PENDAHULUAN
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan
perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis
menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada
perempuan). Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan
dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai
mengenai tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang
tepat dan rasional.1,2
Bagian posterior faring dan nasofaring dikelilingi oleh cincin jaringan limfoid
yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Unsur penting dari cincin ini adalah tonsila
palatina, tonsil nasofaring atau adenoid, dan tonsila linggua di dasar lidah. Dua
yang disebut pertama merupakan fokus atau bagian dari saluran napas atas dengan
manifestasi sistemik, terutama pada usia muda. Peran tonsil mulai aktif pada umur
antara 4 hingga 10 tahun dan akan menurun setelah masa pubertas. Hal ini
menjadi alasan fungsi pertahanan dari tonsil lebih besar pada anak-anak daripada
orang dewasa. Anak-anak mengalami perkembangan daya tahan tubuhnya
terhadap infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil merupakan salah
satu organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas yang luas.12,13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior
akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring. 2
Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal
kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan
dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun.
Fungsi ini didukung secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan
jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,
sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian
kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada
permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar.2,3,5
Anterior
Posterior
Superior
Inferior
Medial
: arcus palatoglossus
: arcus palatopharyngeus
: palatum mole
: 1/3 posterior lidah
: ruang orofaring
Lateral
: m. palatoglosus
Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivarius Weber, yang bila terinfeksi dapat
menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonsil11.
2. Ruang retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar 3, berbentuk oval, merupakan sudut yang
dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m.
Buccinator, sementara pada bagian postero-medialnya terdapat m. Pterygoideus
internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi
abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai sakit
yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsil11.
3. Ruang parafaring (ruang faringomaksila ; ruang pterygomandibula)
Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah
besar, sehingga bila terjadi abses, berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini
adalah
- Superior
- Inferior
: Os hyoid
5
- Medial
- Lateral
- Posterior
Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosesus styloideus dan
otot-otot yang melekat pada prosesus styloideus tersebut :
-
Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radng tonsil,
mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.
Ruang parafaring ini hanya dibatasi oleh fascia yang tipis dengan ruang retro
faring11.
Ruang retrofaring
Batas-batasnya adalah sebagai berikut :
- Anterior
- Posterior
: fascia prevertebralis
- Superior
: basis cranii
- Inferior
- Lateral
: parafaringeal space11
imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran
fungsi tonsil yang disertai proses involusi11..
Terdapat 2 bentuk mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :
1.
Dengan masuknya kuman ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini akan
ditangkap oleh sel fagosit, dalam hal ini adalah elemen tonsil. Selanjutnya sel
fagosit akan membunuh kuman dengan proses oksidasi dan digesti.
2.
Interleukin ( IL) seperti IL-1, IL-6 . dan tumor necrosis factor- juga berperan
dalam pertahanan tubuh pada fase akut. Secara sistemik proses imunologi dari
tonsil terbagi 3 yaitu; 10
Migrasi limfosit
Pada respon imun tahap 1 terjadi ketika antigen memasuki orofaring
2.3 TONSILITIS
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustasius (lateral
band dinding faring/Gerlachs tonsil).2
2.4 TONSILITIS
TONSILITIS AKUT
Dibagi menjadi :
Tonsilitis Viral
Etiologi : virus Epstein Barr.Hemofilus influenza (penyebab tonsilitis akut
supuratif), infeksi virus coxschakie
Gejala dan Tanda :
10
11
ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
PATOFISIOLOGI
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-
12
kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang
menurun. 6
Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan
produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat
menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau
gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran
kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya
terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.
Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia. Bakterimia
adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan
jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk
membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering
terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit
sampai beberapa jam setelah tindakan. 6
2.4.3
13
TO
T1
T2
T3
T4
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahui dalam anamnesis. 6
2.4.4
TATALAKSANA
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
14
(dicurigai
keganasan)
b) Indikasi relatif :
1. Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
2. Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
3. Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus
yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase
4. Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :
1. Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
2. Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya
tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
3. Infeksi akut yang sedang terjadi pada saat itu/saat pasien datang,
sehingga bisa ditenangkan dahulu dengan antibiotik dan obat-obatan
simtomatik (kontraindikasi relatif)
4. Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak
terkontrol.
5. Celah pada palatum
15
2.4.5
KOMPLIKASI
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media, abses peritonsil, absesperitonsil
(Quinsy), abses parafaringeal, kista tonsil dan tonsilolith secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkolosis.2
2.4.6
PROGNOSIS
Dubia ad bonam. Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan
beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala gejala yang timbul dapat
membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. 6
BAB 3
LAPORAN KASUS
: An IS
: 7 tahun
: Perempuan
: Tanjung, Kabupaten Lombok Utara
16
Tanggal Pemeriksaan
: 31 Mei 2012
3.2 ANAMNESIS
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Tensi
Nadi
Respirasi
Suhu
: Baik
: Compos mentis
:: 80 x/menit
: 20 x/menit
: afebris
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
17
No.
1.
2.
Pemeriksaan
Telinga
Tragus
Daun telinga
Telinga kanan
Telinga kiri
3.
Liang telinga
4.
Membran timpani
(-)
Intak. Retraksi (-), bulging (-), Intak. Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi
(-),
edema
(-), hiperemi
(-),
edema
Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Hidung
Hidung luar
Hidung kanan
Bentuk normal, hiperemi (-),
(-),
Hidung kiri
Bentuk normal, hiperemi (-),
18
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi
Cavum nasi
(-)
(-)
Mukosa hiperemis, sekret (-), Mukosa hiperemis, sekret (-),
massa (-)
Edema (-), mukosa hiperemi
Septum nasi
(-)
(-)
Deviasi (-), perdarahan (-), Deviasi (-), perdarahan (-),
Bibir
Mulut
Geligi
Lidah
Uvula
Palatum mole
Faring
Tonsila palatine
Fossa Tonsillaris
massa (-)
Edema (-), mukosa hiperemi
hiperemi (+)
hiperemi (+)
19
kontrol
setelah
hari,
untuk
melihat
perkembangan
penyembuhan.
Kumur dengan air garam hangat
Sarankan
keluarga
untuk
menjaga
kesehatan
pasien
dan
20
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya
diawali oleh demam dan mereda 5 hari yang lalu . Ketika dimintai keterangan
lebih lanjut, pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa nyeri saat menelan
sejak setahun yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorok,
terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis,
kripte melebar, dan terlihat detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai
acuan untuk mendiagnosa pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal
ini diperkuat dengan riwayat infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu
demam bbrp hari yang lalu, nyeri saat menelan dan terlihat hiperemia pada
tonsilnya yang menandakan adanya eksaserbasi akut.
Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa nyeri menelan
dalam keadaan apapun, dan seringnya keadaan ini kambuh Sejak 1 tahun yang
lalu, serta pasien mengorok dan tiba-tiba terbangun tengah malam saat tengah
malam, maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum
dilakukan tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu
dengan terapi medikamentosa untuk memberikan waktu pada keluarga untuk
mempertimbangkan persetujuan operasi. Bila nantinya telah ada persetujuan
untuk dilakukannya tonsilektomi dan saat kontrol kembali keadaan tonsil sudah
tenang, maka dapat dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan
laboratorium untuk mengecek darah lengkap, bleeding time dan clotting time. Bila
agar lebih peka lagi pemeriksaan untuk melihat bakteri yang menginfeksi dapat
dilakukan swab tenggorokan, serta dilakukan kultur bakteri untuk melihat
kecocokan antibiotik pada pasien ini.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
8. Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea
(OSA) Pada Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.
9. Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen
Ed. EMedicine.com.inc.2002 : 1 10
10. Wanri, Arwansyah. 2007. Anatomi dan Fisiologi Tonsil. Universitas Sumatra
Utara.
Available
from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27639/4/Chapter
%20II.pdf accessed on 13th June 2012
11. Feris, Yuriko. 2011. Cincin Waldeyer. Bagian THT Rumah Sakit Umum
Daerah
Karawang.
Available
from
23