Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum - Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi

Abstrak
Telah dilakukan percobaan untuk penyabunan (saponifikasi) etil asetat dengan Natrium
Hidroksidadengan bantuan katalis HCl untuk mempercepat reaksi. Tujuan dari percobaan ini
yaitu menunjukan bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi orde dua dan menentukan tetapan orde
reaksi dengan cara titrasi, yang pada prinsipnya penambahan HCl berfgunsi sebaagai penetral
karena kelebihan basa pada larutan serta mempercepat reaksi, melalui titrasi dengan NaOH
standar. Dari slope yang diperoleh yaitu
didapat persen r 91,1 %
Mendekati 100% yamg menandakannya adalah orde dua selain dilihat dari grafik yang diperoleh.
Tetapan laju reaksinya yaitu
Kata kunci: Laju Reaksi, Orde reaksi, Saponifikasi, Titrasi

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sabun merupakan garam logam alkali dengan rantai asam monokarbosiklik yang panjang.
Sabun berbahan dari larutan alkali. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun
bergantung pada jenis sabun yang diinginkan. Larutan alkali yang biasa digunakan dalam
pembuatan sabun keras adalah Natrium Hidroksida, dan alkali yang biasa digunakan dalam
sabun lunak adalah Kalium Hidroksida.
Sabun berfungsi sebagai pengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor
lainnya, pembuatannya yaitu proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali
membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berasal dar lemak hewani maupun
nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
Pada saat ini, teknologi sabun berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk bervariasi
serta kegunaan yang beragam dapat dengan mudah diperoleh dipasaran. Kandungn zat yang
terdapat dalam sabun juga bervarisi sesuai degan sifat dan jenis sabun, dimana zat-zat tersebut
dapat memberi efek, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Oleh karena itu perlu jeli
memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya.

Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C 12-18. Jika kurang dari
C12 akan menyebabkan iritasi pada kulit dan jika lebih dariC 20, kurang larut (digunakan sebagai
campuran).
Bertolak dari hal-hal diatas perlu untuk mengetahui tentang bagaimana konsep pembuatan
sabun, dari apa saja bahan yang bereaksi sebagai reaksi penyabunan(saponifikasi), maka
dilakukanlah percobaan ini.

1.2 Tujuan
Menunjukan bahwa reaksi saponifikasi etil asetat oleh ion OH- adalah reaksi orde ke dua,
dan menentukan konsentrasi etil asetat dan ion oH yang bereaksi pada saat t, serta menentukan
tetapan laju reaksi dengan cara titrasi.
1.3 Prinsip
Reaksi penyabunan (saponifikasi) antara etil asetat dengan NaOH berdasarkan reaksi berikut:
Rx: CH3COOC2H5 + 2NaOH

CH3COONa + C2H5OH + NaOH sisa

atau
Rx: CH3COOC2H5 + OH-

CH3COO- + C2H5OH

Dengan variasi waktu pada suhu 400C, dibantu oleh katalis berupa asam yaitu asam klorida, dan
dilakukan titrasi dengan bantuan indicator PP, untuk menentukan tetapan laju reaksinya.
Dalam titrasi NaOH sisa (kelebihan NaOH) akan bereaksi dengan HCl dengan reaksi sebagai
berikut:
Rx: NaOH (aq) + HCl (aq)

NaCl (aq) + H2O (l)

Bab II Tinjauan Pustaka


Saponifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan sabun dan gliserol melalui
penghidrolisaan dengan basa, lemak atau minyak(Keenan,dkk,1990).

Kinetika kimia menunjukkan kecepatan dan mekanisme perubahan kimia suatu atribut
mutu terhadap waktu pada suhu tertentu. Kecepatan reaksi kimiawi ditentukan oleh massa
produk yang dihasilkan atau reaktan yang digunakan setiap unit waktu (Man 2000).
Laju reaksi merupakan penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi
reaktan per satuan waktu. Laju reaksi hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi.
Mengubah konsentrasi suatu zat dalam suatu reaksi dapat mengubah laju reaksinya juga. Laju
reaksi dapat ditentukan dari konsentrasi reaktan maupun konsentrasi produk suatu reaksi. Secara
matematis laju reaksi dinyatakan sebagai (Labuza ,1982):

- dA/dt= k[A]n
dimana:
dA/dt = laju perubahan konsentrasi A pada waktu tertentu
k = konstanta laju reaksi
[A] = konsentrasi pereaksi
n = ordo reaksi
Laju reaksi dapat dipergunakan untuk memprediksi kebutuhan bahan pereaksi dan produk
reaksi tiap satuan waktu, dan dapat juga dipergunakan untuk menghitung kebutuhan energi untuk
produksi hidrogen(Agus,2010).
Konstanta laju reaksi bersifat konstan terhadap konsentrasi pereaksi namun akan berubah
jika terjadi perubahan kondisi lingkungan seperti suhu(Labuza ,1982).
Ordo reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Penentuan ordo reaksi tidak
dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan eksperimen
dengan menggunakan sederet konsentrasi pereaksi. Pada reaksi ordo nol dimana n = 0, laju
reaksi tidak tergantung pada konsentrasi pereaksi dan bersifat konstan pada suhu tetap. Jadi laju
reaksi ordo nol hanya tergantung pada konstanta laju reaksi yang dinyatakan sebagai k. Laju
reaksi menurut ordo satu dimana n = 1, dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi dimana laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi. Hal ini berarti peningkatan konsentrasi akan
meningkatkan pula laju reaksi(Labuza ,1982).

Pengaruh suhu terhadap kecepatan rekasi kimia pertama kali diungkapkan oleh Vant
Hoff pada 1884, dan diperluas oleh Hood dan Arrhenius 1885 dan 1889, selanjutnya
pengaplikasian terhadap kemunduran bahan makanan oleh Labuza pada 1980 (Suyitno,1997;
Wisnu,2006).

Bab III Metodologi


3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu buret 50ml, statif, Erlenmeyer, botol semprot, batang
pengaduk, cawan petri, spatula, pipet volume dan pipet tetes, bulb, termomoter, stopwatch, hot
plate, gelas beker, dan tisu/kanebo.
Bahan yang digunakan yaitu Akuades, Asam Klorida, Etil Asetat, Indicator PP, dan
Natrium Hidroksida.

Bab IV Hasil dan Pembahasan


4.1 Tabel pengamatan
N0

Pelakuan

V HCl

V NaOH

V Etil Asetat

t(menit)

V titrasi

.
A.

Standarisasi

(ml)
5+In PP

(ml)
-

(ml)
-

6,6

B.

NaOH
Titrasi

3 tetes
10
10
10
10
10

20
20
20
20
20

10
10
10
10
10

0
10
20
30
40

8,6
8,7
9,6
9,4
9,7

t (s)
0
600
1200
1800

19,9
20,4
23,5
22,9

2400

24,1

4.1 Pembahasan
Laju reaksi merupakan penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi
reaktan per satuan waktu. Laju reaksi hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi, dan
Orde reaksi merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu dalam hukum laju.
Reaksi penyabunan etil asetat dengan ion hidroksida bukan merupakan reaksi sederhana,
namun ternyata bahwa reaksi ini merupakan reaksi orde dua. Pada percobaan ini (penentuan orde
reaksi dan tetapan laju reaksi) digunakan larutan standar NaOH. Tujuan percobaan ini untuk
menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida merupakan reaksi orde
dua. Selain itu, percobaan ini juga untuk menentukan tetapan laju reaksi penyabunan etilasetat
oleh ioon hidroksida dengan cara titrasi.
Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan standarisasi larutan NaOH.
Larutan NaOH harus di standarisasi terlebih dahulu karena larutan tersebut merupakan
larutan standar sekunder yang tidak stabil dalam penyimpanannya. Dalam melakukan
titrasi, digunakan larutan HCl yang bertindak sebagai larutan standar primer. Dari
standarisasi diperoleh volume NaOH sebanyak 6,6 ml. Dari hasil percobaan pada titrasi
penyabunan, diketahui bahwa konsentrasi larutan NaOH berubah-ubah. Konsentrasi awal
NaOH yang digunakan adalah 0,02 M.
Selanjutnya, larutan etilasetat dan natrium hidroksida ditempatkan pada
erlenmeyer bertutup agar kedua larutan tersebut tidak terkontaminasi dengan zat lain
yang dapat mempengaruhi konsentrasi kedua larutan. Selain itu juga untuk mencegah
menguapnya larutan etil asetat yang sifatnya mudah menguap.
Kemudian masing-masing NaOH dan etil asetat dipipet 20ml dan 10ml,dan
dimasukkan kedalam erlenmayer, dan disamakan suhunya, pada suhu 40 0C untuk setiap
variasi waktu yaitu pada 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit dan 40 menit.
Kedua suhu disamakan suhunya karena suhu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi semakin besar karena
kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari
energi tumbukan bertambah besar, begitu pun sebaliknya. Larutan yang telah sama suhunya

kemudian dicampurkan. Pencampuran pada suhu yang sama agar laju reaksi yang
dihasilkan tidak mengalami perubahan besar. Kemudian dilakukan pengocokan agar
campuran homogen.
Reaksi yang terjadi adalah:
Rx:

CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq)

CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq)

Tiga menit terakhir dalam setiap variasi waktu, dipipet campuran dan
memasukkan ke dalam larutan HCl 10 ml, lalu ditambahkan indikator PP sebanyak tiga
tetes. Penambahan HCl berfungsi untuk menetralkan campuran karena campuran bersifat
basa akibat kelebihan NaOH (ion OH-). Penetralan dapat mencegah terjadinya reaksi lebih
lanjut. Adapun persamaan reaksinya adalah:
Rx: NaOH (aq) + HCl (aq)

NaCl (aq) + H2O (l)

Penambahan indikator PP untuk mengatahui titik akhir titrasi yaitu titik dimana mol
NaOH sama dengan mol HCl yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari bening
menjadi merah muda. Dari hasil percobaan diketahui bahwa semakin lama pengocokan
maka semakin banyak larutan NaOH yang digunakan. Artinya semakin banyak NaOH
yang bereaksi dengan etil asetat. Perubahan warna yang dihasilkan menandakan bahwa
titik ekuivalen sudah tercapai dimana mol pentiter(NaOH) sama dengan mol
analit(campuran), sehingga warna tersebut adalah hasil dari reaksi antara NaOH dengan
indikator.
Berikut penjabaran Faktor yg mempengaruhi laju reaksi:
Sifat alami suatu reaksi. Beberapa reaksi memang secara alami lambat atau lebih cepat
dibandingkan yang lain. Jumlah spesies yang ikut bereaksi serta keadaan fisik reaktan, ataupun
kekompleksan jalanya (mekanisme reaksi) dan factor lain sangat menentukan kecepatan laju
reaksi.
Konsentrasi reaktan. Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi
reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin
tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia denngan demikian
kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat.

Tekanan. Reaksi yang melibatkan gas, kecepatan reaksinya berbanding lurus dengan
kenaikan tekanan dimana factor tekanan ini ekuivalen dengan konsentrasi gas.
Orde reaksi. Orde reaksi menentukan seberapa besar konsentrasi reaktan berpengaruh pada
kecepatan reaksi.
Temperatur. Temperature berhubungan dengan energi kinetic yang dimiliki molekulmolekul reaktan dalam kecenderungannya bertumbukan. Kenaikan suhu umumnya menyediakan
energi yang cukup bagi molekul reaktan untuk meningkatkan tumbukan antar molekul. Akan
tetapi tidak semua reaksi dipengaruhi oleh temperature, terdapat reaksi yang independent
terhadap temperature yaitu reaksi akan berjalan melambat saat temperature di naikkan seperti
reaksi yang melibatkan radikal bebas.
Pelarut. Banyak reaksi yang terjadi dalam larutan dan melibatkan pelarut. Sifat pelarut baik
terhadap reaktan, hasil intermediate, dan produknya mempengaruhi laju reaksi. Seperti sifat
solvasi pelarut terhadap ion dalam pelarut dan kekuatan interaksi ion dan pelarut dalam
pembentukan counter ion.
Radiasi elektromagnetik dan Intensitas Cahaya. Radiasi elektromagnetik dan cahaya
merupakansalah satu bentuk energi. Molekul-molekul reaktan dapat menyerap kedua bentuk
energi ini sehingga mereka terpenuhi atau meningkatkan energinya sehingga meningkatkan
terjadinya tumbukan antar molekul
Katalis. Adanya katalis dalam suatu sitem reaksi akan meningkatkan kecepatan reaksi
disebabkan katalis menurunkan energi aktifasi. Dengan penurunan energi aktifasi ini maka energi
minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya tumbukkan semakin berkurang sehingga
mempercepat terjadinya reaksi.
Pengadukan. Proses pengadukan mempengaruhi kecepatan reaksi yang melibatkan sistem
heterogen. Seperti reaksi yang melibatkan dua fasa yaitu fasa padatan dan fasa cair seperti
melarutkan serbuk besi dalam larutan HCl, dengan pengadukan maka reaksi akan cepat berjalan.
Dalam percobaan ini yang paling dominan yaitu pengadukan, konsentrasi, sifat alami dari
reaksi, katalis, suhu dan orde reaksi, dimana yang paling signifikan adalah konsentrasi katalis
dan suhu. Untuk orde reaksi, adanya kenaikan orde reaksi ini kemungkinan disebabkan oleh
pengaruh perubahan suhu reaski, atau reaksi yang terjadi tidak sesuai dengan model matematis
atau persamaan yang digunakan dalam menghitung orde reaksi tersebut,
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

Pada teori tumbukan, perubahan jumlah molekul pereaksi dapat berpengaruh pada laju
suatu reaksi. Telah diketahui jumlah mol spesi zat terlarut dalam 1 liter larutan dinamakan
konsentrasi molar. Bila konsentrasi pereaksi diperbesar dalam suatu reaksi, berarti kerapatannya
bertambah dan akan memperbanyak kemungkinan tabrakan sehingga akan mempercepat laju
reaksi.
Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan maka
dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi
konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia dengan demikian kemungkinan
bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat.
Suhu terhadap laju reaksi
Umumnya kenaikan suhu mempercepat reaksi, dan sebaliknya penurunan suhu
memperlambat reaksi. Bila kita memasak nasi dengan api besar akan lebih cepat dibandingkan
api kecil. Bila kita ingin mengawetkan makanan (misalnya ikan) pasti kita pilih lemari es, karena
penurunan suhu memperlambat proses pembusukan.
Laju reaksi kimia bertambah dengan naiknya suhu. Laju reaksi ditentukan oleh jumlah
tumbukan. Jika suhu dinaikkan, maka kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik
partikel pereaksi. Sehingga pergerakan partikel-partikel pereaksi makin cepat, makin cepat
pergerakan partikel akan menyebabkan terjadinya tumbukan antar zat pereaksi makin banyak,
sehingga reaksi makin cepat. Umumnya kenaikan suhu sebesar 1000C menyebabkan kenaikan
laju reaksi sebesar dua sampai tiga kali. Kenaikan laju reaksi ini dapat dijelaskan dari gerak
molekulnya. Molekul-molekul dalam suatu zat kimia selalu bergerak-gerak. Oleh karena itu,
kemungkinan terjadi tabrakan antar molekul yang ada. Tetapi tabrakan itu belum berdampak apaapa bila energi yang dimiliki oleh molekul-molekul itu tidak cukup untuk menghasilkan tabrakan
yang efektif. Kita telah tahu bahwa, energi yang diperlukan untuk menghasilkan tabrakan yang
efektif atau untuk menghasilkan suatu reaksi disebut energi pengaktifan(energi aktivasi).
Energi kinetik molekul-molekul tidak sama. Ada yang besar dan ada yang kecil. Oleh
karena itu, pada suhu tertentu ada molekul-molekul yang bertabrakan secara efektif dan ada yang
bertabrakan secara tidak efektif. Dengan perkataan lain, ada tabrakan yang menghasilkan reaksi
kimia ada yang tidak menghasilkan reaksi kimia. Meningkatkan suhu reaksi berarti
menambahkan energi. Energi diserap oleh molekul-molekul sehingga energi kinetik molekul

menjadi lebih besar. Akibatnya, molekul-molekul bergerak lebih cepat dan tabrakan dengan
dampak benturan yang lebih besar makin sering terjadi. Dengan demikian, benturan antar
molekul yang mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi itu menyebabkan reaksi kimia juga
makin banyak terjadi. Hal ini berarti bahwa laju reaksi makin tinggi.
Reaksi Saponifikasi
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan fy
adalah akhiran yang berarti membuat). Jadi dapat disimpulkan bahwa rekasi saponifikasi adalah
pembuatan sabun.
Secara keseluruhan reaksi-reaksi yang terjadi pada reaksi saponifikasi yaitu(Vogel, 1990):
CH3COOC2H5 + 2NaOH

(etilasetat)

CH3COONa + C2H5OH + NaOH sisa

(natriumhidroksida)

(natriumasetat)

(etanol)

(natriumhidroksida)
Rx: NaOH sisa

2HCl

NaCl + H2O + HCl sisa

(natriumhidroksida) (asamklorida)
HCl sisa

(natriumklorida)

NaOH

(asamklorida)

(air)

NaCl

(natriumhidroksida)

(natriumklorida)

(asamklorida)

+ H2O

(air)

Untuk memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksi
adalah orde dua yaitu reaksi dibawah ini :
CH3COOC2H5 + OH-

CH3COO- + C2H5OH

t=0

(b-x)

t=t

(a-x)

x
(Sukardjo, 1997)

Untuk dapat menentukan apakah suatu reaksi orde dua atau bukan dapat diselidiki seperti
pada reaksi tingkat satu yaitu (Sukardjo, 1997:
1. Dengan memasukkan harga a, b, t dan x pada persamaan. Bila harga-harga k 2 tetap maka reaksi
orde dua.
2. Secara grafik. Bila reaksi orde dua maka grafik t terhadap log merupakan garis lurus tangen atau
slope.Untuk konsentrasi sama, grafik harus lurus bila reaksi orde dua.
3. Half life period tidak dapat dipakai untuk menyelidiki tingkat reaksi, dimana konsentrasi A dan
B berbeda, karena A dan B akan mempunyai waktu berbeda untuk bereaksinya setengah jumlah
zat tersebut.

Berdasarkan percobaan , grafik, dan hasil perhitungan, diperoleh reaksitersebut adalah orde
dua.
Bab V Penutup
5.1 Simpulan
Reaksi yang terjadi yaitu reaksi orde dua dengan perolehan..
Berdasarkan grafik yg diperoleh serta perhitungan reaksi yang terjadi adalah reaksi orde dua.
5.2 Saran
Saran saya untuk percobaan kedepannya, untuk standarisasi bias menggunakan asam lain
seperti asam oksalat; menggunakan variasi suhu,; dan variasi kedua-duanya; dan untuk reaksi
saponifikasinya bias menggunakan larutan alkali lain seperti KCl yang adalah bahan untuk
pembuatan sabun lunak.

Daftar Pustaka
Agus Wibowo. 2010. Laju Reaksi Pencampuran Minyak Jarak Dan Air Pada Hydrogen
Reformer Menggunakan Pemanas Dan Katalis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi
2010 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang
Anonim.2008. rekasi Penyabunan.yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-prosespembuatan-sabun/ ( 4 April 2013)

Keenan,C.W; Kleinfelter,D.C; G,Wood.1990. Kimia Untuk Universitas, jilid 1, edisi 6. AB: A.H
Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Labuza TP. 1982. Shelf-life Dating of Foods. Food and Nutrition Press., Inc., Westport, Connecticut.
Man CM. 2000. Shelf-life Evaluation of Foods, 2nd ed. Aspen Publisher Incorporation, London.
Sukardjo.1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Jakarta.
Suyitno.1997.Dasar-Dasar Kinetika Kemunduran Mutu, PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.
Vogel.1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT.Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Wisnu Cahyadi.2006.Konstanta Laju Penurunan Kadar Iodat dalam Garam Beriodium. Jurusan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasudan Bandung.

Daftar Pustaka
Agus Wibowo. 2010. Laju Reaksi Pencampuran Minyak Jarak Dan Air Pada
Hydrogen

Reformer Menggunakan Pemanas Dan Katalis. Prosiding Seminar

Nasional Sains dan Teknologi 2010 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim

Semarang
Fessenden.1986.Kimia Organik Jilid 2 Edisi ketiga.jakarta:Erlangga
Findlay.1967.Practical Physical Chemistry.newyork:principle
Harjadi, W., 1987, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia, Jakarta.
Labuza TP. 1982. Shelf-life Dating of Foods. Food and Nutrition Press., Inc.,
Westport, Connecticut.

Rufaida, Anis Dyah.2010.KIMIA.Klaten:Intan Pariwara

Anda mungkin juga menyukai