Anda di halaman 1dari 28

The more you dream, the further you get.

Michael Phelps
Tampaknya sederhana apa yang diucapkan oleh Peraih 8 medali
emas Olimpiade Beijing 2008 ini. Semakin tinggi mimpi, maka akan
semakin banyak hal yang bisa diraih. Tentu saja Phelps tidak
berbicara tentang menjadi pemimpi, melainkan ingin memberi
gambaran nyata bagaimana motivasi menjadi seorang yang besar
telah menuntun dirinya untuk mencatatkan diri sebagai pemegang
rekor pengumpul medali terbanyak dalam olimpiade sepanjang masa.
Motivasi adalah sebuah daya gerak yang memberi alasan orang untuk
melakukan sebuah tindakan. Hampir setiap perilaku manusia selalu
didahului dengan adanya motivasi. Menurut Wann (1997) motivasi
adalah sebuah proses peningkatan di dalam diri organisme yang
membantu mengarahkan dan mempertahankan sebuah perilaku.
Gunarsa (2004) menyatakan bahwa motivasi penggerak dalam setiap
perilaku yang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan. Tinggi
rendahnya motivasi dapat dilihat dari 3 unsur, yakni: energi, arah, dan
keajegan (persistence).
Energi memberi kekuatan para sebuah perilaku. Pada perilaku
berolahraga, energi yang mungkin muncul adalah kesenangan dan
keinginan untuk menjadi sehat. Unsur yang menuntun sebuah perilaku
adalah arah. Dengan arah perilaku menjadi mempunyai tujuan.
Kemana ujung perilaku akan berakhir menjadi lebih terlihat. Seorang
atlet prestasi tentu saja ingin menjadi yang terbaik, tidak hanya di level
nasional, tapi juga di level internasional. Dan yang tidak kalah

pentingnya adalah unsur keajegan. Untuk mencapai tujuan tertentu,


maka perilaku harus mempunyai sifat ajeg, kontinyu. Seorang atlet
harus rela berlatih setiap hari demi sebuah tujuan yang ingin dicapai.
Jenis Motivasi
Secara garis besar ada dua jenis motivasi, yakni motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari
dalam individu yang melibatkan ketertarikan dan kesenangan
seseorang dalam melakukan sebuah pekerjaan (Wann, 1997). Intinya,
motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari keinginan individu
yang tidak bergantung pada orang lain. Bermain sepakbola karena
ingin menjadi sehat dan bergembira adalah salah satu contoh motivasi
intrinsik.
Motivasi yang kedua adalah motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik
adalah sumber motivasi yang berasal dari luar individu. Keinginan
untuk mendapatkan sesuatu atau mendapat keuntungan dari orang
lain adalah unsur-unsur yang terdapat dalam motivasi ekstrinsik.
Hadiah, trofi, piala atau uang bonus adalah beberapa contoh
diantaranya. Di dalam dunia olahraga, bonus merupakan salah satu
pendorong yang saat ini masih banyak dilakukan untuk mendorong
prestasi para atletnya. Dalam perhelatan Olimpiade Beijing 2008,
KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) memberi iming-iming
berupa bonus 1 milyar rupiah bagi atlet yang berhasil
menyumbangkan emas. Bentuk iming-iming semacam ini
dimaksudkan sebagai salah satu pendorong agar atlet mengeluarkan
kemampuannya secara maksimal.

Motivasi ekstrinsik sekilas sangat ditentukan oleh faktor dari luar. Yang
menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana seandainya faktorfaktor luar diri tadi kemudian tidak ada. Akankah atlet masih
termotivasi untuk melakukan hal yang sama? Memang inilah salah
satu kelemahan dari motivasi ekstrinsik, yakni sangat tergantung
dengan iming-iming dari luar. Sekali iming-iming itu hilang atau tidak
terwujud, kemungkinan besar motivasi pun ikut luntur.
Motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri individu mempunyai sifat
yang lebih bertahan lama karena tidak tergantung dengan stimulus
yang berasal dari luar. Menikmati pertandingan, ingin memecahkan
rekor, mengalahkan rival bebuyutan adalah beberapa bentuk dari
motivasi intrinsik. Seorang atlet yang terpacu untuk menjadi yang
terbaik dalam cabang olahraganya biasanya mampu menekan dirinya
untuk selalu tampil secara maksimal. Begitupun saat menjalani
latihan. Atlet yang bermotivasi intrinsik akan dengan senang hati
menjalani bahkan menambah porsi latihan dengan sendirinya.
Motivasi intrinsik ini biasanya muncul pada hal-hal yang bersifat detail.
Dalam cabang sepakbola, seorang yang berkeinginan untuk menjadi
penendang bebas yang jitu biasanya menambah porsi latihan
menendang bebas di luar latihan resmi yang diatur oleh para
pelatihnya. Contoh lain adalah atlet bulutangkis akan selalu berusaha
menambah atau memperbaiki teknik backhand-nya ketika dia
merasa pukulan backhand tersebut menjadi senjata yang mematikan.
Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Ada banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya


motivasi. Gunarsa (2004) menjelaskan bahwa ada 4 dimensi dari
motivasi. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
1. Atlet Sendiri
Atlet memegang peranan sentral dari munculnya motivasi. Atlet sendiri
yang mengatur dirinya untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu.
Jika atlet sudah merasa puas dengan pencapaian yang ada, maka
tidak ada lagi usaha keras untuk mendapatkan sesuatu yang baru.
2. Hasil Penampilan
Hasil penampilan sangat menentukan motivasi seorang atlet
selanjutnya. Kekalahan dalam pertandingan sebelumnya akan
berdampak negatif terhadap motivasi atlet berikutnya. Atlet akan
diliputi perasaan tidak berdaya dan seolah-olah tidak mampu lagi
untuk bangkit. Terlebih lagi jika mengalami kekalahan dari pemain
yang dianggap lebih lemah dari dirinya. Sebaliknya, jika mendapatkan
kemenangan, maka hal itu akan menumbuhkan sikap positif untuk
mengulang keberhasilan yang berhasil dia raih. Sebagai contoh,
permainan tim nasional sepakbola Indonesia dalam Piala Asia tahun
2007 yang lalu. Kemenangan pertandingan pertama melawan Bahrain
membuat para pemain tim nasional begitu bersemangat untuk
mendapatkan hasil serupa ketika bertanding melawan Arab Saudi
pada pertandingan setelahnya.
3. Suasana Pertandingan
Suasana pertandingan sangat menentukan emosi seorang atlet.
Sebagai contoh, Taufik Hidayat kerap mundur dari pertandingan gara-

gara merasa dicurangi oleh wasit. Kondisi tersebut tentu saja tidak
menyenangkan. Emosi yang sudah terganggu oleh kondisi
pertandingan yang tidak menyenangkan akan berdampak pada
motivasi atlet dalam menyelesaikan atau memenangkan sebuah
pertandingan.
4. Tugas atau Penampilan
Motivasi juga ditentukan oleh tugas atau penampilan yang dilakukan.
Jika tugas berhasil dengan baik diselesaikan, keyakinan diri atlet akan
meningkat. Dengan keyakinan diri yang tinggi, motivasi juga akan
mengalami kenaikan. Tugas yang berhasil dilaksanakan akan
memberi tambahan energi dan motif untuk bekerja lebih giat.
Peran Motivasi Dalam Olahraga Prestasi
Di dalam olahraga prestasi, persaingan atau kompetisi merupakan
salah satu bentuk pembuktian sejauh mana kemampuan seorang
atlet. Atlet yang mampu berkompetisi dan memenangkan
pertandingan dalam level kompetisi yang tinggi, Olimpiade misalnya,
akan dianggap sebagai atlet yang mempunyai prestasi tinggi. Terlebih
lagi jika mampu mempertahankannya dalam kurun waktu yang cukup
lama.
Untuk mencapai semua itu diperlukan kerja keras dalam waktu yang
bertahun-tahun. Menurut Van Lingen (1997) untuk mencapai usia
matang bagi seorang pemain sepakbola dibutuhkan paling tidak 10
tahun berkompetisi dalam level yang kompetitif mulai dari usia muda.
Artinya dalam setiap jenjang usia, pemain harus menghadapi tekanan
dalam kompetisi. Tekanan inilah yang akan membuat seorang pemain

matang. Selain kompetisi, latihan yang benar merupakan prasyarat


lain untuk mencapai kematangan teknik.
Dalam rentang waktu yang begitu lama tersebut, motivasi seorang
atlet benar-benar dibutuhkan. Proses latihan merupakan proses yang
menyakitkan. Terkadang kejenuhan, kebosanan, burn out ditambah
dengan rasa penat menghantui seorang pemain dalam mengikuti sesi
latihan. Bagi pemain yang tidak mempunyai motivasi yang kuat, tentu
saja ini adalah perjalanan yang menyulitkan.
Dalam menjalani kompetisi, atlet dihadapkan pada persaingan yang
begitu ketat. Seorang atlet harus menjalani kompetisi yang
melelahkan sebelum mengecap sebagai seorang juara. Hanya
seorang pemain yang mempunyai kualitas teknik, fisik dan mental
prima sajalah yang mampu menempuh semua hambatan yang
menghadang. Contoh paling segar adalah sosok Michael Phelps.
Perenang asal Amerika serikat yang menggondol 8 medali emas
dalam Olimpiade Beijing 2008 kemarin ini sebenarnya tumbuh dari
kondisi fisik dan mental yang tidak ideal. Pada saat masih kecil,
Phelps menderita ADHD yang membuatnya kesulitan untuk mengikuti
pelajaran dari sekolah. Namun, ternyata dengan keteguhan hatinya
serta bimbingan pelatih yang benar, menjadikannya sebagai salah
seorang perenang yang mampu mencatatkan namanya di buku rekor
sepanjang masa. Phelps selalu menginginkan menjadi yang terbaik,
sehingga dia dengan senang hati menjalani latihan 6 jam sehari, 7
hari seminggu, dan 12 bulan dalam setahun, tanpa seharipun absen
dari kolam renang. Itulah motivasi dalam dirinya, motivasi intrinsik
yang begitu besar.

Dalam teori self efficacy, seorang atlet yang mempunyai keyakinan


diri tinggi akan menumbuhkan motivasi yang besar pula. Self
efficacy adalah keyakinan diri bahwa seseorang mempunyai
kemampuan untuk tampil pada level dan tugas tertentu (Wann, 1997).
Dengan keyakinan diri tinggi, atlet akan mencanangkan sasaran yang
tertinggi pula.
Cara Meningkatkan Motivasi
Motivasi memegang peranan yang penting dalam olahraga prestasi.
Seorang atlet harus mampu menjaga motivasinya agar tetap dalam
level yang tinggi baik dalam proses latihan maupun pada saat
menjalani pertandingan. Motivasi memang bukanlah kondisi yang
tidak bisa berubah. Setiap saat motivasi atlet bisa mengalami
perubahan, sehingga diperlukan sebuah upaya agar motivasi tetap
terjaga pada level yang optimal. Ada beberapa cara untuk
meningkatkan motivasi atlet, diantara adalah:
1. Menetapkan Sasaran (Goal Setting)
Konsep dasar dari goal setting adalah menciptakan tantangan bagi
atlet untuk dilewati. Secara sederhana, goal setting merangsang
atlet untuk mencapai sesuatu baik dalam proses latihan maupun
dalam sebuah kompetisi. Ada beberapa batasan tentang metode goal
setting ini agar berjalan secara efektif.
Yang perlu diperhatikan pertama adalah sasaran harus spesifik agar
atlet mempunyai ukuran atas pencapaiannya. Batasan yang kedua
adalah tingkat kesulitan sasaran. Tingkat kesulitan ini akan
mempengaruhi persepsi atlet tentang kemampuannya. Sasaran yang

terlalu sulit akan membuat atlet ragu untuk bisa mencapainya.


Seandainya gagal, hal itu justru akan melemahkan keyakinan diri atlet.
Sebaliknya, sasaran juga tidak bisa dibuat terlalu mudah karena tidak
akan memberi rangsangan untuk berbuat lebih. Semakin menantang
sasaran yang harus dicapai, upaya dari seorang atlet untuk meraihnya
juga akan semakin besar (Wann, 1997).
Sasaran juga harus dibuat bertingkat dengan membedakan sasaran
jangka pendek dan jangka panjang. Sasaran jangka pendek
digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih sasaran yang lebih
tinggi. Misalnya, Olimpiade sebagai sasaran jangka panjangnya.
Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang atlet harus menjuarai
level Sea Games atau Asian Games terlebih dahulu.
Mengikuti kompetisi yang rutin dan berjenjang adalah salah satu
bentuk menentukan sasaran yang efektif. Dengan banyak mengikuti
kompetisi, seorang pelatih akan lebih mudah menentukan prioritas
dari kompetisi tersebut. Ada kalanya kompetisi dijadikan sebagai
ajang pemanasan untuk mematangkan kondisi fisik, sehingga
targetnya tidak perlu terlalu tinggi.
Berikutnya, atlet harus selalu diberi feedback atas setiap pencapaian
yang dia selesaikan. Dengan feedback yang spesifik ini, atlet akan
mengetahui kekurangan dan kekuatan dirinya, sehingga atlet akan
mempunyai informasi untuk meningkatkan dirinya. Dengan
menetapkan sasaran yang tepat, maka motivasi atlet akan selalu
terpacu untuk tampil dan menyelesaikan setiap tantangan yang
dihadapi.
2. Persuasi Verbal

Persuasi Verbal adalah metode yang paling mudah untuk dilakukan.


Pelatih, ofisial, atau keluarga adalah orang-orang yang sering
memberikan persuasi secara verbal ini. Persuasi verbal adalah
membakar semangat atlet dengan ucapan-ucapan yang memotivasi.
Selain itu, Persuasi verbal bisa juga dilakukan oleh atlet sendiri atau
sering disebut dengan istilah Self talk. Self talk adalah metode
persuasi verbal untuk atlet sendiri. Prinsip dasar dari self talk ini
sebenarnya adalah membantu atlet untuk mendapatkan gambaran
yang positif baik tentang kemampuannya atau mengenai suasana
pertandingan. Self talk ini diyakini mampu menumbuhkan keyakinan
diri atlet baik sebelum bertanding atau pada saat menjalani
pertandingan. Dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang membakar
semangat maka gambaran pesimisme atlet akan hilang dari
persepsinya.
3. Imagery Training
Metode berikutnya yang cukup membantu memacu motivasi para atlet
adalah dengan melakukan imagery training atau latihan
pembayangan. Dalam latihan pembayangan ini atlet diajak untuk
memvisualisasikan situasi pertandingan yang akan dijalani. Secara
detil, atlet harus menggambarkan keseluruhan pertandingan, mulai
dari situasi lapangan, penontong, lawan dan segala macam yang
terlibat dalam pertandingan itu. Setelah mendapat gambaran yang riil,
maka atlet diajak untuk mencari solusi atas persoalan yang mungkin
muncul dalam pertandingan.
Sebagian pemain mengembangkan persepsi bahwa di lapangan akan
menghadapi lawan yang berat, tangguh dan sulit dikalahkan. Persepsi

semacam ini terkadang muncul akibat ketegangan sebelum


pertandingan. Atlet tidak secara objektif menilai kemampuan diri
sendiri. Konsentrasi atlet terfokus pada kekuatan lawan dan situasi
pertandingan yang berat. Situasi inilah yang melemahkan motivasi
atlet sebelum bertanding. Metode Imagery training mengajak para
pemain untuk mencari atas kemungkinan persoalan yang muncul di
lapangan. Membayangkan kekuatan diri, pukulan andalan atau
kelemahan musuh, menciptakan kondisi objektif pada persepsi
seorang atlet.
4. Meningkatkan Kemampuan Atlet
Kemampuan atlet meliputi skill teknis dan fisik. Skill dan fisik yang
bagus, akan mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi yang
maksimal. Skillyang prima dapat dilihat dan dievaluasi melalui
pertandingan yang diikuti oleh atlet. Untuk itu diperlukan metode
kepelatihan yang modern dan efektif untuk meningkatkan
keterampilan seorang atlet. Pelatih juga harus paham dengan
pencapaian teknik dan fisik yang dimiliki oleh pemainnya.
5. Reward
Reward ini adalah metode yang paling banyak digunakan untuk
memacu motivasi atlet. Bonus, hadiah atau jabatan tertentu digunakan
untuk memotivasi atlet. Reward ini ditujukan untuk menggugah
motivasi ekstrinsik dari atlet. Dengan iming-iming bonus yang besar,
diharapkan atlet akan terpacu tampil terbaik dan mengalahkan
lawannya.

Salah satu kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan


menciptakan ketergantungan dari para atlet. Banyak atlet hanya
termotivasi hanya untuk mendapatkan bonus tersebut daripada alasan
lain, Sehingga tidak jarang atlet melakukan upaya-upaya kotor untuk
menjadi pemenang. Penggunaan doping adalah salah satu cara yang
paling sering ditempuh oleh seorang atlet demi tampil maksimal dan
mendapatkan hadiah atas kemenangannya. Untuk itulah, reward ini
harus diberikan sebagai pelengkap dari metode lain dan harus
diberikan secara bijaksana.
Penutup
Keberhasilan atlet memang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, baik
fisik, teknik maupun mental. Tapi terkadang keberhasilan itu
ditentukan dan dimulai dari motivasi yang membara. Mengutip ucapan
Michael Phelps lagi, You cant put limit on anything! (Times Online,
2008). Jelas bahwa Michael Phelps memulai perjalanan menjadi
pencetak sejarah dengan menetapkan hati untuk bekerja tanpa batas.
Itulah motivasi terbesar yang seharusnya dimiliki oleh seorang atlet,
bekerja tanpa batas untuk mencapai prestasi tertinggi.
Guntur Utomo
Seperti banyak diketahui bahwa motivasi ada yang berasal dari dalam
diri, yang disebut dengan motivasi intrinsik dan ada yang berasal dari
luar diri, yang biasa disebut dengan motivasi ekstrinsik. dalam tulisan
sebelumnya sudah dibahas tentang motivasi intrinsik dan cara-cara
menumbuhkannya di dalam diri atlet.

Sudah jamak jika para pelatih, penggurus atau manajer memberi


iming-iming berupa bonus bagi atletnya yang berprestasi. Seperti para
atlet olimpiade Indonesia kemarin yang mendapat bonus 1 Milyar
rupiah untuk peraih medali emas. Atau banyak tim sepakbola
Indonesia yang menjanjikan bonus jika memenangi laga, khususnya
ketika bertandang ke kandang lawan.
Bonus, hadiah atau semacamnya adalah bentuk-bentuk motivasi yang
berasal dari luar diri individu. Yang menjadi pertanyaan kemudian
adalah apakah bonus-bonus semacam ini efektif untuk mendongkrak
motivasi para atlet? Bagaimana jika ternyata bonus yang diberikan
kurang besar, apakah bonus masih akan efektif? Bagaimana
mengubah motivasi ekstrinsik agar berjalan efektif dan mempunyai
kekuatan untuk menggerakkan perilaku seseorang?
Pada tahun 1985, Deci and Ryan menerbitkan buku yang berjudul
Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior.
Dalam bukunya, Deci dan Ryan memaparkan beberapa tipe motivasi
eksternal dari yang sifatnya paling lemah ke sesuatu yang paling kuat.
Berikut ini penjelasan tentang 4 tipe motivasi ekstrinsik:
1. External regulation.
Regulasi eksternal mempunyai makna bahwa sebuah perilaku muncul
dalam rangka mendapatkan benda-benda/sesuatu yang bersifat
eksternal (medali, trofi) serta dalam rangka menghindari tekanan
(tekanan sosial). Bukti bahwa seorang atlet sedang berada dalam
fase regulasi eksternal adalah ketika mereka mengatakan, Saya akan
pergi berlatih hari ini karena saya tidak ingin dicadangkan oleh pelatih
pada pertandingan mendatang!

Dalam ucapan ini tampak bahwa pemain tersebut datang ke latihan


hanya karena dia takut tidak bermain di tim inti. Jadi motivasinya
bukan karena memang dia membutuhkan latihan. Bagaimana
seandainya sang pelatih sudah cinta mati kepadanya? Tentu saja dia
akan sering mangkir latihan, karena toh nggak latihan saja dia tetap
akan main di tim utama.
2. Introjected regulation.
Dalam tipe kedua dari motivasi ekstrinsik ini pemain mulai
menginternalisasi alasan-alasan dari perilakunya. Internalisasi alasan
ini menggantikan kontrol dari luar seperti dalam external regulation.
Dia menggantikan kontrol eksternal dengan susaatu yang berasal
dari dalam diri. Masih dalam konteks latihan, pemain yang mempunyai
introjected regulatioan ini akan mengatakan, Saya berlatih karena
saya akan merasa bersalah seandainya tidak datang.
Dengan kata lain, meskipun sumbernya masih berasal dari luar, tapi
pemain sudah mulai menggunakan unsur yang berasal dari dalam
dirinya, yakni rasa bersalah. Tapi sekali lagi, bukan di dasarkan atas
kebutuhan akan latihan yang berasal dari dalam dirinya.
3. Regulated through identification
Setelah melewati proses internalisasi, seorang pemain mempunyai
pilihan atas perilaku-perilaku yang akan dia lakukan. Perilaku-perilaku
tersebut akan dibandingkan dan dinilai mana yang layak untuk
dilakukan. dalam fase ini, motivasi eksrinsik telah bergerak ke arah
regulated through identification, yakni munculnya perilaku-perilaku

yang dinilai dan menjadi pilihan untuk dilakukan. Pemain sudah bisa
mengidentifikasi perilaku yang harus diambil.
Dalam ucapan, pemain yang sudah mempunyai motivasi ekstrinsik
tipe ini akan mengatakan, Saya memilih untuk berlatih karena
berlatih akan membantuku tampil lebih baik untuk pertandingan
mendatang. Contoh itu menggambarkan bahwa pemain tersebut
sudah mulai memiliki kesadaran akan pilihan didasarkan atas nilai
atau sesuatu yang lebih baik.
4. Integrated regulation
Tipe keempat yang juga tipe paling tinggi berdasarkan teori self
determinism adalah integrated regulation. Dalam integrated regulation
ini, pemain sudah memilih sebuah perilaku untuk dikerjakan yang
bergerak dari motivasi eksternal ke tindakan yang terpilih. Dalam
kasus ini, pilihan yang diambil oleh seseorang dibuat berdasarkan
fungsi-fungsi yang berhubungan dengan berbagai macam aspek dari
diri seseorang. Seorang atlet sudah memilih untuk tetap tinggal di
rumah dibanding jalan-jalan bersama teman-teman, sehingga atlet
tersebut akan siap menghadapi pertandingan esok hari.
Ada pilihan-pilihan aktivitas lain yang muncul bersamaan dengan
aktivitas yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemain. Dalam
tahap ini, berarti memang motivasi eksternal mencapai titik efektifnya
karena selain menjadi pengatur perilaku atlet, motivasi eksternal ini
juga sudah memberi kesadaran bagi seorang atlet akan perilaku yang
seharusnya dia lakukan.
Guntur Utomo

Dari Berbagai Sumber


Seperti disebutkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, motivasi terdiri
dari dua jenis motivasi, yakni motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Pada tulisan ini, akan dibahas lebih jauh mengenai motivasi
intrinsik. Secara umum, motivasi intrinsik adalah motivasi yang
berasal dari dalam individu. Artinya, seseorang melakukan tindakan
atau perilaku tidak berasal dari motif-motif atau dorongan-dorongan
yang berasal dari luar diri.
Belakangan, dunia bulu tangkis Indonesia sedang mengalami
gonjang-ganjing lantaran banyak pemain elitnya yang menolak untuk
masuk dalam pelatnas Cipayung. Tercatat Markis Kido dan adikadiknya, serta Vita Marisa menyatakan keluar dari pelatnas menyusul
Taufik Hidayat yang menyatakan pertama. Penyebabnya, konon,
adalah tidak adanya kecocokan antara PBSI dan para atlet tersebut
soal harga kontrak. Kontrak yang ditawarkan kepada para atlet oleh
PBSI dirasakan terlalu kecil.
Contoh lain adalah ketidakmauan Kaka untuk pindah dari AC Milan
meski ditawari ratusan juta dollar oleh Manchester City. Kaka menolak
karena merasa sudah sangat nyaman dengan Milan serta merasa
berhutang kepada para Milanisti yang selama ini berdiri di
belakangnya. Iming-iming kontrak ratusan juta dollar serta gaji selangit
tak menggoyahkan keinginan Kaka untuk berbuat yang terbaik di
Milan.
Kedua contoh di atas merupakan bentuk reaksi para atlet terhadap
iming-iming uang yang merupakan bentuk motivasi yang berasal dari
luar diri. Dalam kasus pertama, di luar motivasi untuk bermain dan

berprestasi, ternyata ada batasan tertentu sumber motivasi ekstrinsik


tersebut untuk bisa menggugah perilaku seorang atlet. Para pemain
bulu tangkis tersebut merasa prestasinya tidak mendapat
penghargaan yang setimpal dari PBSI yang, tentu saja, juga
diuntungkan dari prestasi para atlet tersebut.
Untuk kasus Kaka, ternyata motivasinya untuk tetap berada di Milan
jauh lebih lebih besar dibanding iming-iming uang yang sudah tidak
rasional itu. Memang Kaka telah mendapat gaji yang tidak kecil juga di
Milan, tapi juga keinginannya untuk mengejar prestasi yang lebih
tinggi menahan Kaka untuk tidak menyanggupi tawaran klub dengan
dana tak terbatas itu.
Keduanya memberi contoh, kasus bulutangkis, Motivasi Eksternal
yang tidak cukup memadai ternyata tidak mampu membuat seseorang
berperilaku tertentu. Sedang kasus kedua, motivasi intrinsik yang
dimiliki Kaka ternyata lebih besar dibanding dengan sumber motivasi
ekstrinsik yang ditawarkan Manchester City.
Tipe Motivasi Intrinsik
Mengapa motivasi intrinsik penting bagi seorang atlet? Tidakkah
cukup diberi uang saja agar para atlet mau untuk menunjukkan
kehebatannya? Jawabannya mungkin relatif, tapi menilik kasus di
atas, uang ternyata bisa penting, tapi bisa juga tidak. Motivasi Intrinsik
penting karena setiap individu mempunyai individual differences yang
membedakan dengan orang lain. Individual differences ini meliputi
kesenangan, tingkat kepuasan, kemampuan penyesuaian diri, tingkat
emosi, kerentanan dan sebagainya.

Selain itu, motivasi intrinsik jauh lebih sakti untuk bisa memunculkan
sebuah perilaku tertentu. Kesaktiannya lantaran motivasi ini berasal
dari dalam diri, sehingga mempunyai kecenderungan yang lebih kuat
serta tahan lama. Berbeda dengan motivasi ekstrinsik, ketika sumber
motivasi itu sudah hilang atau berkurang nilainya, maka perilaku yang
diharapkan tidak akan muncul.
Menurut Vallerand, dkk., secara garis besar, ada 3 tipe motivasi
intrinsik.
1. Motivasi Intrinsik untuk Tahu.
Dalam motivasi untuk tahu ini, seseorang melibatkan diri dalam
sebuah aktivitas karena kesenangan untuk belajar. Dalam konteks
olahraga, motivasi ini penting dalam proses latihan. Para pemain
harus mempunyai motivasi intrinsik jenis ini untuk memastikan bahwa
mereka selalu terlibat dalam proses latihan dengan baik. Untuk selalu
menggugah motivasi ini, para pelatih juga harus selalu kreatif
menciptakan metode latihan yang selalu memberi sesuatu yang baru
kepada para pemain. Jika pelatih gagal memberi sesuatu yang baru,
mungkin motivasi yang sudah dimiliki oleh para pemain akan luntur
perlahan-lahan.
2. Motivasi Intrinsik yang berkaitan dengan
pencapaian.
Manusia selalu mempunyai naluri untuk mencapai sesuatu. Bahkan
secara ekstrem, orang yang sudah kaya raya pun tidak pernah
berhenti untuk mengeruk harta. Ini membuktikan bahwa setiap
manusia mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu. Dalam

konteks olahraga, atlet sebenarnya juga mempunyai hal serupa.


Motivasi intrinsik tipe ini seseorang melakukan aktivitas karena
terdorong oleh kesenangan mencoba untuk melampaui dirinya sendiri.
Artinya ada keinginan untuk lebih dan lebih. Seorang pelatih bisa
menciptakan hal ini dengan selalu membawa unsur kompetisi dalam
proses latihan. Para pemain juga harus selalu mengikuti kompetisi
yang kompetitif dengan jenjang yang selalu meningkat. Selain untuk
mengevaluasi kemampuan, tapi juga agar mereka selalu terfasilitasi
untuk melewati pencapaian yang sudah pernah diperoleh.
3. Motivasi Intrinsik untuk merasakan stimulasi.
Jenis ini mendorong seseorang untuk terlibat dalam sebuah aktivittas
dalam rangka merasakan kenikmatan yang sensasional. Para atlet
panjat tebing, pendaki gunung dan sebagainya adalah contoh orangorang yang selalu ingin merasakan pengalaman yang sensasional ini.
Untuk atlet lain, barangkali dengan mendapat pencapaian tertinggi,
maka pengalaman sensasional ini akan tercapai. Bayangkan jika
seseorang berhasil mendapatkan medali emas olimpiade, pasti luar
biasa. Untuk itulah, para atlet harus selalu dirangsang untuk selalu
mengeset sasarannya setinggi mungkin.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik
dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi
tegang. denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka
merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan
permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya
dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai. mengapa mereka berolahraga
dan apa yang ingin mereka capai ? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis
dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.

Apakah Psikologi Olahraga?


Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan
lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang
disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber
dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi
olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga
yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan factorfaktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah
untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal
fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang, denyut
nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit
berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan
terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam
pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai mengapa mereka berolahraga dan apa
yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat
menolong tercapainya tujuan tersebut.
Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana,
teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari
bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk
membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal
dengan "psikotes", dengan bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepribadian secara umum, potensi intelektual.
dan fungsi daya pikimya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah
banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat
dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran
psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena
banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui
latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya
sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut
Penampilan seorang atlet tidak bisa dilepaskan dari daya dorong yang dia miliki. Sederhananya,
semakin besar daya dorong yang dimiliki, maka penampilan akan semakin optimal, tentu saja jika
ditunjang dengan kemampuan teknis dan kemampuan fisik yang memadai. Daya dorong itulah yang
biasa disebut dengan motivasi. Menurut Hodgetts dan Richard (2002) motif adalah sesuatu yang
berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan serta menentukan arah dari perilaku seseorang.
Sedang motivasi adalah motif yang tampak dalam perilaku. Motiflah yang memberi dorongan seseorang
dalam melakukan suatu aktivitas. Hampir semua aktivitas manusia didorong oleh motif-motif tertentu
yang bersifat sangat individualis.
Secara garis besar, ada dua jenis motivasi jika dilihat dari arah datangnya: yakni motivasi intrinsik
dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang datang dari dalam diri individu.
Sebagai contoh keinginan untuk mendapat poin sempurna dalam sebuah kejuaraan senam, atau

keinginan untuk menyelesaikan sebuah handicap dalam olahraga motocross. Motivasi yang datang dari
dalam diri individu tanpa campur tangan faktor luar inilah yang biasa disebut sebagai motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik biasa didefinisikan sebagai motivasi yang datang dari luar individu. Keinginan
mendapat penghargaan, uang, trophi dan sebagainya merupakan contoh-contoh motivasi yang berasal
dari luar individu. Secara umum, motivasi ekstrinsik lebih sering berbentuk kebendaan atau juga pujian
Meskipun berbeda, kedua jenis motivasi ini sesungguhnya saling berkait satu sama lain dan
bentuknya yang saling berubah-ubah. Motivasi intrinsik bisa muncul akibat adanya penghargaan yang
menjadi iming-iming pun demikian dengan sebaliknya. Motivasi ekstrinsik adalah kelanjutan dari adanya
motivasi intrinsik yang mengawali seseorang melakukan sebuah aktivitas.
Memang banyak ahli yang mengatakan bahwa motivasi intrinsiklah yang sebenarnya diperlukan
oleh seorang atlet dalam setiap penampilannya. Karena motivasi intrinsik lebih bersifat tahan lama
dibanding motivasi ekstrinsik. Mudahnya, motivasi ekstrinsik akan hilang seiring dengan hilangnya hadiah,
reward, atau uang yang diinginkan, tapi tidak demikian jika yang dimiliki adalah motivasi intriksik. Namun
sekali lagi, kedua jenis motivasi ini saling bertumpuk dan mempengaruhi satu sama lain.
Olahraga yang berorientasi pada prestasi merupakan salah satu aktivitas yang disadari. Selalu
ada tujuan yang ingin dicapai oleh seorang atlet saat mereka melakukan aktivitasnya. Dalam suatu
kejuaraan, tentu saja prestasi tertinggi yang ingin dicapai oleh seorang atlet. Namun, tak jarang juga,
seorang atlet tampil hanya karena desakan dari pihak-pihak luar yang menginginkannya menjadi seorang
juara.
Motivasi tidak bersifat permanen. Ada banyak hal yang bisa dengan mudah menghilangkan atau
memunculkan motivasi seorang atlet. Mengambil contoh Piala Asia 2007, para pemain Indonesia seperti
mendapat suntikan motivasi yang luar biasa saat puluhan ribu penonton menyaksikan pertandingan
Timnas Indonesia. Namun, saat Piala Dunia 1998, Timnas Nigeria yang waktu itu diharapkan menjadi
kuda hitam, tiba-tiba melempem akibat gaji yang belum dibayarkan oleh federasi sepakbola negaranya.
Contoh di atas merupakan ilustrasi yang sahih tentang bagaimana rapuhnya motivasi yang
dimiliki oleh seseorang. Satu ketika bisa menjadi sangat besar, tapi disaat yang lain tiba-tiba menghilang
tanpa bekas. Untuk itulah diperlukan suatu metode yang berlangsung terus menerus agar motivasi atlet
tetap
terjaga.
Pendampingan Berkelanjutan
Dalam olahraga prestasi, yang tentu saja sudah menjadi sebuah industri tontonan, peran orang
yang berperan sebagai penyuntik motivasi menjadi sangat penting. Tidak ayal, olahraga prestasi (dalam
cabang apapun) membutuhkan penampilan yang konsisten dari seorang atlet. Penampilan konsisten ini
termasuk juga mempunyai motivasi yang selalu tinggi.
Bisa dikatakan, orang-orang terdekat atlet adalah orang-orang yang berpotensi besar menjadi
penyuntik motivasi. Baik orang tua, saudara, teman, terlebih pelatih. Seorang pelatih harus memahami
benar karakter atlet binaannya. Syarat tersebut mutlak, karena pelatihlah yang mengetahui secara
mendalam kemampuan terbaik dari seorang atlet.
Pelatih olahraga saat ini tidak cukup hanya membekali dirinya dengan kemampuan melatih
teknik, tapi juga harus mengauasai ilmu psikologi sebagai bekal untuk mendampingin atlet dalam
menjaga kondisi mentalnya. Banyak pelatih yang dikatakan sukses juga merupakan seorang motivator
ulung.
Namun, dewasa ini peran pelatih yang terlalu besar terkadang tidak lagi mampu mengkafer
segala sesuatu yang terjadi pada atletnya. Disaat itulah dibutuhkan seorang "pembantu" pelatih yang
secara spesifik mengurusi perkembangan emosi atletnya. Biasanya "pembantu" ini adalah seorang

motivator atau lebih luasnya adalah seorang psikolog olahraga yang bekerja sama secara penuh dengan
pelatih kepala.
Suntikan Lewat Latihan
Pada umumnya, suntikan motivasi pemain atau atlet masih berbentuk oral atau diucapkan,
seperti kata-kata pujian atau semacamnya. Namun, mengikuti perkembangan metode kepalatihan
dewasa ini, suntikan motivasi bisa diwujudkan dalam proses latihan teknis yang dilalui. Sebagai contoh,
dalam sesi latihan sepakbola untuk usia muda, latihan bisa diset dengan menghadirkan kompetisi internal
antar pemain.
Dalam latihan passing, misalnya, pola latihan tidak hanya berhadap-hadapan dua orang pemain.
Tapi bisa menghadirkan gawang kecil sebagai salah satu pemancing munculnya kompetisi. Seorang
pemain harus mengumpan masuk melalui gawang kecil tersebut, dan yang paling banyak masuk akan
mendapat reward tertentu. Sekali lagi, pelatih harus jeli dan cermat dalam membuat pola latihan ini.
Selain untuk memicu motivasi dalam latihan, pola latihan seperti di atas bisa memudahkan
pelatih dalam mengajarkan satu gerakan tertentu. Selain itu, diharapkan dengan penguasaan
kemampuan teknik tertentu, pemain akan lebih percaya diri ketika menghadapi pertandingan
sesungguhnya.
Pola lain dalam menyuntik motivasi adalah dengan membakar secara verbal. Namun harus
diingat, memotivasi dengan menggunakan cara-cara verbal ini harus benar-benar memperhatikan kondisi
dasar kepribadian pemain. Kita tidak bisa menggunakan metode crash talk atau mengatakan dengan
cara meledak-ledak dan langsung jika yang dihadapi pemain-pemain yang mempunyai tipe kepribadian
yang cenderung introvert. Sebaliknya, bisa digunakan sandwich talk dengan terlebih dulu memberi pujian
di awal baru "membakar" di tengah dan diakhiri dengan pujian-pujian lagi
Sebenarnya ada banyak metode dan cara dalam memotivasi seorang atlet. Tapi pada prinsipnya,
hal pertama yang harus dikuasai adalah ilmu psikologi supaya terlebih dahulu bisa memetakan kondisi
atletnya. Cara memotivasi yang salah hanya akan menjadi bumerang yang tidak jarang justru
melemahkan motivasi atlet.
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia adalah makhluk berkembang, mahluk yang aktif. Tindakan atau perbuatan manusia
selain ditentukan oleh faktor-faktor yang datang dari luar, juga ditentukan oleh faktor yang datang dari
dalam diri sendiri. Motif berasal dari bahasa latin movere, yang berarti mengerakan atau mendorong
untuk bergerak. Dari sini motif diartikan sebagai pendorong atau pengerak dalam diri manusia yang
diarahkan ketujuan tertentu.
Dalam pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga di Indonesia akhir-akhir ini makin dirasakan
tantangan yang berat terutama untuk menampilkan prestasi yang mengungguli atau setidak-tidaknya
menyamai prestasi beberapa Negara ASIA yang berciri fisik sama dengan Indonesia. Indonesia dengan
jumlah penduduk yang cukup besar seyogyanya mampu mengorbitkan atlet-atlet yang berprestasi.
Dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga, tidak ada atlet yang dapat menang atau
menunjukan prestasi yang optimal tanpa motivasi (Aldeman, 1974). Straub (1987) menyatakan bahwa
prestasi adalah sama dengan keterampilan plus motivasi. Meskipun atlet atau tim mempunyai
keterampilan yang baik, tetapi tidak ada hasrat untuk bermain baik, biasanya mengalami kekalahan.
Demikian pula atlet atau tim yang mempunyai hasrat tinggi tetapi tidak mempunyai keterampilan, maka
prestasi tetap buruk. Hasil optimal hanya dapat dicapai kalau motivasi dan keterampilanb saling
melengkapi. Pernyataan Straub ini, menunjukan bahwa motivasi sebagai aspek dan proses psikologi

berhubungan erat dengan keterampilan, perlu ditumbuhkan dan dibina dalam pencapaian prestasi atlet
yang optimal.
2.1 Definisi motivasi menurut pendapat para ahli psikologi:
A. David Krech (1962)
Menyatakan bahwa motivasi adalah kesatuan keingian dan tujuan yang menjadi pendorong untuk
bertingkah laku dinyatakan bahwa studi tentang motivasi adalah studi yang mempelajari dua pertanyaan
yang berbeda atas tingkahlaku individu yakni, mengapa individu memilih tingkahlaku tertentu dan
menolak tingkah laku yang lainnya.
B. Barelson dan Steiner dalam O. Koontz (1980)
Motivasi adalah kekuatan dari dalam yang menggerakkan dan mengarahkan atau membawa
tinkahlaku Ke tujuan. Pada hakikatnya, rumusan ini,bila diteliti dengan cermat,merupakan terminologi
umum yang mencakup arti daya dorong, keinginan,kebutuhan dan kemauan. Hubungan antara
kebutuhan,keinginan dan kepuasan digambarkan sebagai mata rantai yang disebut Need want
satisfaction chain
C. E.J Muray (1964 )
Motivasi adalah faktor internal yang menggairahkan, mengarahkan dan mengintegrasikan
tingkahlaku seseorang.
D. M.L Kamlesh (1983)
Motivasi adalah kecenderungan yang mengarahkan dan memilih tingkah laku yang terkendali
sesuai kondisi, dan kecenderungan mempertahankannya sampai tujuan tercapai.
E. Robert.N. Singer (1986)
Motivasi adalah sebagai dorongan untuk mencapai tujuan, dorongan dari dalam terhadap aktifitas
yang bertujuan. Menurut singer motivasi itu terbagi antara dua yaitu, dorongan (drive) fisik, dan motif
sosial. Dorongan fisik adalah kecenderungan bertingkah laku kearah pemuasan kebutuhan biologis. Motif
sosial itu kompleks, muncul dan berkembang dari sumber sumber sosia, seperti hubungan antar
manusia. Dorongan fisik tidak dapat dipelajari, sedangkan motif sosial dapat.
F. W.S. Winkel (1983), Wahjosumidjo (1985), Kamlesh (1983).
Motivasi terbagi atas dua bentuk, yakni motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Matovasi ekstrinsik itu
bentuk motivasi yang di timbulkan oleh berbagai sumber dari luar seperti pemberian hadiah,
penghargaan, sertfikat dan sebagainya. Motivasi intrinsik itu adalah dorongan alamiah yang mendorong
seseorang mengerjakan sesuatu dan bukan kerena situasi buatan.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa : motivasi olahraga adalah keseluruhan daya
penggerak (motif motif) didalam diri individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin
kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Olahraga digemari anak anak, pemuda dan para orang tua karena memiliki daya tarik untuk
mengembangkan berbagain kemampuan, menumbuhkan harapan harapan, memberikan pengalaman
yang membanggakan, meningkatkan kesehatan jasmani, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
praktis dalam kehidupan sehari hari dan sebagainya.
Melalui olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang luas untuk mengembangkan
kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas, menemukan teman teman baru serta
pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan kegembiraan dan kepuasan. Olahraga
merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua memerlukan hubungan yang harmonis dan ideal antara
proses berfikir, emosi dan gerakan.

Kompetisi menimbulkan keadaan penuh stres dan dapat menimbulkan kecemasan atau anxiety,
serta tantangan untuk mengatasi berbagai perasaan, dengan berolahraga timbul bermacam macam
dorongan untuk bertindak sebaik baiknya yang merupakan sebagian dorongan untuk mengembangkan
diri sendiri atau self improvement.
2.2 Berbagai Motivasi Berolahraga
Motivasi berolahraga bervariasi antara individu yang satu dengan lain karena perbedaan kebutuhan dan
kepentingan, baik disebabkan karena perbedaan tingkat perkembangan umurnya, minat, pekerjaan, dan
kebutuhan kebutuhan lainnya.
Motivasi berolahraga bagi anak anak, remaja, dan para orang tua yang tidak mempersiapkan diri untuk
pertandingan antara lain :
1) Untuk dapat bersenang senang dan mendapat kegembiraan
2) Untuk melepaskan ketegangan psikis
3) Untuk mendapatkan pengalaman esthetis
4) Dapat berhubungan dengan orang lain (mencari teman)
5) Untuk kepentingan kebanggaan kelompok
6) Untuk memelihara kesehatan badan
7) Untuk keperluan kebutuhan praktis sesuai pekerjaannya.
Menurut Singer (1984) meskipun anak anak yang satu bebeda dengan anak anak yang lain,
namun Michael Passer, seorang psikolog olahraga dikalangan pemuda atas hasil penelitiannya adalah
menunjukkan adanya indikasi enam kategori utama motif motif yang menumbuhkan minat anak anak
berpartisipasi dalam program program olah raga yaitu :
1) Untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan.
2) Untuk berhubungan dan mencari teman.
3) Untuk mencapai sukses dan mendapat pengakuan.
4) Untuk latihan dan menjadi sehan dan bugar.
5) Untuk menyalurkan enersi.
6) Untuk mendapatkan pengalaman penuh tantangan dan yang mengembirakan.
Lebih lanjut Singer menegaskan bahwa motivasilah yang mendorong seseorang mencapai
tujuan, dan selalu berusaha melakukan sesuatu dengan sebaik baiknya. Beberapa pendekatan yang
dilakukan para orang tua dan pelatih terhadap atlit, oleh singer dikelompokkan dalam bentuk bentuk
1) Pemberian penghargaan
2) Hukuman hukuman
3) Ancaman ancaman
4) Pengakuan.
Pendapat singer ini merupakan upaya untuk mengembangkan prosedur atau cara cara :
reward punishment yaitu cara cara dengan memberi penghargaan dan menghukum yang biasa
dilakukan dalam bidang pendidikan. Untuk menimbulkan motivasi dan juga memelihara motivasi, dimana
pengaruh pengaruh dapat datang dari berbagai pihak, dan bukan hanyan dari orang tua dan pelatih
saja, maka pendapat singer tersebut patut diperhatikan dalam upaya menimbulkan dan memelihara
motivasi atlet.
2.3 Teori Motivasi
Ada beberapa teori motivasi yang cukup menarik untuk dibicarakan, yakni, Teori hedonismo,
Teori Naluri. Teori Kebudayaan dan Teori Kebutuhan.

1. Teori Hedonisme
Teori ini mengatakan bahwa pada hakekatnya manusia akan memilih aktivitas yang
menyebabkannya merasa gembira dan senang. Begitu pula dalam olahraga, orang hanya akan
memilih aktivitas yang menarik dan menguntungkan dirinya dan akan mengesampingkan yang
tidak menarik. Oleh sebab itu, pelatih harus mempersiapkan dan membantu setiap atlet untuk
memperbesar apa yang memberi nilai tambah yang dicarinya pada saat itu dan memperkecil apa
saja yang dapat menumbuhkan ketidaksenangan dalam aktivitas itu.
2. Teori Naluri
Teori ini menghubungkan kelakuan manusia dengan macam-macam naluri, seperti naluri
mempertahankan diri, mangembangkan diri dan mengembangkan jenis. Kebiasaan, tindakan dan
tingkahlakunya digerakkan oleh naluri tersebut. Untuk itu guru, pelatih dan pembina dalam proses
belajar atau latihan perlu memperhatikan naluri naluri individu, dan mendeteksi naluri yang
dominan pada setiap individu.
3. Teori Kebudayaan
Teori ini menghubungkan tingkahlaku manusia berdasarkan pola kebudayaan tempat ia berada.
Bertolak dari teori ini, maka para pelatih dan pembina perlu mengetahui latarbelakang kehidupan
dan kebudayaan setiap atlet, agar kegiatan olahraga yang dilaksanakannya tidak dirasakan baru
atau asing, melainkan sebagai bagian hidup dan pola kebudayaanya.
4. Teori kebutuhan
Teori ini beranggapan bahwa tingkahlaku manusia pada hakekatnya bertujuan memenuhi
Kebutuhannya. Sehubungan dengan pandangan ini, maka pelatih atau pembina hendaknya dapat
mendeteksi kebutuhan yang domina setiap individu.
Walalupun ada bermacam-macam pendapat mengenai motif, Namun motif itu sendiri tidak lepas dari
kebutuhan-kebutuhan diri setiap individu. Teori kebutuhan ini banyak divas dan diterapkan dalam
berbagai bidang seperti pendidikan, kepemimpinan, administrasi, dan ekonomi.
Kebutuhan fisiologis atau psikologis seseorang menimbulkan dorongan intrinsik atau ekstrinsik untuk
bertingkahlaku dalam mencapai tujuan tersebut. Kuatnya dorongan ini ditentukan oleh kadar
kebutuhan yang melekat pada seseorang. Kalau tujuan tercapai, ia bisa mengalami frustasi.
Salah satu ahli psikologi yang merumuskan kebutuhan manusia adalah Abraham Maslow, dengan
teori Pemenuhan Kebutuhan ( Satisfaction of need Theory ). Abharam Maslow menyusun tingkat
kebutuhan manusia didasarkan atas prinsip bahwa :
1. Kebutuhan manusia diorganisasikan dalam kebutuhan yang bertingkat-tingkat ;
2. Segera setelah salah satu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan lain akan muncul dan berkuasa ;

3. Setelah terpenuhi, kebutuhan tersebut tidak mempunyai pengaruh dominan; akibatnya,


kebutuhan lain mulai meningkat dan mendominasi.
Maslow membagi kebutuhan manusia pada lima tingkat :
1. Kebutuhan mempertahankan hidup ( Psychological Needs ). Manifestasi kebutuhan ini nampak
pada kebutuhan primer seperti ; makanan, air, seks, istirahat, senam.
2. Kebutuhan rasa aman ( Safety Needs )
Manifestasi kebutuhan ini nampak pada kebutuhan keamanan, kestabilan
perlindungan/pembelaan, tata tertib, keteraturan, bebas dari rasa takut dan gelisah.

hidup,

3. Kebutuhan Sosial ( Social Needs )


Manifestasi kebutuhan ini antara lain nampak pada perasaan siterima oleh orang lain ( sense of
belonging ), kebutuhan untuk mencapai sesuatu ( sense of achievement ), serta berpartisipasi
( sense of participation ).
4. Kebutuhan akan penghargaan / harga diri ( Esteem Needs ).
Kebutuhan ini antara lain kebutuhan akan prestise, kebutuhan untuk berhasil, kebutuhan untuk
dihormati. Makin tinggi status semakin tinggi prestisenya, semakin tinggi pula rasa untuk
dihormati. Manefestasinya didalam olahraga ialah makin tinggi prestasi, makin giat berlatih,
makin tinggi pula perasaan untuk diperhatikan dan dihargai.
5. Kebutuhan aktualisasi siri ( Self Actualization ).
Manifestasinya nampak pada keinginan untuk mengembankan kapasitas fisik, kapasitas mental
melalui latihan dan pendidikan. Keinginan untuk mengabdi dan berbuat sebaik-baiknya,
memunculkan diri secara bebas.
Sistem kebutuhan ini merupakan susunan hirarkis, mulai dari yang paling rendah ( fisiologi )
sampai pada yang paling tinggi ( aktualisasi diri ). Kebutuhan setiap orang mulai bergerak dari tingkat
rendah ( fisiologis ) karena kebutuhan itu paling diperlukan. Pada mulanya kebutuhan fisiologis
mendominasi tingkahlaku individu. Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, kebutuhan sosial muncul. Pada
saat kebutuhan sosial tidak lagi mendesak, lalu kebutuhan menggeser ke pengakuan, penghargaan, dan
seterusnya sampai pada tingakat kebutuhan aktualisasi diri.
2.4 Motivasi Intrinsik dan Ekstrisik
Pengalaman nyata di negara-negara berkembang pada umumnya, seperti juga di Indonesia,
adalah bila atletnya mengalami kegagalan pada suatu turnamen, maka kelemahan teknik dan taktik
dituding sebagai sebab utama. Di negara-negara yang sudah maju prestasi olahraganya, kurangnya
motivasi dituding sebagai penyebab utama. Anggapan yang berbeda ini sebenarnya disebabkan
kelemahan teknik masih menonjol di negara-negara berkembang, sedangkan kempuan teknik dan fisik

bukan masalah di negara-negara maju, sehingga motifasi merupakan kunci yang mentukan keberhasilan
penampilannya yang prima.
Peranan motivasi terhadap prestasi olahraga banyak dibicarakan dan diperhatikan oleh ahli-ahli
psikologi olahraga. Menurut Singgih Gunarsa, prestasi seseorang dihasilkan dari motivasi ditambah
latihan. Straub menyatakan bahwa prestasi seseorang adalah motivasi ditambah ketrampilan. Sedangkan
menurut R.N Singer, prestasi dalam olahraga itu sama dengan keterampilan yang diperoleh melalui
motivisi yang menyebabkan atlet bertahan dalam latihan, ditambah dengan motivasi yang menyebabkan
atlet bergairah berlatih keras. Memang tidak dapat disangkal bahwa motivasi tidak dapat dipisahkan
dengan keberhasilan atlet dalam aktifitas olahraga.
Motivasi olahraga dapat dibagi atas motivasi primer dan sekunder, dapat pula atas motivasi
biologis dan sosial. Namun banyak ahli membagikannya atas dua jenis, intrinsik dan ekstrinsik.
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam yang menyebabkan individu berpartisipasi.
Dorongan ini sering dikatakan dibawa sejak lahir, sehingga tidak dapat dipelajari. Atlit yang punya
motivasi intrinsik akan mengikuti latihan peningkatan kemampuan atau ketrampilan, atau mengikuti
pertandingan, bukan karena situasi buatan (dorongan dari luar), melainkan karena kepuasan dalam
dirinya. Bagi atlit tersebut, kepuasan diri diperoleh lewat prestasi yang tinggi bukan lewat pemberian
hadiah, pujian atau penghargaan lainnya. Atlit ini biasanya tekun, bekerja keras, teratur dan disiplin dalam
menjalani latihan serta tidak menggantungkan dirinya pada orang lain.
Pada umumnya kemenangan yang diperoleh dalam kompetisi merupakan kepuasan dan selalu
dievaluasi guna lebih ditingkatkan, dan kekalahan akan diterima tanpa kekecewaan melainkan akan
menjadi sumber analisa terhadap kekuatan lawan dan kelemahan diri sendiri guna diperbaiki melalui
latihan-latihan yang keras. Biasanya atlit ini mempunyai kepribadian yang matang, sportif, tekun, percaya
diri, disiplin dan kreatif.
2. Motivasi Ekstrisik
Motivasi ekstrisik adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu yang menyebabkan individu
beradaptasi dalam olahraga. Dorongan ini barasal dari pelatih, guru, orngtua, bangsa atau berupa
hadiah, sertifikat, penghargaan atau uang. Motivasi ekstrinsik itu dapat dipelajari dan tergantung pada
besarnya nilai penguat itu dari waktu ke waktu. Ini dapat karena mempertaruhkan nama bangsa dan
negara, karena hadiah besar, karena publikasi lewat media massa. Dorongan yang demikian ini biasanya
tidak bertahan lama. Perubahan nilai hadiah, tiadanya hadiah akan menurunkan semangat dan gairah
berlatih. Kurangnya kompetisi menyebabkan latihan kurang tekun, sehingga prestasinya merosot.
Motivasi ekstrinsik dalam olahraga meliputi juga motivasi kompetitif, karena motif untuk bersaing
memegang peranan yang lebih besar daripada kepuasan karena telah berprestasi baik. Kemenangan
merupakan satu-satunya tujuan, sehingga dapat timbul kecenderungan untuk berbuat kurang sportif atau
kurang jujur seperti licik dan curang. Atlet-atlet yang bermotifasi ektrinsik, sering tidak menghargai orang
lain, lawannya, atau peraturan pertandingan. Agar dapat menang, maka ia cenderung berbuat hal-hal
yang merugikan, seperti memakai obat perangsang, mudah dibeli atau disuap.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa dalam aktifitas olahraga, motivasi intrinsik maupun
ekstrisik tidak akan berdiri sendiri, melainkan bersama-sama menuntun tingkah laku individu. Mereka
berdasarkan pandangannya bahwa tingkahlaku motivasi intrinsik itu didrong oleh kebutuhan kompetisi
dan keputusan sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan.
Manusia hidup dengan lingkungannya dan bertingkah laku dengan lingkunganya. Itulah sebabnya
pengaruh lingkungan tidak akan terlepas dari kehidupan manusia. Motivasi ekstrisik (pengaruh

lingkungan) selalu menuntun tingkah laku manusia. Dengan demikian tingkah laku individu dalam
olahraga
dipengaruhi
oleh
motifasi
intrinsik
maupun
motivasi
ekstrinsik
Peran motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan. Dalam pertandingan
atlet atau tim akan bermain dilapangan yang baru, menghadapi penonton yang banyak. Sebelum dan
selama pertandingan mereka selalu mendapat petunjuk-petunjuk dari pelatih baik teknik, strategi maupun
dorongan semangat, agar mereka dapat bermain sebaik mungkin dan memenangkan pertandingan.
Situasi penonton, lapangan yang baru, petunjuk pelatih, menyebabkan tingkah laku mereka dalam kendali
lingkungan. Artinya, motivasi ekstrinsik berfungsi. Dengan demikin dalam diri atlet atau tim berfungsi
motivasi intrisik karena adanya kebutuhan-kebutuhannya sendiri, dan motivasi ekstrisik karena
dipengaruhi keadaan dari luar.
Weine Halliwell (1978) menyatakan bahwa sebenarnya motivasi dasar tingkahlaku individu dalam
olahraga adalah motivasi intrinsik, namun selalu ditambah dengan motivasi ekstrinsik. Dorongan
ekstrinsik dapat meningkatkan motivasi intrinsik, kalau dorongan itu menambah kompetisi dan keputusan
individu, dan dapat menurunkan motivasi intrinsik, kalau dorongan itu mengurangi kompetisi dan
keputusan diri individu. Dengan kata lain, kalau kontrol (aspek lingkungan) lebih menonjol, maka
penguatan yang diberikan akan menurunkan motivasi intrinsik. Tetapi jika informasi lebih menonjol dan
positif terhadap kompotensi dan keputusan sendiri individu, maka motivasi intrinsik akan meningkat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan yaitu :

motivasi olahraga adalah keseluruhan daya penggerak (motif motif) didalam diri individu yang
menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada
kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Melalui olahraga para pemuda
mendaptakan kesempatan yang luas untuk mengembangkan kemampuan, mendapatkan
pengakuan dan popularitas, menemukan teman teman baru serta pengalaman bepergian dan
bertanding yang mendatangkan kegembiraan dan kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas yang
unik, dimana sermua memerlukan hubungan yang harmonis dan ideal antara proses berfikir,
emosi dan gerakan.

Peran motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan. Dalam pertandingan
atlet atau tim akan bermain dilapangan yang baru, menghadapi penonton yang banyak. Sebelum
dan selama pertandingan mereka selalu mendapat petunjuk-petunjuk dari pelatih baik teknik,
strategi maupun dorongan semangat, agar mereka dapat bermain sebaik mungkin dan
memenangkan pertandingan. Situasi penonton, lapangan yang baru, petunjuk pelatih,
menyebabkan tingkah laku mereka dalam kendali lingkungan. Artinya, motivasi ekstrinsik
berfungsi. Dengan demikin dalam diri atlet atau tim berfungsi motivasi intrisik karena adanya
kebutuhan-kebutuhannya sendiri, dan motivasi ekstrisik karena dipengaruhi keadaan dari luar.

3.2 Saran
Dari uraian kesimpulan diatas,maka penulis memberikan saran semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi setiap pembaca dalam proses pembelajaran ataupun penambahan

wawasan dalam ilmu pengetahuan. Umumnya dibidang psikologi dan khususnya dalam materi motifasi
dalam olahraga.

Anda mungkin juga menyukai