Anda di halaman 1dari 19

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi Chlamydia trachomatis merupakan maslah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Chlamydia
trachomatis adalah infeksi menular seksual disebabkan oleh bakteri yang paling
sering di seluruh dunia, melebihi infeksi gonokokal dan sifilis. Laporan WHO
tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi oleh Chlamydia trachomatis diperkirakan
89 juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti
mengenai infeksi Chlamydia trachomatis. Jumlah kasus Chlamydia trachomatis
terbaru dilaporkan terbesar pada daerah berkembang dengan ekonomi yang
kurang, seperti Asia Tenggara dan Selatan, Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin.
Prevalensi Chlamydia trachomatis tertinggi diamati di kalangan remaja
perempuan.1,2
Mengingat bahwa infeksi Chlamydia trachomatis asimtomatik di sekitar
70% dari kasus yang tidak ditangani, terutama pada wanita, dapat menyebabkan
komplikasi berat seperti servitis, penyakit radang panggul, kehamilan ektopik, dan
infertilitas.1
Chlamydia trachomatis merupakan penyebab infeksi genital non spesifik
(IGNS) yang tersering. Kuman ini ditemukan di uretra dari 25% sampai 60%
kasus pria dengan uretritis non gonore (UGN), 4-35% pria dengan gonore, dan 07% pada pria dengan uretritis asimtomatis. Sering ditemukan infeksi chlamydia
pada wanita dewasa yang seksual aktif, dan berhubungan erat dengan usia muda
pertama kali kontak seksual serta lamanya waktu aktivitas seksual. Pada wanita
urban, ditemukan 15% infeksi endoserviks yang disebabkan oleh chlamydia,
sedangkan pada wanita hamil dengan sosio-ekonomi rendah ditemukan sebanyak
lebih dari 20%.3
Penularan infeksi urogenital oleh Chlamydia trachomatis terjadi melalui
kontak langsung kelamin-kelamin atau kontak genitalanal. Penularan melalui

kontak langsung orogenital jarang. Autoinokulasi dengan cairan kelamin yang


terinfeksi diduga menjadi mode transmisi untuk orang dewasa.4
Setiap orang yang aktif secara seksual dapat terinfeksi. Ini adalah penyakit
menular seksual yang sangat umum, terutama di kalangan muda. Diperkirakan
bahwa 1 dari 15 perempuan yang aktif secara seksual yang berusia 14-19 tahun
menderita chlamydia. Kalangan muda yang aktif secara seksual beresiko tinggi
tertular untuk kombinasi alasan perilaku, biologi, dan budaya. Beberapa kalangan
muda tidak menggunakan kondom secara konsisten. Beberapa remaja dapat
berpindah dari satu hubungan ke hubungan lain sehingga meningkatkan risiko
penularan. Gadis-gadis remaja dan wanita muda memiliki ektopi serviks (di mana
sel-sel dari endoserviks yang hadir pada ektoserviks). Ektopi serviks dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi ini. Pria yang berhubungan seks
dengan laki-laki (homoseksual) juga berisiko terinfeksi karena chlamydia dapat
ditularkan melalui anal dan oral. Di antara skrining untuk infeksi klamidia dubur
pada homoseksual, positif berkisar dari 3,0% menjadi 10,5%. Skrining untuk
infeksi faring klamidia, positif berkisar dari 0,5% menjadi 2,3%.5
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan

laboratorium.

Konfirmasi

laboratorium

kultur

Chlamydia

trachomatis tidak rutin dilakukan. Kultur digunakan terutama dalam terjadi


kegagalan pengobatan.4
Infeksi Chlamydia trachomatis sampai saat ini masih merupakan
problematik karena keluhan ringan, kesukaran fasilitas diagnostik, mudah menjadi
kronis dan residif, dan mungkin menyebabkan komplikasi yang serius seperti
infertilitas dan kehamilan ektopik. Selain itu bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi mempunyai resiko untuk menderita konjungtivitis dan atau pneumonia.
Mengingat tingginya angka kejadian infeksi Chlamydia trachomatis baik secara
tunggal ataupun bersamaan dengan PMS lain, serta dampak dari komplikasinya
maka perlu diberikan perhatian yang besar dalam hal diagnosis dan
pengobatannya.2
Dari semua pendekatan kontrol Chlamydia, pencegahan infeksi awal tetap
yang paling efektif. Pendidikan profesional kesehatan masyarakat dan sangat

penting untuk pencegahan di semua tiga tingkatan (primer, sekunder, tersier),


terutama dengan belum adanya vaksin yang efektif.6
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai pencegahan infeksi chlamydia serta untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/ Ilmu Kedokteran Pencegahan/ Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan maanfaat kepada penulis dan
pembaca, khususnya yang terlibat dalam bidang kesehatan, dan masyarakat secara
umumnya, agar dapat menambah wawasan tentang pencegahan infeksi
chlamydia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencegahan
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan
yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu
masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah
kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar.9
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan
berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and
Clark yaitu sebagai berikut:9
a. Promosi kesehatan (health promotion)
1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas
2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan
3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain
pelayanan
kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang
terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga
Berencana
b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (specific
protection)
1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah
terhadap
penyakit penyakit tertentu
2) Isolasi terhadap penyakit menular
3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum
dan ditempat kerja
4) Perlindungan terhadap bahanbahan yang bersifat karsinogenik, bahanbahan racun maupun alergi

c. Diagnosa

dini

dan

pengobatan

segera

(early

diagnosis

and

prompt treatment)
1) Mencari kasus sedini mungkin
2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin
3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC,
kanker serviks
4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita
5) Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita
berpenyakit menular
6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
d. Pembatasan kecacatan (disability limitation)
1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan
tidak menimbulkan komplikasi
2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan
Pengobatan dan perawatan yang lebih intensif
e.

Rehabilitasi (rehabilitation)
1) Mengembangkan

lembagalembaga

rehablitasi

dengan

mengikutsertakan masyarakat
2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan
memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk
bertahan
3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap
penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri
4) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit

2.2. Infeksi Chlamydia


2.2.1. Definisi
Chlamydia trachomatis adalah satu dari 4 spesies (termasuk klamidia
puerorum, klamidia psittaci, dan klamidia pneumonia) dalam genus Klamidia.
Chlamydia trachomatis dapat dibedakan dalam 18 serovars (variasi serologis).
Serovar A,B,Ba dan C dihubungkan dengan trakoma (penyakit mata yang serius
yang dapat menyebabkan kebutaan), serovars DK dihubungkan dengan infeksi
saluran genital, dan L1-L2 dihubungkan dengan penyakit Limfogranula venereum
(LGV).7

Gambar 1. Chlamydia trachomatis

Chlamydia trachomatis adalah bakteri obligat intaseluler yang menginfeksi


urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling sering terinfeksi dengan
Chlamydia trachomatis. Chlamydia bukan merupakan penyebab vaginitis, tetapi
dapat mengerosi daerah serviks, sehingga dapat menyebabkan keluarnya cairan
mukopurulen. Cairan ini mungkin dianggap pasien berasal dari vagina. Neonatus
yang lahir dari wanita yang terinfeksi dengan chlamydia memiliki risiko untuk
terjadinya inclusion conjungtivitis saat persalinan. 25 sampai dengan 50% dari
bayi yang terpapar akan terkena konjungtivitis pada 2 minggu pertama setelah
lahir, dan 10 sampai dengan 20 % akan berlanjut ke pneumonia dalam 3 sampai 4
bulan setelah lahir jika tidak diobati dengan segera. Infeksi chlamydia pada awal
kehamilan telah dihubungkan dengan terjadinya persalinan prematur, ketuban
pecah dini. Meningkatnya angka kejadian late-onset endometritis yang terjadi
setelah persalinan pervaginam, dan infeksi panggul yang berat setelah operasi
sesar dapat terjadi ketika infeksi chlamydia didiagnosis pada pemeriksaan prenatal

awal. Pada wanita yang tidak hamil dapat menyebabkan mukopurulen servisitis,
endometitis, salpingitis akut, infertilitas, dan kehamilan ektopik.7

2.2.2. Prevalensi
Prevalensi dari Chlamydia trachomatis tergantung pada karakteristik dari
populasi yang diteliti. Di Amerika Serikat berkisar antara 2 sampai dengan 7%
diantara mahasiswa perempuan, dan 4 - l2% diantara wanita yang berkunjung ke
klinik keluarga berencana. Di Jepang penelitian diantara pekerja seks komersil
yang terinfeksi chlamydia adalah l3%. Di Inggris penelitian pada pria usia muda
memiliki insidens 9,8% positif chlamydia. Prevalensi infeksi chlamydia tertinggi
pada kelompok yang paling jarang memeriksakan dirinya ke dokter, dan angka
prevalensi akan rendah pada daerah - daerah dimana telah dilakukan skrining skrining terhadap klamidia.7
Di Indonesia angka kejadian Chlamydia trachomatis belum didapatkan
secara rinci. Beberapa peneliti memberikan hasil yang beragam. Wisnuwardani
dalam penelitiannya dengan menggunakan metode ELISA swab (Klamidiazyme)
mendapatkan prevalensi chlamydia pada pasien dengan servisitis yang berobat di
Bagian Kebidanan FKUI/RSCM sebesar l2,66% sedangkan prevalensi antibodi
terhadap Chlamydia trachomatis (chlamydelisa) sebesar 45,57%. Penelitian
Sutrisno (1994) di puskesmas Mulya Jaya mendapatkan prevalensi 2l% dengan
Clearview. Chlamydia dan l8% dengan metode ELISA Wellcozyme,
Penelitian Wahyuni (2002) melaporkan angka kejadian infeksi Chlamydia pada
pasien keputihan sebesar 6,3% dengan metode Gen probe PACE 2. Penelitian
Febrianti (2006) mendapatkan prevalensi infeksi Chlamydia pada PSK sebesar
44,3% dengan Quickstripe TM dan 43,2% dengan PCR. Widjaja dkk.(1999)
melaporkan prevalensi infeksi Chlamydia pada 3 rumah sakit di Kalimantan
Selatan sebesar 9,2% dengan teknik Ligase Chain Reaction (LCR).7
2.2.3. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk terjadinya infeksi Chlamydia trachomatis pada wanita


seksual aktif termasuk usia muda (usia 15-24 tahun), melakukan hubungan
seksual pada usia muda, riwayat infertilitas, memiliki lebih dari 1 partner seksual,
adanya partner seks yang baru, tidak menikah, ras kulit hitam, mempunyai riwayat
atau sedang menderita penyakit menular seksual, riwayat keguguran, riwayat
infeksi saluran kemih, servikal ektopik, dan penggunaan tidak teratur dari
kontrasepsi barrier.7
2.2.4. Manifestasi Klinik
Infeksi genital oleh Chlamydia lebih lebih sering pada orang- orang muda
aktif seksual. Pada laki- laki, uretritis merupakan manifestasi klinis yang paling
sering. Manifestasi klinik untuk infeksi Chlamydia pada perempuan dapat berupa
sindroma urethral akut, uretritis, bartolinitis, servisitis, infeksi saluran genital
bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau penyakit radang panggul),
perihepatitis (sindroma Fitz HughCurtis), dan arthritis. Kehamilan ektopik juga
dapat terjadi oleh karena infeksi chlamydia, yang biasanya didahului dengan
penyakit radang panggul. Gejala tergantung dari lokasi infeksinya. Infeksi dari
urethra dan saluran genital bagian bawah dapat menyebabkan disuria, duh vagina
yang abnormal, atau perdarahan post koital. Pada saluran genital bagian atas
(endometritis, atau salphingitis, kehamilan ektopik) dapat menimbulkan gejala
seperti perdarahan rahim yang tidak teratur dan abdominal atau pelvic
discomfort.2,7

Gambar 2. Infeksi Chlamydia trachomatis pada serviks

2.2.5. Penunjang Diagnosis

Diagnosis

berdasarkan

riwayat

penyakit,

pemeriksaan

fisik,

dan

pemeriksaan laboratorium. Chlamydia sukar dibedakan dengan gonorrhea karena


gejala dari kedua penyakit ini sama dan penyakit ini dapat timbul bersamaan
meskipun jarang. Cara yang paling dipercaya untuk mengetahui infeksi chlamydia
adalah melalui pemeriksaan laboratorium.7
Pada prinsipnya, penegakan diagnosis infeksi Chlamydia trachomatis
sama seperti infeksi mikroorganisme lainnya, tetapi karena gejala serta gambaran
klinis infeksi ini tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tes yang sekarang tersedia termasuk kultur sel, deteksi antigen,
deteksi asam nukleat, pemeriksaan serologi.7
Baku emas untuk pemeriksaan infeksi Chlamydia trachomatis adalah kultur
dari swab yang didapat dari endoserviks pada wanita atau uretra pada pria. Tetapi
hambatan dari metode pemeriksaan kultur ini adalah berkembangnya tes non
cultured based. Namun tes non cultured - based, termasuk tes deteksi antigen dan
nonamplfied nucleic acid hybridization, mempunyai kemampuan terbatas karena
kegagalan untuk mendeteksi beberapa bagian penting dari infeksi chlamydia.
Pemeriksaan yang lebih baru dan mendeteksi DNA atau RNA spesifik terhadap
Chlamydia trachomatis (termasuk PCR, ligase chain reaction, dan

RNA

transcription - mediated amplification) lebih sensitif daripada generasi pertama


tes non culture based. Sensitifitas sedikit lebih rendah ketika tes yang baru ini
digunakan pada spesimen urin dibandingkan pada specimen endoserviks.7
2.2.6. Penatalaksanaan
Penting untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh
Chlamydia trachomatis, mengenai resiko penularan kepada pasangan seksualnya,
contact tracing (pemeriksaan dan pengobatan partner seksual) diperlukan untuk
keberhasilan pengobatan.2
Untuk pengobatan, tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah
digunakan sejak lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis. Dapat diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/h selama 7 hari atau 4 x
250 mg/hari selama 14 hari. Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin dapat

10

diberikan dengan dosis 2 x l00 mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak
dianjurkan dan merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya yang lebih
mudah dan dosisnya lebih kecil.2
Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa
sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum.2
Regimen alternatif dapat diberikan :
-

Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama l4


hari

- Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari


Regimen untuk wanita hamil :
- Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari
2.2.7. Komplikasi
Meskipun umumnya orang yang menderita chlamydia tidak menunjukkan
gejala, manifestasi paling sering pada penyakit ini adalah adanya suatu reaksi
lokal peradangan pada mukosa yang dihubungkan dengan keputihan, uretritis
pada pria, dan urenitis / vaginitis / servisitis pada wanita. Pada wanita dengan
infeksi chlamydia yang tidak diobati dapat menyebabkan penyakit radang
panggul, dengan sekuele termasuk infertilitas, kehamilan ektopik dan radang
panggul kronik.7
Chlamydia merupakan satu dari beberapa penyebab infeksi radang panggul
dan infertilitas pada wanita. Setiap episode tunggal dari penyakit radang panggul,
risiko untuk terjadinya infertilitas faktor tuba adalah 11%. Setiap episode berikut
akan meningkatkan risiko 2 - 3 kali lipat. Wanita yang memiliki riwayat penyakit
radang panggul mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya kehamilan tuba
sebesar 7 - l0 kali lipat. Pada l5% wanita yang menderita infeksi radang panggul,
nyeri abdomen yang kronik merupakan gejala klinik jangka panjang yang banyak
dihubungkan dengan adanya perlekatan pada ovarium dan tuba falopii di rongga
pelvis. Pada pasangan subfertil, infeksi Chlamydia bertanggung jawab untuk
terjadinya sekitar 50% infertilitas faktor tuba. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada pasien - pasien dengan tes Chlamydia positif memiliki

11

risiko untuk terjadinya infertilitas faktor tuba, dan kehamilan ektopik lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien - pasien dengan tes Chlamydia negatif. Dibeberapa
penelitian, didapatkan kejadian infeksi Chlamydia pada pasien dengan kehamilan
ektopik terganggu

sekitar 3-70%. Penelitian

lain juga disebutkan infeksi

Chlamydia dihubungkan dengan peningkatan risiko untuk terjadinya karsinoma


serviks yang invasif.7
Sama halnya dengan infeksi menular seksual lain, infeksi pada ibu memiliki
dampak terhadap janin yang dapat tertular melalui jalan lahir. Pada infeksi oleh
karena chlamydia trachomatis, dapat menyebabkan konjungtivitis dan pneumonia.
Pada banyak kasus konjungtivitis yang disebabkan oleh chlamydia merupakan
penyakit yang self limiting dan tidak menimbulkan komplikasi jangka panjang
pada mata. Keadaan ini benar pada jenis - jenis chlamydia yang ada di negara negara maju, sedangkan di negara negara berkembang, seperti Nepal, ada
beberapa jenis chlamydia yang dapat menyebabkan kebutaan (trakoma).
Pneumonia pada neonatus yang disebabkan chlamydia dapat menimbulkan
dampak yang serius. Untungnya bila pneumonia telah terdiagnosis lebih awal,
pengobatan dengan antibiotik efektif untuk mengontrol infeksi.7
Komplikasi dari infeksi Chlamydia adalah:
a) Nyeri panggul kronik
b) Infeksi radang panggul
c) Salpingitis
d) Abses tubo ovarium
e) Kehamilan ektopik
f) Infertilitas
g) Sindroma reiter, urethritis, konjungtivitis, dan arthritis7
2.3. Pencegahan Infeksi Chlamydia
Studi pada manusia dan model hewan telah mengidentifikasi beberapa
korelasi imunitas anti-klamidia. Namun, studi terbaru juga telah menunjukkan
bahwa respon imun untuk infeksi chlamydia dapat menjadi sumber signifikan dari
patologi dan penyakit. Pengembangan vaksin harus perlu memastikan imunisasi

12

yang tidak menyebabkan eksaserbasi mekanisme inflamasi yang mungkin


menyebabkan jaringan dan kerusakan organ lebih lanjut.10
Vaksin yang aman dan dapat diandalkan dianggap menjadi pendekatan yang
terbaik untuk mengurangi prevalensi global infeksi Chlamydia trachomatis.
Meskipun kemajuan telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir, vaksinasi
Chlamydia trachomatis tetap sulit dipahami. Identifikasi berkorelasi dengan studi
imunitas pada kedua model hewan dan manusia, serta fakta mengenai mekanisme
kekebalan protektif terhadap infeksi, telah mengalami gangguan kemajuan.
Penemuan sejumlah baru Chlamydia trachomatis dan Chlamydia muridarum
antigen kandidat vaksin, akan mendukung upaya baru untuk merancang vaksin
manusia.10
Namun, bahan pembantu yang sesuai untuk membantu merangsang imunitas
seluler T terhadap bakteri intraseluler masih kurang. Demikian juga, sistem
pengiriman vaksin diperlukan untuk menginduksi dan mempertahankan kekebalan
tubuh dalam merespon Chlamydia trachomatis. Penelitian di imunoterapi kanker
dan vaksin eksperimental untuk infeksi intraseluler memberikan wawasan yang
berharga untuk desain vaksin baru terhadap Chlamydia trachomatis. Vaksin yang
menargetkan kekebalan sel endogen, seperti sel-sel dendritik (DC), telah
menunjukkan peningkatan yang signifikan kekebalan sel-T pada kanker.10
Pencegahan infeksi menular seksual (IMS) termasuk pengenalan diagnosis
secara cepat dan pengobatan yang efektif terhadap IMS yang terjadi. Hal ini juga
akan mengurangi kemungkinan komplikasi bagi masing-masing individu, tetapi
juga akan mencegah infeksi baru di masyarakat. Makin cepat IMS disembuhkan,
makin kecil peluang penularannya pada orang lain.8
Langkah terbaik untuk mencegah IMS adalah menghindari kontak langsung,
yaitu dengan cara sebagai berikut:8
1. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensi)
2. Menghindari berganti-ganti pasangan seksual
3. Memakai kondom dengan benar dan konsisten

13

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk

mengendalikan kasus infeksi

chlamydia adalah sebagai berikut:


A. Promosi kesehatan (health promotion)
Dari semua pendekatan kontrol chlamydia yang memungkinkan, berhasil
mencegah infeksi awal tetap merupakan yang paling efektif. Edukasi terhadap
masyarakat dan profesional kesehatan sangat penting untuk pencegahan di semua
tiga tingkatan (primer, sekunder, tersier), apalagi dengan tidak adanya vaksin yang
efektif. Penyuluhan kesehatan dan pendidikan seks, sama seperti sifilis dengan
penekanan pada penggunaan kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan wanita
bukan pasangannya. Target untuk pendidikan dan pencegahan terhadap chlamydia pada pasien
adalah populasi remaja dan dewasa muda. Pantangan, menunda usia untuk terpajan hubungan
seksual dan penggunaan kondom untuk pencegahan harus dipromosikan atau dianjurkan.
Harus ditekankan bahwa penyaringan untuk chlamydia dan penanganan infeksi
pada tahap awal adalah metode penting untuk menurunkan proses penyakit yang
umum pada wanita untuk menurunkan infeksi pada bayi.
Laporan pada instansi kesehatan setempat; laporan khusus wajib dilakukan
di banyak negara bagian di AS. Isolasi tindakan kewaspadaan universal, bisa
diterapkan untuk pasien rumah sakit. Pemberian terapi antibiotika yang tepat
menjamin discharge tidak infektif; penderita sebaiknya menghindari hubungan
seksual hingga kasus indeks, penderita atau pasangannya telah selesai diberi
pengobatan yang lengkap.
Desinfeksi serentak pembuangan benda-benda yang terkontaminasi
dengan discharge uretra dan vagina, harus ditangani dengan seksama. Investigasi
kontak dan sumber infeksi. Pengobatan profilaktik terhadap pasangan seks lain
dari penderita dan pengobatan yang sama diberikan keada pasangan tetap. Bayi
yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi dan belum mendapat pengobatan
sistemik, foto thorax perlu diambil pada usia 3 minggu dan diulang lagi sesudah
12-18 minggu untuk mengetahui adanya pneumonia chlamydia sub klinis.

14

B. Perlindungan khusus (specific protection)


Manajemen pengendalian penyakit menular dapat dilakukan dengan cara
memberikan kekebalan secara artifisial yaitu imunisasi. Cakupan imunisasi amat
penting karena dapat mencegah penyakit dalam satu wilayah. Namun, tentu saja
tidak semua penyakit menular dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk itu, peru
dilakukan upaya alternatif berupa pemberantasan penyakit yang berbasis
lingkungan. Infeksi chlamydia merupakan salah satu infeksi seksual paling umum
dan mudah menular, namun hingga kini belum ada vaksinnya. Karena itu,infeksi
chlamydia baru bisa diobati dengan antibiotik dan belum ada pencegahan yang
benar-benar efektif. Namun kini para ilmuwan telah berhasil memetakan DNA
bakteri untuk dibuat vaksin pencegahannya. Dalam waktu dekat, pengembangan
vaksin untuk mencegah infeksi bakteri tersebut akan bisa dibuat.
C. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and
prompt treatment)
Chlamydia sering terjadi tanpa gejala, orang yang terinfeksi secara
tidak sadar

dapat

menginfeksi

pasangan

seks

mereka.

Banyak

dokter

merekomendasikan bahwa semua orang yang memiliki lebih dari satu pasangan
seks harus diuji untuk chlamydia secara teratur, bahkan tanpa adanya gejala.
Infeksi chlamydia mengisi prasyarat umum untuk pencegahan penyakit dengan
skrining, infeksi chlamydia yaitu sangat lazim, biasanya tanpa gejala, yang
berhubungan dengan morbiditas yang signifikan, dapat diandalkan didiagnosis,
dan diobati. Skrining program untuk Chlamydia trachomatis akan menjadi sangat
penting dalam pencegahan jangka panjang gejala sisa.
Pemeriksaan pada remaja putri yang aktif secara seksual harus dilakukan
secara rutin. Pemeriksaan perlu juga dilakukan terhadap wanita dewasa usia di
bawah 25 tahun, terhadap mereka yang mempunyai pasangan baru atau terhadap
mereka yang mempunyai beberapa pasangan seksual dan atau yang tidak
konsisten menggunakan alat kontrasepsi. Tes terbaru untuk infeksi Chlamydia
trachomatis dapat digunakan untuk memeriksa remaja dan pria dewasa muda
dengan spesimen urin.

15

Pencegahan terhadap opthalmia neonatorum perlu dilakukan dengan


memberikan salep mata eritromisin 0,5 % atau tetrasiklin 1 % segera setelah bayi
lahir.
D. Pembatasan cacat (disability limitation) dan rehabilitasi (rehabilitasi)
Biaya skrining hanya sebagian kecil dari biaya perawatan kesehatan yang
timbul akibat komplikasi akibat infeksi chlamydia tidak terdiagnosis dan tidak
diobati. Strategi saat ini untuk mengendalikan Chlamydia trachomatis masih
sangat tergantung pada klinik berbasis skrining pasien bergejala, dan belum
berhasil. Perkembangan yang sangat sensitif dan spesifik tes amplifikasi asam
nukleat untuk diagnosis infeksi chlamydia telah menjadi kemajuan penting dalam
kemampuan untuk melakukan program-program berbasis populasi skrining untuk
mencegah komplikasi. Khusus perempuan hamil yang terinfeksi chlamydia dapat
diobati dengan eritromisin. Saat terinfeksi penyakit ini sebaiknya tidak melakukan
hubungan seksual, atau gunakan kondom untuk mencegah penularan berulang.
Sumber daya dan pelaksanaan strategi pengendalian chlamydia nasional
yang efektif membutuhkan kepemimpinan dan komitmen dari para pembuat
kebijakan pelayanan kesehatan. Strategi nasional yang paling tepat cenderung
bervariasi di seluruh negara, dan strategi nasional harus dikembangkan melalui
konsultasi dengan organisasi medis profesional, penyandang dana, dan penyedia
layanan kesehatan dan diagnostik

16

BAB 3
KESIMPULAN
Chlamydia trachomatis merupakan penyebab infeksi genital non spesifik
yang terbanyak sekarang ini dibandingkan dengan organisme lain, baik di negara
maju maupun negara berkembang. Chlamydia merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan karena chlamydia yang tidak diobati dapat
menyebabkan penyakit radang panggul (PID), subfertilitas, dan hasil reproduksi
yang buruk pada beberapa perempuan. Diperlukan indentifikasi/diagnosis dini dan
pengobatan yang cepat dan tepat dalam usaha memutus mata rantai penularan dalam
masyarakat dan mencegah sequele jangka panjang.
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari
Leavel and Clark yaitu promosi kesehatan (health promotion), perlindungan
khusus (specific protection), diagnosis dini dan pengobatan segera (early
diagnosis and prompt treatment ), pembatasan cacat (disability limitation), dan
rehabilitasi (rehabilitation).
Chlamydia merupakan penyebab utama infertilitas yang dapat dicegah,
hanya saja intervensi pencegahan yang efektif kurang dipergunakan. Program
memiliki beberapa efek, tetapi perlu dilaksanakan lebih baik dengan
meningkatkan skrining, kerjasama penatalaksanaan dengan berbagai mitra dan
perlunya ditingkatkan kesadaran individu, menjangkau populasi yang terkena
dampak tidak merata, serta memperbaiki tingkat pengukuran. Banyak tantangan,
tapi juga peluang kemajuan dalam menangani kesehatan masyarakat, tantangan
sosial dan individu. Reformasi pelayanan kesehatan berupa keterlibatan dalam
mengembangkan sistem penyediaan layanan kesehatan untuk mengatasi hambatan
di tingkat lokal maupun nasional. Praktik-praktik seks aman adalah kunci untuk
pencegahan melalui promosi kesehatan dengan edukasi masyarakat dan pelatihan
profesional kesehatan
Deteksi dini dan pengobatan melalui program skrining, pemeriksaan rutin
orang-orang yang beresiko dan pengawasan populasi kita bisa menghindari

17

komplikasi. Strategi pengendalian chlamydia nasional yang efektif membutuhkan


kepemimpinan dan komitmen dari para pembuat kebijakan pelayanan kesehatan.
Strategi nasional yang paling tepat harus dikembangkan melalui konsultasi dengan
organisasi medis profesional, penyandang dana, dan penyedia layanan kesehatan
dan diagnostik.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Salfa MC. Italian Journal of Public Health: Prevalence and determinants of


Chlamydia trachomatis infection among sexually active women in Turin,
Italy [internet] 2011 [cited 2015 August 10]. Available from URL:
http://ijphjournal.it/article/viewFile/5673/5412
2. Karmila, N. USU digital library: Infeksi Chlamydia trachomatis [internet]
2001

[cited

2015

August

10].

Available

from

URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3488/1/fk-Nelva.pdf
3. Daili SF, Indriatmi W, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. Edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Indonesia ; 2009. 79-77.
4. Communicable Disease Management Protocol. Chlamydia trachomatis (D
through K Serovars) Infection [internet] 2008 [cited 2015 August 10].
Available

from

URL:

http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/chlamydia.pdf
5. Centers for Disease Control and Prevention. Chlamydia-CDC Fact Sheet
(Detailed) [internet] 2012 [cited 2015 August 10]. Available from URL:
http://www.cdc.gov/std/chlamydia/stdfact-chlamydia-detailed.htm
6. Centers for Disease Control. Chlamydia trachomatis infections Policy
Guidelines for Prevention and Control [internet] 2001 [cited 2015 August
10].

Available

from

URL:

http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00001767.htm
7. Saputra HA. USU Institutional Repository: Klamidia trakomatis [internet]
2013

[diakses

10

Agustus

2015].

Diperoleh

dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35135/4/Chapter%20II.pdf
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Dasar Infeksi
Menular Seksual dan Saluran Reproduksi Terpadu. [internet] 2006
[diakses

11

Agustus

2015].

Diperoleh

dari:

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/handle/123456789/831
9. Sembiring SM. USU Institutional Repository: Konsep dan Teori Perilaku
[internet]

2013

[diakses

12

Agustus

2015].

Diperoleh

dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38761/4/Chapter%20II.pdf

19

10. Ladino JR, Ross AGP, Cripps AW. Review: Immunity, immunopathology,
and human vaccine development against sexually transmitted, Chlamydia
trachomatis. [internet] 2014 [cited 2015 August 11]. Available from URL:
http://www98.griffith.edu.au/dspace/bitstream/handle/10072/67716/99432
_1.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai