnaan, dan beragam bahan kimia
anorganik. Jenis 304 L (rendah karbon) tahan terhadap asam nitrat dan sulfat
pada temberatur dan konsentrasi yang sedang. Digunakan untuk penyimpanan
gas yang sudah dicairkan, peralatan yang akan digunakan untuk temberatur

cryogenik (304N), peralatan dapur, rumah sakit, dan transportasi


Tipe 316: mengandung Nickel yang sedikit lebih banyak daripada tipe 304 dan
2-3% kandungan Molibdenum yang memberikan ketahanan terhadap korosi
dibandingkan tipe 304. Tahan terhadap komponen asam sulfat.

Tipe 317: mengandung 3-4% molibdenum dan Nickel yang lebih banyak
daripada tipe 316 sehingga lebih tahan terhadap korosi akibat keretakan dan

perlubangan
Tipe 430: kandungan alloy lebih rendah daripada tipe 304, digunakan untuk

pemrosesan makanan dan asam nitrat


Tipe 410: Kandungan alloy paling rendah, tahan korosi pada kondisi yang

ringan
Tipe 2205: sangat tahan terhadap clorida

2. Sifat Fisik dan Mekanik


Temperatur ruang:
Austenitic Stainless steel: yield stress sebesar 1379 Mpa pada temperatur ruang
tergantung komposisi dan jumlah cold work. sifat elastis dan kekuatan baik.
Kandungan Carbon dan Nitrogen mempengaruhi yield strength dengan
membandingkan tipe 301 dan 302 terhadap tipe 201 dan 202. Gambar 12, 13, 14, 15
menggambarkan efek dari perubahan sedikit komposisi. Beberapa sifat fisik dari
Austenitic Stainless Steel sama dengan Martenistic dan Ferritic Stainless Steel seperti
modulus elastisitasnya dan densitasnya.
Ferritic Stainles Steel: mengandung 12% Cromium dan sering digunakan dalam
industri. Ketebalan untuk tipe 309 dibatasi hingga 0,15 inch. Untuk tipe 430 dan 439
dibatasi hingga 0,125 inch. Ketangguhan dalam kondisi yang sudah diannealing
berurang seiring dengan meningkatnya Cromium. Molibdenum cenderung untuk
meningkatkan sifat elastis semesntara Carbon cenderung mengurangi sifat elastis.
Ferritic stainless steel dapat digunakan untuk aplikasi struktural dan juga aplikasi
tradisional seperti alat apur, otomotif, dan peralatan yang mensyaratkan ketahanan
terhadap korosi, cerah dan pemolesan finishing yang tinggi.
Jika dibandingkan dengan stainless steel yang rendah karbon, akan didapat yield
strength dan tensile strength yang lebih tinggi dan elongasi yang lebih rendah. Oleh
karena itu, mereka tidak mudah dirubah seperti stanles steel rendah carbon. Ferritic
stainless steel dengan carbon yang lebih rendah meningkat pada elastisitas dan
formabilitas dibandingkan dengan baja berkarbon rendah. Kerena kekuatan leih
tinggi, ferritic stainless steel membutuhkan kekuatan lebih untuk dibentuk.
Martenistic Stainless Steel:
Dinamakan berdasarkan struktur yang bernama martensite terbentuk ketika
dipanaskan diatas temperatur kritis (870oF) dan didinginkan secara cepat. Pada
kondisi yang sudah dikeraskan mempunyai kekuatan dan kekerasan yang tinggi

namun untuk mendapatkan ketahanan korosi yang optimal dan elastisitas maka baja
diberikan tempering treatment pada suhu 149-371oC.
Digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan sifat mekanik yaitu komposisi rendah
karbon dengan kekerasan maksimum C45 Rockwell dan komposisi tinggi karbon
yang dapat dikeraskan hingga C60 Rockwell. Tipe yang mempunyai karbon tinggi
adalah adalah 440A, B dan C. Tipe 414 dan 431 mengandung 1,25-2,5% Nickel yang
cukup untuk meningkatkan kekerasan, namun tidak cukup untuk membuat menjadi
austenitic pada temperatur ruang. Penambahan Nickel mempunyai 2 fungsi
diantaranya: meningkatkan ketahanan terhadap korosi karena mengijinkan kandungan
Cromium yang lebih tinggi dan meningkatkan ketangguhan. Martenistic stainless steel
tidak dapat digunakan pada range suhu 427-566oC. Test menunjukkan bahwa
ketangguhan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya kekerasan. Kekuatan
yang tinggi (carbon tinggi) tipe 440 menunjukkan ketangguhan yang lebih rendah
daripada tipe 410. Nickel meningkatkan ketangguhan dan tipe 414 mempunyai
ketangguhan yang lebih daripada tipe 410 pada level kekuatan yang sama.
Sifat penting lainnya adalah abrasi, dimana semakin kuat material, semakin tahan
material tersebut terhadap abrasi. Pada operasi terhadap penanganan batubara, oksida
films secara kontinu dihilangkan yang menghasilkan yang menyebabkan tingginya
laju korosi/ abrasi.
Densitas dari Martenistic Stainless Steel agak lebih rendah daripada baja karbon dan
alloy. Dipilih untuk ketahanan terhadap korosi yang sedang dan kekuatan yang relatif
tinggi.
Precipitation Hardening Stainless Steel: Produk dapat dibentuk pada kondisi annealed
dan kemudian diluruskan dengan temperatur yang relatif rendah untuk meminimalisir
masalah dengan temperatur tinggi. Precipitation hardening stainless steel mempunyai
kekuatan yang tinggi, elastis yang relatif baik, dan ketahanan korosi yang baik pada
temperatur sedang. Digunakan untuk komponen untuk ruang angkasa, tanki bahan
bakar, pisau, dan lainnya.
Temperatur tinggi: stainless steel digunakan pada temperatur hingga 2000F karena
mempunyai kekuatan yang baik pada temperatur yang tinggi dan ketahanan yang baik
terhadap korosi dan oksidasi. Pada suhu uap lebih dari 1050F austenitic stainless
steel lebih banyak digunakan. Dalam menganalisa sifat pada temperatur tinggi,
stabilitas termal sangat penting. Sifat fisik juga penting dan mempunyai pengaruh
yang signifikan. Precipitation hardening stainless steels juga mempunyai kekuatan
pana yang sangat baik pada temperatur sedang, namun kekuatannya menurun drastis

jika diberi perlakuan temperatur yang sangat tinggi. Pengelasan dapat mempengaruhi
keretakan pada temperatur yang tinggi, namun pengelaan yang baik berdampak pada
hasil yang dapat diandalkan.
Stabilitas Termal:
Dengan waktu dan temperatur, perubahan struktur metalurgi dapat diperkirakan
hampir untuk semua baja atau alloy. Perubahan dapat berupa pengendapan karbida,
kerapuhan, dan penghalusan. Penghalusan terjadi pada martenistic stainless steel
ketika dikenakan pada temperatur yang mendekati atau melebihi temperatur asli
pencampurannya. Kerapuhan berarti kehilangan ketangguhan pada temperatur ruang.
Peralatan yang dirapuhkan harus dihandle secara hati-hati untuk menghindari efek
ketika didinginkan untuk perawatannya. Ferritic dan duplex stainless steel dapat rapuh
jika terpapar suhu 700-950F pada jangka waktu yang lama. Pengendapan karbida
terjadi pada austenitic stainless steel pada rentang temperatur 800-1600F 427871C. Hal ini mengakibatkan hilangnya ketangguhan dan bisa membuat baja
menjadi subyek korosi intergranullar pada kondisi lingkungan tertentu. Hal ini
dapat dihilangkan dengan perlakuan panas diatas 1038C. Konduktivitas termal
material berbeda untuk jenis stainless steel yang berbeda. Namun pada aplikasi
perpindahan panas ketahanan film, kekotoran dan faktor permukaan lainnya
mempunyai efek yang lebih besar pada transfer panas daripada alloy itu sendiri.
Termal stress yang berfluktuasi dapat menyebabkan masalah kelelahan pada
logam.

Sifat mekanik Temperatur Rendah:


Alloy yang akan diguanakan untuk pekerjaan pada temperatur rendah harus cocok dengan
sifat teknisnya seperti yield dan tensil strenghts dan keelastisitasannya. Alloy yang sangat
elastis dapat patah tiba-tiba jika dikenakan level stress yang sangat rendah. Dalam menangani
dan menyimpan gas dan cairan pada temperatur cryogenik, beberapa baja dapat digunakan.
Austenitic stainless steel mempunyai elastisitas yang baik dan ketangguhan yang baik bahkan
pada temperatur cryogenik minus 423F (253C) and lower. Riset juga mengindikasikan
bahwa level ketangguhan pada temperatur cryogenik lebih tinggi pada tipe 310 dibandingkan
tipe 301 pada pengerjaan dingin.
Sifat Transfer Panas.

Stainless steel digunakan secara luas untuk transfer panas karena kemampuannya yang baik
dan efisien untuk mentransfer panas. Derajat dimana faktor lain mempengaruhi transfer panas
bergantung pada jenis fluida yang terlibat, kecepatan, dan skala penumpukan pada
permukaan. Karena Korosi dan skala akumulasi dapat diminimalisir dengan stainless steel,
akan ada sedikit perbedaan pada industri, contohnya sudah dianalisa secara seksama
karakteristik transfernya untuk material transfer panas dan kesimpulannya bahwa stainless
steel bersifat jauh lebih baik daripada material lain.
Bentuk, Ukuran, dan Finishing
Gambar dibawah menunjukkan proses milling pembuatan beberapa variasi produk stainless
steel. Karena komposisi alloy harus secara hati-hati dikontrol, beberapa tahapan refining
digunakan dengan pelelehan pada vacuum furnace dan pada wadah Argon Oksigen yang di
dekarburisasi. Tahap refining yang lain adalah vacuum arc, partial pressure inert gas arc dan
elecron beam. Selama tahap pelelehan kembali ini, impuritas dikurangi hingga level
minimum. Selama tahap akhir dari produksi basis milling sheet, strip, plate, bar- dan
membuat bentuk menjadi lebih spesifik, material diarahkan untuk reduksi panas dengan atau
tidak operasi dingin susulan annealing dan pembersihan. Tahapan yang lebih banyak
dibutuhkan untuk memproduksi bentuk milling lainya seperti kabel dan tubing. Finishing
diproduksi dengan 3 metode dasar diantaranya (1) rolling diantara roll bertekstur, (2)
polishing dan/ buffing dengan roda abrasive, (3) blasting dengan abrasive grit

Anda mungkin juga menyukai