Topik
Tanggal (kasus)
Nama Pasien
Ny. M
Tanggal Presentasi
Tempat Presentasi
No. RM
06.12.68
Pendamping
Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Anak
Dewasa
Neonatus
Bayi
Remaja
Lansia
Bumil
Deskripsi
Pasien Wanita, 50 tahun, datang ke IGD RSUD Muara Labuh dengan keluhan
Pungggung kaki kiri tergigit ular 1 hari SMRS.
Tujuan
Diskusi
Riset
Kasus
Presentasi dan
Diskusi
Nama : Ny.M
Audit
Pos
Terdaftar sejak :
1. Daley.B.J., 2006. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and Critical Care,
University of Tennessee School of Medicine. www.eMedicine.com.
2. De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
3. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes RI.
Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
4. Sudoyo, A.W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Warrell,D.A., 2005. Treatment of bites by adders and exotic venomous snakes. BMJ 2005;
331:1244-1247 (26 November), doi:10.1136/bmj.331.7527.1244. www.bmj.com.
Hasil Pembelajaran :
1. Mampu mendiagnosis gigitan ular
2. Mengetahui penatalaksanaan kedaruratan gigitan ular yang tepat
3. Mampu mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi pada gigitan ular
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin
Hb 12,6 g%
Leukosit ; 8.900/mm3
Trombosit : 153.000/mm3
Hematokrit : 38,3%
2. urin lengkap
3. Darah Lengkap
GDS : 155 mg/dl,
ureum : 24 mg/dl,
kreatinin : 0,8 mg/dl,
SGOT : 26 u/l ,
SGPT : 28 u/l,
Cloting time : 4,
bleeding time:2
laut.
Neurotoksin pascasinaps seperti -bungarotoxin dan cobrotoxin terikat pada reseptor
asetilkolin pada motor end-plate sedangkan neurotoxin prasinaps seperti -bungarotoxin,
crotoxin, taipoxin dan notexin merupakan fosfolipase-A2 yang mencegah pelepasan
asetilkolin pada neuromuscular junction.
Beberapa spesies Viperidae, hydrophiidae memproduksi rabdomiolisin sistemik
sementara spesies yang lain menimbulkan mionekrosis pada tempat gigitan.
Gejala klinis
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jarinagan yang luas dan hemolisis.
Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak sebanding sebasar luka, udem,
eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di
peritoneum atau perikardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot
jantung. Ular berbisa yang terkenal adalah ular tanah, bandotan puspa, ular hijau dan ular laut.
Ular berbisa lain adalah ular kobra dan ular welang yang biasanya bersifat neurotoksik. Gejala
dan tanda yang timbul karena bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan
muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak napas sampai akhirnya
terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan. Ular kobra dapat juga menyemprotkan
bisanya yang kalau mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan sementara. (de Jong, 1998)
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang
terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit - 24 jam)
Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi, muntah,
nyeri kepala, dan pandangan kabur
Gejala khusus gigitan ular berbisa :
Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak,
gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit (petekie, ekimosis), hemoptoe,
hematuri, koagulasi intravaskular diseminata (KID)
Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis
oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan koma
Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda - tanda 5P (pain, pallor,
paresthesia, paralysis pulselesness).
7
Venerasi
Luka gigit
Nyeri
Udem/ Eritem
Tanda sistemik
+/-
<3cm/12>
+/-
II
+++
+
Neurotoksik,
Mual, pusing, syok
III
++
+++
++
Syok, petekia,
ekimosis
IV
+++
+++
>ekstrimitas
++
Gangguan faal
ginjal,
Koma, perdarahan
Jangan gunakan alkohol. Alkohol dapat menghilangkan sakit, tapi juga membuat
pembuluh darah lokal berdilatasi, dimana dapat meningkatkan absorpsi bisa.
Jangan menggunakan turniket atau verband yang ketat. Hal ini tidak terbukti efektif,
dapat meningkatkan kerusakan jaringan, dan dapat menyebabkan keharusan amputasi.
Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma atau darah dan pemberian vasopresor
untuk menanggulangi syok. Mungkin perlu diberikan fibrinogen untuk memperbaiki kerusakan
sistem pembekuan. Dianjurkan juga pemberian kortikosteroid.
Bila terjadi kelumpuhan pernapasan dilakukan intubasi, dilanjutkan dengan memasang
respirator untuk ventilasi. Diberikan juga antibiotik spektrum luas dan vaksinasi tetanus. Bila
terjadi pembengkakan hebat, biasanya perlu dilakukan fasiotomi untuk mencegah sindrom
kompartemen. Bila perlu, dilakukan upaya untuk mengatasi faal ginjal. Nekrotomi dikerjakan
bila telah tampak jelas batas kematian jaringan, kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit.
Bila ragu - ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati selama 48 jam
karena kadang efek keracunan bisa timbul lambat.Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan
pertolongan khusus, kecuali pencagahan infeksi.
Tindakan Pelaksanaan
Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah
Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang
mengandung alkohol
Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat
daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang
berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan
adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau ateri.
Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut:
Penatalaksanaan jalan napas
Penatalaksanaan fungsi pernapasan
Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
11
Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas
luka, imobilisasi (dengan bidai)
Ambil 5 - 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, Ddimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit
(terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit,
menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati
Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan),
polivalen 1 ml berisi:
10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa Bungarus
25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v
Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5%
dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak
dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian
luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom
Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat,
waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian
SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya,
dst.
Jika
koagulopati
membaik
(fibrinogen
meningkat,
waktu
13
4. Plan :
Diagnosis klinis : Snake bite
Pengobatan :
IVFD RL 12 Jam/kolf
Cefotaxim 2x1 gr
(IV) Skin test
Dexamethason 3x1 gr (IV)
ABU (Anti Bisa Ular) amp status lokalisata, amp IM
Inj tetagram 1x1 amp (IV)
Edukasi :
Monitor tanda-tanda kegawatan pernafasan dan kardiovaskuler, seperti gejala sesak
nafas, muntah terus menerus ataupun nyeri kepala berat.
Konsultasi :
Telah dilakukan konsultasi kepada dokter bedah dan semua terapi sesuai dengan advise
dari dokter bedah.
Follow Up
(20/8/2015)
S : demam (-) nyeri (+) sesak nafas (-) nyeri kepala (-) mual (-) muntah (-) nafsu makan baik,
BAB dan BAK biasa
O:
Vital sign
8. Keadaan umum : tampak sakit sedang
9. Kesadaran : komposmentis kooperatif
10.Tekanan darah : 110/70 mmHg
11.
Frekuensi nadi: 80 x/menit
12.
Frekuensi nafas: 24 x /menit
13.
Suhu : 36,70C
14.sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)
Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam dan sebagian putih, tidak mudah dicabut
Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2 3mm/3mm.
THT : Tidak ada kelainan.
Mulut : hipersaliva (-). Tidak ada kelainan.
Leher : JVP 5-2 cmH2O.
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla maupun inguinal.
Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, statis dan dinamis ka=ki
14
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: fremitus ka=ki
: sonor
: vesikuler, Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
: iktus kordis tidak terlihat
: iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
: batas jantung dalam batas normal
: irama teratur, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Telah dilaporkan kasus seorang perempuan usia 50 tahun dengan diagnosis Snake Bite.
Dasar diagnosis dari anamnesis didapatkan Bengkak disertai rasa nyeri tungkai bawah kiri sejak
1 hari SMRS, Riwayat tergigit ular hijau 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital
sign dalam batas normal, status lokalis et regio cruris sinistra oedem (+) eritem (+) nyeri tekan
(+). Tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada komlikasi hematotoksik ,neurotoksik,
kardiotoksik maupun Sindrom kompartemen.
Pada pasien ini diberikan terapi cairan infus kristaloid untuk penatalaksanaan sirkulasi.
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular pada pasien ini termasuk klasifikasi derajat II,
Mengingat tidak ditemukan gejala sistemik maka pada pasien ini diberikan ABU (Anti Bisa
Ular) amp status lokalisata, amp IM Pemberian antibiotika spektrum luas mengingat
kuman terbanyak yang dijumpai pada gigitan ular adalah P.aerugenosa, Proteus,sp,
Clostridium sp, B.fragilis. Pada gigitan ular diperlakukan seperti luka kotor maka pemberian
toksoid tetanus ini diperlukan, mengingat kejadian gigitan ular telah >24 jam maka diberikan
injeksi tetagram. Untuk mengurangi reaksi peradangan pada pasien ini diberikan antiinflamasi
dan analgetik.
16
17
18
19
20
21
22
23
24