Anda di halaman 1dari 24

Borang Portofolio Kasus Kegawat Daruratan

No. ID dan Nama Peserta

dr. Lydia Sarah Shabrina

No. ID dan Nama Wahana

RSUD Muara Labuh

Topik

Kasus Kegawat Daruratan

Tanggal (kasus)

19 Agustus 2015 pukul 16.00 WIB

Nama Pasien

Ny. M

Tanggal Presentasi
Tempat Presentasi

No. RM

06.12.68

Pendamping

dr. Yenny Dwi Khalisna

Aula RSUD Muara Labuh

Objektif Presentasi
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Anak

Dewasa

Neonatus

Bayi

Remaja

Lansia

Bumil

Deskripsi

Pasien Wanita, 50 tahun, datang ke IGD RSUD Muara Labuh dengan keluhan
Pungggung kaki kiri tergigit ular 1 hari SMRS.

Tujuan

Menegakkan diagnosis Snake bite dan mampu mengatasi kegawatdaruratan pada


pasien Snake bite serta melaukan penatalaksanaan.

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka


Cara
Membahas
Data Pasien

Diskusi

Riset

Kasus

Presentasi dan
Diskusi

Nama : Ny.M

Nama RS : RSUD Muara Labuh

E-mail

Audit
Pos

No. Registrasi : 06.12.68


Telp :

Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Snake bite / Nyeri disertai bengkak punggung kaki kiri sejak 1
hari SMRS. Riwayat tergigit ular punggung kaki kiri 1 hari SMRS
2. Riwayat Pengobatan : Pasien mengobati luka dengan pengobatan tradisional dengan mengolesi
daun-daunan pada daerah luka bekas gigitan ular, namun belum berobat ke pelayanan
kesehatan sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat
hipertensi maupun DM tidak ada
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
5. Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Domisili di Sangir bersama suami. Lingkungan Tempat
Tinggal terdapat kebun dengan semak-semak yang tidak diurus dibelakang rumah
7. Lain-lain : Daftar Pustaka :
1

1. Daley.B.J., 2006. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and Critical Care,
University of Tennessee School of Medicine. www.eMedicine.com.
2. De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
3. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes RI.
Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
4. Sudoyo, A.W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Warrell,D.A., 2005. Treatment of bites by adders and exotic venomous snakes. BMJ 2005;
331:1244-1247 (26 November), doi:10.1136/bmj.331.7527.1244. www.bmj.com.
Hasil Pembelajaran :
1. Mampu mendiagnosis gigitan ular
2. Mengetahui penatalaksanaan kedaruratan gigitan ular yang tepat
3. Mampu mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi pada gigitan ular

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
Keluhan Utama :
Bengkak disertai rasa nyeri pada punggung kaki kiri sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bengkak disertai rasa nyeri punggung kaki kiri sejak 1 hari SMRS. Awalnya timbul
kemerahan disertai rasa nyeri pada punggung kaki kiri kemudian menjadi bengkak
semakin meluas hingga lutut kaki kiri. Tanpa disertai kelemahan pada kedua tungkai
bawah.
Riwayat tergigit ular hijau pada punggung kaki kiri 1 hari SMRS, saat pasien sedang
mengambil kayu bakar di kebun belakang rumah. Ukuran ular diketahui sekitar 30cm.
Demam, mual maupun muntah tidak ada.
Nyeri kepala disertai pandangan kabur tidak ada.
Sesak nafas maupun nyeri dada tidak ada.
BAK frekuensi serta warna biasa.
BAB konsistensi dan warna biasa.
Riwayat pengobatan sebelumnya luka bekas gigitan ular diobati sendiri dengan
pengobatan tradisional dengan mengolesi daun-daunan pada daerah luka bekas gigitan
ular. Kemudian pasien bebat ketat dengan kain pada pangkal atas tungkai kiri. Namun
belum berobat pelayanan kesehatan sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat hipertensi maupun DM tidak ada
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat Sosio Ekonomi dan Kebiasaan :
Domisili di Sangir. Tinggal berdua bersama suami. Lingkungan Tempat Tinggal terdapat
kebun dengan semak-semak yang tidak diurus dibelakang rumah. Lingkungan tempat
tinggal rawan habitat ular.
2. Objektif :
a. Vital sign
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : komposmentis kooperatif
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg
4. Frekuensi nadi: 88 x/menit
5. Frekuensi nafas: 22 x /menit
6. Suhu : 370C
7. sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)
b. Pemeriksaan sistemik
3

Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis


Kepala : Bentuk normal, rambut hitam dan sebagian putih, tidak mudah dicabut
Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2 3mm/3mm.
THT : Tidak ada kelainan.
Mulut : hipersaliva (-). Tidak ada kelainan.
Leher : JVP 5-2 cmH2O.
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla maupun inguinal.
Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, statis dan dinamis ka=ki
Palpasi
: fremitus ka=ki
Perkusi
: sonor
Auskultasi : vesikuler, Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi
: supel, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, nyeri tekan(-) lepas(-)
Perkusi
: timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung
: Tidak ada kelainan.
Ekstremitas
: Refleks fisiologis (+) normal, Refleks patalogis (-)
Anggota Gerak
Superior
Inferior
Akral dingin
:
-/-/Sianosis
:
-/-/Edem
:
-/-/+
Motorik
Kekuatan
: 555/555
555/555
.
Trofi
: . eutrofi
Eutrofi
Tonus
:
eutonus.
Eutrofi
.
Sensorik
Sensibilitas.
:.
+/+
+/+
Status lokalis cruris sinistra
L:
Edem disertai eritemosa (+)
Tampak bekas gigitan ular berupa 2 titik seperti bekas gigitan taring ular e/r dorsal pedis
F:
Nyeri tekan (+) ROM (+)

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin
Hb 12,6 g%
Leukosit ; 8.900/mm3
Trombosit : 153.000/mm3
Hematokrit : 38,3%
2. urin lengkap
3. Darah Lengkap
GDS : 155 mg/dl,
ureum : 24 mg/dl,
kreatinin : 0,8 mg/dl,
SGOT : 26 u/l ,
SGPT : 28 u/l,
Cloting time : 4,
bleeding time:2

3. Assesment (penalaran klinis) :

SNAKE BITE (GIGITAN ULAR)


Jenis - jenis ular berbisa
Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya dari kira - kira
ratusan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari golongan ini hanya
beberapa yang berbahaya bagi manusia. (de Jong, 1998)
Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya
sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4
familli utama yaitu:
Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang dan ular
cabai
Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan ular bandotan puspo
Familli Hydrophidae, misalnya ular laut
Familli Colubridae, misalnya ular pohon
Untuk menduga jenis ular yang mengigit adalah ular berbisa atau tidak dapat dipakai
rambu - rambu bertolak dari bentuk kepala ular dan luka bekas gigitan sebagai berikut:
Ciri - ciri ular berbisa:
Bentuk kepala segi empat panjang
Gigi taring kecil
Bekas gigitan, luka halus berbentuk lengkung
Ciri - ciri ular tidak berbisa:
Kepala segi tiga
Dua gigi taring besar di rahang atas
Dua luka gigitan utama akibat gigi taring
Jenis ular berbisa berdasarkan dampak yang ditimbulkannya yang banyak dijumpai di
Indonesia adalah jenis ular :
Hematotoksik, seperti Trimeresurus albolais (ular hijau), Ankistrodon rhodostoma (ular tanah),
aktivitas hemoragik pada bisa ular Viperidae menyebabkan perdarahan spontan dan kerusakan
endotel (racun prokoagulan memicu kaskade pembekuan)
Neurotoksik, Bungarusfasciatus (ular welang), Naya Sputatrix (ular sendok), ular kobra, ular
6

laut.
Neurotoksin pascasinaps seperti -bungarotoxin dan cobrotoxin terikat pada reseptor
asetilkolin pada motor end-plate sedangkan neurotoxin prasinaps seperti -bungarotoxin,
crotoxin, taipoxin dan notexin merupakan fosfolipase-A2 yang mencegah pelepasan
asetilkolin pada neuromuscular junction.
Beberapa spesies Viperidae, hydrophiidae memproduksi rabdomiolisin sistemik
sementara spesies yang lain menimbulkan mionekrosis pada tempat gigitan.
Gejala klinis
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jarinagan yang luas dan hemolisis.
Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak sebanding sebasar luka, udem,
eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di
peritoneum atau perikardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot
jantung. Ular berbisa yang terkenal adalah ular tanah, bandotan puspa, ular hijau dan ular laut.
Ular berbisa lain adalah ular kobra dan ular welang yang biasanya bersifat neurotoksik. Gejala
dan tanda yang timbul karena bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan
muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak napas sampai akhirnya
terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan. Ular kobra dapat juga menyemprotkan
bisanya yang kalau mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan sementara. (de Jong, 1998)
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang
terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit - 24 jam)
Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi, muntah,
nyeri kepala, dan pandangan kabur
Gejala khusus gigitan ular berbisa :
Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak,
gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit (petekie, ekimosis), hemoptoe,
hematuri, koagulasi intravaskular diseminata (KID)
Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis
oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan koma
Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda - tanda 5P (pain, pallor,
paresthesia, paralysis pulselesness).
7

Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai berikut:


Derajat

Venerasi

Luka gigit

Nyeri

Udem/ Eritem

Tanda sistemik

+/-

<3cm/12>

+/-

3-12 cm/12 jam

II

+++

>12-25 cm/12 jam

+
Neurotoksik,
Mual, pusing, syok

III

++

+++

>25 cm/12 jam

++
Syok, petekia,
ekimosis

IV

+++

+++

>ekstrimitas

++
Gangguan faal
ginjal,
Koma, perdarahan

Kepada setiap kasus gigitan ular perlu dilakukan :


Anamnesis lengkap: identitas, waktu dan tempat kejadian, jenis dan ukuran ular, riwayat
penyakit sebelumnya.
Pemeriksaan fisik: status umum dan lokal serta perkembangannya setiap 12 jam.
Tanda dan gejala lokal

1. Tanda gigi taring


Nyeri lokal
Pendarahan lokal
Bruising
lymphangitis
Bengkak, merah, panas
Melepuh
Necrosis
Gejala dan tanda sistemik umum
Mual, muntah, malaise, nyeri abdominal, weakness, drowsiness, prostration
Kardiovascular (Viperidae)
Visual disturbances, dizziness, faintness, collapse, shock, hypotension, arrhythmia cardiac,
oedema pulmo, oedema conjungtiva
Kelainan perdarahan dan pembekuan darah (Viperidae)
Perdarahan dari luka gigitan
Perdarahan sitemik spontan - dri gusi, epistaksis, hemopteu, hematemesis, melena,
hematuri, perdarahan per vaginam, perdarahan pada kulit seperti petechiae, purpura,
Ecchymoses dan pada mukosa seperti pada konjungtiva, perdarahan intrakranial
Neurologik (Elapidae, Russell's viper)
Drowsiness, paraesthesiae, abnormalitas dari penciuman dan perabaan, "heavy" eyelids, ptosis,
ophthalmoplegia external, paralysis dari otot wajah dan otot lai yang di inervasi oleh nervus
kranialis, aphonia, difficulty in swallowing secretions, respiratory and generalised flaccid
paralysis
Otot rangka (sea snakes, Russell's viper)
Nyeri menyeluruh, stiffness and tenderness of muscles, trismus, myoglobinuria, hyperkalaemia,
cardiac arrest, gagal ginjal akut
Ginjal (Viperidae, sea snakes)
LBP (lower back pain), haematuria, haemoglobinuria, myoglobinuria, oliguria/anuria, tanda dan
gejala dari uraemia (nafas asidosis, hiccups, nausea, pleuritic chest pain)
Endokrin (acute pituitary/adrenal insufficiency) (Russell's viper)

Fase akut: syok, hypoglycaemia


Fase kronik (beberapa bulan sampai tahun setelah gigitan): weakness, loss of secondary sexual
hair, amenorrhoea, testicular atrophy, hypothyroidism.
Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal
hepar, golongan darah dan uji cocok silang
Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)
EKG
Foto dada
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah
Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik
Langkah awal yang paling tepat adalah "Mencoba membuat kondisi korban setenang mungkin
dan meyakinkan masalah gigitan ini dapat diatasi dengan baik." Kemudian bisa dilakukan
pemasangan bidai dengan tujuan imobilisasi pada anggota tubuh yang terkena untuk mengurangi
peredaran bisa di dalam darah.
Sejumlah teknik pertolongan pertama yang lama telah ditinggalkan, penemuan klinik
terbaru mendukung hal-hal berikut
Jangan mencoba menghisap bisa dengan mulut dan memotong sisi gigitan. Memotong
sisi yang tergigit dapat merusak organ yang mendasarinya, meningkatkan resiko infeksi,
dan tidak membuang racun.
Jangan gunakan es atau kompres dingin pada sisi gigitan. Es tidak mendeaktivasi bisa
dan dapat menyebabkan radang dingin.
Jangan menggunakan kejutan listrik. Kejutan listrik tidak efektif dan dapat menyebabkan
luka bakar atau masalah elektrik pada jantung.
10

Jangan gunakan alkohol. Alkohol dapat menghilangkan sakit, tapi juga membuat
pembuluh darah lokal berdilatasi, dimana dapat meningkatkan absorpsi bisa.
Jangan menggunakan turniket atau verband yang ketat. Hal ini tidak terbukti efektif,
dapat meningkatkan kerusakan jaringan, dan dapat menyebabkan keharusan amputasi.
Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma atau darah dan pemberian vasopresor
untuk menanggulangi syok. Mungkin perlu diberikan fibrinogen untuk memperbaiki kerusakan
sistem pembekuan. Dianjurkan juga pemberian kortikosteroid.
Bila terjadi kelumpuhan pernapasan dilakukan intubasi, dilanjutkan dengan memasang
respirator untuk ventilasi. Diberikan juga antibiotik spektrum luas dan vaksinasi tetanus. Bila
terjadi pembengkakan hebat, biasanya perlu dilakukan fasiotomi untuk mencegah sindrom
kompartemen. Bila perlu, dilakukan upaya untuk mengatasi faal ginjal. Nekrotomi dikerjakan
bila telah tampak jelas batas kematian jaringan, kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit.
Bila ragu - ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati selama 48 jam
karena kadang efek keracunan bisa timbul lambat.Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan
pertolongan khusus, kecuali pencagahan infeksi.
Tindakan Pelaksanaan
Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah
Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang
mengandung alkohol
Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat
daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang
berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan
adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau ateri.
Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut:
Penatalaksanaan jalan napas
Penatalaksanaan fungsi pernapasan
Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid

11

Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas
luka, imobilisasi (dengan bidai)
Ambil 5 - 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, Ddimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit
(terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit,
menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati
Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan),
polivalen 1 ml berisi:
10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa Bungarus
25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v
Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5%
dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak
dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian
luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom
Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat,
waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian
SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya,
dst.
Jika

koagulopati

membaik

(fibrinogen

meningkat,

waktu

pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi


pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya. Monitor
12

dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati


berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae
untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan
Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frizen (dan
antivenin)
Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah,
fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit
Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota
badan
Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase),
diawali dengan sulfas atropin
Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari
penggunaan obat - obatan narkotik depresan
Terapi profilaksis
Pemberian antibiotika spektrum luas. Kuman terbanyak yang
dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp,
B.fragilis
Beri toksoid tetanus
Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi

13

4. Plan :
Diagnosis klinis : Snake bite
Pengobatan :
IVFD RL 12 Jam/kolf
Cefotaxim 2x1 gr
(IV) Skin test
Dexamethason 3x1 gr (IV)
ABU (Anti Bisa Ular) amp status lokalisata, amp IM
Inj tetagram 1x1 amp (IV)
Edukasi :
Monitor tanda-tanda kegawatan pernafasan dan kardiovaskuler, seperti gejala sesak
nafas, muntah terus menerus ataupun nyeri kepala berat.
Konsultasi :
Telah dilakukan konsultasi kepada dokter bedah dan semua terapi sesuai dengan advise
dari dokter bedah.
Follow Up
(20/8/2015)
S : demam (-) nyeri (+) sesak nafas (-) nyeri kepala (-) mual (-) muntah (-) nafsu makan baik,
BAB dan BAK biasa
O:
Vital sign
8. Keadaan umum : tampak sakit sedang
9. Kesadaran : komposmentis kooperatif
10.Tekanan darah : 110/70 mmHg
11.
Frekuensi nadi: 80 x/menit
12.
Frekuensi nafas: 24 x /menit
13.
Suhu : 36,70C
14.sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)
Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam dan sebagian putih, tidak mudah dicabut
Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2 3mm/3mm.
THT : Tidak ada kelainan.
Mulut : hipersaliva (-). Tidak ada kelainan.
Leher : JVP 5-2 cmH2O.
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla maupun inguinal.
Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, statis dan dinamis ka=ki
14

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: fremitus ka=ki
: sonor
: vesikuler, Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
: iktus kordis tidak terlihat
: iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
: batas jantung dalam batas normal
: irama teratur, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)


Palpasi
: supel, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, nyeri tekan(-) lepas(-)
Perkusi
: timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung
: Tidak ada kelainan.
Ekstremitas
: Refleks fisiologis (+) normal, Refleks patalogis (-)
Anggota Gerak
Superior
Inferior
Akral dingin
:
-/-/Sianosis
:
-/-/Edem
:
-/-/+
Motorik
Kekuatan
: 555/555
555/555
.
Trofi
: . eutrofi
Eutrofi
Tonus
:
eutonus.
Eutrofi
.
Sensorik
Sensibilitas.
:.
+/+
+/+
Status lokalis cruris sinistra
L:
Edem disertai eritemosa (+)
Tampak bekas gigitan ular berupa 2 titik seperti bekas gigitan taring ular e/r dorsal pedis
F:
Nyeri tekan (+) ROM (+)
Hasil Laboratorium
Leukosit : 8900/ mm3
Trombosit : 143.000/mm3
Hematokrit : 38,3 %
A : Snake bite
P : ACC Pulang
Terapi Rajal : Ciprofloxacin 2x500mg
(PO)
Asam mefenamat 3x500mg (PO)
Metil prednisolone 2x1
(PO)
5. Diskusi
15

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan usia 50 tahun dengan diagnosis Snake Bite.
Dasar diagnosis dari anamnesis didapatkan Bengkak disertai rasa nyeri tungkai bawah kiri sejak
1 hari SMRS, Riwayat tergigit ular hijau 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital
sign dalam batas normal, status lokalis et regio cruris sinistra oedem (+) eritem (+) nyeri tekan
(+). Tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada komlikasi hematotoksik ,neurotoksik,
kardiotoksik maupun Sindrom kompartemen.
Pada pasien ini diberikan terapi cairan infus kristaloid untuk penatalaksanaan sirkulasi.
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular pada pasien ini termasuk klasifikasi derajat II,
Mengingat tidak ditemukan gejala sistemik maka pada pasien ini diberikan ABU (Anti Bisa
Ular) amp status lokalisata, amp IM Pemberian antibiotika spektrum luas mengingat
kuman terbanyak yang dijumpai pada gigitan ular adalah P.aerugenosa, Proteus,sp,
Clostridium sp, B.fragilis. Pada gigitan ular diperlakukan seperti luka kotor maka pemberian
toksoid tetanus ini diperlukan, mengingat kejadian gigitan ular telah >24 jam maka diberikan
injeksi tetagram. Untuk mengurangi reaksi peradangan pada pasien ini diberikan antiinflamasi
dan analgetik.

16

17

18

19

20

21

22

23

24

Anda mungkin juga menyukai