Makalah Infeksi Clamydia
Makalah Infeksi Clamydia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi Chlamydia trachomatis merupakan maslah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Chlamydia
trachomatis adalah infeksi menular seksual disebabkan oleh bakteri yang paling
sering di seluruh dunia, melebihi infeksi gonokokal dan sifilis. Laporan WHO
tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi oleh Chlamydia trachomatis diperkirakan
89 juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti
mengenai infeksi Chlamydia trachomatis. Jumlah kasus Chlamydia trachomatis
terbaru dilaporkan terbesar pada daerah berkembang dengan ekonomi yang
kurang, seperti Asia Tenggara dan Selatan, Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin.
Prevalensi Chlamydia trachomatis tertinggi diamati di kalangan remaja
perempuan.1,2
Mengingat bahwa infeksi Chlamydia trachomatis asimtomatik di sekitar
70% dari kasus yang tidak ditangani, terutama pada wanita, dapat menyebabkan
komplikasi berat seperti servitis, penyakit radang panggul, kehamilan ektopik, dan
infertilitas.1
Chlamydia trachomatis merupakan penyebab infeksi genital non spesifik
(IGNS) yang tersering. Kuman ini ditemukan di uretra dari 25% sampai 60%
kasus pria dengan uretritis non gonore (UGN), 4-35% pria dengan gonore, dan 07% pada pria dengan uretritis asimtomatis. Sering ditemukan infeksi chlamydia
pada wanita dewasa yang seksual aktif, dan berhubungan erat dengan usia muda
pertama kali kontak seksual serta lamanya waktu aktivitas seksual. Pada wanita
urban, ditemukan 15% infeksi endoserviks yang disebabkan oleh chlamydia,
sedangkan pada wanita hamil dengan sosio-ekonomi rendah ditemukan sebanyak
lebih dari 20%.3
Penularan infeksi urogenital oleh Chlamydia trachomatis terjadi melalui
kontak langsung kelamin-kelamin atau kontak genitalanal. Penularan melalui
laboratorium.
Konfirmasi
laboratorium
kultur
Chlamydia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencegahan
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan
yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu
masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah
kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar.9
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan
berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and
Clark yaitu sebagai berikut:9
a. Promosi kesehatan (health promotion)
1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas
2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan
3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain
pelayanan
kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang
terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga
Berencana
b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (specific
protection)
1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah
terhadap
penyakit penyakit tertentu
2) Isolasi terhadap penyakit menular
3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum
dan ditempat kerja
4) Perlindungan terhadap bahanbahan yang bersifat karsinogenik, bahanbahan racun maupun alergi
c. Diagnosa
dini
dan
pengobatan
segera
(early
diagnosis
and
prompt treatment)
1) Mencari kasus sedini mungkin
2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin
3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC,
kanker serviks
4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita
5) Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita
berpenyakit menular
6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
d. Pembatasan kecacatan (disability limitation)
1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan
tidak menimbulkan komplikasi
2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan
Pengobatan dan perawatan yang lebih intensif
e.
Rehabilitasi (rehabilitation)
1) Mengembangkan
lembagalembaga
rehablitasi
dengan
mengikutsertakan masyarakat
2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan
memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk
bertahan
3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap
penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri
4) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit
awal. Pada wanita yang tidak hamil dapat menyebabkan mukopurulen servisitis,
endometitis, salpingitis akut, infertilitas, dan kehamilan ektopik.7
2.2.2. Prevalensi
Prevalensi dari Chlamydia trachomatis tergantung pada karakteristik dari
populasi yang diteliti. Di Amerika Serikat berkisar antara 2 sampai dengan 7%
diantara mahasiswa perempuan, dan 4 - l2% diantara wanita yang berkunjung ke
klinik keluarga berencana. Di Jepang penelitian diantara pekerja seks komersil
yang terinfeksi chlamydia adalah l3%. Di Inggris penelitian pada pria usia muda
memiliki insidens 9,8% positif chlamydia. Prevalensi infeksi chlamydia tertinggi
pada kelompok yang paling jarang memeriksakan dirinya ke dokter, dan angka
prevalensi akan rendah pada daerah - daerah dimana telah dilakukan skrining skrining terhadap klamidia.7
Di Indonesia angka kejadian Chlamydia trachomatis belum didapatkan
secara rinci. Beberapa peneliti memberikan hasil yang beragam. Wisnuwardani
dalam penelitiannya dengan menggunakan metode ELISA swab (Klamidiazyme)
mendapatkan prevalensi chlamydia pada pasien dengan servisitis yang berobat di
Bagian Kebidanan FKUI/RSCM sebesar l2,66% sedangkan prevalensi antibodi
terhadap Chlamydia trachomatis (chlamydelisa) sebesar 45,57%. Penelitian
Sutrisno (1994) di puskesmas Mulya Jaya mendapatkan prevalensi 2l% dengan
Clearview. Chlamydia dan l8% dengan metode ELISA Wellcozyme,
Penelitian Wahyuni (2002) melaporkan angka kejadian infeksi Chlamydia pada
pasien keputihan sebesar 6,3% dengan metode Gen probe PACE 2. Penelitian
Febrianti (2006) mendapatkan prevalensi infeksi Chlamydia pada PSK sebesar
44,3% dengan Quickstripe TM dan 43,2% dengan PCR. Widjaja dkk.(1999)
melaporkan prevalensi infeksi Chlamydia pada 3 rumah sakit di Kalimantan
Selatan sebesar 9,2% dengan teknik Ligase Chain Reaction (LCR).7
2.2.3. Faktor Risiko
Diagnosis
berdasarkan
riwayat
penyakit,
pemeriksaan
fisik,
dan
RNA
10
diberikan dengan dosis 2 x l00 mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak
dianjurkan dan merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya yang lebih
mudah dan dosisnya lebih kecil.2
Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa
sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum.2
Regimen alternatif dapat diberikan :
-
11
risiko untuk terjadinya infertilitas faktor tuba, dan kehamilan ektopik lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien - pasien dengan tes Chlamydia negatif. Dibeberapa
penelitian, didapatkan kejadian infeksi Chlamydia pada pasien dengan kehamilan
ektopik terganggu
12
13
14
dapat
menginfeksi
pasangan
seks
mereka.
Banyak
dokter
merekomendasikan bahwa semua orang yang memiliki lebih dari satu pasangan
seks harus diuji untuk chlamydia secara teratur, bahkan tanpa adanya gejala.
Infeksi chlamydia mengisi prasyarat umum untuk pencegahan penyakit dengan
skrining, infeksi chlamydia yaitu sangat lazim, biasanya tanpa gejala, yang
berhubungan dengan morbiditas yang signifikan, dapat diandalkan didiagnosis,
dan diobati. Skrining program untuk Chlamydia trachomatis akan menjadi sangat
penting dalam pencegahan jangka panjang gejala sisa.
Pemeriksaan pada remaja putri yang aktif secara seksual harus dilakukan
secara rutin. Pemeriksaan perlu juga dilakukan terhadap wanita dewasa usia di
bawah 25 tahun, terhadap mereka yang mempunyai pasangan baru atau terhadap
mereka yang mempunyai beberapa pasangan seksual dan atau yang tidak
konsisten menggunakan alat kontrasepsi. Tes terbaru untuk infeksi Chlamydia
trachomatis dapat digunakan untuk memeriksa remaja dan pria dewasa muda
dengan spesimen urin.
15
16
BAB 3
KESIMPULAN
Chlamydia trachomatis merupakan penyebab infeksi genital non spesifik
yang terbanyak sekarang ini dibandingkan dengan organisme lain, baik di negara
maju maupun negara berkembang. Chlamydia merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan karena chlamydia yang tidak diobati dapat
menyebabkan penyakit radang panggul (PID), subfertilitas, dan hasil reproduksi
yang buruk pada beberapa perempuan. Diperlukan indentifikasi/diagnosis dini dan
pengobatan yang cepat dan tepat dalam usaha memutus mata rantai penularan dalam
masyarakat dan mencegah sequele jangka panjang.
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari
Leavel and Clark yaitu promosi kesehatan (health promotion), perlindungan
khusus (specific protection), diagnosis dini dan pengobatan segera (early
diagnosis and prompt treatment ), pembatasan cacat (disability limitation), dan
rehabilitasi (rehabilitation).
Chlamydia merupakan penyebab utama infertilitas yang dapat dicegah,
hanya saja intervensi pencegahan yang efektif kurang dipergunakan. Program
memiliki beberapa efek, tetapi perlu dilaksanakan lebih baik dengan
meningkatkan skrining, kerjasama penatalaksanaan dengan berbagai mitra dan
perlunya ditingkatkan kesadaran individu, menjangkau populasi yang terkena
dampak tidak merata, serta memperbaiki tingkat pengukuran. Banyak tantangan,
tapi juga peluang kemajuan dalam menangani kesehatan masyarakat, tantangan
sosial dan individu. Reformasi pelayanan kesehatan berupa keterlibatan dalam
mengembangkan sistem penyediaan layanan kesehatan untuk mengatasi hambatan
di tingkat lokal maupun nasional. Praktik-praktik seks aman adalah kunci untuk
pencegahan melalui promosi kesehatan dengan edukasi masyarakat dan pelatihan
profesional kesehatan
Deteksi dini dan pengobatan melalui program skrining, pemeriksaan rutin
orang-orang yang beresiko dan pengawasan populasi kita bisa menghindari
17
DAFTAR PUSTAKA
18
[cited
2015
August
10].
Available
from
URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3488/1/fk-Nelva.pdf
3. Daili SF, Indriatmi W, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. Edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Indonesia ; 2009. 79-77.
4. Communicable Disease Management Protocol. Chlamydia trachomatis (D
through K Serovars) Infection [internet] 2008 [cited 2015 August 10].
Available
from
URL:
http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/chlamydia.pdf
5. Centers for Disease Control and Prevention. Chlamydia-CDC Fact Sheet
(Detailed) [internet] 2012 [cited 2015 August 10]. Available from URL:
http://www.cdc.gov/std/chlamydia/stdfact-chlamydia-detailed.htm
6. Centers for Disease Control. Chlamydia trachomatis infections Policy
Guidelines for Prevention and Control [internet] 2001 [cited 2015 August
10].
Available
from
URL:
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00001767.htm
7. Saputra HA. USU Institutional Repository: Klamidia trakomatis [internet]
2013
[diakses
10
Agustus
2015].
Diperoleh
dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35135/4/Chapter%20II.pdf
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Dasar Infeksi
Menular Seksual dan Saluran Reproduksi Terpadu. [internet] 2006
[diakses
11
Agustus
2015].
Diperoleh
dari:
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/handle/123456789/831
9. Sembiring SM. USU Institutional Repository: Konsep dan Teori Perilaku
[internet]
2013
[diakses
12
Agustus
2015].
Diperoleh
dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38761/4/Chapter%20II.pdf
19
10. Ladino JR, Ross AGP, Cripps AW. Review: Immunity, immunopathology,
and human vaccine development against sexually transmitted, Chlamydia
trachomatis. [internet] 2014 [cited 2015 August 11]. Available from URL:
http://www98.griffith.edu.au/dspace/bitstream/handle/10072/67716/99432
_1.pdf?sequence=1