Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

Tonsilitis kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya


merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.
Kelainan ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit
tenggorok berulang dan merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun
1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut
(3,8%). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997
sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien Tonsilitis kronik atau 6,75%
dari seluruh jumlah kunjungan.

Data morbiditas pada anak menurut Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan
perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis
menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada
perempuan). Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan
dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai
mengenai tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang
tepat dan rasional.1,2
Bagian posterior faring dan nasofaring dikelilingi oleh cincin jaringan limfoid
yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Unsur penting dari cincin ini adalah tonsila
palatina, tonsil nasofaring atau adenoid, dan tonsila linggua di dasar lidah. Dua
yang disebut pertama merupakan fokus atau bagian dari saluran napas atas dengan
manifestasi sistemik, terutama pada usia muda. Peran tonsil mulai aktif pada umur
antara 4 hingga 10 tahun dan akan menurun setelah masa pubertas. Hal ini
menjadi alasan fungsi pertahanan dari tonsil lebih besar pada anak-anak daripada
orang dewasa. Anak-anak mengalami perkembangan daya tahan tubuhnya
terhadap infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil merupakan salah
satu organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas yang luas.12,13

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TONSIL


Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang
letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan
lokasinya, tonsil dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak pada radix
linguae, Tonsilla palatina (tonsil) yang terletak pada ismus faucium antara arcus
glossopalatinus dan arcus glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang
terletak pada dinding dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada
bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer
(tonsil perut), terletak pada ileum. 2
Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina,
Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada
pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan
nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi
melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi
hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan
tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. 2
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting
dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai
origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral
lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat
pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke
bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada
palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot

ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior
akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring. 2
Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal
kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan
dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun.
Fungsi ini didukung secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan
jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,
sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian
kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada
permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar.2,3,5

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:2

Anterior
Posterior
Superior
Inferior
Medial

: arcus palatoglossus
: arcus palatopharyngeus
: palatum mole
: 1/3 posterior lidah
: ruang orofaring

Lateral

: kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior

oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang


dan lateral tonsila.
Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya
dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada
muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. 2
Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna
yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan
a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina
desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal
asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar
m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. 2,4,6

Tonsil dipersarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus


mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion
sfenopalatina yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus selain
mempersarafi bagian tonsil, juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang dan
dinding faring6. Di sekitar tonsil terdapat 3 ruang potensial yang secara klinik
sering menjadi tempat penyebaran infeksi dari tonsil. Ketiga ruang potensial
tersebut adalah11 :
1. Ruang peritonsil (ruang supratonsil)
Berbentuk hampir segitiga dengan batas-batas :
- Anterior

: m. palatoglosus

- Lateral & posterior : m. palatofaringeus


- Dasar segitiga

: pole atas tonsil

Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivarius Weber, yang bila terinfeksi dapat
menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonsil11.
2. Ruang retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar 3, berbentuk oval, merupakan sudut yang
dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m.
Buccinator, sementara pada bagian postero-medialnya terdapat m. Pterygoideus
internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi
abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai sakit
yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsil11.
3. Ruang parafaring (ruang faringomaksila ; ruang pterygomandibula)
Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah
besar, sehingga bila terjadi abses, berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini
adalah
- Superior

: Basis kranii dekat foramen jugulare

- Inferior

: Os hyoid
5

- Medial

: M. Konstriktor faringeus superior

- Lateral

: Ramus ascendens mandibula, tempat m. Pterygoideus


interna dan bagian posterior kelenjar parotis
: Otot-otot prevertebra11

- Posterior

Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosesus styloideus dan
otot-otot yang melekat pada prosesus styloideus tersebut :
-

Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radng tonsil,
mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.

Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. karotis interna, V.


Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.

Ruang parafaring ini hanya dibatasi oleh fascia yang tipis dengan ruang retro
faring11.

Ruang retrofaring
Batas-batasnya adalah sebagai berikut :
- Anterior

: fascia m. Konstriktor superior

- Posterior

: fascia prevertebralis

- Superior

: basis cranii

- Inferior

: mediastinum setinggi bifurkasio trakea

- Lateral

: parafaringeal space11

Aliran Limfe Tonsil


Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim
tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula,
yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan
menembus M. Konstriktor faringeus superior, selanjutnya menembus fascia
bukofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak
sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus
6

mendibula. Kemudian aliran limfe ini dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah


dada, untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus11.
2.2 IMUNOLOGI TONSIL
Fungsi jaringan limfoid faring adalah memproduksi sel-sel limfosit tetapi
peranannya sendiri dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan.
Penelitian menunjukkan bahwa tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase
permulaan kehidupan terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan
sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah11.
Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel
membran), makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi
antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobin spesifik. Juga
terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil
merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada
tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%11.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2
fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik 11.
Hasil penelitian mengenai kadar antibodi pada tonsil menunjukkan bahwa
parenkim tonsil mempunyai kemampuan untuk memproduksi antibodi. Penelitian
terakhir menyatakan bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi Ig-A,
yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen11.
Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum
germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah
mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yamg pada permulaan kehidupan
masa kanak-kanak dianggap normal dan dipakai sebagai indeks aktifitas sistem

imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran
fungsi tonsil yang disertai proses involusi11..
Terdapat 2 bentuk mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :
1.

Mekanisme pertahanan non spesifik11


Berupa kemampuan sel limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme.

Dengan masuknya kuman ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini akan
ditangkap oleh sel fagosit, dalam hal ini adalah elemen tonsil. Selanjutnya sel
fagosit akan membunuh kuman dengan proses oksidasi dan digesti.
2.

Mekanisme pertahanan spesifik11


Merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam mekanisme

pertahanan tubuh terhadap udaran pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran


nafas bawah. Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan menyebabkan resistensi
jaringan lokal terhadap organisme patogen. Disamping itu, tonsil dan adenoid juga
dapat menghasilkan IgE yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel
mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator
vasoaktif, yaitu histamin. Sel basofil yang terutama adalah sel basofil dalam
sirkulasi (sel basofil mononuklear) dan sel basofil dalam jaringan (sel mastosit).
Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE sehingga
permukaan sel membrannya terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses
ini akan menyebabkan keluarnya histamin sehingga timbul reaksi hipersensitivitas
tipe 1
Dengan teknik immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan
dari plasma sel terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan
kripta tonsil. Sedangkan mekanisme kerja IgA, bukanlah menghancurkan antigen
akan tetapi mencegah substansi tersebut masuk ke dalam proses imunologi,
sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus. Oleh karena itu, IgA
merupakan barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat
proses bakteriolisis.

Apabila terjadi peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari


cincin waldeyer, maka dapat terjadi pembesaran tonsil, berikut pembagian
menurut Thane & Cody11 :
T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior-uvula
T2 : batas medial tonsil melewati pilar anterior-uvula sampai
jarak pilar anterior-uvula
T3 : batas medial tonsil melewati pilar anterior-uvula sampai jarak pilar
anterior-uvula
T4 : batas medial tonsil melewati pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.

Gambar Anatomi Tonsil6


Tonsil palatina merupakan penghasil utama dari sitokin yang dihasilkan
oleh makrofag - makrofag dan partikel netrofil didalam tubuh yang merupakan
mekanisme pertahanan tubuh dan juga merupakan organ limfatik sekunder yang
diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi.

Interleukin ( IL) seperti IL-1, IL-6 . dan tumor necrosis factor- juga berperan
dalam pertahanan tubuh pada fase akut. Secara sistemik proses imunologi dari
tonsil terbagi 3 yaitu; 10

Respon imun tahap 1.

Respon imun tahap 2.


9

Migrasi limfosit
Pada respon imun tahap 1 terjadi ketika antigen memasuki orofaring

mengenai epitel kripta yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai


barrier imunologi. Sel M tidak hanya berperan untuk mentransport antigen
melalui barrier tetapi juga membentuk kompartemen intraepitel spesifik yang
membawa material asing dalam konsentrasi yang tinggi secara bersamaan. Respon
imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripta dan
mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid, sel plasma tonsil juga
menghasilkan lima jenis Ig ( Ig G 65 %, Ig A 30%, Ig M, Ig d, Ig E) yang
membantu melawan dan mencegah infeksi. Respon imun berikutnya berupa
migrasi limfosit. Dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlanjut terus
menerus dari darah ke tonsil dan kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe.10

2.3 TONSILITIS
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustasius (lateral
band dinding faring/Gerlachs tonsil).2
2.4 TONSILITIS
TONSILITIS AKUT
Dibagi menjadi :
Tonsilitis Viral
Etiologi : virus Epstein Barr.Hemofilus influenza (penyebab tonsilitis akut
supuratif), infeksi virus coxschakie
Gejala dan Tanda :

Terdapat Gejala Common Cold

10

Lebih khusus pada infeksi virus Coxschakie tampak luka-luka kecil


pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri

Terapi : istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan jika


gejala berat.2
Tonsilitis bakteri
Etiologi : kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus (penyebab
tersering), pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus piogenes
Gejala danTanda :

Masa inkubasi 2-4 hari.


Terdapat nyeri tenggorokan dan nnyeri waktu menelan
Demam(suhu tinggi), rasa lesu, rasa nyeri di sendi, tidak nafsu

makan, dan rasa nyeri ditelinga


Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis,
Pembengkakan kelenjar submandibula

Terapi : Antibiotik spektrum lebar penisilin, antipiretik, dan obat kumur


(mengandung disinfektan)
Komplikasi : pada anak dapat menyebabkan otitis media akut, sinusitis, abses
peritonsil, abses parafaring, bronkhitis, glomerulonefritis, dan dalam jangka
lama dapat menyebabkan PJR2
Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya
menahun. Yang dimaksud kronis adalah apabila terjadi perubahan histologis pada
tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan
fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel sel radang yang dapat menjadi fokal infeksi
bagi organ organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain lain.2,6
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang
tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam
waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti
dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 4

11

bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis


kronis yang merupakan infeksi fokal.7
Faktor predisposisi lain timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, dan kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis
akut tetapi kadang kuman berubah menjadi kumah golongan gram negatif. 2
2.4.1

ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari

tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau


kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab
tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering
adalah kuman gram positif.6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling
banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus hemolyticus.
Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.6
2.4.2

PATOFISIOLOGI
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-

kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang


mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil),
maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan.6
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh
makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka
pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya
kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil
berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu waktu

12

kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang
menurun. 6
Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan
produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat
menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau
gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran
kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya
terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.
Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia. Bakterimia
adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan
jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk
membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering
terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit
sampai beberapa jam setelah tindakan. 6
2.4.3

MANIFESTASI KLINIS & DIAGNOSIS


Pasien dengan tonsillitis kronis akan mengeluh ada penghalang/rasa

mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau.


Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.2 Bila tonsillitis kronis tersebut
dalam keadaan eksaserbasi akut maka aka nada tanda-tanda infeksi seperti
demam, infeksi saluran nafas, nyeri menelan, lesu, tidak nafsu makan, pada
pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak, ada kripte melebar, dan
detritus.2 Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan
medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: 2

13

TO
T1
T2
T3
T4

: tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat


: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahui dalam anamnesis. 6
2.4.4

TATALAKSANA
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan

pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana


penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejalagejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan
infeksi kronis maupun berulang. 2,8
Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan
yang efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.
Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada
parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan
pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes
diagnostik yang menjanjikan.6

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology


Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan

14

Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology ,Head


and Neck Surgery:2,9
a) Indikasi absolut:
1. Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,
disfagia menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
3. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media
supuratif.
4. Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
5. Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis

(dicurigai

keganasan)
b) Indikasi relatif :
1. Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
2. Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
3. Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus
yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase
4. Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

c) Kontra indikasi :
1. Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
2. Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya
tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
3. Infeksi akut yang sedang terjadi pada saat itu/saat pasien datang,
sehingga bisa ditenangkan dahulu dengan antibiotik dan obat-obatan
simtomatik (kontraindikasi relatif)
4. Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak
terkontrol.
5. Celah pada palatum
15

2.4.5

KOMPLIKASI
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya

berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media, abses peritonsil, absesperitonsil
(Quinsy), abses parafaringeal, kista tonsil dan tonsilolith secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkolosis.2
2.4.6

PROGNOSIS
Dubia ad bonam. Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan

beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala gejala yang timbul dapat
membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. 6

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama pasien
Umur
Jenis kelamin
Alamat

: An IS
: 7 tahun
: Perempuan
: Tanjung, Kabupaten Lombok Utara
16

Tanggal Pemeriksaan

: 31 Mei 2012

3.2 ANAMNESIS

Keluhan utama: nyeri menelan.


Riwayat penyakit sekarang:
Pasien merasa nyeri dan kesulitan menelan sejak 1 minggu yang lalu. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan demam, sedangkan pilek (-), hidung tersumbat
(-), batuk (-), demam sejak 5 hari yang lalu namun saat ini suhu telah turun,
dan ibu pasien menyatakan pasien ngorok saat tidur (snoring),serta sering
terbangun tengah malam karena seulit bernapas. Selain itu, tidak ada keluhan

lain. Pasien sering minum es.


Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan:
Pasien mengeluhkan hal serupa sejak 1 tahun yang lalu dan hilang timbul
Riwayat penyakit keluarga/sosial: (-)
Riwayat alergi:
Pasien mengaku terdapat alergi dingin.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Tensi
Nadi
Respirasi
Suhu

: Baik
: Compos mentis
:: 80 x/menit
: 20 x/menit
: afebris

Status Lokalis
Pemeriksaan telinga

17

No.
1.
2.

Pemeriksaan
Telinga
Tragus
Daun telinga

Telinga kanan

Telinga kiri

Nyeri tekan (-), edema (-)


Nyeri tekan (-), edema (-)
Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri normal, hematoma (-), nyeri

3.

Liang telinga

tarik aurikula (-)


tarik aurikula (-)
Serumen (+), hiperemis (-), Serumen (+), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), otorhea furunkel (-), edema (-), otorhea
(-)

4.

Membran timpani

(-)

Intak. Retraksi (-), bulging (-), Intak. Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi

(-),

edema

(-), hiperemi

perforasi (-), cone of light (+)

(-),

edema

perforasi (-), cone of light (+)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung
Hidung luar

Hidung kanan
Bentuk normal, hiperemi (-),

(-),

Hidung kiri
Bentuk normal, hiperemi (-),

18

nyeri tekan (-), deformitas (-)

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi
Cavum nasi

Hiperemis (-), sekret (-)


Hiperemis (-), sekret (-)
Bentuk (normal), hiperemia Bentuk (normal), hiperemia

Meatus nasi media

(-)
(-)
Mukosa hiperemis, sekret (-), Mukosa hiperemis, sekret (-),

Konka nasi inferior

massa (-)
Edema (-), mukosa hiperemi

Septum nasi

(-)
(-)
Deviasi (-), perdarahan (-), Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-), abses (-)


Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir
Mulut
Geligi
Lidah
Uvula
Palatum mole
Faring
Tonsila palatine

Fossa Tonsillaris

massa (-)
Edema (-), mukosa hiperemi

ulkus (-), abses (-)

Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)


Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Normal
Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Bentuk normal, hiperemi (+), edema (-)
Ulkus (-), hiperemi (-)
Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)
kanan
kiri
T3
T3
Hiperemi (+), kripte melebar

Hiperemi (+), kripte melebar

(+), detritus (+)

(+), detritus (+)

hiperemi (+)

hiperemi (+)

dan Arkus Faringeus


3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium: Darah lengkap, bleeding time, cloting time.

19

- Diusulkan apus/swab tenggorokan dan dilakukan kultur bakteri


3.5 DIAGNOSIS
Tonsilitis kronis eksaserbasi akut.
3.6 DIAGNOSIS BANDING
Adenotonsilitis kronis
3.7 RENCANA TERAPI
a. Obat-obatan
o Amoxicillin (sirup kering 250mg/5ml) selama 5-7 hari
o Paracetamol sirup (120mg/5ml)
b. Pembedahan
Disarankan dilakukan : Tonsilektomi.
3.8 KIE pasien
Hindari makanan yang berminyak, manis, dan pedas. Begitu pula dengan
minuman dingin. Makan-makanan yang bergizi dan tidak memakanan
makanan ringan. Minum hangat dan susu hangat
Menjaga higiene mulut, dengan rajin menggosok gigi.
Habiskan antibiotik/ Amoxcyciline, dan parasetamol hanya diberikan bila
masih nyeri saat menelan dan demam
Kembali

kontrol

setelah

hari,

untuk

melihat

perkembangan

penyembuhan.
Kumur dengan air garam hangat
Sarankan

keluarga

untuk

menjaga

kesehatan

pasien

dan

mempertimbangkan untuk melakukan operasi pengangkatan amandel atau


tonsilektomi jelaskan indikasi, dan komplikasinya.
3.9 PROGNOSIS
Dubia ad bonam.

20

BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya
diawali oleh demam dan mereda 5 hari yang lalu . Ketika dimintai keterangan
lebih lanjut, pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa nyeri saat menelan
sejak setahun yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorok,
terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis,
kripte melebar, dan terlihat detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai
acuan untuk mendiagnosa pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal
ini diperkuat dengan riwayat infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu
demam bbrp hari yang lalu, nyeri saat menelan dan terlihat hiperemia pada
tonsilnya yang menandakan adanya eksaserbasi akut.
Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa nyeri menelan
dalam keadaan apapun, dan seringnya keadaan ini kambuh Sejak 1 tahun yang
lalu, serta pasien mengorok dan tiba-tiba terbangun tengah malam saat tengah
malam, maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum
dilakukan tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu
dengan terapi medikamentosa untuk memberikan waktu pada keluarga untuk
mempertimbangkan persetujuan operasi. Bila nantinya telah ada persetujuan
untuk dilakukannya tonsilektomi dan saat kontrol kembali keadaan tonsil sudah
tenang, maka dapat dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan
laboratorium untuk mengecek darah lengkap, bleeding time dan clotting time. Bila
agar lebih peka lagi pemeriksaan untuk melihat bakteri yang menginfeksi dapat
dilakukan swab tenggorokan, serta dilakukan kultur bakteri untuk melihat
kecocokan antibiotik pada pasien ini.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper


Respiratory Tract. Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed. New
York, NY: McGraw Hill.
2. Soepardi et all. 2007. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku Ajar
Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
3. Nave H, Gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human
palatine tonsil. Anatomy Embryology 2004: 367-373.
4. Byron J., 2001. Laringology. Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd
Edition, New York : Lippincott Williams and Wilkin
5. Seeley, Stephens, Tate. 2004. Lymphatic System and Immunity. Anatomy and
Physiology, Ch.22, 6th Ed. The McGrawHill Companies, New York
6. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32582/4/Chapter
%20II.pdf [accessed 5th June 2012]

7. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi,


Cermin Dunia Kedokteran. Available at :
http://www.cerminduniakedoteran.com [accessed 5th June 2012]

22

8. Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea
(OSA) Pada Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.
9. Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen
Ed. EMedicine.com.inc.2002 : 1 10
10. Wanri, Arwansyah. 2007. Anatomi dan Fisiologi Tonsil. Universitas Sumatra
Utara.

Available

from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27639/4/Chapter
%20II.pdf accessed on 13th June 2012

11. Feris, Yuriko. 2011. Cincin Waldeyer. Bagian THT Rumah Sakit Umum
Daerah

Karawang.

Available

from

http://ml.scribd.com/doc79454458/cincin-waldeyer . Accessed on Wednesday


June 13th 2012
12. Ballenger, JJ. 1994. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher,
jilid 1 edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara.
13. Kliegman, Behrman, Robert M. et al (eds)., 2007, Nelson Textbook of
Pediatrics, USA: Saunders Elsevier.

23

Anda mungkin juga menyukai