TINJAUAN PUSTAKA
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS
2.1. Definisi
PPOK merupakan penyakit paru yang bisa dicegah dan diobati dan
bercirikan dengan adanya hambatan persisten aliran udara yang bersifat
progressif dan merupakan proses inflamasi kronis akibat paparan partikel atau
gas berbahaya (Depkes, 2008; GOLD, 2013). PPOK ada yang berjenis bronkitis
kronik dan emfisema, atau gabungan keduanya (PDPI, 2003).
2.2. Prevalensi
PPOK adalah penyakit kronis penyebab kematian ke enam di dunia
pada tahun 1990. Pada tahun 2020 diperkirakan akan menjadi penyebab kematian
ketiga. Data nasional kebanyakan negara menyebutkan bahwa prevalensinya
lebih dari 6% dan semakin naik dengan bertambahnya usia (GOLD, 2013). Di
Indonesia jumlah penderita PPOK sekitar 4,8 juta jiwa (Pratomo, 2012).
2.3. Patofisiologi
Patogenesis PPOK pada dasarnya rumit untuk dijelaskan, prosesnya
merupakan modifikasi respon tubuh terhadap inflamasi kronis karena paparan
faktor resiko yang terlalu lama sehingga kadar oksidan dan antioksidan di dalam
tubuh tidak seimbang. Ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan ini
menimbulkan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan jaringan paru
(GOLD, 2013).
Asma
PPOK
Onset
Bervariasi
>40 tahun
Peran merokok
Kurang
berperan,
memperberat
Reversibiliti
obstruksi
kronis
dan
pemberian bronkodilator
pemberian bronkodilator
Sifat penyakit
Episodik
Progresif lambat
Riwayat alergi
Sering
Jarang
Kapasitas paru
Normal
Menurun
Hipoksemia
Jarang
Spirometri
Perbaikan
Jarang
nyata
pemberian bronkodilator
pemberian bronkodilator
Mekanisme
perlindungan
Penyempitan saluran
napas dan fibrosis
Kerusakan
jaringan paru
Destruksi parenkim
Mekanisme
perbaikan
Hipersekresi mukus
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia (PDPI,
2003).
2.5. Klasifikasi
Tabel 2. Klasifikasi PPOK Berdasarkan Derajat Obstruksi Post Uji
Bronkodilator (GOLD, 2013).
Kategori
GOLD 1
GOLD 2
GOLD 3
GOLD 4
Derajat
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Kriteria
FEV1 80%
50% FEV1 < 80%
30% FEV1 < 50%
FEV1 < 30%
Grade 2
Grade 3
Grade 4
(C)
(D)
RISK
GOLD classification of
airflow limitation
2
1
1
(A)
(B)
mMRC 0-1
mMRC 2
CAT <10
CAT 10
2.6. Diagnosis
Diagnosis klinis PPOK dapat ditegakkan dengan adanya sesak napas,
batuk kronis, produksi sputum berlebih dan adanya riwayat paparan faktor
resiko. Pemeriksaan spirometri sangat diperlukan untuk konfirmasi doagnosis
PPOK, menentukan derajat PPOK serta pemilihan terapi pada PPOK (GOLD,
2013). Dengan tes spirometri dapat dilihat keefektifan dan kecepatan
pengosongan paru pasien (GOLD, 2010).
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien PPOK berdasarkan grup resikonya.
DAFTAR PUSTAKA