PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KEJANG DEMAM
2.1.1Definisi
1
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhutubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 4 Kejang demam
adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya
infeksi susunan saraf pusatatau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan
dan tidak adariwayat kejang tanpa demam sebelumnya.5Menurut Consensus Statement on
Febrile Seizures (1980), kejang demama dalah suatu kejadian pada bayi dan anak,
biasanya terjadi antara umur 3 bulandan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 6 Anak yang pernah kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4,6
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1bulan) tidak
termasuk kejang demam.4,6 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam.5
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.6
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam.5
2.1.2Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang
demam sedikit lebih sering pada laki-laki.6 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6bulan
samapi 5 tahun.4 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 5%. 5
2.1.3 Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure) Kejang demam yang berlangsung singkat,
kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 %
diantara seluruh kejang demam.
2
b.Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure) Kejang demam dengan salah satu ciri
berikut ini :
1.)Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
3.)Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.8
2. 1.4 Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa
neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,kirakira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang
demam dan riwayat keluarga epilepsi.5
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neuro developmental,
kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih
dari satu kali demam kejang kompleks
2.1.5 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan
ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran selneuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulitdilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energy dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi ataualiran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atauketurunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikansuhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yangtinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perludiperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkanmetabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron
otak.Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangankejang yang berlangsung
lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi
kejang demam yangberlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehinggaterjadi
epilepsi.1,8
4
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan
gula darah.8
2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitisbakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya
tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan
dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis
secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.8
3.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.8
4.) PencitraanFoto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomographyscan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ;
kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.8
2.1.8 Diagnosis Banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau
ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi
seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotikamaka
perlu pertimbangan pungsi lumbal.5
2.1.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti.
Apabila datang dalam keadaan kejang obatyang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
intravena adalah 0,3 0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah
adalah diazepamrektal. Diazepam rectal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
6
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.8
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,dapat diulang lagi dengan cara dan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap
belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari,dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
jenis kejang demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.8
b.Pemberian obat pada saat demam
1.Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam,
namun para ahli diIndonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. DosisParacetamol yang
digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 510mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak kurang dari18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.5,6,8
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saatdemam menurunkan resiko
berulangnya kejang pada 30% -60%kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi danmenyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saatdemam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.
Penanganan kejang bisa dilihat pada algoritma penanganan kejang sebagai berikut :
-Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis
Todd, cerebral palsy,retardasi mental, hidrocephalus.
-Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kaliatau lebih dalam 24 jam, kejang
demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.8
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hariefektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumathanya diberikan terhadap kasus selektif
dan dalam jangka pendek.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2
dosis.Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.8
2.1.10 Edukasi Pada Keluarga
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Padasaat kejang sebagian
besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan
cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosisbaik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harusdiingat adanya efek samping
obat.7,8
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.Bersihkan muntahan atau lendir di
mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e.Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih 8
2.1.11 Vaksinasi
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadapanak yang mengalami
kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak
memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam padaumumnya. Dan kejang
demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka
kejadian pasca vaksinasi DPTadalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi
padahari imunisasi, dan menurun setelahnya. 8
Sedangkan setelah vaksinasi MMR25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah
imunisasi. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,terutama setelah
vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat
vaksinasi hingga 3 hari kemudian. 8
2.1.12 Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang
demam tidak pernah dilaporkan
10
2.2. DIARE
2.2.1. Definisi
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam.9
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit
yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3
tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
2.2.2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare
akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.9
2.2.3. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman
yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui
lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).
Faktor risiko terjadinya diare adalah:
11
1. Faktor perilaku
2. Faktor lingkungan
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena
sangat sulit untuk membersihkan botol susu
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan,
setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis
Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci Kakus
(MCK)
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi
terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak.12
2.2.4. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan
berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare
tersebut. 13
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)13
2.2.5. Patofisiologi
12
13
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali
sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik.11
8. Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan
usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa). Bakteri
non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut.11
2.2.6 Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa
berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian
bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.
Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat.9
2.2.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab
penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena
penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan
malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali
14
berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi
ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu
mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah
tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif,
dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari
masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang
dihasilkan.11
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya
air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.9
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.9
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan
menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.9
Tabel 2.1 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian
Lihat:
A
Keadaan Baik, sadar
*Gelisah, rewel
*Lesu, lunglai,
atau tidak sadar
Cekung
Sangat
umum
Mata
Normal
cekung
dan kering
Air mata
Ada
Tidak ada
Basah
Kering
Rasa haus
Sangat Kering
ingin *malas
minum banyak
minum
Periksa:
*kembali lambat
kulit
*kembali sangat
lambat
Hasil
Tanpa Dehidrasi
pemeriksaan:
Dehidrasi
Dehidrasi
ringan/sedang
Terapi Rencana
Terapi
Rencana Terapi A
berat
ditambah
ditambah 1 atau
lain
Rencana Terapi B
Rencana Terapi
C
1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah
tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran
sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual
dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti
cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan
pada derajat dehidrasi.12
a. Diare tanpa dehidrasi Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret Umur
1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas
setiap kali anak mencret
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c. Diare dengan dehidrasi
berat Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.12
< 12 bulan
50-100 ml
1-4 tahun
100-200 m
> 5 tahun
200-300 m
Dewasa
300-400 m
1200-2800 ml/hari
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan.
Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.12
2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare.12
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini
semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian
Zinc pada balita:
a. Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian
tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.12
3. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu
18
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk
bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat
badan.12
4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare
dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.12
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat.
Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat
anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).12
5. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan
balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a. Diare lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari.
2.2.9. Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006) adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian ASI
19
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare pada
bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada
bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare.14
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan
resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara
lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko
tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi buruk.14
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang
berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat
menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian.14
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih
meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6
bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1
tahun, memberikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan
meneruskan pemberian ASI bila mungkin.
b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan, buahbuahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. Mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang
bersih.
c) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada
tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.14
3. Menggunakan air bersih yang cukup
20
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral
mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam
panci yang dicuci dengan air tercemar.14
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.14
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.14
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat lokasi
kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan serta lebih
rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari
sumber.
c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan gayung
bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.14
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare.14
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga
21
yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar
di jamban.14
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
b) Bersihkan jamban secara teratur.
c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar
sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak
bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas
kaki.14
6. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya.
Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:
a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau
kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan
mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau
anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun
besar dan buang ke dalam kakus. c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air
besar dan cuci tangannya.14
7. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga
dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur
9 bulan.14
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan.
Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi
dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT untuk
22
mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang berguna
dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
23
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Ayah
Ibu
Alamat
Tanggal masuk
Ruangan
3.2 SUBJEKTIF
Keluhan utama: Kejang
Riwayat penyakit sekarang (RPS):
- Kejang 1 kali setelah maghrib selama kurang lebih 5 menit, saat kejang tubuh kaku
-
sesak nafas.
- Diare 5 kali sejak tadi pagi, cair warna kuning, ada lendir, tidak ada darah.
- Kencing, jumlah normal, kuning, jernih, tidak berbuih, tidak merah.
- Makan minum baik
Riwayat penyakit dahulu:
- Pernah Kejang Demam pada Usia 8,9 dan 12.
- Tidak ada riwayat sesak napas
- Tidak ada riwayat alergi
: ASI selang seling dengan susu formula dari awal lahir sampai anak berumur 1
tahun lebih
24
: Coklat
: Lembek
: Positif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
26
Trichosephalus
Lekosit
Eritrosit
Lain lain
: Negatif
:1-2
: 3-4
: Negatif
3.4 ASSESSMENT
Diagnosis: Kejang Demam Sederhana + Diare Akut
3.5 PLANNING
Terapi:
Bed rest
Inf. KaEN 3B 1100 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2 x 600 mg/iv
Inf. Sanmol 4 x 120 mg jika panas
Inj. Ranitidin 2 x amp
Inj Diazepam 4mg pelan jika kejang
L-Bio 2 x 1 sach
Oralit
Zinc 1x 1 tab
Rawat inap di Mawar
Lab:
DL, UL FL
27
FOLLOW UP
22 Januari 2015
23 Januari 2015
24 Januari 2015
Subjektif
Subjektif
Subjektif
BAK + , jernih
BAK + , jernih
BAB - , mencret -
Makan/minum +/+
Makan/minum +/+
BAK + , jernih
BAB + , mencret 5x cair ada
ampas, lender (+), darah (-)
Makan/minum +/+
Objektif
Objektif
Objektif
KU: cukup
KU: baik
KU: baik
Kesadaran: CM
Kesadaran: CM
Kesadaran: CM
Suhu: 37,7oC
Suhu: 36,6oC
Suhu: 36,5oC
RR: 24 x/menit
RR: 20 x/menit
RR: 24 x/menit
HR: 96 x/menit
HR: 90 x/menit
HR: 90 x/menit
Pembesaran KGB -
Pembesaran KGB -
Pembesaran KGB -
PCH -
PCH -
PCH -
Pulmo: vesikuler, wh -, rh -
Pulmo: vesikuler, wh -, rh -
Pulmo: vesikuler, wh -, rh -
28
Genitalia: DBN
Genitalia: DBN
Genitalia: DBN
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan Lab
GDA
: 175
Urine Lengkap
Kimia Urine
Hemoglobin
: 12,2
Albumin
: Negatif
PVC
: 36
Reduksi
: Negatif
Leukosit
: 7.340
Nitrit
: Negatif
Keton
: Negatif
Hitung Jenis
Eosinofil
:3
Urubilin
: Negatif
Basofil
:0
Bilirubin
: Negatif
Neutrofil
: 59
Mikroskopis Urine
Limfosit
: 31
Lekosit
: 2-3
Monosit
:7
Eritrosit
: o-2
Trombosit
: 212.000
Epitel
: 1-2
Eritrosit
: 4,6
Kristal
: Negatif
Total Eusinofil
: 190
Silinder/cast
: Negatif
Lain Lain
: Negatif
Widal Test
S Typhi O
: Negatif
S Typhi H
: Negatif
Feses Lengkap
S ParaTyphi A
: Negatif
Makroskopis feses
S ParaTyphi B
: Negatif
Warna
: Coklat
Bentuk
: Lembek
Lendir
: Positif
Darah
: Negatif
Mikroskopis Feses
Amoeba
: Negatif
29
Ascaris L
: Negatif
Ancylos
: Negatif
Cyste
: Negatif
Trichosephalus
: Negatif
Lekosit
:1-2
Eritrosit
: 3-4
Lain lain
: Negatif
Berat badan
Berat badan
Berat badan
12 kg
12 kg
12 kg
Assessment
Assessment
Assessment
KD + Diare akut
Planning
Planning
Planning
Terapi:
Terapi:
Terapi:
Bed rest
Bed rest
Bed rest
Observasi
L-Bio 2 x 1 sach
L-Bio 2 x 1 sach
Oralit
Oralit
Zinc 1x 1 tab
Zinc 1x 1 tab
Lab: UL , FL
Rawat Jalan
30
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. RESUME
Laki-laki, 4 th, datang bersama orang tua dengan keluhan post kejang, kejang 1
kali setelah maghrib selama kurang lebih 5 menit, saat kejang tubuh kaku mata mendelik
ke atas, tapi tidak mengeluarkan busa. Panas sejak tadi pagi. Diare 5 kali sejak tadi pagi,
cair warna kuning, ada lendir, tidak ada darah. Kencing, jumlah normal, kuning, jernih,
tidak berbuih, tidak merah. Makan minum baik Tidak pilek, tidak batuk, tidak mual,
tidak muntah, dan tidak sesak nafas. Pasien memiliki riwayat kejang demam, sempat
kejang pada usia 8, 9 dan 12 bulan, namun tidak ada riwayat alergi dan sesak napas.
Keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit seperti ini, tidak ada yang memiliki
riwayat alergi, sesak napas, atau kejang. Imunisasi pasien lengkap.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran
compos mentis, tensi 100/70, nadi 96x/menit, RR 24x/menit, Tax 37,7 oC. BB 12 kg dan
PB 96 cm. Dari status general tidak didapatkan kelainan
Dari pemeriksaan penunjang yang menunjukkan kelainan adalah: Dari hasil lab
darah lengkap (22/1/15) didapatkan penurunan hematokrit yaitu 36% dan Hemoglobin
12,2 g/dl. Dari urinalisis dan feses (23/1/15) tidak didapatkan kelainan
Pasien dirawat di RSUD Moh. Saleh sejak 22 Januari 2015 sampai 24 Januari
2015.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan terjadinya kejang
demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai Penerbit FK-USU, 1999:144
2. Kejang Demam Pada Anak 2004 .Diakses dari www. IDAI.org.id, Tanggal 1 Februari
2015.
3. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: hal 59 62
4. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.2.
5. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992 . Nelson Texbook of Pediatrics. WBSauders
.Philadelpia .3.
6. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
7. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan
MedisKesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta5.
8. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.Jakarta.
9. Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta : Balai
Penerbit IDAI.
10. Boyle, J.T., 2000. Diare Kronis. In : Behrman, Kliegman & Alvin, Nelson, ed. Ilmu
Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1354-1361
11. Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin
Jendela, Data dan Informasi Kesehatan.
13. Suraatmaja, S., 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto.
14. Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, 2006. Pedoman Tatalaksana Diare. Available
from:http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman%20tatalaksana
%20diare.pdf [ Accessed 11 February 2015 ]
32