sedang berlaku, yang dalam penelitian ini adalah kurikulum 2013. Kurikulum
2013 lahir sebagai bentuk peralihan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Peralihan ini tidak lain bertujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan
di Indonesia agar dapat bersaing dengan negara luar terutama untuk menghadapi
abad 21. Dimana pada abad 21, siswa tidak hanya dituntut untuk berpengetahuan
saja, namun juga dapat memanfaatkan dan mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh untuk kehidupannya kelak. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Ananiadou et al., (2009:8) bahwa skill and competencies young people will be
required to have in order to be effective workers and citizen in the knowledge
society of the 21st century.
Jika dibandingkan dengan KTSP, pada kurikulum 2013 terdapat perubahan
pada empat Standar Nasional Pendidikan (SNP). Oleh sebab itu, dalam menyusun
perangkat pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013 harus memperhatikan
keempat perubahan tersebut yang meliputi standar isi, proses, kompetensi
kelulusan dan standar penilaian. Salah satunya melalui standar proses, kurikulum
2013 mengamanatkan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik (scientific
approach).
Pendekatan
saintifik
ini
digunakan
sebagai
bentuk
proses
pembelajaran yang bermakna bagi siswa untuk meningkatkan 21st first century
skills, yang meliputi: way of thinking, way of working, tools for working, and
living in the world (Binkley et al., 2010:1-2).
Namun dari hasil laporan pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman
(2013) diketahui bahwa adanya kebingungan dari pihak guru dalam menyusun
perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Hal ini sebenarnya masih
terbilang wajar mengingat kurikulum 2013 masih sangat baru diterapkan.
Meskipun begitu, masalah ini menuntut perhatian serius dari berbagai pihak.
Karena tujuan dari kurikulum 2013 akan tercapai manakala berbagai komponen di
dalamnya terlaksana dengan lancar.
Di sisi lain, selain masalah tuntutan hidup, karakteristik lainnya dari abad 21
adalah tentang isu kerusakan lingkungan yang membutuhkan berbagai solusi
untuk mengatasinya (BNSP, 2010). Oleh karena itu, para siswa harus dibiasakan
untuk berhadapan atau berinteraksi dengan berbagai masalah lingkungan salah
satunya melalui proses pembelajaran di kelas. Mata pelajaran biologi menurut
salah satu guru biologi SMA di Yogyakarta dalam proses pembelajarannya telah
terbiasa dengan pendekatan saintifik. Dimana biologi merupakan mata pelajaran
yang mengutamakan proses penemuan melalui kegiatan percobaan dan observasi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran biologi siswa sudah terbiasa
untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri melalui serangkaian aktivitas
ilmiah. Namun, berdasarkan wawancara terbatas tersebut diketahui bahwa dalam
pembelajaran biologi belum didasarkan atas isu-isu atau masalah nyata yang ada
di lingkungan, khususnya pada materi pencemaran lingkungan. Padahal
pembelajaran yang didasari atas masalah nyata dapat membuat proses belajar
menjadi lebih bermakna. Sehingga siswa dapat menghayati dan memaknai hasil
pembelajarannya tersebut dalam perilaku dan tindakannyanya sehari-hari.
Problem Based Learning (PBL) dapat menjadi jawaban dari permasalahan
ini. PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang disarankan dalam
kurikulum 2013 dan sesuai dengan pendekatan saintifik. Model PBL merupakan
model yang menggunakan masalah otentik sebagai langkah awal proses
pembelajaran. PBL mengajak siswa untuk berinteraksi langsung dengan masalah.
masalah
lingkungan
yang
semakin
marak
akhir-akhir
ini
PEMBAHASAN
Perangkat Pembelajaran
Dalam KBBI (2007:17), perangkat ialah suatu alat atau perlengkapan yang
berfungsi sebagai penunjang alat utama. Sedangkan pembelajaran ialah proses
atau cara atau perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Jadi,
perangkat pembelajaran ialah alat yang digunakan sebagai penunjang dalam
proses belajar siswa.
Winarto (2014:27) juga mendefinisikan perangkat pembelajaran sebagai
komponen-komponen pembelajaran berbentuk media cetak yang digunakan guru
untuk melaksanakan pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran tersebut
dapat menjadi pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Tanpa perangkat pembelajaran proses pembelajaran masih memungkinkan untuk
berjalan. Namun, pembelajaran menjadi kurang efektif dan efisien. Selain itu,
pembelajaran juga menjadi tidak terarah sehingga banyak tujuan belajar tidak
tercapai dan akhirnya pembelajaran bisa dikatakan gagal.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran adalah
seperangkat alat yang disusun guru sebagai pedoman dalam pelaksannan
pembelajaran, yang meliputi silabus, RPP, LKS, dan instrumen penilaian.
Perangkat pembelajaran telah banyak terbukti efektif dalam meningkatkan
efektivitas pembelajaran yang juga berimbas pada peningkatan kemampuan siswa
yang ingin dikembangkan. Paidi (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa perangkat pembelajaran untuk PBL efektif terhadap kemampuan
metakognitif dan pemecahan masalah, namun tidak efektif dalam penguasaan
konsep. Namun akan efektif jika PBL dikomplementasikan dengan stratego
metakognitif concept mapping. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu
sebagai
suatu
upaya
untuk
mendapatkan
pengetahuan
baru,
jawaban
dari
rasa
ingin
tahunya
serta
mengaplikasikan
KEGIATAN BELAJAR
butuhkan dan yang harus mereka ketahui. Karena PBL tidak dirancang untuk guru
memberikan penjelasan sebanyak-banyaknya, maka siswa lah yang aktif mencari.
Siswa sendiri yang menentukan apa yang ia peroleh dari proses pembelajaran
tersebut. Hasil belajar bisa berbeda-beda tergantung pada tingkat keaktifan siswa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa PBL adalah suatu model yang menggunakan
masalah otentik sebagai langkah awal dalam proses pembelajaran yang
mendorong siswa untuk melakukan kegiatan investigasi guna mencari solusi atas
pemasalahan tersebut. Diharapkan melalui PBL siswa terbiasa menghadapi
masalah dunia nyata yang menandakan bahwa dia memahami setiap konsepkonsep yang telah diajarkan. Berikut ini adalah sintaks pembelajaran dengan
model PBL.
Tabel 2. Sintaks Model PBL
1.
Fase
Oriented student to the proble
2.
3.
4.
Develop
exhibits
and
present
artifact
5.
and
Kegiatan Siswa
Siswa diperkenalkan terhadap suatu masalah
yang akan membangkitkan rasa ingin tahu dan
keinginan untuk melakukan penyelidikan.
Siswa membentuk beberapa kelompok kecil
bersama temannya untuk mempermudah
melakukan penyelidikan dan mengembangkan
keterampilan kolaboratif antar siswa.
Siswa melakukan penyelidikan bersama
kelompoknya masing-masing dan dengan
bimbingan dari guru.
Siswa
bersama
kelompoknya
mengembangkan hasil penyelidikan menjadi
sebuah produk atau karya yang nantinya bisa
dipamerkan atau dipresentasikan dihadapan
kelompok lain dan guru.
Siswa melakukan analisis dan evaluasi
terhadap kegiatan yang telah mereka lakukan.
kegiatan
mengamati,
menanya,
mencoba,
mengasosiasi,
dan
siswa dapat mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya untuk dapat
hidup di abad 21. Terlebih lagi karena model PBL telah sangat populer dan
banyak terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya hasil
penelitian Faizah, S.S. Miswadi, S. Haryani (2013) yang menyimpulkan bahwa
perangkat pembelajaran dengan model PBL berpengaruh positif terhadap
peningkatkan soft skill dan pemahaman konsep siswa. Melalui pemberian masalah
otentik yang berkaitan dengan dunia nyata materi pelajaran yang bersifat abstrak
dan kurang aplikatif menjadi lebih menarik dan menantang sehingga berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa.
Penguasaan Konsep
Berdasarkan Taxonomy bloom revisi terbaru (Anderson and Krathwohl: 2010)
penguasaan konsep tingkatannya meliputi: mengingat (remember), memahami
(understand), mengaplikasikan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi
(evaluate), dan mencipta (create). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
siswa
dikatakan
menguasai
konsep
apabila
mampu
mengaplikasikan
PBL merupakan model pembelajaran yang bisa jadi alternatif solusi untuk
meningkatkan penguasaan konsep siswa. Melalui PBL, siswa terlebih dahulu
diberikan suatu permasalahan untuk dipecahkan dengan cara penyelidikan dan
berdiskusi dengan kelompok sehingga membuat siswa terbiasa memecahkan
masalah melalui berbagai sumber. Lalu, pada akhirnya siswa mampu
menghasilkan penguasaan konsep yang baik karena secara tidak langsung saat
memecahkan masalah siswa juga sedang mengkontruksi pengetahuan bagi dirinya
sendiri. Hal ini sesuai dengan filosofis dari PBL yang berlandaskan pada filosofis
konstruktivisme. Akcay (2009) menyatakan bahwa PBL merupakan salah satu
pembelajaran yang bersifat konstruktivis, karena dalam pelaksanaannya, siswa
mengkonstruk pengetahuan yang dimiliki melalui pengalaman dan merefleksi
setiap pengalaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.
Sikap Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya
untuk
memperbaiki
kerusakan
alam
yang
sudah
terjadi
Jadi, dapat simpulkan bahwa peduli lingkungan adalah suatu sikap ini
diharapkan muncul sebagai akibat dari pengetahuan dan pemahaman yang baik
tentang pentingnya lingkungan bagi kehidupan seluruh mahluk hidup di muka
bumi ini. Namun fakta di lapangan menunjukkan masih rendahnya sikap peduli
lingkungan generasi sekarang. Hal itu terlihat dari rendahnya literasi sains siswa
Indonesia berdasarkan hasil PISA 2012 dan masalah lingkungan yang menjadi
salah satu karakteristik abad 21.
Sikap atau perilaku merupakan cerminan dari tingkat pengetahuan seseorang.
Hal ini sejalan dengan pendapat Menze (Hadzigeorgiou and Skoumios, 2013:409)
yang menyebutkan bahwa kepedulian lingkungan secara langsung terkait dengan
pengetahuan lingkungan, sikap, dan tindakan. Hal ini berarti bahwa pengetahuan
berpengaruh terhadap tingkah laku atau sikap seseorang. Pengetahuan serta
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan tercermin lewat perilakunya
sehari-hari, seperti tidak membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, ada baiknya guru dapat merancang pembelajaran dimana siswa
dapat berinteraksi dengan lingkungan.
Selain masalah rendahnya literasi sains, tingkat sikap kepedulian lingkungan
juga terkait dengan karakteristik abad 21. Dimana salah satu karakteristik abad 21
adalah masalah lingkungan, terutama tentang masalah perubahan iklim,
berkurangnya biodiversitas, polusi air, udara, dan tanah. Hal ini menuntut
perubahan perilaku atau sikap generasi sekarang terhadap lingkungan yaitu
melalui pendidikan berbasis lingkungan.
PBL sebagai suatu model pembelajaran yang membawakan masalah otentik
ke dalam kelas untuk dipecahkan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan
sikap peduli lingkungan. Keterlibatan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah
tersebut dapat menumbuhkan kesadaran pada diri siswa tentang pentingnya
menjaga lingkungan. Siswa menjadi lebih peka dan menjadi tahu bagaimana harus
bertindak bila menemui masalah-masalah demikian dalam kehidupannya seharihari.
Pembentukan sikap hingga menjadi karakter bukanlah hal yang mudah dan
tidak bisa terjadi hanya melalui beberapa kali pembelajaran. Untuk itu perlu
adanya pembiasaan pada diri siswa yang secara terus-menerus serta keteladanan
tentang pentingnya sikap peduli lingkungan. Sehingga siswa tidak hanya memiliki
sikap peduli lingkungan, tapi juga mampu mengajak atau memberikan contoh
yang baik bagi orang lain untuk ditiru dan diikuti.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perangkat
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dengan model PBL penting untuk
dikembangkan. Pendekatan saintifik memang bukanlah hal yang baru dalam mata
pelajaran biologi, karena pada dasarnya guru sudah seringkali mendorong
siswanya untuk melakukan kegiatan yang mengacu pada metode ilmiah. Namun,
kesulitan dalam membuat perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik
masih saja ditemui. Diharapkan dengan pengembangan perangkat pembelajaran
ini dapat dijadikan pedoman atau referensi bagi guru untuk menyusun perangkat
pembelajaran saintifik lainnya.
Selain itu juga, pengembangan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan
saintifik yang dipadukan dengan model PBL diharapkan dapat meningkatkan
berbagai potensi yang dimiliki siswa. Model PBL sendiri saja telah banyak
terbukti berhasil meningkatkan efektivitas pembelajaran. Dengan dipadukannya
model PBL dan pendekatan saintifik diharapkan akan mendapatkan hasil yang
lebih optimal.
Kemudian, pemilihan peningkatan penguasaan konsep dan sikap peduli
lingkungan sebagai dua hasil dari pengembangan perangkat pembelajaran berbasis
pendekatan saintifik yang dipadukan dengan model PBL adalah dikarenakan
kedua hal ini saling berhubungan satu sama lain. Diharapkan dengan menguasai
konsep siswa juga dapat mengembangkan dan meningkatkan sikap kepeduliannya
terhadap lingkungan. Kedua hal ini dipandang sebagai dua dari sekian banyak
potensi yang diperlukan untuk dapat hidup di abad 21. Penguasaan konsep adalah
kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ada, bukan hanya sekedar
ingatan dan paham, tetapi juga mampu mencapai tingkat mencipta atau
menghasilkan karya atau produk nyata. Sedangkan sikap peduli lingkungan adalah
sikap positif yang berkembang sebagai bentuk kesadaran atas pentingnya menjaga
lingkungan. Baik penguasaan konsep maupun sikap peduli lingkungan dapat
digunakan untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah untuk
mengatasi berbagai macam masalah di abad 21.
DAFTAR PUSTAKA
Ackay, Behiye. (2009). Problem-Based Learning in Education. Journal of Turkish
Science Education, 6 (1), 27-35.
Anandiou, Katerina & Magdalena Claro. 2009. 21st Century Skills and
Competences for New Millennium Learners in OECD Countries.
(http://www.oecd-ilibrary.org/education/21st-century-skills-andcompetences-for-new-millennium-learners-in-oecdcountries_218525261154), diunduh pada tanggal 1 Januari 2014.
Anderson, Lorin W & David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen (Rev. Ed). (Terjemahan Agung
Prihantoro). Newyork: Longman. (Buku asli diterbitkan tahun 2001)
Arends, Richard I. 2010. Learning To Teach (9th ed.). New York: McGraw Hill
Companies.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad
XXI. Jakarta: BNSP.
Borg, W.R. & Gall, M.D. 1983. Educational Research. Longman, New York
London.
Brinkley, Marylin et.al. 2010. Defining 21st century skills. (http://atc21s.org/wpcontent/uploads/2011/11/1-Defining-21st-Century-Skills.pdf), diunduh pada
tanggal 20 Maret 2014.
Carin, Arthur A. & Robert B. Sund. 1993. Teaching Science Modern. Ohio: Bell &
Howell Company.
Depdikbud. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
_________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. 2013. Lampiran Permendikbud No. 81a Tahun 2013, tentang
Implementasi Kurikulum 2013.
Dinas
Laporan
Pendampingan