iodium-iodida
atau
senyawa-senyawa
yang
CuSO4.5H2O.
Pada metode iodometri ini,sampel yang bersifat Oksidator akan direduksi oleh KI (kalium
iodida) secara berlebih dan akan menghasilkan I2 (Iodium) yang selanjutnya akan di ttrasi
oleh Na2S2O3 ( natrium thiosulfat). Banyaknya volume Na 2S2O3 ( natrium thiosulfat) yang
digunakan sebagai titran itu setara dengan I2 (iodium) yang dihasilkan dan setara dengan
kadar sampel.
Larutan standard yang digunakan dalam metode iodometri adalah Na 2S2O3 (natrium
thiosulfat). Garam ini biasanya berbentuk dalam bentuk pentahidrat atau Na 2S2O3.5H2O .
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan cara penimbangan secara langsung,tetapi harus
distandarisasi dengan standard primer .Karena Na2S2O3.5H2O tidak stabil dalam jangka
penyimpanan yang lama.
Pada
pemeriksaan
metode
iodometri
perlu
dijaga
kestabilan
pH
(pondus
hydrogen).Larutan harus dijaga pada pH kurang dari 8.Karena jika pH lebih dari 8 atau
dalam suasana alkalis I2 akan bereaksi dengan Hidroksida(OH-) membentuk Iodida dan
hyphoiodit yang selanjutnya terurai menjadi Iodida dan Iodidat yang dapat mengoksidasi
thiosulfat menjadi sulfat. Sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif.
Indikator pada metode ini menggunakan amylum 2%. Amylum ini memiliki sifat sukar
larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi air membentuk senyawa kompleks yang
sukar larut dalam air jika bereaksi dengan iodium. Sehingga penanbahan amylum sebagai
Indikator tidak boleh ditambahkan pada awal reaksi. penambahan amylum sebagai
indicator sebaiknya diberikan menjelang titik akhir titrasi (pada saat larutan berwarna
kuning pucat).
Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna biru menjadi larutan bening (dari
warna biru sampai warna biru hilang). Jadi penambahan amilum yang dilakukan saat
mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan
menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi
harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I 2 yang mudah menuap. Pada
titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru
mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk
memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas
warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki
kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi.
Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka
:
Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan
kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air
yang tepat, karena Na2S2O3.5H2O meiliki sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam
itu dan tidak stabil dalam penyimpanan jangka lama. Oleh karena itu, zat ini tidak
memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. Natrium tiosulfat
(Na2S2O3.5H2O) merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut
:
2 S2O32-
S4O62- + 2e-
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium
kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer.
Larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3.5H2O) sebelum digunakan sebagai larutan standar
dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium bikromat
(K2Cr2O7 ) yang merupakan standar primer. Larutan kalium bikromat ( K2Cr2O7 )
ini
harus ditambahkan dengan asam klorida, warna larutan menjadi bening. Dan setelah
ditambahkan dengan kalium iodide (KI), larutan berubah menjadi coklat kehitaman.
Fungsi penambahan asam dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab
larutan yang terdiri dari kalium bikromat ( K2Cr2O7 ) dan klium iodide (KI) berada dalam
kondisi netral atau memiliki keasaman rendah.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
K2Cr2O7(aq) + 6KI(aq) + 14HCl(aq) 2CrCl3(aq) + 3I2(aq) + 7H2O(l) + 8KCl
I2-amilum
I2-amilum + 2S2O32- 2I- + amilum + S4O6Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi pada
permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan
iodium dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan
tercapai terlalu cepat. Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat
warna larutan yang dititrasi dengan Na2S2O3akan berubah dari biru menjadi bening,
dilakukan penambahan kalium tiosianat KCNS.