Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT


Nama Penderita
Jenis Kelamin
Tgl lahir
Alamat
No. Rekam Medis
Tanggal Pemeriksaan
Dokter muda

: Tn.J
: Laki-laki
: 28-08-1977
: Ramang-Ramang
: 679195
: 30/04/2015
: Siti Nurul Ain bte Dulmat

I. SUBJEKTIF
a. Anamnesis

:Autoanamnesis

b. Keluhan Utama

: Demam

c. Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dialami secara tiba-tiba, terus
menerus, disertai menggigil, turun dengan pemberian obat penurun panas tetapi demam muncul
kembali. Demam lebih tinggi pada sore dan malam hari. Mual ada, muntah tidak ada. Pasien juga
sering berkeringat. Tidak ada riwayat mimisan dan perdarahan gusi. Nyeri kepala ada terutama di
bagian depan kepala. Nyeri dada tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Nyeri pada daerah betis
terutama ketika ditekan ada. BAB, biasa dan lancar. BAK, kuning seperti teh pekat, lancar.
Riwayat Pribadi:
-

Pasien seorang pensiunan. Dahulu bekerja sebagai pekebun.

Ada riwayat membersihkan selokan 7 hari sebelum masuk rumah sakit.

Tidak ada riwayat minum alkohol.

Ada riwayat merokok, kira-kira 1 bungkus perhari.

Tidak ada riwayat minum obat-obatan yang lain.

Riwayat penyakit sebelumnya :


- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat Malaria positif sewaktu di Papua kurang lebih 6 bulan yang lalu
1

- Riwayat demam berdarah tidak ada.


- Riwayat demam berdarah disekitar kawasan rumah tidak ada
- Riwayat keluarga atau tetangga dengan keluhan yang sama tidak ada
II. OBJEKTIF
- Status Pasien

:
- Sakit sedang/gizi baik/composmentis
- BB

: 63 kg

- TB

: 167 cm

IMT
- Tanda vital

: 63/(1.672) = 22,5 kg/m2 (Normal)

:
- Tekanan darah

: 110/70 mmHg

- Nadi

: 102x /menit

- Pernapasan

: 20x/menit

- Suhu

: 39,0oC

- Pemeriksaan Fisik :

Kepala
-

Ekspresi
Simetris muka
Deformitas
Rambut

: Tampak nyeri
: Simetris kiri dan kanan
: Tidak ada
: Hitam, lurus, sukar dicabut

Eksoptalmus/Enoptalmus
Gerakan
Tekanan bola mata
Kelopak mata
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil

Mata
: Tidak ada
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Edema palpebral tidak ada
: Anemis tidak ada
: Ikterus ada
: Jernih
: Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm

Telinga
- Tophi
: Tidak ada
- Pendengaran
: Dalam batas normal
- Nyeri tekan di prosesus mastoideus : Tidak ada
2

Hidung
- Perdarahan
- Sekret

: Tidak ada
: Tidak ada

Bibir
Gigi geligi
Gusi
Tonsil
Faring
Lidah

: Pucat tidak ada, Kering tidak ada


: Caries tidak ada
: Perdarahan gusi tidak ada
: T1 T1, hiperemis tidak ada
: Hiperemis tidak ada
: Kotor tidak ada, tremor tidak ada

Kelenjar getah bening


Kelenjar gondok
DVS
Pembuluh darah
Kaku kuduk
Tumor

Mulut

Leher
: Tidak ada pembesaran
: Tidak ada pembesaran
: R+2 cm H2O
: Dalam batas normal
: Tidak ada
: Tidak ada

Thoraks
Paru
Inspeksi

Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga

Palpasi
- Fremitus raba
- Nyeri tekan

: Normothorax
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal.
: Tidak ada

Perkusi
-

Paru kiri
: Sonor
Paru kanan
: Sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior
Batas paru belakang kanan: setinggi columna vertebra thorakal IX

dekstra
- Batas paru belakang kiri: setinggi columna vertebra thorakal X sinistra

Auskultasi
- Bunyi pernapasan : Vesikuler
- Bunyi tambahan

: Ronchi tidak ada ,


Wheezing tidak ada
3

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan di linea


parasternalis dextra, batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra
ICS V, batas jantung atas ICS II)

Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan tidak ada
Abdomen
Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik positif kesan normal

Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada


Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba
Ballotement tidak ada

Perkusi

: Timpani

Punggung

Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, Massa tumor tidak ada

Nyeri ketok

: Tidak ada

Auskultasi

: Bunyi pernafasan Vesikuler


Ronchi tidak ada , Wheezing tidak ada

Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
-

Edema tidak ada.

Nyeri tekan M.Gastrocemius ada

Anus dan Rektum


Tidak dilakukan pemeriksaan
Laboratorium
Jenis Pemerikaan

Hasil

Nilai Rujukan
4

DARAH
RUTIN

WBC
RBC
HGB
HCT

7,6x103/uL
4,50x106/uL
14,3 g/dL
40,4 %

4 - 10 x 103/uL
46 x 106/uL
12 - 16 g/dL
37 48 %

MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT
LYMPH
MONO
EOS
BASO

89.8 fl
31,8 pg
33,9 g/dl
111x103/uL
5.80x103/uL
0.93x103/uL
0.74x103/uL
0,11x103/uL
0,06x103/uL

80 - 100 pl
27 - 32 pg
32 - 36 g/dl
150 - 400 x 103/uL
52.0 - 75,0/uL
20,0 40,0/uL
2,00 8,00/uL
1,00 3,00/uL
0,00 0,10/uL

Jenis Pemeriksaan
Ureum
Kreatinin
FAAL
SGOT
SGPT
HEMOSTATIS
HbsAg
Anti HCV
Lepto IgM

Hasil
18 mg/dL
0.90 mg/dL
62 U/L
83 U/L
Non Reactive
Non reactive
Positif

ELEKTROLIT

Natrium

139 mmol/L

DARAH

Kalium
Klorida

4.1 mmol/L
107

Nilai Rujukan
10-50 mg/dL
< 1,1 mg/dL
< 35 U/L
< 45 U/L
Non reactive
Non reactive
Negative
136-145
mmol/L
3.5-5.1 mmol/L
97-111 mmol/L

Hasil Foto Thorax:


Foto thorax PA/AP (24-04-2015)
Kesan : - cor dan pulmo normal
III.ASSESSMENT
-

Leptospirosis

IV. PLANNING
Non-farmakologi :
-

Banyak minum air

Banyak istirahat

Diet biasa
5

Farmakologi :
-

IVFD NaCl 0.9% / 28 tetes per menit


Ceftriaxone 2gram / 24jam / intravena
Paracetamol 1000mg/8jam/drips

Rencana Pemeriksaan :

V.

VI.

Darah rutin, bilirubin total / bilirubin direk, urinalisis

EKG

PROGNOSIS

Ad Functionam

: Bonam

Ad Sanationam

: Bonam

Ad Vitam

: Bonam

FOLLOW UP

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT
26/04/2015 Perawatan hari-1

INSTRUKSI DOKTER

S : Pasien mengeluhkan demam yang dialami


sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit,

P:

menggigil ada, riwayat demam tidak ada, sakit

Diet biasa

kepala ada terutama bagian depan kepala. Batuk

IVFD NaCl 0.9% 28

tidak ada, lender tidak ada Mual ada, muntah


tidak ada. BAK lancar warna kuning seperti teh

tetes per menit

pekat. BAB biasa. Riwayat hipertensi tidak ada.


Riwayat DM tidak ada, riwayat positif malaria
kurang lebih 6 bulan yang lalu sewaktu berada
di Papua.
O : SS/GB/CM

TD : 110/60 mmHg
N : 102 x/menit
P : 20 x/menit
S : 39.0 C
Anemia tidak ada, Ikterus ada

Paracetamol/1000mg/8ja
m/drips

Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena

Balance cairan

Monitoring tanda vital,


fungsi hati dan fungsi
ginjal

DVS R+2 cmH2O


Normothorax
BP : Vesikuler,
BT : Ronki tidak ada ,
Wheezing tidak ada
BJ : I/II murni regular, bising tidak ada
Abd : Peristaltik positif kesan normal,
Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
ballotement tidak ada
Eks : Edema tidak ada, nyeri tekan
M.gastrocemius ada
27/04/2015

A : Leptospirosis
Perawatan hari-2

P:

S : Pasien masih demam, menggigil ada, sakit

Diet biasa

kepala ada terutama bagian depan kepala tapi

IVFD NaCl 0.9% 28

sudah berkurang berbanding kemarin. Batuk


tidak ada, lender tidak ada Mual ada, muntah

tetes per menit

ada, frekuensi 3x, isi makanan dan cairan,tidak


ada darah. BAK lancar warna kuning. BAB
biasa.
O : SS/GC/CM

TD : 100/70 mmHg

N : 72 x/menit

P : 18 x/menit

S : 38.6 C

Paracetamol
1000mg/8jam/drips

Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena

Ranitidin 1ampul
/12jam/intravena

Sotatic
1amp/12jam/intravena

Anemia tidak ada, Ikterus ada


DVS R+2 cmH2O
Normothorax
BP : Vesikuler,
BT : Ronki tidak ada ,
Wheezing tidak ada
BJ : I/II murni regular, bising tidak ada
Abd:Peristaltik positif kesan normal,
Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
ballottement tidak ada

Eks:Edema tidak ada,nyeri tekan tidak


7

ada
A:

Leptospirosis

Dyspepsia fungsional
28/04/2015

Perawatan hari-3

P:

S : Pasien masih demam, menggigil tidak ada,

Diet biasa

sakit kepala tidak ada. Batuk tidak ada, lender

IVFD NaCl 0.9% 28

tidak ada Mual ada, muntah tidak ada. BAK


lancar, warna kuning. BAB biasa.

tetes per menit

Paracetamol
1000mg/8jam/drips

O : SS/GC/CM

TD : 100/60 mmHg

N : 80 x/menit

P : 22 x/menit

S : 37.9 C

Anemia tidak ada, Ikterus ada

DVS R+2 cmH2O

Normothorax

BP : Vesikuler,

(stop)

500mg/8jam/oral

Abd : Peristaltik positif kesan normal,

Ranitidin
1 amp/24jam/intravena

Sotatic
1amp/12jam/intravena
(kalau perlu)

Wheezing tidak ada


BJ : I/II murni regular, bising tidak ada

Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena

BT : Ronki tidak ada,

Sistenol

Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,


8ballottement tidak ada

Eks : Edema tidak ada, nyeri tekan

M.Gastrocemius tidak ada.


A:

29/04/2015

Leptospirosis

Dyspepsia fungsional
Perawatan hari-4

P:
8

S : Pasien tidak demam, menggigil tidak ada,

Diet biasa

sakit kepala tidak ada. Batuk tidak ada,

IVFD NaCl 0.9% 28

lender tidak ada Mual ada tapi berkurang,


muntah tidak ada. BAK lancar warna

tetes per menit

kuning. BAB biasa.


O : SS/GC/CM

TD : 90/60 mmHg

N : 80 x/menit

P : 20 x/menit

S : 36.5 C

Anemia tidak ada, Ikterus tidak ada

DVS R+2 cmH2O

Normothorax

BP : Vesikuler,

Sistenol
500mg/8jam/oral

Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena

Ranitidin
1amp/24jam/intravena
(stop)

Sotatic
1amp/12jam/intravena
(stop)

BT : Ronki tidak ada, wheezing tidak


ada

BJ : I/II murni regular, bising tidak ada

Abd : Peristaltik positif kesan normal,


Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
ballotement tidak ada

Eks : Edema tidak ada, nyeri tekan

M.Gastrocemius tidak ada


A:
30/04/2015

Leptospirosis
Perawatan hari-5
S : Pasien tidak demam, menggigil tidak

P:

ada, sakit kepala tidak ada. Batuk tidak ada,


lender tidak ada Mual tidak ada, muntah

tetes per menit

tidak ada. BAK lancar warna kuning. BAB


biasa.
O : SS/GC/CM

IVFD NaCl 0.9% 28

Sistenol 1 tab/8jam/oral
(bila demam)

Ceftriaxone 2 gram /
24jam / intravena
9

TD : 120/80 mmHg

N : 80 x/menit

P : 22 x/menit

S : 36.5 C

Anemia tidak ada, Ikterus tidak ada

DVS R+2 cmH2O

Normothorax

BP : Vesikuler,

Bisa rawat jalan

BT : Ronki tidak ada,


Wheezing tidak ada

BJ : I/II murni regular, bising tidak ada

Abd : Peristaltik positif kesan normal,


Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
ballotement tidak ada

Eks : Edema tidak ada, nyeri tekan tidak

ada
A:

Leptospirosis

RESUME :
Febris dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, secara tiba-tiba, terus
menerus dan lebih tinggi pada sore dan malam hari diikuti menggigil. Cefalgia ada terutama di
bagian frontal. Nyeri tekan pada daerah gastrocemius ada. Ada riwayat membersihkan selokan 3
hari sebelum febris. Riwayat Malaria positif sewaktu di Papua kurang lebih 6 bulan yang lalu .
Dari pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 110/70, nadi 102 x/menit, pernapasan 20x
/menit, suhu 39,0oC. Ada ikterus pada bola mata. Terdapat nyeri tekan pada M.gastrocemius.
Pemeriksaan penunjangnya dari laboratorium hematologi dan kimia darah yang mengalami
masalah yaitu PLT : 111 x103/Ul, SGOT : 62U/L, SGPT : 83U/L, Protein total : 6,2gr/dl. Hasil
darah rutin didapatkan thrombositopenia. Pada pemeriksaa imunoserologi, mikrobiologi dan
10

parasitologi yang mengalami masalah yaitu Leptospira IgM : Positif. Hasil pemeriksaan
didapatkan leptospirosis. Hasil foto thorax tidak tampak kelainan pada foto thoraks. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka pasien ini didiagnosis sebagai
Leptospirosis.
DISKUSI
Dari anamnesis pada pasien laki-laki berusia 37 tahun ini mengeluh demam dialami 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dialami terus menerus, tetapi pernah turun dengan obat
penurun panas, namun keluhan tetap kembali. Demam terutama pada malam hari dan sore hari.
Demam disertai menggigil, mual ada, muntah tidak ada. Nyeri kepala ada, terutama bagian
depan kepala. Nyeri ulu hati tidak ada. Buang air besar biasa. Buang air kecil lancar, kuning
seperti teh pekat. Riwayat membersihkan dan terkena air selokan ada, 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit, penderita bekerja sebagai pekebun. Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien
demam, terdapat ikterus dan nyeri tekan pada musculus gastrocnemius Oleh karenanya, pasien
ini sudah dapat didiagnosis sebagai leptospirosis.
Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di

dunia untuk mortalitas. Di

Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta,
Lampung, dll. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang
terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini,
bahkan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan
binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh
juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat
penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja
tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di
hutan, dokter hewan.
Manifestasi klinik sebagian besar leptospirosis adalah anikterik, diperkirakan mencapai
90 % dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat. Bila ditemukan satu kasus leptospirosis
berat, diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau ringan. Perjalanan penyakit leptospirosis
11

antikterik maupun ikterik umumny leptospiraa bifasik karena mempunyai 2 fase / stadium yaitu
fase leptospiremia/fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik.

TINJAUAN PUSTAKA
LEPTOSPIROSIS
I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit
ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever,
infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever
dan lain-lain. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang

tersebar di seluruh dunia, disemua

benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada
manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai
sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan
sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus
merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.
Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang
biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens

tertinggi terjadi

selama musim hujan.


International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.
Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur,
12

dan Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari
100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar
oleh genangan /luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi.
III. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu
L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit). Spesies
L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar
menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar

L.interrogans

yang

dapat

menginfeksi

manusia

di

antaranya

adalah

L.

Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain. Serovar


yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L.
canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi. 2,3
Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing anaerobes,
bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait di
ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-20 m dan
lebar 0,1 m ( lihat gambar 1). Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop
lapangan gelap dan pewarnaan perak. 3,4
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air
laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira hidup dan
berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan hewan
pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun dapat terjangkit. 2

Gambar 1. Leptospira
13

IV. PATOGENESIS2,3,4
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk
kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa
utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi
droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi
kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang
mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi.
Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat
diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan
penyakit.
Kuman leptospira

merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan

vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting
adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada
kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram
(-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis
berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan
perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari
jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangya
sekresi bilirubin.

14

Gambar 2. Penularan dan manifestasi leptosirosis20


Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki
akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
respon immunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan
terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertahan pada
daerah yang terisolasi secara immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro organism
akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira
dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan
fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah
terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung,
faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.
Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,
Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

15

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :


ekstravasasi Sel dan perdarahan

Perubahan patologi di organ/jaringan


- Ginjal

: nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.

- Hati

: gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai


hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

- Paru

: inflamasi interstitial sampai perdarahan paru

- Otot lurik

: nekrosis fokal

- Jantung

: petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik

- Mata

: dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.

V. PATOLOGI1,7,9
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbadaan
antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi
histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang
nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel
plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada
otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal
ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai
komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah.
Kelainan spesifik pada organ:
Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat nekrosis
tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal ginjal, hemolisis
dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
16

Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan
leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.
Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat
fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis
berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan
endikarditis.
Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis, vakuolisasi
dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung
leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang
akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody,
tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme
immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel mononuclear
arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan
oleh L. canicola.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit
Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab Weil disease adalah
serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copenhageni dan bataviae.
Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic atau disfungsi vascular.
VI. MANIFESTASI KLINIS3,4
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata
10 hari.
Gambaran klinis pada Leptospirosis:

17

Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjuctival


suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotophobi
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis,
asites, miokarditis
Leptospirosis

mempunyai

fase

penyakit

yang

khas

bifasik

yaitu

fase

leptospiremia/septikemia dan fase imun.

Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari)


Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan css,
berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa
sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang disertai nyeri tekan
pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang
disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret,
bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat di
jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang
berbentuk

macular,

makulopapular

atau

urtikaria.

Kadang-kadang

dijumpai

splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika
cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan
organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset.
Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas
demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase
kedua atau fase imun.

Fase Imun (minggu ke-2)


Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat terdeteksi
dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun tidak dapat
ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul sebagai
konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu 30 hari
atau lebih.

18

Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase
pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun
ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa
minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti
pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang
nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali
merupakan tanda awal dari meningitis.
Tabel 3. Patofisiologi leptospirosis25

VII.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah

termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan gejala klinis berupa
demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian frontal, nyeri otot, mata merah /
fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam,
bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan LED
yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukositouria, dan sdimen sel torak. Bila terdapat
hepatomegali maka bilirubin darah dan transaminase meningkat. BUN, ureum, dan kreatinin bisa
meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari
19

cairan tubuh dan serologis. Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan
klinis dan laboratorium. dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :

Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.

Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring

yaitu

dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.

Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis
sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan adanya
serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih

I.

ANAMNESIS1,8,9
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis

penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien
ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa
menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan
dengan leptospirosis.
Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif
di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal termasuk
wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air
maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih dengan
adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam mendadak,
keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata
makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha.
II.

PEMERIKSAAN FISIK1,8,9
-

Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival
suffusion.

Gejala klinik yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan mialgia.
20

Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke-3


selambatnya hari ke-7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva
unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring, faring
terlihat merah dan bercak-bercak.

Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat
dan hiperestesi kulit.

Kelainan fisik lain : hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang


meningeal, hipotensi, ronkhi paru dan adanya diatesis hemoragik.

Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dapat


terlihat sebagai petekiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan ruam kulit.

Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria


generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.

Gambar 3. Conjungtiva suffision dan ikterik pada sklera23


III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG1

1.

Pemeriksaan laboratorium umum


a. Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan darah rutin : leukositosis normal atau menurun.
- Hitung jenis leukosit : peningkatan netrofil.
- Trombositopenia ringan.
- LED meninggi.
- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa
terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.
b. Pemeriksaan fungsi hati
21

- Jika tidak ada gejala ikterik fungsi hati normal.


- Gangguan fungsi hati : SGOT, SGPT dapat meningkat.
- Kerusakan jaringan otot kreatinin fosfokinase meningkat
peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata
mencapai 5 kali nilai normal.
2.

Pemeriksaan laboratorium khusus9,10,11


Pemeriksaan Laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis,

terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau
antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai),
dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira
(MAT, ELISA, tes penyaring).
Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis. Pemeriksaan
bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan medium kultur Stuart,
Fletcher, dan Korthof. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika dalam waktu 2-4 minggu terdapat
leptospira dalam kultur.
Gold standard pemeriksaan serologi adalah MAT (Mikroskopik Aglutination Test),
suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi dan
dapat mengidentifikasi jenis serovar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke
6-12). Dugaan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100 dengan gejala klinis
yang mendukung.
Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif
dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Dipstik asay,
Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.
Pada pemeriksaan urine didapatkan perubahan sedimen urine (leukosituria, eritrosit
meningkat dan adanya torak hialin atau granuler). Pada leptospirosis ringan bisa terdapat
proteinuria dan pada leptospirosis berat dapat terjadi azotemia.
Pemeriksaan langsung darah atau urine dengan mikroskop lapangan gelap sering gagal
dan menyebabkan misdiagnosis, sehingga lebih baik tidak digunakan. Pada Leptospirosis yang
sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan peningkatan sel-sel PMN ( pada awal )
22

tapi kemudian digantikan oleh sel-sel monosit, protein pada CSS normal atau meningkat,
sedangkan glukosanya normal.
VIII. DIAGNOSIS BANDING

IX. KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan pendengaran, distress
respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya menyebabkan gagal
ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk berat dari penyakit ini disebut Weils disease. Masalah
kardiovascular juga dapat terjadi.(2)
o Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
o Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
o Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat
mengikabatkan kematian mendadak.
o Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.

23

o Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran
pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
o Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
X. PENATALAKSANAAN
A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes
perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi
untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat
melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih
binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200

mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk

mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam
waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Punama selama 3 minggu, ternyata
dapat mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%.(1)
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama direkomendasikan, tetapi
vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
(1)

B. TERAPI KURATIF2,3,4,17
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis
dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.

Tujuan Pemberian Obat


1. Treatment
a. Leptospirosis ringan

b.Leptospirosis sedang/ berat

Regimen
Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
Amoxicillin 4 x 500 mg/oral
Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m atau
Ampicillin 1 g/6jam i.v atau
Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau
24

Eritromycin 4 x 500 mg i.v


2.

Kemoprofilaksis

Doksisiklin 200 mg/oral/minggu

Terapi untuk leptospirosis ringan


Pada bentuk yang sangat ringan bahkan oleh penderita seperti sakit flu biasa. Pada
golongan ini tidak perlu dirawat. Demam merupakan gejala dan tanda yang menyebabkan
penderita mencari pengobatan. Ikterus kalaupun ada masih belum tampak nyata. Sehingga
penatalaksanaan cukup secara konservatif.15
Penatalaksanaan konservatif

Pemberian antipiretik, terutama apabila demamnya melebihi 38C

Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.


Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen, dianjurkan
sekitar 2000-3000 kalori tergantung berat badan penderita. Karbohidrat dalam jumlah
cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein diberikan 0,2 0,5 gram/kgBB/hari
yang cukup mengandung asam amino essensial.

Pemberian antibiotik-antikuman leptospira.


paling tepat diberikan pada fase leptospiremia yaitu diperkirakan pada minggu pertama
setelah infeksi. Pemberian penicilin setelah hari ke tujuh atau setelah terjadi ikterus
tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 2-8 juta unit, bahkan pada kasus yang
berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit (sheena A Waitkins,
1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang memberikan selama 10
hari.

Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan terhadap
fungsi ginjal sangat perlu.

Terapi untuk leptospirosis berat16

Antipiretik

Nutrisi dan cairan.

25

Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya menurun
maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang dengan kebutuhan
kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang. Diberikan protein essensial
dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah terjadi hiperkalemia maka masukan
kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na tidak boleh terlalu tinggi. Pada
fase oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase ologurik pemberian cairan harus
dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu banyak atau cairan yang justru
membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer laktat misalnya, justru akan
membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian cairan yang berlebihan akan
menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan cairan dalam jumlah yang cukup
atau tidak berlebihan secara sederhana dapat dikerjakan monitoring / balance cairan
secara cermat.
Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara
parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan nutrisinya.

Pemberian antibiotik

Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit
(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang
memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol. fluoroquinolone dan
beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik konvensional
tersebut di atas, meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya secara in vivo.

Penanganan kegagalan ginjal.


Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari leptospirosis. Kelainan
ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN). Terjadinya ATN dapat diketahui dengan
melihat ratio osmolaritas urine dan plasma (normal bila ratio <1). Juga dengan melihat
perbandingankreatinin urine dan plasma, renal failire index dll.

Pengobatan terhadap infeksi sekunder.


Penderita

leptospirosis

sangat

rentan

terhadap

terjadinya

beberapa

infeksi

sekunderakibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik, antara lain:
bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi dialisis peritoneal),
dan sepsis. Dilaporkan kelainan paru pada leptospirosis terdapat pada 20-70% kasus
(Kevins O Neal, 1991). Pengelolaan sangat tergantung dari jenis komplikasi yang
26

terjadi. Pada penderita leptospirosis, sepsis / syok septik mempunyai angka kematian
yang tinggi.

Penanganan khusus
1.

Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20


U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac
arrest.

2.

Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas dengan dosis (0,3 x KgBB


x defisit HCO3 plasma dalam mEq/L)

3.

Hipertensi diberikan antihipertensi

4.

Gagal jantung pembatasan cairan, digitalis dan diuretik

5.

Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati dan
uremia. Penting untuk menangani kausa ptimernya, mempertahankan oksigenasi
/ sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi.

6.

Perdarahan transfusi
Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering mnakutkan.
Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai berat. Perdarahan kadang0kadang

terjadi

pada

waktu

mengerjakan

dialisis

peritoneal.

Untuk

menyampingkan enyebab lain perlu dilakukan pemeriksaan faal koagulasi


secara lengkap. Perdarahan terjadi akibat timbunan bahan-bahan toksik dan
akibat trpmbositopati.
7.

Gagal ginjal akut hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik, dialisis.17

DAFTAR PUSTAKA
27

1. Zein Umar. (2006). Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4.
2.

FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.


Speelman, Peter. (2005). Leptospirosis, Harrisons Principles of Internal Medicine,

16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.


3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman Tatalaksana Kasus
dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI
: Jakarta.
4. Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan
Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira. Hlm. 8-15. Bagian
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
5. Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
6. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis
guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva : WHO.2003.109
7. Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be misdiagnosed as
dengue infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, 2002
8. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus infection in an
urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13. 2002. 264-8
9. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with leptospirosis and
acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo. 2000.42(6):327-32
10. Grenn-Mckenzie J, Shoff WH. Leptospirosis in humans.

Sept,

13,

2006.

http://www.emedicine.com/ped/topic/1298.htm

28

Anda mungkin juga menyukai