Anda di halaman 1dari 8

FUNGSI PENDIDIKAN

SEBAGAI PROSES TRANSFORMASI BUDAYA


Oleh : Lastiko Runtuwene, S.Ag, M.Pd

PENDAHULUAN
Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan manusia akan terus berkembang
sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan teknologi,
serta perkembangan proses pemikiran manusia. Perkembangan-perkembangan tersebut
tidak dapat disangkal dipengaruhi oleh pendidikan. Kecuali itu pendidikan adalah
bagian dari kebudayaan itu sendiri dan mempunyai pengaruh timbal-balik. Bila
kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah
akan dapat mengubah kebudayaan. Tampak bahwa pendidikan berperan dalam
mengembangkan kebudayaan. Pendidikan adalah medan manusia dibina, ditumbuhkan,
dan dikembangkan potensi-potensinya. Semakin potensi seseorang dikembangkan
semakin ia mampu menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab pelaku
(aktor) kebudayaan adalah manusia.
Tulisan ini membahas tentang fungsi pendidikan sebagai proses transformasi
budaya, dengan pokok-pokok pembahasan: konsep dasar tentang pendidikan;
kebudayaaan; dan selanjutnya fungsi pendidikan sebagai proses transformasi
kebudayaan

1. PENDIDIKAN
Jean Piaget (1896) menyatakan bahwa pendidikan berarti menghasilkan,
mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu peciptaan dibatasi oleh
pembandingan dengan penciptaan yang lain; pendidikan sebagai penghubung dua sisi,
di satu sisi individu yang sedang tumbuh dan di sisi lain nilai sosial, intelektual, dan
moral yang menjadi tanggung-jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut.
Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang, perkembangan ini bersifat
kausal. Namun terdapat komponen normatif, juga karena pendidik menuntut nilai. Nilai
adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk dalam mengidentifikasi apa yang
diwajibkan, diperbolehkan dan dilarang. Jadi, pendidikan adalah hubungan normatif
antara individu dan nilai.

Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi


hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup (long life education). Dalam
arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal. Sedangkan para ahli psikologi memandang
pendidikan adalah pengaruh orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa agar
mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubunganhubungan dan tugas-tugas sosialnya dalam bermasyarakat. Seperti yang diungkapkan
oleh Langeveld bahwa pendidikan atau mendidik adalah memberi pertolongan secara
sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya
menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung-jawab
susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.
Menurut John Dewey, pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun
daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada
sesamanya. Pengertian Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan
(sekolah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam
menguasai pengetahuan, kebiasaaan, sikap dan sebagainya (Dictionary Of Psychology,
1972). Sedangkan UUD Siksdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebagai proses mengubah tingkah-laku
anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai
anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu bearada.
Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih
ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga
anak menjadi lebih dewasa dalam konteks hidupnya sebagai pribadi maupun hidup
dalam masyarakat.

2. KEBUDAYAAN
Kebudayaan kata dasarnya adalah budaya. Budaya adalah segala hasil pikiran,
perasaaan, kemauan dan karya manusia secara individual atau kelompok untuk
meningkatkan hidup dan kehidupan manusia atau seara singkat adalah cara hidup yang
telah dikembangkan oleh masyarakat. Budaya dapat dalam bentuk benda-benda konkret
dan bisa juga bersifat abstrak. Benda-benda konkret misalnya, bangunan rumah, mobil,
televisi, barang-barang seni, tindakan-tindakan seni. Tindakan-tindakan seni seperti
cara menerima tamu, cara duduk, cara berpakaian dan sebagainya. Sedangkan contoh
yang abstrak ialah cara berpikir ilmiah, kemampuan menciptakan sesuatu, imajinasi,
cita-cita, kemauan yang kuat untuk mencapai sesuatu, keimanan dan sebagainya (Made
Pidarta, 2000: 2-3).
Dari kata budaya terbentuk kata kebudayaan. Kebudayaan menurut Taylor
adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni,
hokum, moral, dapat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (HAR Tilaar,
Hassan (1983) mengemukakan bahwa kebudayaan

1999: 39). Sedangkan

adalah keseluruhan dari hidup

manusia dan bermayarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai
anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral,
hokum, adat-istiadat dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan bahwa
kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota
masyarakat (Made Pidarta, 2000: 157).
Kebudayaan wujudnya beraneka-ragam menurut klasifikasi-klasifikasi tertentu.
Hassan (1983)

mengatakan kebudayaan berisi 1) norma-norma, 2) folkways yang

mencakup kebiasaan, adat dan tradisi, dan 3) mores. Sementara itu Imran Manan (1989)
menunjukkan lima komponen kebudayaan, yakni gagasan, ideologi, norma, teknologi
dan benda. Koentjaraningrat mengemukakan mengenai wujud-wujud kebudayaan
sebagai: 1) Kompleks gagasan, konsep, pikiran manusia di dalam kehidupan bersama,
2) Kompleks aktivitas atau kegiatan manusia di dalam masyarakat, 3) Benda-benda
karya di dalam suatu kebudayaan (HAR Tilaar, 1999: 85-86).

Dari pandangan-pandangan di atas dapat disarikan beberapa hal yang menjadi


hakekat kebudayaan, yakni:
1. Hakekat dan inti dari kebudayaan adalah manusia. Dengan kata lain
kebudayaan adalah khas insani. Hanya manusia yang berbudaya dan
membudaya.
2. Kebudayaan merupakan suatu pencapaian manusia yang bukan terutama
bersifat material. Bentuk-bentuk pencapaian manusia tersebut seperti : ilmu
pengetahuan, kepercayaan, ekonomi, seni dan sebagainya.
3. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti
hukum, adat-istiadat yang berkesinambungan.
4. Kebudayaan merupakan suatu realitas yang objektif, yang dapat dilihat.
5. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang solider atau
terasing tetapi yang hidup di dalam suatu masyarakat.
6. Kebudayaan diwariskan melalui proses tranformasi dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Proses transformasi kebudayaan antara lain terjadi
melalui pendidikan, karena kebudayaan berkaitan erat dengan pendidikan.
Karena pendidikan itu sendiri adalah bagian dari kebudayaan dan
perkembangan kebudayaan juga dipengaruhi oleh pendidikan.

FUNGSI

PENDIDIKAN

DALAM

PROSES

TRANSFORMASI

KEBUDAYAAN
Pembentukan dan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi
berikutnya merupakan suatu proses transformasi. Dalam proses transformasi itulah
pendidikan berfungsi. Jadi proses pendidikan adalah proses transformasi kebudayaan.
Salah satu fungsi yang mendasar dari pendidikan adalah untuk pengembangan
kebudayaan.
Fortes sebagaimana dikutip oleh HAR Tilaar (1999:54) mengemukakan tiga
variabel utama dalam transformasi kebudayaan, yaitu : 1) Unsur-unsur yang
ditransformasikan, 2) Proses tranformasi, dan 3) Cara transformasi. Unsur-unsur
transformasi kebudayaan adalah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan
mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat;
pelbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota

masyarakat tersebut; pelbagai sikap dan peranan yang diperlukan di dalam dunia
pergaulan dan akhirnya pelbagai tingkah-laku lainnya termasuk proses fisiologi, refleks
dan gerak atau reaksi-reaksi tertentu dan penyesuaian fisik termasuk gizi dan tatamakanan untuk dapat bertahan hidup.
Unsur-unsur itulah yang merupakan ikhtiar kebudayaan yang memungkinkan
berkembangnya peradaban manusia. Dalam konteks ini, maka pendidikan tidak hanya
merupakan

pengalihan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and

skliss), tetapi juga meliputi pengalihan

nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial

(transmission of cultural values and social norms). Kiranya dapat dikatakan bahwa tiap
masyarakat sebagai pengemban budaya (culture bearer) berkepentingan untuk
memelihara keterjalinan antara pelbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan
kebudayaan.

Kesinambungan

hidup

bermasyarakat

turut

dipengaruhi

oleh

berlangsungnya pengalihan nilai budaya dan norma sosial dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Kesinambungan ini dimungkinkan oleh orientasi pada nilai budaya yang
sama serta konformisme perilaku berdasarkan sosial yang berlaku.
Demikianlah pendidikan bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring
bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh spektrum kebudayaan :
sistem kepercayaan, bahasa, seni, sejarah, dan ilmu-ilmu dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya hanya bisa dialihkan (ditransformasikan) dari satu generasi ke
generasi lain melalui pendidikan dalam arti luas. Maka pendidikan sebagai prakarsa
yang meliputi proses pengalihan pengetahuan dan keterampilan serentak dengan proses
pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu sekaligus menjamin terpeliharanya jalinan
antar generasi dalam suatu masyarakat.
Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku manusia
sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh mana masyarakat
itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan tangguh-rapuhnya ketahanan
budaya (cultural resilience) masyarakat yang bersangkutan, yang terutama terukur
melalui apa yang terjadi dalam pelbagai pertemuan antar budaya (cultural encounters).
Hal ini nyata melalui sejarah timbul tenggelamnnya pelbagai ranah budaya dan
peradaban manusia sepanjang

zaman. Maka dapat dipahami jika pendidikan juga

ditujukan pada peneguhan ketahanan budaya.

Di samping itu juga fungsi pendidikan berkaitan erat dengan proses reliogiositas
(keagamaan) sebagai salah satu unsur budaya. Pendidikan sebagai budaya haruslah
dapat membuat peserta didik mengembangkan kata hati (suara hati) dan perasaannya
untuk taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. Bukan hanya pemahaman
dan perasaan yang harus dikembangkan, melainkan juga tindakan atas perilaku seharihari yang cocok (etika dan moralitas) dengan ajaran agama perlu dibina. Untuk
mencapai tujuan itulah pengalihan nilai budaya dan norma sosial dilakukan melalui
perkenalan dengan pelbagai sumber belajar yang relevan (Fuad Hasan, 2004, dalam
Tonny Widiastono, 2000: 54-56). Dalam konteks inilah mulai dibicarakan mengenai
proses-proses transformasi kebudayaan.
Proses transformasi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi.
Imitasi adalah meniru tingkah-laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya imitasi di dalam
lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap masyarakat lokal.
Yang diimitsi adalah unsur-unsur yang telah dikemukakan di atas. Transmisi unsurunsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Manusia adalah aktor dalam
memanipulasi kebudayaan. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi.
Proses indentifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan
manusia itu sendiri. Selanjutnya nilai-nilai unsur-unsur itu disosialisasikan artinya harus
diwujudkan dalam kehidupan nyata di dalam lingkungan yang semakin lama semakin
meluas. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan
lingkungan sekitarnya.
Ketiga

proses

transformasi

tersebut

berkaitan

erat

dengan

cara

mentransformasikan. Dalam hal ini ada dua cara, yaitu peran serta dan bimbingan.
Cara peran serta antara lain melalui perbandingan, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan
sehari-hari. Sedangkan bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan
dan hukuman.
Dalam proses transformasi kebudayaan tersebut di atas pendidikan berfungsi
untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai budaya
dari pelbagai lingkungan. Sudah dinyatakan bahwa hakekat dan inti sari dari
kebudayaan adalah manusia. Unsur hakiki dari manusia adalah kepribadian. Peranan
pendidikan di dalam kebudayaan dapat dilihat dengan nyata di dalam perkembangan
kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun

kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadian-kepribadian. Di dalam


pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan
dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan
kepada bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayan secara pasif tetapi
pelu mengembangkan kepribadian yang kreatif.
Kepribadian berhubungan erat dengan tingkah-laku manusia. Maka Ruth
Benedict menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk
tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah-laku manusia bukanlah
diditurunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi harus dipelajari kembali berulangulang dari orang dewasa dalam suatu genersi. Di sini dapat terlihat dengan jelas
pentingnya peranan dan fungsi pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.
Jadi proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau culture determined.
Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya melalui kemampuankemampuan kreatif yang memungkinkan

terjadi inovasi dan penemuan-penemuan

budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan seterusnya. tetapi melalui proses
interaktif antara pendidik.
Di samping

itu

juga

peranan

lembaga-lembaga

pendidikan

haruslah

mengkondisikan pengenalan, pemeliharaan dan pengembangan keseluruhan budya.


Dalam hal ini peranan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan. Di dalam lembagalembaga pendidikan (formal, non-formal, informal) terjadi interaksi budaya sekaligus
proses pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan. Di samping itu juga di dalam
lembaga-lembaga pendidikan mesti mengembangkan sikap penghargaan terhadap
budaya nasional dan daerah sekaligus juga daya kristis dan analitis terhadap budaya
luar. Terutama dalam lembaga-lembaga formal (sekolah-sekolah dan perguruan tinggi)
perlu dikembangkan nilai-nilai budaya secara intensif, inovatif dan ekstensif.

PENUTUP
Pendidikan sebagai proses perubahan tingkah laku dari seorang manusia menuju
pada kedewasaan. Salah satu indicator manusia yang dewasa adalah memiliki budaya
yang unggul dan tangguh. Artinya di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan,
memiliki juga nilai-nilai dan norma yang unggul pula dalam peri kehidupannya. Dalam
arti ini ia dikatakan sebagai seorang yang berbudaya dan dewasa secara utuh.

Pendidikan berperan penting untuk membentuk manusia yang dewasa dan


berbudaya. Sehingga pendidikan dikatakan sebagai enkulturasi, artinya proses membuat
orang berbudaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang disepakati
bersama dalam masyarakat. Jadi memang salah satu fungsi pendidikan adalah proses
tranformasi kebudayaan.

KEPUSTAKAAN

Ihsan Fuad, 2003, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Sagala Syaiful, 2003, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.

Widiastono D. Tonny, 2004, Pendidikan Manusia Indonesia, Jakarta: Kompas.

Pidarta Made, Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia,


Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Tilaar, H.A.R., Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung:


P.T. Remaja Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai