Anda di halaman 1dari 59

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Dengan nama Allah Yang Maha Pengsih lagi Maha


Penyayang

TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR


a. Tempat Lahir
Desa Bone (sekarang Kelurahan Bone) adalah
tempat / Desa kelahiranku, hanya saja kata Bone
tersebut bagi orang Sulawesi Selatan pada
umumnya yang terlintas dalam pikirannya adalah
Desa/Kelurahan yang berada dalam wilayah
Kabupaten Bone sebagai salah satu Kabupaten
terluas di Sulawesi Selatan, juga dikenal orang
karena selain jumlah penduduknya yang banyak,
logat bahasanya yang unik, budayanya, juga karena
Kabupaten Bone adalah salah satu daerah Kerajaan
di Sul-Sel, sementara Desa/Kelurahan Bone tempat
kelahirannku berada di wilayah Kecamatan Segeri
Mandalle (sekarang kecamatan tersebut telah
terbagi dua yaitu; Kecamatan Segeri dan Kecamatan
Mandalle) sebagai salah satu Kecamatan dari
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Dan
Kelurahanku tetap diwilayah Kecamatan Segeri.
Kelurahan Bone tempat kelahiranku berada pada
KM.75 dari poros Kota Makassar ke Kota Parepare
(Makassar ke Parepare 150 KM. Dari selatan ke
utara).
Sekarang Kelurahan Bone sangat jauh beda
dengan Desa Bone di tahun 70 an sewaktu aku
masih kecil, Kelurahan Bone dibelah dengan jalanan
poros tersebut. Dan jika kita dari kota Makassar ke
Parepare, maka sepanjang sisi jalan selain diapit
dengan deretan
perumahan yang sudah mulai
merapat juga terlihat hamparan sawah dan petakpetak tambak, sementara dari kejauhan sebelah

timur terbentang deretan pegunungan dan sebelah


barat dari kejauhan terlihat pepohonan hijauh yang
disebelah pohon tersebut adalah laut lepas.
b. Tanggal Lahir.
Pada setiap kartu identitasku seperti; KTP, SIM,
Kartu-kartu identitas lainnya atau surat-surat
berharga yang didalamnya termuat tentang tanggal
kelahiran, maka yang tercantum pasti tanggal 7
Agustus 1964. Padahal tanggal, bulan dan tahun
kelahiran tersebut belum tentu benar adanya dan
kalaupun benar hanyalah kebetulan, karena seingat
saya sewaktu saya di mintai dan didesak oleh salah
seorang guru SD.ku pada waktu itu saya tidak tahu
dan saya menyetor tanggal, bulan dan tahun
tersebut yaitu; tanggal 7 Agustus 1964 padahal
besar kemungkinannya saya lahir pada tahun 1963.
Yang pasti saya lahir pada hari Jumat disaat
Chatib sedang
diatas mimbar sebagainmana
keterangan orang-orang dekatku (banyak orang
bilang bahwa waktu kelahiranku adalah waktu baik)
Karena semua identitasku sudah seragam
sedang saya belum mendapat kepastian dari orang
tuaku sampai mereka meninggal dunia sehingga
saya tidak mempersoalkannya lagi.

SAUDARA
a. Saudara Kandung.
Yang diketahui orang banyak bahwa saya
bersaudara kandung
sebanyak 5 (lima) orang
semuanya laki-laki, yang benar adalah 6 orang dan
yang pertama lebih dahulu meninggal sewaktu ia
masih bayi, sedang yang hidup adalah;
No
Nama
Isteri/Suami
Domisili
1. H.Abdul Halim
Hj.Nurhayati
di Segeri
2. Drs.H.Kamaruddin, SH
Hj.Andi
Nahmawaty
di Baubau
3. H.Muh. Basri
Hj.Hamzina
di Jayapura

4. H.Abdul. Aziz
5. H.Muh. Kasim

Hj. ......Ena
Hj. ......Suri

di Nabire
di Nabire

b. Saudara Tiri.
Selain saya bersaudara kandung sebanyak enam
orang tersebut juga ada saudara tiri;
-1 (satu) orang saudara tiri perempuan dari Ibu
yang bapaknya meninggal sewaktu kakakku
tersebut masih bayi yaitu;
6. HJ. Maryam
H. Alimas, HB.
di Nabire
-2 (dua) orang saudara tiri perempuan dari
bapak/Ettaku karena dia sangat menginginkan anak
perempuan dan mereka adalah kembar, yaitu;
7. Hj. N u r
H. M. Alwi
di Jayapura
8. Hj. R o s
H. Haruna
di Jayapura
Cttn. Ut Adik Kembar.
Karena kembar orangnya mirip dan yang
membedakan Cuma tahi lalat di pipi (Nur ada
tahi lalat di pipi sedang Ros tidak ada).
Sewaktu adikku Nur mau ke tanah suci saya
menyalami dan merangkulnya tetapi ternyata
saya salah, sehingga adikku Ros berkata
kepada saya:
bukan saya kak yang mau
berangkat tetapi Nur.
Kedua adikku tersebut suaminya bersepupu
satu kali.
c. Saudara Angkat.
Saya dengan saudaraku yang lain banyak
perbedaan dan berakibat pada arahan pola hidup
kedepan juga karena dari lingkungan yang berbeda,
sebab sewaktu saya berumur sekitar 4 tahun kakak
dari Ibuku H.Nongki Dg. Marola dengan istrinya
Hj.Waru Dg. Ngugi hanya dikaruniai satu orang
anak perempuan yaitu Hj. Norma Dg. Tinno
sehingga pamanku mengambil saya sebagai anak
angkatnya bahkan pada akhirnya saya dijadikan

sebagai anak kandung sebagaimana termuat


didalam daftar gajinya.
Perbedaan lain dari saudara-saudaraku yaitu
tentang pencantuman nama orang tua/wali didalam
identitasku, karena untuk saudara-saudaraku yang
pasti tercantum untuk nama orang tua/wali adalah
Ramli Dg. Tebba sedang saya adalah Ramli Dg.
Marola (separuh nama orang tuaku dan separuh
nama pamanku), tentang awal ceritanya saya juga
tidak tahu pasti. Dan selanjutnya saya mengikuti
apa yang sudah termuat pada STTB SDku bahwa
saya adalah anak dari Ramli Dg. Marola.
Selain itu tambahan pada nama asliku dengan
saudaraku yang lain juga beda, karena mereka yang
laki-laki setelah tamat dari SMA diarahkan oleh
orang tuaku dibantu oleh kakakku Hj.Maryam
supaya mereka
berwira usaha dan merantau
kecuali H.Abdul Halim diupayakan supaya dia
menjadi PNS meskipun hanya golongan II supaya
dapat betah untuk tinggal di kampung bersama
orang tuaku dan ternyata upaya tersebut berhasil
dan terbukti karena dia saja yang tinggal di
kampung mendampingi orang tua sampai mereka
meninggal dunia sedang yang lainnya pada
merantau. Sehingga tambahan pada
nama asli
saudara-saudaraku Cuma huruf H karena mereka
sudah menunaikan ibadah haji sedang saya sebagai
anak angkat dari pamanku di arahkan supaya
menuntut ilmu dan kuliah dengan pandangan
bahwa: hanya orang yang berilmu bisa terbuka
pikirannya dan orang yang terbuka pikirannya,
hidupnya bisa lebih baik termasuk dalam hal materi,
dan oleh karena itu selain tambahan huruf H dari
nama asliku juga ada Drs. Dan SH.

PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar.

Saya masuk pendidikan dasar di kampungku


yaitu
di Sekolah Dasar Negeri (SDN) No. 10
Kelurahan Bone Keacamatan Segeri Mandalle
Kabupaten PangKep dalam usia 4 /5 tahun karena
waktu itu saya agak gemuk dan kelihatan besar
sehingga saya diikutkan bersama dengan kakakku
pergi kesekolah dan ternyata setiap tahunnya saya
juga dinaik kelaskan dan tamat bersama dengan
kakakku pada akhir tahun 1974 sedang saya masih
berumur 10 tahun meskipun pengetahuan dasar
saya masih sangat minim sekali.
2. Pesantren 6 Tahun.
Pada tahaun 1975 DPP IMMIM Ujung Pandang
membuka 2 Pesantren untuk sekolah lanjutan 6
tahun, setingkat dengan SMP/TSANAWIYAH 3 tahun
dan SMA / ALIYAH 3 tahun, yaitu : Pesantren IMMIM
Putra di Tamalanrea (KM 10 dari Makassar) dan
Pesantren IMMIM Putri Minasatene di Kabupaten
PangKep (KM. 50 dari Makassar).
Pembangunan
Pesantren
IMMIM
Putri
Minasatene disambut baik oleh pemerintah
Kabupaten PangKep yaitu bupati M. Arsyad. B.
Dan Kepala Kantor Departemen Agama H. Pachrul
Islam (kemudian beliau diangkat sebagai Direktur
pada Pesantren IMMIM Putri Minasatene tersebut).
Oleh bupati menginstruksikan kepada para Kepala
Kecamatan supaya masing-masing membangun
pondok di area pesantren dan kepada Kepala
Kelurahan / Kepala Desa supaya masing-masing
mengutus minimal dua orang calon santriwati dan
kalau tidak ada calon santriwati, maka laki-laki juga
dibolehkan karena waktu itu masih langkah orang
tua menyekolahkan anak perempuannya jauh-jauh
karena faktor budaya dan karena faktor ekonomi.
Orang tuaku/ pamanku sebagai Kepala Desa
waktu itu tidak menyia- nyiakan instruksi bupati
dengan mendaftarkan nama saya dan salah seorang
teman saya bernama Abd. Haris. tetapi kemudian

mengundurkan diri, maka pada tahun 1975 resmilah


saya sebagai santri pesantren IMMIM bergabung
dengan santri-santri lainnya dan santriwati dari
berbagai Kecamatan di Kabupaten PangKep kurang
lebih 100 orang.
Dua tahun kemudian atau tahun 1977 Pesantren
IMMIM Putri Minasatene sudah dihususkan hanya
untuk putri, sehingga kami yang tersisa beberapa
orang santri laki-laki harus pindah ke Pesantren
IMMIM Putra di Tamalanrea KM.10 Makassar dan
ternyata yang bersedia untuk lanjut Cuma 9 orang,
sebahagian mengundurkan diri dan sebahagian
sudah banyak yang keluar sebelum ada rencana
pindah ke Pesantren Putra, bahkan ada santri baru 3
bulan masuk pesantren sudah keluar.
Kami sembilan orang dari Kabupaten PangKep
bergabung dengan santri-santri lainnya di Pesantren
IMMIM Putra yang komunitasnya beragam suku dan
dari berbagai kabupaten di Sulawesi Selatan bahkan
ada dari luar propinsi Sulawesi Selatan (sewaktu
saya masih di pesantren tercatat 12 propinsi).
Sewaktu kami digabung/disatukan di Pesantren
IMMIM Putra pada tahun 1977 siswa kelas 3 nya
sekitar 60 orang, namun seiring dengan perjalanan
waktu sampai tamat dari pesantren dengan tepat
waktu 6 tahun (karena ada penambahan waktu
belajar tahun pada tahun 1979 semasa Mentri
Daud Yusuf) adalah sebanyak 20 orang, sebahagian
besar dari 60 an tersebut
mengundurkan diri,
bahkan ada 1 orang sudah kelas 5 masih
mengundurkan diri dan selebihnya juga karena
tinggal kelas.
Enam setengah tahun (6 ) menuntut ilmu di
Pesantren IMMIM adalah waktu yang cukup lama
bagiku dengan jadwal kegiatan harian yang sudah
ditentukan dan dipajang di kantor, harus diikuti
selama 1x24 jam dan apabila dilanggar akan kena
sangsi berupa hukuman membersihkan atau
hukuman fisik dan apabila pelanggaran berat

sangsinya harus dikeluarkan. Adapun


Kegiatan Harian di Pesantren yaitu;
J A

. . . - 04.30
04.30 - 05.00
05.00 - 06.00
sendiri di kelas
06.00 - 07.00
07.00 - 09.30
09.30 - 10.00
10.00 - 12.30
12.30 - 13.30
13.30 - 15.00
15.00 - 16.00
16.00 - 17.30
17.30 - 18.00
18.00 - 19.30
Isya
19.30 - 20.00
20.00 - 22.00
22.00 - 04.30
Malam.

Jadwal

E G I A T A N
Bangun pagi dan siap-siap untuk Shalat Subuh
Shalat Subuh
Kls. 1 belajar bhs di Mesjid, lainnya belajar
Mandi, Sarapan dan siap-siap masuk kelas
Belajar
Istirahat
Belajar
Shalat Duhur dan Makan Siang
Istirahat dan Tidur Siang
Shalat Ashar
Olah Raga / Belajar di Kelas
Mandi dan siap-siap ke Mesjid
Shalat Magrib, Tadarrus di Mesjid dan Shalat
Makan Malam
Masing-masing belajar di kelas
Mendengarkan Dunia Dalam Berita, lalu Tidur

Jadwal
kegiatan
tersebut
telah
banyak
menempah pola hidupku serta meninggalkan
berbagai macam ragam cerita yang tidak mungkin
saya ceritakan dalam tulisan ini kecuali hal-hal
yang saya anggap penting, utamanya setelah
dipindahkan di pesantren putra yang suasananya
sangat jauh beda dengan pesantren putri yang
terletak di daerah pedalaman dan belum ada
penerangan listrik sehingga untuk belajar pada
malam
hari
kami
terpaksa
menggunakan
dian/pelita yang kami bikin dari pena /ball point,
bahasa yang dipakai adalah bahasa daerah.
Sedangkan di pesantren putra yang terletak di
perkotaan sudah dipasilitasi dengan penerangan
listrik, bahasa sehari-hari yang di pakai adalah
bahasa Arab atau bahasa Inggeris serta dengan
disiplin yang ketat. Yang jelas masalah pelajaran
pesantren putra jauh lebih maju dari pada pesantren
putri.

Di antara cerita baik dan kesan buruk yang saya


alami yaitu:
1. Pada awal kami tiba di Pesantren IMMIM Putra
pada awal tahun 1977. Untuk pertama kalinya
saya menghatam Al-Quran sebagai pemanfaatan
waktu karena saya masih malas bergaul dan lebih
banyak di Mesjid.
2. Kami yang sudak kelas 3 Pada pripode
pembelajaran tahun 1977, sudah setingkat
dengan kelas 3 SMP atau kelas 3 Tsanawiyah
sudah harus mengikuti ujian akhir. Dan oleh
Direktur pesantren hanya berhasil mengurus
untuk kami diikut sertakan ujian akhir SMP pada
salah satu SMP Katolik di Makassar dan hasilnya
banyak diantara kami yang tidak lulus, termasuk
saya.
3. Kami yang pindahan dari IMMIM Putri harus belajar
keras untuk mengejar ketertinggalan pelajaran
dari IMMIM Putra. Dan terbukti 2 orang temaku
pindahan dari IMMIM Putri tidak naik kelas dari
kelas 3 ke kelas 4 yaitu: Mappiare (anak dari
Kepala Sekolah SDku) dan Hamka
yang
sebelumnya kedua temanku ini juga tidak lulus
ujian akhir SMP.Termasuk ketertinggalan saya
dalam masalah tulisan sehingga salah seorang
temanku dari Segeri nama Rusdi menganjurkan
supaya saya banyak latihan menulis sehingga
setiap kali saya mendapati kertas tercecer saya
selalu latihan menulis dan mencari format tulisan.
Dan hasilnya meskipun tulisanku tidak terlalu
bagus tetapi pada intinya saya dan orang lain bisa
membacanya, hanya saja tulisanku kadang miring,
berdiri, bersambung atau terpisah.
4. Kelas 4 di Pesantren adalah setingkat dengan
kelas 1 SMA/Aliyah, saya dan beberapa orang
temanku yang tidak lulus ujian akhir SMP tetapi
tetap naik ke kelas 4, maka pelajarannya adalah
pelajaran
kelas
1
SMA/Aliyah
dan
pada
pertengahan tahun ajaran ini sudah harus

ditentukan jurusannya apakah IPA atau IPS. Oleh


wali kelas Muhammad Ahmad (Ambo Reo)
menginginkan supaya kami satu jurusan saja,
yaitu jurusan IPA tetapi karena sebahagian
temanku sangat sulit mengikuti pelajaran exacta
dan meminta supaya tetap ada jurusan IPS dan
mereka juga mengajakku supaya memilih jurusan
IPS.
Meskipun jurusan IPS lebih dibawah nilainya dari
pada jurusan IPA, namun apabila dibandingkan
rengkinku dengan temanku yang ada di jurusan
IPA yang waktu itu kelas 4 sekitar 40 orang, saya
masih berada pada rangkin 10 besar dan sewaktu
kami tamat yang jumlahnya hanya 20 orang
(IPA/IPS), saya berada pada rangkin 7. Sedangkan
dalam jurusan IPS mulai dari kelas 1 SMA sampai
tamat saya tetap rangkin 1 dan setiap penaikan
kelas saya selalu mendapat hadiah buku dan
disoting untu berita daerah karena bersamaan
dengan penerimaan santri baru. (Saya senang dan
bangga tapi selanjutnya menjadi beban setelah
ada yang mengabarkan kepada orang tuaku bhwa
saya masuk TV dan menerima hadiah, sehingga
saya harus lebih giat belajar lagi). Sedangkan di
jurusan IPA yang selalu rangkin 1 temanku yang
sama-sama pindahan dari Pesantren Putri yaitu
Zainal Abidin, S.E (sekarang bos bawang di
Pasar Terong Makassar).
Saya juga tidak menyangka bisa bersaing dengan
teman-temanku yang dari awal di Pesantren Putra,
saya belajar karena takut tidak naik kelas apalagi
sudah pernah gagal tidak lulus ujian akhir SMP,
bahkan dari guruku ada yang sangsi terhadap
kemanpuanku seperti Ustas Saifullah (guru Ushul
Fiqhi) karena pada simester ganjil kelas 4 saya
mendapat nilai 3 tetapi pada semester genap
terjadi perubahan signifikan karena materi Ushul
Fiqhi hampir saya kuasai sehingga awalnya saya

mendapat nilai 9 tetapi karena gurunya sangsi lalu


diubah menjadi 8, padahal perubahan nilai-nilaiku
terjadi pada semua bidang studi.
5. Pada pertengahan tahun 1981 kami sudah sampai
pada akhir tahun ajaran pesantren setelah 6
tahun dan yang tamat sebagai alumni pertama
dari Pesantren IMMIM Putra sebanyak 20 orang
yang awalnya dari kelas 1 lebih 100
orang,
diantara kami sebahagian mengikuti ujian akhir
SMA sehingga mereka bisa mendaftar di UNHAS,
IKIP, 2 Orang masuk di UI, UMI, AKOP. Dan yang
belum mengikuti ujian akhir SMA /Aliyah hanya
satu pilihan yaitu mendaftar di IAIN (sekarang UIN)
dengan menggunakan Ijazah Pesantren 6 Tahun,
termasuk saya.
6. Untuk
melengkapi
kenang-kenangan
dari
pesantren, kami yang belum sempat mengikuti
ujian akhir SMA/Aliyah meskipun sudah kuliah
tetapi oleh direktur pesantren masih mengurus
dan masih memperkenangkan kami mengikuti
ujian akhir SMA/Aliyah untuk mendapatkan Ijazah
dan saya Cuma mengikuti ujian akhir SMA di SMA
5 Makassar, sehingga Ijazah yang saya peroleh
dari Pesantren sebanyak 4 lembar yaitu: 1. Ijazah
SMP. 2. Ijazah TSANAWIYAH 3. Ijazah SMA. dan
4. Ijazah PESANTREN 6 Tahun.
Selamat tinggal pesantrenku.
6 tahun telah menepah hidupku.
Pahit- manis telah kunikmati darimu.
Susah-senang telah kuarungi padamu.
Kau selalu kukenang dalam hidupku.
Kau selalu kurindukan dalam seharianku.
Kelak ada generasiku datang padamu.
Terbukti anakku yang pertama datang
padamu.
3.Perguruan Tinggi
Setelah saya tamat dari pesantren pada
pertengahan tahun 1981, maka untuk melanjutkan
pendidikan pada Perguruan Tinggi tidak ada pilihan

lain kecuali IAIN/UIN


sehingga saya dengan
beberapa teman yang senasib mendaftar di IAIN
Alauddin Ujung Pandang, karena saya belum tahu
seluk beluk kota Makassar maka saya selalu
bersama dengan teman yang tinggal dan besar di
Kota Makassar, yaitu; Anshar Ilyas (pernah jadi
ajudan Ibu Rektor Rasydianah dan terakhir sebagai
Pembantu Rektor di UIN Makassar sampai beliau
wafat pada pertengahan tahun 2011).
Sewaktu kami berdua meminta persyaratan
pendaftaran, kami ditawari pilihan Fakultas/ Jurusan
yang diminati dengan ketentuan dua pilihan,
sehingga apabila tidak lulus pada pilihan pertama
boleh jadi lulus pada pilihan kedua. Dan waktu itu
tanpa mengetahui latar belakang dan kedepannya,
juga baik buruknya kami memilih apa adanya.
Anshar Ilyas pilihan pertamanya Fakultas Adab dan
keduanya Fakultas Syariah, sedang saya memilih
sebaliknya, setelah pengumuman ternyata kami
lulus pada pilihan pertama.
Oleh orang tua
angkatku menitip dan
mengharapkan saya tinggal di rumah saudara
angkatku di jalan Kakatua, tetapi saya cuma tinggal
di rumah tersebut selama MASBIN sekitar 10 hari
karena setelah itu salah seorang temanku dari
Segeri juga dari pesantren
Muh. Rusdi
mengajakku untuk tinggal kost bersama di belakang
kampus dengan pertimbangan menghemat biaya
dan juga supaya bisa lebih serius belajar meskipun
tanteku/ tuan rumah Daeng Kanan sangat berat
untuk mengizinkanku karena takut dinilai tidak baik
oleh keluargaku di Segeri.
Selama saya tinggal di belakang Kampus IAIN
hampir setiap sore saya balik lagi ke Kampus untuk
mengulagi dan menghapal materi kuliah yang sudah
dikuliahkan, karena rasa cemas dan takaut gagal
apalagi sistim ujiannya Essay tidak seperti lagi
sewaktu di pesantren yang ujiannya pilihan ganda
dan hasilnya pada semester pertama dengan 8

materi kuliah, dari semua Mahasiswa Fakultas


Syariah yang sekitar 100 orang, tidak sampai 10
orang yang lulus pol pada gelombang pertama dan
saya salah satu diantaranya yang lulus pol, justeru
sebaliknya dengan serumahku M. Rusdi tidak
satupun mata kuliahnya yang dinyatakan lulus. Dan
sejak
itu
teman-temanku
sudah
mulai
memperhitungkan keberadaanku dengan mereka.
Setahun kemudian saya berselisih dengan
M.Rusdi sehingga saya tinggalkan dia kemudian
saya pindah dan
tinggal di rumah sepupuku
Salmiati/ Drs. Mappiare di Prumnas Tamalate Jln.
Bonto Dg. Ngirate Blok 20 No. 76 Mksr. (rumah
tersebut pada tahun 2004 saya beli dari mereka).

MUSIBAH BERAT
Diakhir tahun 1984 saya mendapat ujian berat,
Orang tuaku /pamanku H. S. DG. MAROLA
meninggal dunia karena penyakit liver. Lima bulan
kemudian, Ibu angkatku, Hj. Waru Dg. Ngugi juga
meninggal dunia karena kanker ganas setelah
dioperasi di R.S. Plamonia. Sejak meninggalnya
orangtua angkatku sepertinya tidak ada lagi masa
depanku dari menuntut ilmu di Perguruan Tinggi,
dunia ini tidak menentu lagi bagiku, saya ibarat
orang yang hanyut di sungai sempat tersangkut
pada ranting pohon tetapi ranting pohon tersebut
juga hanyut terbawa arus. Sementara orang tua
kandungku (Ettaku) yang tadinya membawa Kapal
Motor antar Pulau Sulawesi- Kalimantan- Bali, sudah
berhenti dan tinggal di kampung untuk bertani.
Tetapi mungkin untuk menjaga gengsi dan tanggung
jawabnya, juga karena melihat reputasiku dan
kemanpuanku selama di Pesantren sehingga dia
melarangku untuk berhenti kuliah, sementara saya
dengan kedua orangtuaku sangat berat untuk

meminta uang karena selain dari sejak kecil saya


tidak biasa dengan mereka, juga karena saya sadari
tanggung jawab orangtuaku terhadap saudarasaudaraku yang lain serta kemampuan ekonomi
orangtuaku pas-pasan.
Salah seorang dari ipar pamanku H. Abdul
Madjid Dg Masiga (sebagai Pengawas SD dan
mantan anggota DPRD Tk.II) juga prihatin melihat
nasibku, kemudian dia mengurus agar saya tetap
menerima pensiunan dari pamanku sebagai anak
kandungnya dan sebagai adik dari Hj. Norma karena
waktu itu saya belum berusia 25 tahun. Dan
Alhamdulillah saya pun berhak menerima pensiunan
pamanku setiap bulannya sebesar Rp. 25.000.Uang Rp. 25.000.- perbulan untuk biaya kuliah
dan biaya hidup sehari-hari bisa mencukupi apalagi
saya hampir tidak pernah jajan tetapi uang
Rp.25.000. saya bagi dua dengan kakak angkatku
dengan cara; apabila bulan ini saya yang
mengambil uang tersebut, maka bulan depannya
untuk kakakku dan apabila berturut-turut dua bulan
saya yang mengambil uang tersebut, maka dua
bulan berikutnya untuk dia. Yang jelas saya tidak
pernah egois dengan uang tersebut meskipun atas
namaku karena selain saya sadari bahwa saya
Cuma anak angkat juga saya kasihan dengan
kakakku yang sama-sama kehilangan tulang
punggung, apalagi dia mempunyai dua orang anak
perempuan
yang
masih
SMP
sebagai
tanggungannya karena telah ditinggal pergi oleh
bapaknya, meskipun juga saya tahu bahwa ada
beberapa petak sawah yang ditinggalkan pamanku
sebagai sumber kehidupan, bahkan dari sawah
tersebut ada husus untuk saya.
Dengan meninggalnya kedua orangtua angkatku
saya tidak betah lagi tinggal berlama-lama
dikampungku, di Makassar saya juga tidak betah
tinggal dalam rumah, bila saya sendirian saya
jengkel, saya meratapi diriku, saya merenungi

nasibku, terkadang saya menengadahkan kepalaku


Apakah masih ada harapan baik bagiku?, saya
lebih banyak jalan kaki kerumah teman-temanku
atau kerumah keluargaku hingga sampai kerumah
tanteku Puang Hj.Rose (mamanya Hj.Ena /isteri
adikku H.Abdul Azis), dirumahnya saya dapati
sepeda tua dan saya tanyakan sama suaminya:
+ Tidak dijualkah sepeda ini ?.
- Kenapa?, kau mau beli sepedaku ?
+ Saya mau beli yang baru tapi tidak ada uangku
- Kalau kau tidak malu memakainya, bayar saja
Rp. 10.000.Pada malam itu saya bayar dan langsung saya
gunakan pulang ketempat tinggalku dari Jalan
Pontiku ke Perumnas sekitar 5 Km., setiap hari saya
bersepeda termasuk ke Kampus karena urusan
kuliahku, bertambah banyak teman-temanku heran
dengan tingkahku karena setipe dengan saya sudah
seharusnya naik motor dan tidak pantas lagi
memakai sepeda meskipun terkadang juga muncul
rasa maluku, tetapi bagiku dan tekadku saya harus
selesai dari Sarjana Muda (BA) agar ada oleh-oleh
dari Perguruan Tinggi atau pernah kuliah dan
setelah itu saya mau bekerja atau merantau: Entah
kemana?.
Setelah selesai ujian meja dan lulus dengan
gelar Sarjana Muda (BA), dengan judul Risalah;
Tinjauan syariat Islam terhadap sistim pelayanan
tamu di warung-warung makan Segeri, Kabupaten
PangKep,
sambil
menunggu
dikeluarkannya
ijazahku saya mulai mencari kerja dan saya harus
mempunyai motor sehingga dengan rasa berat
sayapun meminta kepada orangtuaku untuk
dibelikan motor bekas dan saya berjanji dalam
hatiku,
jika
permintaanku
direstui;
inilah
permintaanku yang terakhir. Beberapa
hari
kemudian saya diberi uang sebesar Rp. 400.000.lalu saya membeli motor RS.100 seharga dengan
uang tersebut . Setelah memiliki motor dan sepeda

saya bertambah pusing karena belum punya


pekerjaan meskipun saya sudah berusaha. Dan atas
bantuan tetanggaku Pak JONI sayapun bekerja
disuatu CV, namanya CV. Rejeki Abadi di Jln. Lembe
(sekitar 6 Km. Dari Prumnas, saya sebagai
Sekretaris , masuk jam 08.00 jam 5 sore , istirahat
jam 12 .00 13.00 untuk shalat Dhuhur / makan
siang dengan gaji Rp. 40.000.-. Oleh karena saya
tidak pulang kerumah juga tidak membawa bekal
sehingga setengah bulan kemudian saya ditawari
oleh Bos/Toke untuk disiapkan makan siang bersama
dengan kepala gudang, setelah cukup satu bulan
saya menerima gaji Rp.40.000.dan besok hrinya
saya kekampusku, ternyata teman-temanku sudah
mendaftar untuk lanjut tingkat Doktoral (S1), saya
juga tergiur kemudian saya mendaftar
dengan
membayar uang SPP. sebesar Rp. 40.000.(dari uang
gajiku, besok harinya saya temui Bosku dan saya
nyatakan bahwa saya berhenti dari kerja karena
pekerjaan
tersebut
samasekali
tidak
ada
hubungannya dengan latarbelakang pendidikanku,
saya berterima kasih telah diterima bekerja dan
bonus makan siang setengah bulan, ternyata Bosku
juga sangat memaklumi.
Meskipun saya mempunyai motor dan sepeda
tetapi apabila ke kampus saya masih sering jalan
kaki sembari memikul beban pikiran kacau karena
tidak ada lagi pekerjaanku hingga akhirnya salah
seorang temanku nama Syamsul Bahri (sekarang
hakim di Pengadilan Agama Luwuk Banggae),
mengajakku untuk tinggal kost dan bergabung
dengan Rusli Mangkana
(sekarang Ketua di
Perngadilan Agama Kolaka) dengan mengatakan
tidak perlu dipikirkan biaya sehar-hari, saya pun ikut
dengan dia dan dengan rasa berat hati, saya pamit
sama sepupuku dan suaminya dengan alasan
bahwa saya mau serius kuliah. Meskipun mereka
berat untuk mengizinkanku tetapi mereka juga tidak

bisa menghalangiku, dan untuk menjaga perasaan


mereka maka dalam seminggu terkadang 2 kali
saya kerumahnya bahkan terkadang saya menginap
karena masih ada ranjangku dan sepedaku di
rumahnya utamanya pada malam jumat setelah
usai mengikuti pengajian di rumah HABIB
ABUBAKAR AL-ATAS (seorang ulama yang masih
menjaga statusnya bahwa ia mempunyai hubungan
nasab dengan RASULULLAH SAW.).
Baru sekitar setengah bulan tinggal bersama di
rumah kost antara Syamsul Bahri dengan Rusli
sudah mulai berselisih paham. Syamsul Bahri
memilih lebih baik pindah ketempat lain dan juga
mengajakku tetapi saya sudah tidak mau, yang
menjadi masalah ranjang yang kami pakai adalah
ranjangnya, sedang kasurnya dan kasurku serta
bantalnya sebelumnya sudah ditukar tambah sama
pembikin kasur. Dengan penuh keihlasan saya
relakan kasur tersebut dibawah Syamsul Bahri asal
saya disimpangkan 1 bantal kepala dan satu bantal
guling, sehingga sejak itu saya meratapi lagi
nasibku, hidupku sangat memperihatinkan karena
saya terpaksa tidur di atas meja dengan
menggabungkan mejaku yang lebih pendek 10 Cm.
dengan mejanya Rusli Mangkana karena saya sudah
berat hati dan malu untuk mengambil ranjangku di
Prumnas, selain itu timbul lagi niatku untuk berhenti
kuliah dan mau mencari pekerjaan atau sekalian
pergi merantau atau buang diri. Sementara orang
lain melihatku biasa-biasa saja, saya kelihatan tegar
layaknya tidak mempunyai masalah dan rajin
mengikuti pengajian di rumahnya Habib pada
malam Jumat (dimulai setelah usai shalat jamaah
Magrib dan ditutup setelah selesai shalat jamaah
Isya) lalu pamitan dengan Habib, semua jamaah
antri bersalaman dengan Habib dan mencium
tangannya dengan harapan akan mendapat berkah
lewat perantaraanya.

Pada suatu malam setelah pengajian tiba


giliranku untuk pamit dengan Habib, sayapu duduk
tersimpuh didepannya lalu
bersalaman dan
mencium tangannya tetapi sewaktu saya menarik
tanganku Habib tidak melepaskannya sehingga saya
memandangnya, dia tersenyum kepada saya
sehingga saya membalas senyumnya, lalu dia
mengorek-ngrek telapak tanganku
dengan jari
telujuknya (seperti salamanya antara dua teman
yang usil), saya heran dan betanya-tanya dalam
hatiku kenapa Habib memperlakukanku begitu
dikala
puncak-puncaknya
penderitaanku
dan
kekacauan pikiranku. malam itu saya menginap di
Prumnas dan semalaman saya memikirkan kelakuan
Habib, esok harinya sekitar jam 06.30 saya pamit
hendak pulang ke rumah kostku tetapi baru saja
saya keluar dari pintu pagar, salah seorang teman
pengajianku di rumah Habib dan sesama jamaah di
Mesjid Nurul Haq yaitu: H. Raf (Ketua Yayasan
SMP/SMA Nur Karya Prumnas) menegurku:
+ Dimana selama ini saya tidak pernah lihat?.
- Saya sudah pindah pak Haji, sekarang saya kost
di belakang kampus IAIN.
+
Apa bisa membantu saya di Sekolah karena
banyak guru-guruku terangkat
menjadi PNS!.
- Bisa saja, kapan?.
+ Kapan saja ada wakrunya?.
- Besok atau hari ini?.
+ Biar hari ini.
- Kalau begitu saya balik dulu untuk gantian.
Setelah saya tiba di SMP/SMA Nur Karya ternyata
sebahagian kelas kedengaran gaduh karena tidak
ada gurunya, sayapun diminta untuk masuk di kelas
2 SMP yang siswanya lebih 40 orang dan guru yang
ditunggu adalah guru Geograpi dan Kependudukan.
Oleh Ketua Yayasan memintaku untuk dapat
menenangkan kegaduhan siswa dengan caraku
sendiri tetapi saya balik meminta buku paketnya
dan saya katakan bahwa saya bisa menjelaskan

pelajaran tersebut karena saya juga tamatan SMA.


Pada hari itu juga oleh Ketua Yayasan dan Kepala
Sekolah mempercayakan kepada saya mengajarkan
bidang studi PSPB dan Sejarah untuk SMA dan
Pendidikan Agama untuk SMP. Dan sejak itu saya
mempunyai kegiatan tetap meskipun hanya
beberapa jam dalam seminggu dengan honor hanya
untuk pembeli bensin, tetapi saya merasa bahwa ini
merupakan jawaban pertama atas ujian berat yang
diberikan Allah SWT. Kepadaku dan setelah
bersalaman dengan Habib.
Pada bulan itu juga ada tetangga kostku yang
mau dijilidkan skripsinya dan saya meminta untuk
saya antarkan dipercetakan dengan seperti biaya
yang berlaku di Kampus, ternyata usaha tersebut
bisa memberiku imbalan yang patut disyukuri
sehingga saya menawarkan jasa kepada tetanggaku
/ teman -temanku kalalu ada yang mau dijilidkan
skripsinya atau risalahnya.
Karena saya rajin ke Kampus dan jarang pulang
kampung, maka teman
-temanku memintaku
menjadi Ketua Tingkat untuk semester IX dan X
atau tingkat terakhir sehingga penampilanku
berubah, selalu membawa tas didalamnya ada
kapur tulis, penghapus, absen kampus, absen untuk
muridku dan buku paket pelajaran SMP/SMA yang
saya ajarkan. Tugas ketua tingkat bukan Cuma
menjadikan saya bertambah sibuk, karena selain
saya mengajar, saya juga mengurus temantemanku dan kemauan dosenku, pada waktu itu
kami kuliah hanya 3 hari (mulai dari jam 07.00 s/d
13.00), teman-temanku merasa diuntungkan karena
mereka yang jauh tempatnya bisa menghemat
dengan 3 hari saja ke Kampus, sedang saya 3 hari
lainnya saya pergunakan untuk mengajar dan
dengan menjadi Ketua Tingkat saya tidak perlu
membeli diktat bahkan saya mendapat tambahan
uang capek menyalurkan diktat.

Musibah berat yang pernah saya alami, rasa


jengkel, prustrasi dan penyesalan terhadap nasibku
terkadang tidak terlintas lagi dalam ingatanku
sebab setiap hari ada saja kegiatanku dan sore
harinya saya masuk kampus lagi hanya untuk
belajar sendiri di ruangan kuliah yang kosong, kalau
terkunci saya meminta kuncinya sama Tahir
Maloko (sekarang sudah jadi dosen di UIN), saya
belajar di Kampus terkadang sampai jam 8 atau jam
9 malam diselingi dengan Shalat Jamaah Magrib dan
Isya di Mejid Kampus. Dan hasilnya saya yang
tertinggi nilaiku sedang masalah uang tidak
membebani lagi pikiranku, sebab selain uang
pensiunan yang saya terima Rp.25.000/ 2 bulan,
uang bensin dari honorku mengajar, juga kadang
ada pemasukan dari menjilid skripsi dan saya juga
tidak membeli lagi diktat.
Diawal pengurusanku sebagai Ketua tingkat saya
sempat pertanyakan sama sekretaris Fakultas Dra.
Nur Huda Nur Kenapa temanku Rahmadin bisa
menerima beasiswa sedang angkaku lebih tinggi
dari dia?, kemudian dijelaskan kepada saya bahwa
beasiswa hanya diperntukkan kepada orang miskin,
selanjutnya saya jelaskan kepada Ibu Sekretaris
Jika sekiranya saya orang kaya, maka tidak
mungkin saya mau naik sepeda masuk kampus atau
memakai motor bekas.
Pada suatu hari diawal semester terakhir sekitar
jam 13.00 siang,
Ibu Sekretaris memanggilku
keruangannya dan menyodorkan kepada saya
selembar map warna biru berlambang garuda dan
meminta kepada saya untuk melengkapi isi map
tersebut. Map apa ini Bu? Selamat ! Kamu
berhak menerima beasiswa
Supersemar ,
kemudian Ibu Sekretaris bertanya lagi kepada saya
Apa kamu kenal dengan Rusli Mangkana? Iya,
Bu. Saya serumah dengan dia, Kenapa? beritahu
dia supaya mengambil map ini diruanganku!.

Dengan hati riang gembira saya pulang kerumah


kostku, ternyata Rusli sebagaimana kebiasaanya
sedang tidur siang, saya menepuk kakinya dengan
keras, bangun !, bangun!, bangun!. Dengan penuh
keheranan dia bertanya ada apa? Kamu dicari Ibu
Sekretaris, kita sama-sama mendapat beasiswa
supersemar, denagn bergegas ia menuju ke
Kampus.
Beasiswa tersebut untuk dua semester dan
diterima 2 kali dengan jumlah sekitar Rp.30.000
perbulan, sewaktu diterima pertama kali saya dan
Rusli sama-sama memesan Jas satu stel untuk
persiapan ujian meja, bahkan jas tersebut saya
pakai sewaktu kawin, selebihnya uang tersebut saya
tabung di bank BRI, Rusli dibelikan mesin ketik
sedang saya sudah punya mesin ketik sebelumnya.
Dan penerimaan beasiswa tahap kedua sebesar
Rp.180.000. semua saya tabung diBank.
Pada masa kepengurusan Prof Dr. Nasaruddin
Umar
(Wakil Mentri Agama RI) sebagai Ketua
Keluarga Mahasiswa dan Anggota
Penerima
Beasiswa Supersemar (KMAPBS) IAIN Alauddin,
mempelopori kami untuk mengadakan Pameran
Buku dan Seminar Ilmiah di kalangan para dosen se
IAIN Alauddin, sebagai rangkaian kegiatan wisuda
dan kedua kegiatan tersebut sukses dan mendapat
apresiasi dari Ibu Rektor, bahkan diminta diantara
kami yang paling pantas diangkat menjadi pegawai
golongan II.(yang paling susah hidupnya).
Yang jelas bahwa pada masa semester 9 dan
puncaknya semester 10 saya sangat sibuk tapi saya
juga enjoi, saya disenagi sama teman-temanku,
saya dekat dengan dosen, nilai kuliahku semakin
bagus, saya yang tertinggi nilainya dari temantemanku, bahkan untuk Hukum Adat saya lulus
sebelum ujian, hanya saja waktu itu nilai ujian yang
tertinggi adalah angka 8, angka 9 untku dosen dan
angka 10 angkanya Tuhan (kata para dosen),
masalah uang tidak menjadi beban lagi bagiku,

justeru sebaliknya pada masa tersebut saya bisa


menabung
karena
saya
orangya
memang
sederhana, sepertinya saya di atas angin meskipun
saya tetap masih bisa menjaga diriku dari godaan
perempuan baik dari teman-temanku, sekampusku
atau dari kampus lain, seperti; IKIP, UMI, AKOP. Dan
selain itu saya tetap mengikuti pengajian mingguan
di rumah Habib dan tetap melaksanakan anjurannya
sperti Shalat Witir 3 rakaat sebelum tidur atau
sesudah shalat Isya dan shalat Dhuha 4 rakaat
sebelum ke Kampus dengan keyakinan bahwa orang
yang shalat Dhuha 4 rakaat setiap hari tidak akan
mati karena kelaparan, hingga akhirnya tiba
masanya Acara Diesnatalis untuk kakak tingkatku
dan penutupan kuliah untuk lektingku sekaligus
pelepasan KKN dan pengumuman lulus terbaik
selama perkuliahan yang diacarakan di Balai
Manunggal Makassar. Sewaktu tiba gilirannya
diumumkan siapa yang lulus terbaik dari jurusanku,
semua teman-temanku pada melihat kepadaku dan
saya juga dengan penuh harap namaku disebut,
tetapi ternyata
dugaan itu meleset yang
dinyatakan lulus terbaik adalah
Muh. Tayyib
(Hakim di Pengadilan Agama Polmas) padahal
nilaiku lebih tinggi satu angka dari dia. Pada saat itu
saya pulang kerumah kostku dengan kecewa berat,
saya jengkel kepada dosen Ilmu Falak karena saya
tidak lulus gelombang pertama, saya tutup pintu
kamar dan jendelaku sambil duduk merenungi
kejengkelanku, air mataku melelh sebanyakbanyaknya, setelah puas saya bertekad pada diriku
akan menjadikan Muh. Tayyib sebagai lawan
kompetisi selanjutnya.
Sambil menunggu pemberangkatan Kuliah Kerja
Nyata (KKN), sebahagian besar teman-temanku
pulang kampung kecuali yang betul-betul jauh
kampungnya,
sedang saya hanya pulang pamit
sama kedua orangtuaku dan kakak angkatku

kemudian balik lagi di Makassar karena masih


mengajar dan hampir setiap hari saya masuk
kampus hingga akhirnya saya ketemu dengan
temanku dari jurusan Tafsir-Hadits Harijah Damis
(Ketua
Pengadilan
Agama
Sidrap)
sedang
memegang map, setelah saya tanyakan ternyata
isinya pengajuan judul Skripsi karena kita sudah
diperkenankan
untuk
menyusun
Skripsi.
Pada esok harinya saya juga mengajukan 4 judul
yang kesemuanya berkaitan dengan peradilan
agama, ternyata 1 diantaranya disetujui yaitu;
Existensi Peradilan Agama Dalam Sistem
Peradilan di Indonesia, Judul tersebut sangat
memudahkanku karena salah seorang seniorku
Abduh Sulaiman (wakil Ketua Pengadilan Agama di
Jakarta) pembahasan skripsinya tentang Prospek
Peradilan Agama Dalam Sistem peradilan di
Indonesia. Sehingga 50% Skripsiku sudah tersusun
sebelum pergi KKN tanpa diketahui oleh temantemanku termasuk serumahku Rusli, padahal
penyusunan Skripsi termasuk rangkaian perkuliahan
yang sangat ditakuti bahkan yang tidak mampu
menyusun sendiri terpaksa membyar pada orang
lain.
Sewaktu menunggu pemberangkatan KKN salah
seorang pembimbing menawarkan kepadaku bahwa
ada lokasi yang dekat dengan kota Makassar,
seperti Maros dan Gowa tetapi saya justeru
meminta sama dia untuk ditempatkan pada lokasi
yang paling jauh, dia menganggap saya berpurapura dan menyuruhku untuk membuat permohonan,
karena saya tidak membawa kertas sehingga saya
mengambil sepotong kertas di tong sampah dengan
memohon untuk ditempatkan pada lokasi KKN yang
paling jauh (Kabupaten Polmas, Palopo atau Bone)
karena Cuma itu lokasi yang terjauh lebih 300 Km.
Dari Makassar dan ternyata saya di tempatkan di
Kabupaten Polmas, Kecamatan Wonomulio, Desa

Rappang. Sebanyak 6 orang (3 oranglaki-laki dan 3


orang wanita) dari berbagai fakultas dan mereka
mempercayai saya sebagai Ketua Kelompok.
Karena orangtua angkatku adalah Kepala Desa
/Lurah dan sering ditempati Maahasiswa KKN
sehingga terlintas dalam pikiranku hal-hal yang
perlu dipersiapkan bersama dengan anggotaku
seperti; perlengkapan alat tulis menulis, alat-alat
keterampilan serta masing-masing harus membawa
kue, biar satu kaleng biskuit supaya ada yang bisa
disuguhkan apabila ada tamu.
Lokasi kami adalah daerah pegunungan antara
satu dusun dengan dusun lainnya diantarai dengan
gunung dan tidak ada anggkutan umum kecuali
mencarter dokar/bendi, di Lokasi Kami ditempatkan
dalam sutu rumah di depan Kantor, Pak Desa tinggal
juga di Kantornya bersama dengan putranya
sehingga komunikasi antara kami dengan pak Desa
dan aparatnya lancar, sedang sesama kami pada
awalnya masih menjaga jarak tetapi setelah
seminggu, kami sudah kayak saudara bahkan saya
tidak mencuci lagi, anggota perempuanku
yang
ber gantian mencucikan karena banyak tugasku di
lapangan, apabila pacar mereka berkunjung (Ketiga
anggota perempuanku sudah punya pacar) saya
langsung sodorkan sama mereka baju kaos dan
sarung supaya dia betah dan nyaman untuk
menginap karena lokasiku jauh dari kota dan tidak
bisa langsung pulang apalagi mau ke Makassar.
Kami KKN 3 bulan, tuan rumahku adalah Kepala
Sekolah SD hanya mempunyai satu anak laki-laki
dan kemenakan laki-laki
(mereka masih SMP),
istrinya menjual sembako di rumah sedang
rumahnya yang terbesar di kampung tersebut, kami
dengan tuan rumah seperti orang tua dengan anak,
kami merasa istimewa karena tiap hari (pagi-sore)
minum susu (1 kaleng untuk 3 hari), untuk saya
tetap kopi susu sebagaimana kebiasaanku bahkan
banyak yang mengira saya anak orang kaya karena

saya merokok dan membawa beberapa slop dari


Makassar, padahal rokokku biasa-biasa saja merek
AIDA (sekarang sekelas dengan KONTRI). Dengan
aparat Desa kami akrab, kami kerja bareng dan
sering bergurau juga kepada pemuka masyarakat
dan anak-anak binaan, banyak karya kami yang
nyata, baik fisik seperti: perbaikan irigasi, perbaikan
papan Kantor, papan Mesjid dll, di non fisik seperti:
pengajian, ceramah, pendataan KB dan perlombaan
tingkat Desa.
Hari demi hari berlalu akhirnya cukup sudah 3
bulan, berat rasanya
mau meninggalkan Desa
tersebut, temanku yang tertua yang sering
dipanggil Pak Djafar dan sering membantu Ibu di
dapur,
seminggu
sebelumnya
sudah
sering
menangis karena sedih,
pak Desa memberikan
kami kenang-kengan sarung sutra mandar, saya
dibisiki bahwa sarungku yang terbaik (karena Saya
tidak terbiasa memekai sarung sutra saya berikan
kepada kakak angkatku sebagai kenang-kenangan),
berbagai macam makanan yang diberikan kepada
kami untuk bekal dalam perjalanan ke Makassar
seperti; nasi ketan (songkolo), telur masak, wajik.
Dari anak binaan kami, terkumpul pisang 13
tandang, kelapa 140 buah.
Setelah barang-barang kami sudah diatas mobil
truk, maka tibalah saatnya saya selaku Ketua
Kelompok untuk pamitan secara resmi dari mereka
yang sudah dari pagi-pagi menunggu dan
memperhatikan kami (mereka sekitar lebih 100
orang), setelah saya memberi salam, saya tidak
mampu lagi berbicara kecuali menangis dan semua
yang menyaksikan kami juga turut menangis hingga
kami bersalaman dan berpelukan. Tidak mungkin
kami ditangisi tanpa sesutu yang pantas, bahkan
ada seorang guru SD (anak dan ibunya meninggal)
tidak menangis tetapi dengan perpisahan kami dia
menangis.

Setelah kami berkumpul di Kantor Kecamatan


Wonomulyo, Kabupaten Polmas ternyata oleh-oleh
kami yang terbanyak. Lalu kami balik ke Makassar
dengan Mobil Pipos. selamat tinggal Desa
binaanku, sungguh berat kami meninggalkanmu.
Sepanjang jalan kaim bergurau dan senang akan
kembali ke Kampus atau ke kampung masingmasing, tetapi begitu mendekati Kampus 2 atau 1
Km. Perasaan kami akan berpisah dengan sesama
anggota yang sudah seperti saudara, 3 bulan
senasib di Kampung orang, langsung harus
berpisah, sulit bagi kami untuk mengambarkannya,
kami saling minta maaf, kami saling berpelukan dan
menangis.
Sepulang dari KKN, sebahagian besar temantemanku pada balik kekampunya, sedang saya
sudah mau menyelesaikan kegiatan kampusku
tetapi tidak sanggup, karena setiap kali saya
memulai bekerja selalu
teringat dengan Desa
KKNku, yang juga dialami oleh anggotaku sehingga
saya mengajak mereka untuk balik lagi guna
mengembalikan kenangan yang selalu mengganggu
kami.
Dalam tenggang waktu sekitar satu bulan
sebelum saya balik lagi ke lokasi KKN, saya cuma
sempat bersilaturrahmi dengan dosen pembimbing I
Drs. Djayatun, dan sewaktu saya dalam perjalanan
kerumahnya saya melihat orang mengerumuni
kepiting/ketam hitam di Pelelangan, lalu saya
belikan sekitar 10 ekor karena beliau tahu kalau
saya dari PangKep (daerah tambak), dengan basabasi
sayapun berbohong kepada dia, Bahwa
secara kebetulan saya mau ke rumahnya, kakakku
datang menjual ikannya dan juga membawakan
saya kepiting, berarti ini termasuk rezeki Ustadz.,
beliau
sangat
senang
dan
mengharapkan
secepatnya saya menyelesaikan skripsiku, padahal
waktu itu saya cuma makan ikan tembag di rumah

kostku. Tetapi beliau memang pantas saya hormati


karena
orangnya
sederhana,
ilmunya
luas,
menghormati tamunya, termasuk saya sebagai
mahasiswa yang berkepentingan diladeni dengan
baik, dijamu dengan minuman susu
Pada waktu kami kelokasi KKN lagi, berbagai
macam cerita yang disampaikan kepada kami,
seperti; Tuan rumah juga meninggalkan rumahya
sekitar 5 hari, sedang anaknya tidak betah tinggal
berlama-lama dalam rumahnya, aparat desa
terkadang cuma 2 hari berkantor, sekitar Kantor
sepi karena tidak ada lagi anak-anak yang bermain.
Dan setelah 4 hari di Lokasi kami sudah merasa
legah, lalu kami kembali ke Makassar untuk
melanjutkan tugas kami selaku mahasiswa.
Sebulan lebih setelah KKN, sebahagian temanku
sudah pada masuk kampus, mereka sudah mulai
kasat-kusut untuk mencari dan mengajukan judul,
mengajukan
draf,
sedang
skripsiku
tinggal
dirampungkan dan diketik, 20 hari kemudian sudah
rampung dan saya ajukan ke pembimbing I (Drs.
Djayatun), beliau memintaku supaya datang lagi 3
hari yang akan datang, ternyata skripsiku sudah
dikoreksi
dengan
perbaikan
seadanya pada
bahagian Bab. I dan II. (Saya menganggap bahwa
itu adalah pemberian berharga bagi saya, tetapi
sebelumnya
beliau
juga
sudah
mengetahui
kesungguhan dan kemanpuanku karena sewaktu
saya mengajukan draf sama dia, memintaku
mencari 4 buah buku dan besoknya saya sampaikan
bahwa saya sudah dapat kecuali karangan Supomo,
boleh jadi buku tersebut sudah tidak diterbitkan lagi
karena tidak ada lagi toko buku yang besar yang
menjualnya sambil saya yakinkan bahwa semua
toko buku di Mksr, saya miliki no.telponnya sebab
saya
pernah
panitia
pameran
buku),
dan
menyampaikan kepada saya bahwa Bab. III dan IV
bahagiannya pembimbing II (Drs. H. Busairi

Djuddah), pada sore itu juga saya langsung


kerumahnya dan saya sampaikan bahwa pak
Djayatun sudah mengoreksi Bab. I dan II hanya 3
hari, Bab. III dan IV untuk Bapak, beliau heran dan
mempertegas + hanya 3 hari?. - Iya Pak.
Kalau begitu saya juga 3 hari.
Meskipun sudah 3 hari,
saya masih belum
kerumahnya pembimbing II dan besoknya di
Kampus
beliau
memanggil
saya
masuk
keruangannya dan menyampaikan bahwa skripsiku
sudah dikoreksi, tinggal diikuti petunjuknya dan
diketik.
Pada bula Maret 1987 Skripsiku sudah rampung
dan saya sudah siap mengikuti ujian meja
bergabung dengan kakak lektingku, karena dari
selektingku masih sementara menyusun bahkan
dari berbagai Fakultas, sayapun di uji meja dan lulus
dengan predikat BAIK dan berhak memakai gelar
sarajana DRS. (duktorandus).
Sebulan kemudian Ijazahku sudah jadi, lalu saya
tinggalkan rumah kostku ke rumah pamanku
(saudara Ibuku) di Jln. Datuk Patimang No.9.C.sebab
serumahku Rusli sepertinya merasa terbebani
karena dia yang mengajak saya untuk tinggal
bersama, ternyata saya bisa melampaui dia selesai.
Faktanya saya sudah selesai dari IAIN Alauddin
Makassar karena sudah memiliki ijazah tetapi saya
belum diwisuda dan wisudanya diagendakan pada
tanggal 31 Desember 1987. Dan karena saya
terbiasa dengan kesibukan yang terarah, kemudian
tidak ada lagi urusanku di Kampus kecuali
menunggu wisuda dan menunggu kalau ada
penerimaan pegawai, saat itu saya sudah mulai
bingung hingga akhirnya saya ditawari oleh
tetanggaku di Prumnas membina sekolah baru
Yayasan SMP/SMA 66 di Jene taesa, Kecamatan
Bantimurung, Kabupaten Maros. Saya menjadi
Kepala Sekolah SMAnya dengan pertimbangan saya

mempunyai banyak waktu dan tinggal di belakang


sekolah.
Sekolah tersebut disambut baik oleh masyarakat
setempat, karena siswa SMA tidak perlu lagi ke
Maros yang jaraknya sekitar 4 Km. SMP sekitar 2
Km., para guru, siswa dan masyarakat sangat
senang melihat kemajuan sekolah tersebut. Tetapi 3
bulan kemudian saya berkesimpulan bahwa ada
sesuatu yang tidak beres, seperti;
1. Tata Usaha perempuan yang diterima sebanyak 3
orang, mereka diterima karena membayar,
bahkan ada yang sampai orang tuanya menjual
kudanya.
2. Antara
Ketua
Yayasan
dengan
pelaksana
pembangunan kelihatan tidak akur.
3. Uang SPP diambil Ketua Yayasan tanpa
sepengetahuan
denganku
sebagai
Kepala
Sekolah.
Akhir Agustus 1987 saya pamit dari masyarakat
setempat, saya mulai dari pak Desa (dia juga salah
seorang orang tua siswiku), dia heran dan mengira
saya tidak betah karena tinggal digubuk di belakang
sekolah sehingga menawari saya untuk tinggal di
rumahnya, lalu saya jelaskan bahwa saya mau
bersiap-siap untuk mendaftar jadi pegawai. Dua
orang pemuka masyarakat memberiku ayam jantan
sebagai kenang-kenangan dan salah seorang
diantaranya mengajakku ke rumahnya, sewaktu
ayamnya mau diberikan kepadaku, anak bapak
tersebut menangis dan seketika itu pula sepertinya
saya mendapat hidayah, kemudian saya berterima
kasih dan menjelaskan bahwa: Ini adalah ayamku,
sekarang ayamku saya berikan kepada adik ini
untuk dipelihara baik-baik!, orang-orang disekitarku
mengaggu-anggukkan kepalanya lalu saya pamit
kembali ke Makassar, 5 hari kemudian sekolah
tersebut dilempari batu sama masyarakat karena
tidak senang sama Ketua Yayasan dan akhirnya

Yayasan tersebut diambil alih oleh Dikbud


Kabupaten Maros.
Pada pertengahan bulan Oktober 1987 terbuka
penerimaan pegawai di Lingkup Departemen
Agama, dengan klasifikasi; Depag, IAIN, Pengadilan
Agama dan Guru Agama. Khusus Pengadilan Agama
formasinya hanya 40 orang seluruh Indonesia, saya
mendaftar di PA bersama beberapa orang
selektingku dan kakak lektingku, sebahagian
selektingku tidak sempat mendaftar karena belum
selesai termasuk serumahku Rusli Mangkana. Dua
minggu kemudian saya mendaftar lagi di UNHAS
untuk formasi Dosen Agama, tetapi yang lulus Cuma
satu orang, yaitu remaja Mesjid Kampus Unhas.
Tanggal 31 Desember 1987 saya diwisuda,
timbul niatku untuk tidak mengikuti wisuda karena
selain membuang-buang uang, ijazahku sudah lama
di tanganku bahkan sudah 2 kali saya pakai
mendaftar, tetapi demi untuk pengalaman hidup
dan juga untuk memperlihatkan ibuku suasana
kampus sayapun mengeluarkan danaku untuk
wisuda.

MENCARI KERJA
Sebagaimana
lasimya Mahasiswa/i setelah
selesai dari tugasnya kuliah, maka selanjtnya adalah
mencari pekerjaan atau mengabdikan ilmunya yang
telah diperoleh selama pendidikan atau sudah tiba
saatnya untuk mandiri dan mencari uang sendiri
termasuk juga dengan saya. Tetapi bukan berarti
bahwa selama ini saya tidak mempunyai pekerjaan
selain dari pada kuliah atau semua biaya kuliah dan
biaya hidup bersumber dari orang tuaku, sebab
sebagaimana telah kukemukakan terdahulu bahwa
dengan
meninggalnya
pamanku/
orang
tua
angkatku, maka hampir saja kuliahku terputus
andaikan
saya
tidak
mempunyai
pekerjaan

sampingan dan diantara pekerjaan sampingan yang


saya pernah lakoni, yaitu:
a. Bekerja di CV. Rejeki Abadi (Usaha Expor
damar) selama 1 bulan
b. Guru Honorer pada SMP/SMA Nur Karya
Prumnas, selama 2 tahun, juga
c. Join dengan percetakan untuk menjilid skripsi.
d. Ketua Tingkat semester IX dan X.
e. Menerima beasiswa Superrsemar semester IX
dan X.
f. Guru Honorer pada SMP/SMA 66 Jenetaesa,
Kecamatan Bantimurung, Kab.Maros (Kepala
Sekolah SMA), selama 3 bulan.
Karena saya termasuk cepat selesai dan telah
memperoleh ijazah sebelum wisuda sehingga
mempunyai
kesempatan
melamar
pekerjaan
sebelum wisuda yaitu ;
a. Di Pengadilan Tinggi Agama Makassar.
b. Di UNHAS (untuk tenaga Edukusi), tetapi saya
tidak lulus.
Setelah wisuda saya Cuma menunggu hasil ujian
penerimaan pegawai pada Pengadilan Tinggi Agama
Makassar, dua minggu setelah wisuda saya
dinyatakan salah satu diantara 17 orang peserta
yang lulus melalui radiogram RRI Makassar pada
jam 7 malam dan diminta kepada peserta yang lulus
supaya segera melengkapi berkasnya.
Dan yang
istimewa dari pengumuman tersebut karena saya
sedang berada ditengah-tengah orang yang saya
cintai, sewaktu saya sedang membuat kalegrapi di
rumah orang tua termasuk kakak angkat saya juga
hadir, semalaman saya tidak bisa tidur hingga saya
ke Makassar pagi harinya.
Di Pengadilan Tinggi Agama
Makassar
pengumuman
sudah
ditempel
pada
papan
pengumuman, 40 orang dinyatakan lulus seluruh
Indonesia
lengkap
dengan
penempatannya,
terbanyak dari PTA Makassar yaitu; 17 orang dan 3
orang diantaranya adalah selektingku, yaitu Mame
Sadapal (Ketua Pengadilan Agama Tuban), Abdul

Latif (Ketua Pengadilan Agama Unaaha), pada


pengumuman
tersebut
Mame
Sadapal
ditempatkan di PA NTB, Abdul Latif di PA Kolaka
sedang saya di Pengadilan Agama Tanjung Selor
Kalimantan Timur. Setelah melengkapi berkas kami
(40 orang) masih diharapkan mengikuti phisicotes
untuk disaring menjadi hakim yang waktunya
ditentukan kemudian, sehingga saya pulang
kampung membantu kakaku menanam padi.
Beberapa bulan kemudian kami diuji psikotes,
saya memulai dari rumah temanku Abdul Latief
dari Km. 10 Mksr. Karena khawatir dengan
motornya, kami selalu belajar meskipun kami juga
optimis diluluskan karena hanya 40 orang
tetapi
nyatanya tidak demikian, hanya sebahagian kecil
saja yang lulus
yaitu mereka yang sempat
mengikuti bimbingan phisicotes termasuk temanku
Latief, sedang saya diantaranya yang tidak lulus
karena saya tidak pernah tahu sebelumnya bahwa
ada bimbingan phisicotes meskipun saya selalu
bermalam di rumahnya Latif dan memboncengnya
pergi ujian.
Setelah usai pendidikan hakim bagi yang lulus
phisicotes sekaligus dalam rangka masing-masing
pergi ketempat tugas, saya tidak menyangka
dikirimi surat oleh Drs.Imron Kamil (Pegawai
Badilag ) dan meminta kepada saya supaya segera
melengkapi berkas saya dengan surat keterang
bahwa saya benar-benar tamat SD dalam usia 10
tahun dan apabila surat keterangan saya tersebut
terlambat,
maka
kemungkinan
besar
akan
diusulkan tahun depan. Dan dalam waktu seminggu
atas bantuan H.Abd. Madjid Dg. Masiga (Ipar ibu
angkat ku) Surat Keterangan tersebut saya sudah
kirim, tetapi sewaktu SK temanku dibagikan
ternyata SKku tidak ada sehingga sayapun
memberanikan diri untuk pergi ke Jakarta dan
ternyata SKku tidak bisa lagi diterbitkan kecuali

tahun depan, meskipun pihak BAKN Pusat bersedia


menerbitkan asal ada pengusulan dari DEPAG.,
bahkan di DEPAG sebahagian berkasku sudah hilang
(untungnya sebelum saya ke Jakarta Ketua
Jurusanku sewaktu kuliah Drs.H.Busairi Djuddah)
menyarankan saya supaya menyiapkan berkas
beberapa rangkap, sayapun kembali dari Jakarta
dengan tangan hampa dan tetap mengharapkan
bantuan dari pak Imron Kamil di BADILAG dan pa
Makil Mustafa di BAKN.
Di awal tahun 1989 saya ke Jakarta menyusuli
lagi SKku, tetapi sebelum berangkat saya
kerumahnya Habib Abubakar Al-Atas meminta
untuk di doakan, setelah mendengar maksud
kedatanganku beliau lalu masuk kamarnya sekitar
20 menit kemudian meyampaikan kepada saya
pergi saja, mudah-mudahan berhasil dan menitip
salam kepada tuan rumah yang saya tinggali Drs.H.
Bunyamin Mattalitti. Di Perumahan Kompleks
DPR/MPR Kalibata karena dia juga salah seorang
anggota pengajiannya.
Sewaktu di Jakarta saya menyempatkan diri
untuk silaturrahmi dengan temanku Mudhar Bintang
yang sedang mengikuti kader Kiai di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan menginap semalam
diasramanya, sekarang dikenal Drs.K.H.Mudhar
Bintang (Ka Kanwil Depag Kendari), besok harinya
saya mencoba mencari tahu apakah ada alumni
Pesanmteren
IMMIM
yang
kuliah
di
Syarif
Hidayatullah, ternyata saya bertemu dengan
sepupuku Mustaqim. Sore harinya, saya diantar
bertemu dengan adik-adik alumni saya dari IMMIM
yang kuliah di LIPIA, mereka sekitar 10 orang dan
dirumah kost mereka saya merasa aman karena
selain rame juga saya bisa menghemat biaya hidup
karena mereka dibiayai oleh pemerintah Saudi
Arabia, sambil saya mengurus Skku saya juga
sempat kekebun Jahe pa Mardin Amkas adik pa

Herman (tetanggaku di Datuk Patimang Mksr) yang


berlokasi di Ceberem Cimahi Bandung, saya tinggal
di lokasi tersebut sekitar 2 bulan lebih, sehari
sebelum bulan Ramadhan saya balik ke Jakarta
karena di daerah perkebunan tersebut terlalu
dingin, dua minggu usai lebaran saya ke Jogja
selama satu minggu ketemu dengan alumni IMMIM
yang kuliah di Jogja dan saya sempat bertemu
dengan sepupuku Rahmawati Madjid yang kuliah
di ASTI.
Setelah SKku sudah jadi di BAKN dan tidak
diragukan lagi juga saya sudah mengetahui NIPku
dan penempatanku yang tadinya di PA Tanjung Selor
Kalimantan Timur berubah yaitu Pengadilan Agama
Baubau Sulawesi Tenggara, meskipun saya tidak
bisa mengambilnya
tetapi saya sudah merasa
legah dan tidak ragu lagi, dan seiring dengan itu
saya sudah mulai jenuh tinggal di Jakarta karena
tidak ada kegiatanku yang menghasilkan uang dan
saya juga sudah malas untuk kembali di perkebunan
jahe di Ciberem sehingga sayapun balik ke
Makassar.
Di Pengadilan Tinggi Agama Makassar, formasi
penempatanku sudah ada, dan saya disampaikan
bahwa; baru saja terjadi pergantian Ketua untuk PA
Baubau
dan ketua barunya
Drs.M. Hasyim
Hamjah, SH. tinggal di Perumnas Makassar, lalu
saya mencari beliu dan setelah bertemu beliau
mengajak saya ke Baubau untuk jalan-jalan sekitar
3 hari, tetapi kemudian dia mengajak saya untuk
menemani dia di rumah jabatan karena istrinya
masih di Makassar, maka mulai dari akhir bulan
Agustus 1989 saya sudah mulai berkantor di
Pengadilan Agama Baubau meskipun SK CPNS.ku
baru tiba di tanganku sebulan kemudian.

MENCARI JODOH

Seiring
dengan
perputaran
waktu,
bertambahnya umurku menjadi 26 tahun dan
tercapainya satu demi satu cita-citaku (sudah
selesai kuliah/sarjana dan mempunyai pekerjaan
tetap/PNS) dan apa yang menjadi harapan
keluargaku,
maka
sudah
saatnyalah
saya
mempunyai pendamping hidup atau menikah. Bagi
sebahagian orang mempunyai pekerjaan tetap
merupakan persyaratan untuk menikah tetapi bagi
saya adalah persayaratan untuk mencari jodoh,
tetapi bukan berarti bahwa selama ini saya tidak
laku dikalangan wanita. ada juga menjadikan masa
SMAnya adalah masa yang paling indah karena
pada masa tersebut pertama kali mengalami masa
puber dan menjalin cinta sehingga sulit untuk
dilupakan atau dialami pada masa kuliah. Tetapi
yang pasti bagiku bahwa selama di SMA/Pesantren
karena hidup dalam komunitas santri laki-laki
sehingga jauh dari pergaulan, perasaan dan godaan
perempuan yang ada Cuma canda-ria antara
sesama
santri
meskipun
sudah
ada
juga
diantaranya yang katanya mempunyai pacar.
Di awal-awal kuliah antara kami masih saling
mempelajari tetapi bukan berarti tujuannya adalah
untuk menjalin asmara karena banyak juga diantara
kami yang tujuannya semata untuk kuliah dan kalau
terjadi interaksi dengan teman perempuan hanya
sebatas kenalan atau teman sebagaimana yang
saya alami dan dialami oleh teman selektingku
yang cepat menjadi sebagai PNS. Seperti Abdul Latif
(Ketua PA Unaha), Mame Sadafal (Ketua PA Bantul),
Rusli Mangkana (Ketua PA Kolaka). Apalagi saya
yang dihantui denagn kegagalan dan rasa malu
pernah tidak lulus ujian akhir SMP tetapi bukan
berarti tidak ada teman perempuan sekampus atatu
beda kampus yang dekat hanya kami tidak mau
merespon karena memang belum terpikirkan untuk
itu, dan lebih para lagi setelah saya kena musibah

berat dengan meninggalnya kedua orang tua


angkatku karena jangankan memikirkan menjalin
hidup dengan orang lain, memikirkan diriku sendiri
ibarat telur di ujung tanduk apakah saya bisa
selesai kuliah atau putus ditengah jalan, terlebih lagi
setelah kedua orangtuaku merestui permintaanku
untuk dibelikan motor bekas agar saya bisa mencari
pekerjaan sampingan sambil kuliah dan tekadku
dalam hatiku tidak akan meminta uang lagi,
sehingga bagiku untuk menikah di Sulawesi Selatan
adalah suatu hal yang mustahil karena banyak
membutuhkan uang.
Semakin kuat tekadku mencapai cita-citaku,
maka semakin tinggi pula prestasiku daiantara
tema-temanku dan semakin dikenal pula prestisiku,
sehingga harapan dan godaan dikalangan temantemanku, kenalanku dan dari keluargaku juga
bertambah, utamanya setelah saya lulus untuk
menjadi PNS. Selain itu kadang saya usil terhadap
teman-temanku jika saya melihat mereka ada
perhatian denganku atau dekat denganku dengan
cara menulis puisi di bukunya atau saya
menyelipkan puisiku yaitu;
Sejak pandangan mata pertma
Terlintas niat dalam kalbu
Rasa keinginan menjalin cinta
Sejuta pautan kata nan mesra
Ingin kusampaikan dikala kita berdua
Bunga cinta bagaikan permata
Kini telah bersemi dalam dada.
Atau kata-kata mutiara dari Bahisatul Badiyah di
Ramalah Iskandariayah Mesir diperuntukkan pada
sahabatnya putri kerajaan Balsam yang kami
pelajari sewaktu di Pesantren.
Kecerahan dilangit, kejernihan dilaut
Gambaran hati kita berdua
Setelah itu saya cuek karena memang tidak ada niat
samasekali.

Setelah
saya
yakin
bahwa
SKku
tidak
bermasalah lagi sewaktu saya di Jakarta, maka
fokuslah rencanaku untuk mencari pendamping
hidup sehingga saya menyempatkan diri ke Jogja
yang selain untuk bertemu dengan teman- temanku
dari alumni IMMIM tetapi juga untuk mencari
kepastian dari sepupuku Rahmawati yang kuliah di
ASTI, karena sewaktu kami masih anak-anak sering
di olok-olok bahwa telah dijodohkan oleh orang tua
angkatku (pamanku), juga sudah dua orang yang
melamar dia kepamanku sebagai orang yang
dituakan dalam keluarga kami dan lamarannya
ditolak dengan alasan bahwa dia masih sekolah/
kuliah, maka dengan menghargai jasa-jasa kedua
orangtua angkatku dan jasa-jasa orangtuanya
Rahma yang telah mengurus bahwa; saya anak
kandung dari pamanku sehingga saya berhak
menerima pensiunannya sampai saya selesai kuliah
dan yang mengurus perbaikan ijazah SD.ku bahwa
saya benar-benar tamat SD dalam usia 10 tahun.
Tetapi dia mengatakan kepada saya bahwa kita
kayak bersaudara saja (karena saya dengan
saudara-saudaranya sering bergaul dan berkumpul
dalam acara keluarga bahkan saya lebih dekat
dengan mereka dari pada sepupu satu kaliku selain
Hj. Norma). Di Jogja dia juga sudah punya pacar
dari daerah Aceh, dan saya sering jalan-jalan di
Jogja dengan memakai motor pacarnya tersebut.Dengan adanya pernyataan tersebut tidak
sedikitpun rasa kecewaku karena memang diantara
kami tidak ada hubungan selain saling menghargai
sebagai keluarga, bahkan menjadikan saya legah
dapat menentukan hidupku kedepannya apalagi di
Jakarta saya sudah berkenalan dengan perempuan
dari
keturunan
Padang,
namanya;
Henni
Yamahasa dipanggil dengan Cien karena dia
seperti orang china, lahir di Jakarta dan waktu itu
sedang kuliah di Perbanas. Selama saya di Jakarta

setiap minggu pergi senam di pelataran Monas dan


main bulu tangkis bahkan nonton di bioskop.
Meskipun keluarganya senang denganku dan
merestui hubunganku namun sewaktu saya
menyampaikan bahwa penempatanku di Baubau
Sulawesi Tenggara dia tidak akan mau ikut dengan
alasan takut disia-siakan dan dia juga mau
menikmati jerih payahnya sebaga mahasiswi
Perbanas yang alumninya bisa langsung diterima
diperbankan terkecuali saya segera pindah tugas ke
Jakarta dan persyaratan ini
suatu hal yang
mustahil, disisi lain saya juga merasa tidak cocok
tinggal di Jakarta sebagaimana apa yang saya
rasakan selama kurang lebih setahun, saya merasa
lebih cocok tinggal di Kota yang menengah
kebawah, sehingga hubungan kamipun putus dan
saya berjanji dalam hatiku tidak akan pacaran lagi.
Selanjutnya saya sudah tidak betah lagi tinggal
di Jakarta dan SKku juga sudah tidak bermasalah
lagi sehingga saya tinggal mempuas-puaskan diriku
ke tempat rekreasi seperti; Dunia Pantasi Ancol,
Taman Mini, Ragunan dan selainnya lalu saya pulang
ke Makassar.
Sebelum saya ke Baubau bersama dengan calon
Ketuaku Drs.H. Hasyim Hamjah,SH. Saya masih
sempat tinggal di Selatan sekitar 3 bulan dan saya
sempat menginap di rumah temanku Muh.Said
Syarif yang bapaknya juga guruku di Pesantren
IMMIM Putri, dia bertanya kepada saya apa saya
sudah menikah atau sudah punya calon?, saya
katakan belum dan saya meminta untuk dicarikan
santriwati hanya saja saya belum mempunyai uang.
Dia malah mensupport saya untuk memilih anaknya
pak Direktur Pesantren/Kepala Kantor Departemen
Agama Kab. Pangkep H.Fahrul Islam,BA karena
ada anaknya yang kuliah di Unhas, saya katakan
bahwa terlalu jauh jaraknya dengan saya dan saya
juga malu hati ketemu dengan dia apalagi istrinya
pernah menjamin saya sewaktu diopname di Rumah

Sakit Umum Pangkep selama seminggu ketika saya


ditabrak motor pada saat berboncengan dengan
kemanakan Prof. Dr. Syahruddin Kasim (mantan
rektor IKIP), dengan luka lecet pada bagian kaki dan
luka diatas lutut sebanyak 12 jahitan.
Karena guruku tersebut tetap mendukungku dan
mengatakan bawa saya diminta datang di rumahnya
pak Fahrul tanpa mau menemaniku, maka
sepetrtinya saya dikerjain tetapi bagi saya sesuatu
yang baik perlu perjuangan, maka dengan rasa
cemas, takut dll. Tetap saya memberanikan diri
meskipun beliau sudah tidak mngenaliku karena
sudah lebih 10 tahun tidak pernah ketemu, setelah
saya memperkenalkan diriku dengan segala
sesuatunya dan tujuanku disuruh datang oleh
Ustads Syarif kepada dia dan isterinya, ternyata
kedatanganku disambut hangat, hanya saja beliau
tidak bisa mengambil keputusan karena anaknya
sedang di Makassar dan seminggu yang lalu dua
orang teman laki-lakinya bertamu, dia khawatir
kalau ada diantaranya teman akrabnya dan dia
akan menanyakannya, kemudian saya disuguhkan
teh dan kue tar oleh seorang perempuan berjilbab
(orangnya OK juga) setelah berlalu, dia menjelaskan
bahwa yang tadi adalah kemanakannya dari Jawa
Tengah, sedang mengabdi di Kantornya dan akan
diangkat menjadi PNS tahun depan, namanya juga
sama dengan anaknya yaitu; Fahriah Muntihani.
Kok bisa?, kata dia itulah kekuasaan Allah 2 orangn
bersepupu satu kali namanya sama.
Untuk kepastian dia menyuruh saya datang 3
hari kemudian dan jika yang dikhawatirkan benar
adanya, dia menawarkan saya kemanakannya
tersebut, setelah 3 hari ternyata dia belum sempat
ke Makassar karena kesibukan menyambut 17
Agustus 1989 dan baru pagi itu mau ke Makassar
karena ada acara di gedung Balai Manunggal ABRI
atas kedatangan Menristek B.J.Habibie, dan

mengajakku bersama
ke Makassar, sehingga
motorku saya titip di Kantor Veteran PangKep, tetapi
sepupuku, teman-teman lain dan Ketua Veteran
Letnan Saguni (bapaknya Salmiati yang saya beli
rumahnya di Mksr.) mengajak saya aktif karena
anak-anak veteran PPM (Pemuda Pancamarga
Marga) PangKep. akan mengadakan kegiatan dalam
rangka 17 Agustus dan mereka juga heran sebab
hampir setahun baru saya muncul, dan saya
katakan pada mereka Nanti lusa saya datang, saya
mau ke Mksr bersama dengan pak Kandepag.
menghadiri acaranya B.J.Habibie, setelah acara
tersebut sayapun berpisah denagn beliau.
Di awal bulan Agustus 1989 saya tinggal di
Kantor Veteran PangKep, kami anak-anak PPM
PangKep larut dengan kesibukan, siang-malam kami
bekerja, terkadang di Kantor Veteran atau di Kantor
Kodim, berbagai macam kegiatan kami gelar, kami
berkemah, bersimulasi melawan penjajah, kami
mengadakan napaktilas 45 Km. Dari perbatasan
Kabupaten Barru ke kota Pang Kep. dengan
melintasi perkampungan, hutan, jalan setapak,
sungai dan rintagan lainnya dengan melibatkan
semua instansi, organisasi kepemudaan, Kecamatan
dan yang istimewa para Veteran, karena kegiatan
kami di tahu oleh Ketua Legium Veteran profinsi SulSel H.Andi Mattalatta, maka beliau datang tanpa
diundang sehingga pak Bupati Kapten M.Natsir
sangat senang, kegiatan kami berlanjut sampai
memasuki upacara 17 Agustus 1989 dengan segala
rangkaian acara/kegiatan, kami bergabung dengan
Muspida, kami dilengkapi dengan pakaian seragam,
baju kaos. Oleh pak Kapolres Firman Gani saya
diberi SIM C kami mendengarkan pidato Presiden di
Kantor Dewan, Renungan Malam, siarah ke
T.M.Pahlawan, tabur bunga dll.
Pada acara resmi kadang saya diperhatikan oleh
pak Fahrul dan istrinya sebab saya belum

kerumahnya karena selain saya sibuk, malu, juga


teringat tekadku yang dulu bahwa setelah saya
dibelikan motor saya tidak akan meminta uang lagi
dari orang tuaku. Dan kalau saya menikah di Sul-Sel
pasti saya keluar dari tekadku, apalagi jika saya
menikah di PangKep karena biar pak Bupati kenal
dengan saya, dan saya juga kenal baik dengan
kemanakannya St.Hunaniah. Bahkan saya sempat
dibikin kaget sewaktu ada acara di Kantor Dewan,
saya tidak menyangka dia menyuruh MC supaya
saya
naik
podium
mewakili
PPM
PangKep
menanggapi tentang Kemerdekaan.
Saya sangat kaget, ingin rasanya saya lari dari
kenyataan apalagi dihadapan para muspida dan
para Kepala Instansi yang berpakaian sipil lengkap
dan
yang
saya
ingat,
yaitu;
saya
tidak
menyampaikan hormat 1/1 tetapi tanggapan saya
cukup bagus yaitu; Kalau orang tua kami para
veteran merebut kemerdekaan dengan bambu
runcing menggunakan otot, maka kami anakanaknya berkewajiban untuk mempertahankannya
dengan pena runcing menggunakan otak.
Seminggu setelah 17 Agustus saya ke rumahnya
pak Hasyim Hamjah Ketua baru PA. Baubau, dia
mengajakku ke Baubau untuk jalan-jalan, sayapun
ikut dengan rencana 3 hari tetapi begitu tiba saya
diajak tinggal bersama di rumah jabatan PA. Dan
diberi tugas untuk mengantar pergi dan pulang
kantor, memasak di rumah, di Kantor saya juga
selalu mengantar surat sebab saya yang memegang
kunci motor dinas Honda CB.
Karena saya dalam proses mencari calon istri,
maka selain saya berusaha juga tetap memohon
kepada Allah agar dimudahkan dan dipertemukan
dengan perempuan yang cocok untuk saya dalam
segala hal, hingga kami diundang oleh Drs. H.A.M.
Syahir Baso untuk nonton bareng siaran tinju di
rumahnya sekaligus makan siang. Karena ada gadis
cantik yang membantu istrinya pa Syahir

menyiapkan kami makanan, lalu pa Ketua bertanya


apakah itu adiknya, dijawab bahwa itu sepupu
istrinya ditambah dengan beberapa penjelasan,
saya pura-pura cuek sambil nonton tetapi saya
menyimak dengan baik-baik sehingga pa Ketua
mencolek dan memberi isyarat supaya saya
memperhatikannya, yang saya pikirkan bagaimana
caranya saya bisa berkenalan dengan dia tanpa
perantaraan Pa Syahir, karena yang saya dengar
rumahnya dekat dengan rumah jabatan yaitu di
jalan Pattimura tanpa tau nomornya, sehingga
hampir setiap usai shalat subuh saya jalan pagi
tetapi tidak pernah ketemu samapi pada suatu
ketika ada AMD dan dirangkaikan dengan
KADARKUM gabungan dari berbagai instansi (PN, PA,
Kepolisian, Kejaksaan, Dikbud dan Depsos), dari
kegiatan tersebut saya bertemu dengan seorang
Polantas Drs.Abdullah dia tahu dengan gadis
tersebut tetapi tidak terlalu kenal kecuali isterinya.
Pada suatu malam sesudah shalat isya saya
kerumahnya pak Abddullah minta tolong untuk
diperkenalkan, dia mengatakan pada suatu saat
saya akan diperkenalkan, tetapi saya mau malam
itu juga dia bingung bagaimana caranya, saya
bilang caranya gampang suruh dulu isterimu
kerumahnya gadis itu untuk membritahu bahawa
yang pernah dijamu dirumahnya pa Syahir mau
kenalan, kalau dia tidak mau usahakan pulang
sebelum 15 menit tetapi kalau dia tidak keberatan
kami akan menyusul. Nanti pa Abdullah pura-pura
mencari isterinya dengan alasan anaknya menangis,
pasti dia akan keluar dan memanggil kita masuk
kerumahnya. Usul dan cara saya tersebut dituruti
dan berhasil.
Besoknya setelah pulang kantor saat pa Ketua
lagi istirahat saya pergi bertamu sendiri karena saya
sudah kenalan namanya ANDI NAHMAWATY

sehabis bertamu saya kerumahhya pa Abdullah dan


dia bertanya,
+ mau kesana lagi?,
- saya sudah dari sana.
+ Jadi saya tidak diajak
Buat apa saya ditemani, sayakan sudah tahu
jalan
+ Ooh, begitu!!!.
yang mendorong saya untuk maju terus, selain
karena kecantikannya dan selainnya, juga setelah
mendengar
jawabanya
bahwa
meskipun
penghasilan cuma Rp.5.000/ bulan kalau orangnya
pintar mengatur juga bisa cukup.
Oleh karena tekanan darah tinggi yang hampir
10 tahun diidap orang tuaku semakin parah
sehingga saya dipanggil pulang dan salah satu
penyebabnya karena dia kecewa sama kakakku Abd.
Halim, dimana orang tuaku mau menyelesaikan
tanggungjawabnya
sama
dia
dengan
mengawinkannya dengan keluarga tetapi setiap ada
keluarga yang ditawarkan sama dia, kakakku tidak
mau dan sewaktu saya memediasi, kakakku memilih
meninggalkan rumah lalu orang tuaku seakan-akan
menyuruhku kawin saja kalau ada pilihanku tanpa
menawarkan diantara keluarga kami, karena orang
tuaku tidak mau disesalkan sama keluarga yang alin
apabila saya memilih salah satu diantaranya dan
saya katakan mungkin saya akan kawin di Baubau.
Sebenarnya
dengan
adanya
motor
dari
orangtua,
saya
tidak
mengharap
lagi
keterlibatannya apabila saya menikah tetapi karena
saya ditawari sehingga sayapun bersemangat
apalagi umurku sudah 26 tahun.
Ringkas cerita, usai lebaran Idul Fitri tahun 1990
saya balik ke Baubau dengan terpokus pilihaku pada
Andi Nahmawati diantara gadi-gadis yang saya
kenal di Baubau setelah saya pernah kerumahnya 3
kali dimana tidak pernah ada kalimat untuk
menolakku sehingga pada suatu malam saya

kerumahnya lagi disana saya bertiga dengan Ibunya


dan saya melamarnya, Bahwa kami sudah sama
kenal dengan anak Ibu dan kami bermaksud untuk
menikah. Oleh karena itu kami mohon untuk
ditunjukkan bagaimana caranya!, calon mertuaku
hanya mengiya dan akan membicarakannya dengan
kelurganya dan saya meminta ada kepastian dua
hari kemudian tetapi ternyata belum (boleh jadi
karena bingung atau mengira saya Cuma mainmain), sehingga saya tambahkan 3 hari lagi, tetapi
menjelang besok malamnya seakan-akan saya
mendapat bisikan bahwa saya akan menghadapi
orang banyak karenanya saya meminta tolong sama
ketuaku bahwa saya akan ditunggu melamar secara
resmi besok malam sama perempuan yang pernah
melayani kami dirumahnya pak Syahir. Pa Ketua
heran karena selama ini tidak ditahu bahwa saya
sudah kenal dengan gadis tersebut, dan pada
malam itu juga menyuruh saya memanggil
DRS.M.Natsir dan istrinya, pa Syahir dan isterinya
(karena isterinya bersepupu dengan Andi Nahma)
dan Drs.Ambo Asse.
Besok malamnya orang-orang dari kantorku
pada melamarkan saya dan dengan titipan bahwa
uangku cuma satu juta tanpa ada embel-embel
(ujung aju) dan kalau tidak disetujui berarti bukan
jodohku.
(Cttn.Meskipun
ada
dorongan
dari
orangtuaku
tetapi
tetap
saya
tidak
mau
membebaninya sedang saya masih berstatus Capeg
dengan gaji Rp.50.000/ bulan).
Akhirnya kami menikah pada hari Jumat sama
dengan hari kelahiranku tanggal 25 Mei 1990 M.
bertepatan dengan tanggal 30 Syawal 1410 H.
Dengan dihadiri oleh ibuku dan kakak angkatku.
Bulan pernikahanku tersebut ada juga yang
mempermasalahkan karena dilangsungkan diantara
Idul Fitiri dengan Idul Adhah (bulan taccipi), tetapi
bagi saya tidak menjadi masalah.

TEMPAT

TINGGAL

Saya menikah pada perinsipnya sudah siap


bertanggung
jawab
dengan
tempat
tinggal
meskipun hanya berupa kamar kost tetapi istri saya
pada saat itu tidak mau ikut karena selain di
rumahnya masih ada kamar kosong juga karena
yang duluan berkeluarga diantara 10 orang
saudaranya adalah dia, sedang bapaknya sudah
meninggal dan rumahnya juga tidak jauh dari kantor
(Apa kata orang?), sehingga saya turut dengan dia
meskipun saya rugi dengan kontrakan 3 bulan dari 6
bulan.
Bergabung dengan mertua dan ipar-ipar,
memang terasa tidak ada kemandirian sementara
rumah kios di bagian depan sudah terlebih dahulu
dikontrakan dan yang tersisa cuma kandang ayam
seluas 6x8m2 disamping rumah dan sudah lama
tidak dipungsikan. Saya usulkan kalau itu saja yang
ditempati tetapi istriku khawatir kalau saya malu
padahal justru sebaliknya saya ragu jika dia malu
tinggal di tempat tersebut. Namhun oleh karena
istriku mengatakan dengan senang hati mau belajar
mandiri, maka kandang ayam itu kami sulap ibarat
istana sesuai dengan penghasilanku sebagai CPNS
dengan gaji Rp.50.000/bln. Ada kamar tamu dengan
kursi kayu milik mertua, ada kamar tidur dengan
dinding kertas semen berlapis-lapis memakai tiang
dari belahan bambu, pelaponnya dari karung goni
sedang untuk mandi dan buang hajat masih
numpang di rumah mertua.
Karena kandungan istriku lagi 3 bulan
melahirkan, mertuaku juga seakan-akan malu jika
cucu pertamanya lahir ditempat tersebut, maka dia
mengusulkan kepada yang mengontrak rumah kios
tersebut untuk pindah saja di tempat lain karena
akan ditempati oleh kami, setengah tahun kemudian
kami ditawari supaya tempat tersebut dibeli dengan
perjanjian dibayar sebahagian selebihnya dinilai

sebagai hibah untuk istriku, kelak tidak akan


menerima lagi waris. Kamipun setuju dan tertuang
dalam Surat Kesepakatan kecuali adiknya Andi
Rifai yang belum bertanda tangan karena masih di
Mksr dan sambil menunggu kedatangannya. Di
bagian belakng rumah tersebut kami rencana untuk
menambah 2 kamar apalagi ada rencana ibuku akan
singgah setelah balik dari Nabire.
Material bangunan sprt; semen dan pasir, juga
tukang sudah siap untuk memasang pondasi
besoknya bersamaan dengan batu gunung akan
tiba, tetapi pada malam harinya sewaktu saya
sodorkan Surat Kesepakatan tsb. Untuk di
tandatangani Rifai ternyata dia keberatan dengan
pertimbangan, masih banyak adik-adiknya yang
boleh jadi akan bisa memanfaatkan tempat tsb,
tetapi kalau ditinggali silahkan saja, maka malam itu
juga kami batalkan rencana kerja dengan pa Tukang
dan pesanan batu gunung.
Tentu saja saya dan istriku kecewa berat bahkan
terkadang air mata kami meleleh dan jengkel
menerima kenyataan ini apalagi sudah siap bahan
bangunannya, mungkin mertuaku juga demikian
hanya dia tidak ngomong karena dia orang sabar
apalagi telah menerima uang dari kami sebanyak
Rp.2.500.000.-sehingga dia menyodorkan mobilnya
sebagai konpensasi tetapi saya katakan belum
saatnya saya memakai mobil dan boleh jadi kelak
saya memakai mobil bukan karena mobil itu.
Catatan: Penolakan kesepakatan adik iparku
memang pahit rasanya tetapi itulah
yang terbaik
oleh Allah untuk kami berdua yang rasa manisnya
kami nikmati di kemudian hari juga dinikmati oleh
adik Iparku A.Masud dan A.Harun serta saya jauh
dari rasa iri dari ipar-iparku yang lain.

Karena terdesak oleh kondisi yaitu; semenku


mulai membatu dan pasirku numpang di tanah
orang sehingga saya jadikan batako dengan target
20 biji sebelum kekantor dan 20 biji sepulang dari

kantor meskipun awalnya berat bagiku karena saya


tidak pernah kerja bangunan, tetapi lama kelamaan
malah saya enjoi karena enak makan dan nyenyak
tidur bahkan setelah pasirku habis, saya masih
memesan sampai 3 ret pasir karena semen yang
saya peroleh dari pembongkar semen disamping
rumah adalah setengah harga dari toko sehingga
terkumpul batakoku ribuan biji.
Menjelang Idul Fitri tahun 1992 kami ditawari
oleh tetangga 2 kubik kayu bayamnya seharga
Rp.250.000/kubik sedang dipasaran 300 ribu,
padahal kami belum punya kintal. Pada awal tahun
1993 baru kami mencari kintal dan mendapat 3
penawaran yaitu; didepan SMA 3 10x50m2, di
sekitar Lipu dan di Jln. Latsitarda 12x16m2. dengan
harga sekitar 3 jutaan. Dan yang jadi adalah di Jln.
Latsitarda karena penjualnya datang lagi sama kami
dan kata orang itu pertanda baik.
Karena kami sudah mempunyai kintal sehingga
pada tahun1994 kami mencoba untuk memasang
pondasi dengan peletakan batu pertama pada hari
Jumat sesuai dengan hari kelahiranku (tanggalnya
saya lupa), ternyata biayanya tidak seberapa,
sedang sebelumnya kami sudah punya batako dan
kayu koseng sehingga kami lanjutkan untuk sampai
selesai, sementara dikerja istriku protes bahwa
rumah tsb terlalu kecil sehingga dijadikan bertingkat
dua sebab tanahnya sempit dan setelah jadi cor
tingkat duanya baru kami ditawari tanah yang
dibelakangnya sehingga halaman rumah kami
bagian dibelakang cukup luas sedang di depan
terlalu sempit. Di akhir tahu 1995 (pada hari Jumat)
kami tinggali rumah tsb, meskipun belum rampung
tetapi sudah layak karena tingkat duanya sudah di
atapi, sebab rumah disamping mertua sudah terasa
sempit dengan memboyong sebahagian barang
jualan.

Al-Hamdulillah berkat karunia dari Allah SWT dan


usaha kami bersama keluarga, kami telah memiliki
rumah yaitu;
1. Di.Jln. Latsitarda No.3 Kelurahan Lamangga
Kecamatan Betoambari Kota Baubau (yang
kami tempati sekarang).
2. Di Jln. B.Dg.Ngirate Blok 20 No.76 Perumnas,
Makassar.
3. Di Perumahan Wanabakti Kel. Sulaa Kecamatan
Betoambari Kata Bau.
4. Di Jln. Merpati berupa rumah kost 5 petak, Kel.
Katobengke, Kec. Betoambari, Kota Baubau.
Rumah
kami
tersebut
masing-masing
mempunyai ruangan kios untuk jualan kecuali
nomor 4 karena berupa rumah kost 5 kamar tetapi
rumah nomor no.2 dan no. 3 juga sebahagian
dikontrakkan.

PENDIDIKAN

TAMBAHAN

Pendidikan ini setelah saya terangkat menjadi


pegawai yaitu;
1.Pendidikan Hakim
Setelah 3 tahun saya menjadi PNS, maka saya
sudah bisa untuk ikut ujian hakim lagi di PTA
Makassar, ujiannya 2 tahap; tahap pertama ujian
tertulis dengan materi Hukum Formil, Hukum Materil
dan Hukum Islam. Sekitar 3 bulan kemudian setelah
lulus tahap pertama mengikuti lagi tahap pshicotes
dan membahas kitab dan ternyata saya juga lulus,
namun dibalik kegembiraan atas kelulusan tersebut
juga
mengagetkan
karena
harus
mengikuti
pendidikan hakim selama 2 semester di IAIN Sunan
Gunung Djati Bandung dengan membayar uang
lifing cost sebesar 3 juta dan mencari acomodasi/
cost sendiri.

Di Bandung kami mengontrak kamar seluas 3x4


m2, pada awalnya kami bertiga Drs. Zainuddin
Asnawi (almarhum), Drs. Muh Tang (hakim PA.
Selayar) dan saya sendiri, setengah bulan kemudian
Drs. Marsuki Raup (Ketue PA
Tenggarong)
menawarkan diri untuk bergabung. Pada awalnya
kami menolak tetapi karena uang kami sudah mulai
menipis sehingga kami sepakat dengan ketentuan
sewa kamar dibagi empat. selama empat hari kami
tidur tanpa kasur dan tanpa bantal karena belum
sempat kepasar sebab sibuk dengan urusan kampus
namun bila ke kampus memakai dasi karena
pendidikan kami adalah pendidikan husus.
Banyak di antara kami menyalahkan kebijakan
Depag.
atas
pendidikan
tersebut
karena
sebelumnya pendidikan hakim cuma 3 bulan
dengan transportasi, akomodasi dan kosnsumsi
ditanggung oleh Depag. Dan dengan alasan tidak
ada anggaran sehingga biayanya kami tanggung
sendiri tetapi yang kami permasalahkan kenapa
waktunya harus dua semester (10 bulan) sehingga
banyak diantara kami kewalahan masalah uang,
untung saja isteriku sudah ada
pekerjaan
sampingannya yaitu menjual sembako di rumah,
karena selama saya di Bandung biaya hidup yang
saya pergunakan sekitar 300 ribu perbulan sama
besar dengan gajiku waktu itu.
Beberapa hikmah yang saya peroleh selama
pendidikan di Bandung, yaitu;
1. Bisa tinggal di Bandung selama 1 tahun.
2. Akhir pendididkan isteriku dan anak pertamaku
menyusul, sehingga kami keliling di Bandung,
Jakarta dan sampai ke Bali.
3. Saya sempat balik ke Baubau dua kali dan
membawa sepatu beberapa pasang untuk dijual
dan hasilnya bisa menutupi satu kali biaya tiket
kapal.

4. Sangat terasa penderitaanya pisah dengan


keluarga diusia 30 tahunan.
2.Sarjana Hukum
Ketua
Pengadialn
Tinggi
Agama
Kendari
(Drs.H.Zainal Imama, SH.MH), menganjurkan
kepda kami supaya kuliah untuk memperoleh gelar
sarjana hukum agar kesannya hakim agama bukan
cuma mengetahui Hukum Agama tetapi juga
mengetahui Hukum Umum.
Oleh karena sebahagian mata kuliah yang
diperoleh di IAIN dan di Pendidikan
Hakim di
Bandung
dapat
dikonpersi
nilainya
tanpa
diprogramkan,
sehingga
mendorong
dan
mempermudah saya untuk menyelesaikan kuliah
hukum di Unidayan Baubau yaitu; selama 2 tahun
atau tepatnya pada tanggal 15 September 1998
dengan Judul Skripsi Keabsahan Perkawinan
menurut pasal 2 ayat 1 Undang-undang no.1 tahun
1974 tentang Perkawinan
Sewaktu malam ramah tamah se Fakultas
Hukum, saya dipercaya untuk mewakili wisudawan
menyampaikan kesan dan pesan sebab saya
rengkin III, padahal waktu saya untuk kuliah sangat
terbatas karena selain saya sudah pns (Hakim),
mengurus keluarga dan membantu istri dalam
usahanya di rumah, dibanding dengan mahasiswa/i
yang waktunya husus untuk kuliah.
3. Pendidikan S.2
Pada tahaun 2002, oleh Ketua Pengadialn Tinggi
Agama Kendari (Drs.H.Zainal Imama, SH.MH),
menganjurkan lagi kami untuk kuliah S.2 atas kerja
samanya antara PTA Makassar, PTA Kendari denga
Program Pasca Sarjana UMI, saya sempat mengikuti
pra S.2 selama 1 minggu dan lulus. Tetapi setelah
saya pertimbangkan dengan biaya yang dibutuhkan
sekitar 20 juta rupiah, sedang saya sudah

memprogramkan untuk melaksanakan ibadah haji


sehingga saya mengundurkan diri.
Di tahun-tahun berikutnya, banyak teman-teman
yang mengajak untuk kuliah S.2
lagi, karena
kuliahnya di Kendari dan terakhir sudah bisa di
Baubau, tetapi bagi saya S.2 nilai plusnya tidak
seberapa sebab bukan persyaratan wajib untuk
tugasku selaku hakim.

IBADAH HAJI
Setelah rumah kami yang pertama tersebut
rampung dengan dilengkapi prabot seadanya, maka
program kami selanjutnya ingin secepatnya pergi
haji apalagi saya sudah dua adikku yang sudah haji
sehingga pada pertengahan tahun 2002 saya ke BRI
untuk menanyakan persyaratannya dan bukan ke
kantor Depag karena saya tidak mau ditahu sama
teman-teman di Depag dan di PA.
Ternyata pegawai BRI langsung menebak
meskipun saya berusaha menyembunyikannya
karena setelah saya balik ke kantor salah seorang
dari mereka kerumahku meminta KTPku dan KTP
isteriku, sehingga isteriku heran karena uang kami
belum terkumpul, setelah saya jelaskan bahwa
pendaftaran sudah pernah ditutup dan dibuka lagi
untuk mencukupkan kuota dengan syarat utamanya
untuk mendapatkan kursi sebesar 5 juta dari 20 juta
dengan pelunasan paling lambat dua bulan
kedepan, sehingga besoknya kami langsung
mendaftar masing-masing 5 juta dan bisa rampung
sebelum pelunasan ditutup, karena berkas kami
berdua sudah harus dikirim ke Depag untuk
pengurusan administrasi sehingga teman-teman di
Depag kaget melihat namaku dan menyampaikan
kepada salah seorang pegawai PA. Ibu Zamuniah,
bahwa ternyata ada tetangga kita ada yang mau
pergi haji tetapi tidak bilang-bilang. Ibu Zamuniah

tidak
percaya
sehingga
pegawai
Depag
mempertegas bahwa berkasku dan berkas isteriku
sudah rampung.
Pada hari itu juga Ibi Zamuniah sebagai Kaur
Kepegawaian memprotes sama Ibu Wakil Ketua Dra.
Majidah supaya saya tidak usah diberi cuti, tetapi
di bantah oleh Ibu wakil bahwa permohonan cutiku
secara lisan sudah lama, dan setelah dijelaskan oleh
Ibu Zamuniah sayapun dipanggil menghadap dan
dengan beberapa penjelasan dan pertimbangan
saya lalu diberi izin untuk silaturrahmi dengan
keluarga dan ziarah kubur di Sul-Sel sebagaimana
yang dilakukan sediri oleh Ibu wakil (karena dia juga
akan berangkat ketanah suci bersama dengan
suaminya) dan sejak itu teman-teman di kantor
sudah tahu rencanaku.
Sesampainya kami di kampungku, kedatangan
kami sedikit disayangkan karena baru tiga hari yang
lalu rumah kakakku Hj.Maryam diresmikan, karena
saya sedang di Mesjid shalat Jumat sehingga
dijawab oleh isteriku yang penting kami datang dan
selain itu kami ada rencana lain yaitu mau ziarah
kubur, lalu ditanya apa karena selalu mimpi
buruk? dijelaskan oleh isteriku kami mau pergi
jauh, ada diantaranya mengandai jangan-jangan
mau ke Tanah Suci juga, lalu diiyakan oleh isteriku,
sehingga keluargaku kaget dan bersyukur (Kaget
karena tidak pernah menduga sebelumnya dan
Bersyukur karena ternyata kami 3 bersaudara akan
menunaikan ibadah haji) tanpa saling mengetahui
sebelumnya yaitu; kakakku Hj.Maryam untuk kedua
kalinya bersama dengan suami, adikku M.Basri dari
Jaya Pura yang sudah duluan isterinya haji dan saya
bersama dengan isteri.
Karena kami tidak pernah saling mengetahui
rencana sebelumnya sehingga kloter kami berbeda,
saya kloter 22, kakakku 30 dan adikku 32. Dan alhamdulillah kami pulang dalam keadaan selamat

Mudah-mudahan kami termasuk


dalam haji
mabrur, Amiiin... Amiiin.
Amiiin Ya.Rabbal
Alamiiin....

UMRAH
Sebenarnya catatan ini saya buat sewaktu saya
akan berangkat umrah sebagai salah satu wujud
kesyukuran saya kepada Allah SWT. Yang telah
melimpahkan rahmatnya dan mengijabah apa yang
saya impikan dan yang saya cita-citakan yang sulit
saya ceritakan kepada orang-orang dekatku dan
rencana ini juga sebagai wujud kerinduan kami
untuk pergi ziarah ke Baitullah dan kemakam
Rasulullah SAW. Kata orang bijak Orang yang
belum pernah pergi Haji/Umrah, kepingin. Tetapi
orang yang sudah pernah, rindu.
Yang istimewa dari rencana Umrah ini, yaitu
kami bersama dengan mertua dan saudara mertua
dan isterinya. Mudah-mudahan kami selamat
sampai pulang ke Baubau. Amiiin... Amiiin. Amiiin
Ya.Rabbal Alamiiin

KENDARAAN
Memiliki kendaraan yang bagus dilihat dan
nyaman dipakai serta bisa dipakai bersama dengan
keluarga merupakan salah satu target cita-citaku,
tetapi bukan berarti bahwa sebelumnya saya tidak
mempunyai kendaraan karena sejak pertengahan
kuliah saya sudah memiliki motor, meskipun motor
bekas tetapi dengan motor RS 100 sebagai salah
satu sarana yang banyak menunjang keberhasilanku
terlebih dengan adanya tekadku bahwa; apabila
saya dibelikan motor dari orangtuaku, maka saya
tidak akan meminta uang lagi, atau paling tidak
bahwa dengan motor tersebut saya akan berusaha
mencari uang sambil kuliah dan ternyata berhasil.

Motor tersebut saya pakai sekitar 10 tahun atau


sampai saya sudah dilantik menjadi hakim sehingga
salah seorang temanku Drs.Asdar berkata sama
saya saya sudah malu melihat kamu memakai
motor itu, padahal saya masih biasa-biasa saja.
Pada tahun 1994 ada rencanaku untuk usaha
menjual kayu bakar dengan memanfaatkan tenaga
adik iparku Andi Harun sehingga saya beli mobil
kijang open bekas milik MGM Baubau seharga 3
juta, sehingga mertuaku mempertanyakan mobilnya
yang pernah ditawarkan kepada saya sebagai
kompensasi terhadap uang yang diterima dari
rumah yang saya tinggali tetapi batal, karena saya
kasihan sama mertuaku dan juga sudah terbukti
kata-kataku bahwa kelak saya akan memakai mobil
boleh jadi bukan karena mobil tersebut, sehingga
saya sampaikan bahwa mobilnya juga saya akan
ambil, kemudian mobil tersebut saya servis karena
sudah tahunan tidak dipakai; mesinya dibongkar,
banya dibuka satu persatu lalu disikat besi karena
sudah berkarat. Jadi pada waktu itu saya memiliki 2
mobil tua (1 kijang open dan 1 Mitsubishi mini bus)
dan 1 motor tua. dan untuk mengurangi beban
pemikiran motorku saya jual.
Karena rencanaku untuk menjual kayu bakar
gagal dan mobil kijang itu sudah menjadi beban
setelah hanya dikontrak 2 bulan oleh PT.Telkom,
sehingga saya jual sama pemilik Kios Kabaena
dengan harga sama dengan harga pembeli anku,
keuntungannya karena pernah dikontrak sama
PT.Telkom dan juga bahwa saya pernah memiliki
mobil kijang open.
Memiliki mobil tua yang terkadang mogok tanpa
ada motor juga ada susahnya utamanya pada saat
mobil mogok, ada urusan kecil, urusan praktis,
masuk lorong sehingga saya beli motor bebek
suzuki bekas, kedua kendaraan tersebut saya pakai
sampai saya selesai menunaikan ibadah haji.

Sekembali dari Tanah Suci saya meminta isteriku


unutk membeli motor Yamaha Sigma kareana motor
suzuki yang ada sudah terlalu tua untuk kami dan
pada tahun 2004 setelah membeli rumah di
Makassar ada promosi di TV bahwa hanya dengan
50 jutaan sudah bisa memakai mobil Zania, isteriku
mendukung sehingga saya tanyakan pada agen
Toyota di Baubau. Tetapi Zania bukan produksi
Toyota melainkan PT. Astra Motor/Daihatsu yang
cabangnya ada di Makassar. Mobil yang termurah di
Toyota Cuma Avansa sekitar lebih 80 juta dan itupun
belum ada di Baubau, jika saya memesan maka
saya yang pertama di Baubau. Sehingga saya
keMksr PT.Astra Motor tetapi dikatakan sama saya
bahwa tidak ada seharga 50 juta melainkan 80 juta
lebih dan itupun harus inden terlebih dahulu
sebesar 1 juta untuk mendapatkan 3 bulan
kemudian dan kalau batal uangngya dikembalikan
secara utuh.
Karena sudah terlanjur ke Mksr maka kami
sepakat untuk menginden dan ternyata sebelum 3
bulan uangnya bisa cukup, tetapi seiring dengan itu
saya mendapat ujian besar yaitu;dimutasi ke
Pengadilan Agama Kendari dengan alasan atas
permintaan
sendiri
sehingga
saya
hampir
mengundurkan diri, tetapi atas dukungan Pak Tuada
Drs.H.Andi Syamsu Alam,MH. dan isteriku,
mutasi tersebut saya jalani dan isteriku meminta
agar inden mobil dibatalkan, setelah saya jelaskan
bahwa, saya sudah pantas dan sudah saatnya saya
memakai mobil yang bagus, apabila dilihat dari
perjalanan hidupku dan hasil kerjaku, setelah
isteriku memahami barulah saya mengambil mobil
tersebut dari Mksr dengan jalur darat ke Palopo.
Malili, Kolaka, Kendari, Torrobulu, Tampo, dan ke
Wamengkoli. Di Wamengkoli mobil saya tidak bisa
menyebrang ke Baubau karena kapal sudah pol dan
nanti besoknya yang waktu itu bertepatan dengan

hari Jumat. (baru saya sadari bahwa sesuatu yang


istimewa denganku terjadi pada hari Jumat).
Dengan karunia mobil baru tersebut atau buka
baru tanpa berurusan dengan kredit, sepertinya apa
yang kami impikan sudah diberikan oleh Allah SWT.,
meskipun mobil tersebut saat sekarang ini sudah
tidak terlalu bergensi karena faktor kemajuan dan
banyaknya mobil-mobil baru dengan model lebih
bagus, namun tetap memberikan kepuasan
tersendiri bagiku dan keluargaku. Dan kedepannya
tinggal mau menata keluargaku.

PANGKAT, GOLONGAN, JABATAN DAN


MUTASI
Tentang pangkat dan golonganku dibandingkan
dengan teman-teman selektingku, maka sayalah
yang terendah karena selain saya tidak pernah naik
pangkat pilihan juga karena terlambat datang SK
CPNSku 1 tahun dan pernah terlambat datang SK
kenaikan pangkatku dari golongan III/a. ke III/b. 1
tahun dan kenaikan pangkat dari golongan III/b. ke
III/c. tahun karena saya tidak pernah
mengurusnya di Depag Jakarta,
dibandingkan
dengan selektingku seperti Mame sudah IV/d, Abd.
Latif sudah IV/c tua, Rusli sudah IV/c, sedang saya
baru IV/b mudah, demikian juga dengan Jabatanku
semua teman-teman selektingku sudah pada jadi
Ketua bahkan sudah ada yang menjadi ketua kelas
khusus. Tetapi namun demikian saya merasakan
tetap lebih bahagia dan lebih senang dengan
keberadaanku yang penting tidak dipindah dari
Pengadilan Agama Baubau.
Promosi jabatan yang pernah saya jabat/duduki
setelah lepas dari staf Umum yaitu; Juru siata
pengganti,
Kasub Kepaniteraan Gugatan dan
sekarang sebagai Hakim.

Yang paling saya tidak suka dari Instansiku


adalah mutasi, apalagi kalau mutasi yang seperti
pernah saya alami dari Pengadilan Agama Baubau
ke Pengadilan Agama Kelas Ia Kedari,
karena
sepertinya ada orang lain yang merekayasa yaitu;
atas permintaan sendiri padahal saya sama sekali
tidak pernah meminta untuk dimutasikan bahkan
seandainya ada jaminan bahwa siapa yang tidak
mau dimutasi tidak dinaikkan pangkatnya atau tidak
akan di promosi terhadap suatu jabatan, maka hal
itu yang lebih baik bagiku.
Catatan: Pemutasianku ke Kendari selama 3
tahun saya tidak terima baik, namun sekarang
saya sadari bahwa Allah SWT., memberikan
sesuatu yang sangat bermanfaat karena
seandainya saya tidak pernah di mutasi ke
Kendari, maka pada saat sekarang ini saya kena
mutasi disaat kedisiplinan sudah ketat atau
tidak seperti apa yang saya lakoni selama di PA
Kendari yaitu; hanya berkantor selama 4 hari
(Senin s/d Kamis).
Al-Hamdulillah atas Izin Allah dan upayaku
sehingga saya dapat dimutasi lagi ke PA. Baubau
Kelas 2, sehingga banyak teman menilai saya bodoh
dan rugi, tetapi bagi saya justeru sebaliknya dan
lebih menguntungkan bagiku.

MEMBINA RUMAH TANGGA


Sebagaimana saya telah kemukakan pada
bagian tentang umrah, bahwa salah satu tujuan
daripada catatan ini adalah dalam rangka saya
melaksanakan umrah sebagai ganti daripada
rencana saya untuk menunaikan ibadah haji untuk
kedua kalinya yang selalu tertunda karena saya

melihat adanya ketidak siapan daripada kelurgaku,


sebab menurutku bahwa Haji atau Umrah selain
merupakan ibadah ziarah juga merupakan ibadah
penyerahan diri kepada sang Khaliq untuk
memenuhi panggilannya dan jika sekiranya Allah
SWT tidak memperkenangkan lagi saya untuk
kembali ketanah air (lingkup keluarga), maka
catatan ini sebagai bagian yang bisa menyampaikan
cerita kepada orang-orang dekatku yang belum
mengetahui liku-liku hidupku.
Selain daripada tujuan tersebut juga karena apa
yang saya rasakan, mungkin tidak seindah dengan
apa yang dinilai orang lain dalam hal membina
rumahtanggaku meskipun secara kasak mata
banyak hal-hal yang saya tidak bisa pungkiri
sebagai anugrah dan keberhasilan seperti dalam
masalah materi yang lumayan, dikaruniai 4 orang
anak yang gagah-gagah dan cantik-cantik, yt;
1. Ahmad Muhammad Qomar dipanggil
MAMAD
2. Amir Muammar Qomar
dipanggil
DEDI
3. Aminah Mutmainnah Qomar dipanggil
IIN
4. Ardah Mardiah Qomar
dipanggil
NENG
Dan saya rencanakan mereka bisa masuk
pesantren sehingga mereka bisa tahu statusnya
terhadap khaliqnya, cinta kepada Rasulnya, hormat
kepada kedua orang tuanya, peka terhadap
masyarakat dan lingkungannya
Namun apa yang saya dambakan.........................
..................................................................................
..................................................................................
..................................................................................
..................................................................................

PRINSIP-PRINSIP

HIDUP

Ada beberapa perinsip hidup yang menjadi


patokan dan mewarnai per jalanan hidupku,
utamanya dalam hal menggapai cita-citaku yang
saya peroleh dari orang-orang dekatku atau dari

yang saya pelajari, selain daripada Al-Quran dan AlHadits, yaitu;


1. Dari Ettaku; Usahakan pelajari semua pekerjaan
karena tidak selamnya hidup ini dalam keadaan
senang.
2. Dari Taleku (ibuku); bantuan orang lain dalam
bekerja,
berarti
bukan
lagi
kita
yang
mengerjakan pekerjaan itu.
3. Dari bapak angkatku; Hanya orang yang
terbuka pikirannya saja yang bisa hidup mapan
dan untuk pikiran terbuka harus sekolah. Dan
berilah bantuan kepada orang lain selagi
mampu dan jangan mengharapkan balasannya
karena boleh jadi akan dibalas orang lain dilain
waktu.
4. Ibu Angkat dengan kedisiplinan yang tinggi
seperti; sebelum pergi tidur harus cuci kaki,
bangun pagi segera perbaiki tempat tidur dll.
5. Dari Isteriku; Tidak terlalu silau dengan
perhiasan
dan barang-barang yang bernilai
tinggi (perabot rumah) didiskusikan dulu, layak
tidaknya untuk dibeli.
6. B.J.Habibie; Untuk beramal ilmiah harus berilmu
amaliah.
7. Yusuf Kalla; Lebih cepat lebih baik.
8. Maldomu (Ex Ketua Senatku yang cepat
selesai); Jangan tunda-tunda waktu untuk
menyelesaikan sesuatu.
9. Untuk tidak dilupa sesuatu yang direncanakan,
harus dicatat dan ditaruh diatas meja kerja.
10. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti dia
dapat,
, Reso
temmangginggi naletei pammase dewata
(sabar dan tekun bekerja pasti akan dikasihani
Tuhan).
11. Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai
dan siapa yang menanam kelak akan memetik
hasilnya.

Anda mungkin juga menyukai