Tipe 317: mengandung 3-4% molibdenum dan Nickel yang lebih banyak
daripada tipe 316 sehingga lebih tahan terhadap korosi akibat keretakan dan
perlubangan
Tipe 430: kandungan alloy lebih rendah daripada tipe 304, digunakan untuk
ringan
Tipe 2205: sangat tahan terhadap clorida
namun untuk mendapatkan ketahanan korosi yang optimal dan elastisitas maka baja
diberikan tempering treatment pada suhu 149-371oC.
Digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan sifat mekanik yaitu komposisi rendah
karbon dengan kekerasan maksimum C45 Rockwell dan komposisi tinggi karbon
yang dapat dikeraskan hingga C60 Rockwell. Tipe yang mempunyai karbon tinggi
adalah adalah 440A, B dan C. Tipe 414 dan 431 mengandung 1,25-2,5% Nickel yang
cukup untuk meningkatkan kekerasan, namun tidak cukup untuk membuat menjadi
austenitic pada temperatur ruang. Penambahan Nickel mempunyai 2 fungsi
diantaranya: meningkatkan ketahanan terhadap korosi karena mengijinkan kandungan
Cromium yang lebih tinggi dan meningkatkan ketangguhan. Martenistic stainless steel
tidak dapat digunakan pada range suhu 427-566oC. Test menunjukkan bahwa
ketangguhan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya kekerasan. Kekuatan
yang tinggi (carbon tinggi) tipe 440 menunjukkan ketangguhan yang lebih rendah
daripada tipe 410. Nickel meningkatkan ketangguhan dan tipe 414 mempunyai
ketangguhan yang lebih daripada tipe 410 pada level kekuatan yang sama.
Sifat penting lainnya adalah abrasi, dimana semakin kuat material, semakin tahan
material tersebut terhadap abrasi. Pada operasi terhadap penanganan batubara, oksida
films secara kontinu dihilangkan yang menghasilkan yang menyebabkan tingginya
laju korosi/ abrasi.
Densitas dari Martenistic Stainless Steel agak lebih rendah daripada baja karbon dan
alloy. Dipilih untuk ketahanan terhadap korosi yang sedang dan kekuatan yang relatif
tinggi.
Precipitation Hardening Stainless Steel: Produk dapat dibentuk pada kondisi annealed
dan kemudian diluruskan dengan temperatur yang relatif rendah untuk meminimalisir
masalah dengan temperatur tinggi. Precipitation hardening stainless steel mempunyai
kekuatan yang tinggi, elastis yang relatif baik, dan ketahanan korosi yang baik pada
temperatur sedang. Digunakan untuk komponen untuk ruang angkasa, tanki bahan
bakar, pisau, dan lainnya.
Temperatur tinggi: stainless steel digunakan pada temperatur hingga 2000F karena
mempunyai kekuatan yang baik pada temperatur yang tinggi dan ketahanan yang baik
terhadap korosi dan oksidasi. Pada suhu uap lebih dari 1050F austenitic stainless
steel lebih banyak digunakan. Dalam menganalisa sifat pada temperatur tinggi,
stabilitas termal sangat penting. Sifat fisik juga penting dan mempunyai pengaruh
yang signifikan. Precipitation hardening stainless steels juga mempunyai kekuatan
pana yang sangat baik pada temperatur sedang, namun kekuatannya menurun drastis
jika diberi perlakuan temperatur yang sangat tinggi. Pengelasan dapat mempengaruhi
keretakan pada temperatur yang tinggi, namun pengelaan yang baik berdampak pada
hasil yang dapat diandalkan.
Stabilitas Termal:
Dengan waktu dan temperatur, perubahan struktur metalurgi dapat diperkirakan
hampir untuk semua baja atau alloy. Perubahan dapat berupa pengendapan karbida,
kerapuhan, dan penghalusan. Penghalusan terjadi pada martenistic stainless steel
ketika dikenakan pada temperatur yang mendekati atau melebihi temperatur asli
pencampurannya. Kerapuhan berarti kehilangan ketangguhan pada temperatur ruang.
Peralatan yang dirapuhkan harus dihandle secara hati-hati untuk menghindari efek
ketika didinginkan untuk perawatannya. Ferritic dan duplex stainless steel dapat rapuh
jika terpapar suhu 700-950F pada jangka waktu yang lama. Pengendapan karbida
terjadi pada austenitic stainless steel pada rentang temperatur 800-1600F 427871C. Hal ini mengakibatkan hilangnya ketangguhan dan bisa membuat baja
menjadi subyek korosi intergranullar pada kondisi lingkungan tertentu. Hal ini
dapat dihilangkan dengan perlakuan panas diatas 1038C. Konduktivitas termal
material berbeda untuk jenis stainless steel yang berbeda. Namun pada aplikasi
perpindahan panas ketahanan film, kekotoran dan faktor permukaan lainnya
mempunyai efek yang lebih besar pada transfer panas daripada alloy itu sendiri.
Termal stress yang berfluktuasi dapat menyebabkan masalah kelelahan pada
logam.
Stainless steel digunakan secara luas untuk transfer panas karena kemampuannya yang baik
dan efisien untuk mentransfer panas. Derajat dimana faktor lain mempengaruhi transfer panas
bergantung pada jenis fluida yang terlibat, kecepatan, dan skala penumpukan pada
permukaan. Karena Korosi dan skala akumulasi dapat diminimalisir dengan stainless steel,
akan ada sedikit perbedaan pada industri, contohnya sudah dianalisa secara seksama
karakteristik transfernya untuk material transfer panas dan kesimpulannya bahwa stainless
steel bersifat jauh lebih baik daripada material lain.
Bentuk, Ukuran, dan Finishing
Gambar dibawah menunjukkan proses milling pembuatan beberapa variasi produk stainless
steel. Karena komposisi alloy harus secara hati-hati dikontrol, beberapa tahapan refining
digunakan dengan pelelehan pada vacuum furnace dan pada wadah Argon Oksigen yang di
dekarburisasi. Tahap refining yang lain adalah vacuum arc, partial pressure inert gas arc dan
elecron beam. Selama tahap pelelehan kembali ini, impuritas dikurangi hingga level
minimum. Selama tahap akhir dari produksi basis milling sheet, strip, plate, bar- dan
membuat bentuk menjadi lebih spesifik, material diarahkan untuk reduksi panas dengan atau
tidak operasi dingin susulan annealing dan pembersihan. Tahapan yang lebih banyak
dibutuhkan untuk memproduksi bentuk milling lainya seperti kabel dan tubing. Finishing
diproduksi dengan 3 metode dasar diantaranya (1) rolling diantara roll bertekstur, (2)
polishing dan/ buffing dengan roda abrasive, (3) blasting dengan abrasive grit